Anda di halaman 1dari 26

Pertusis pada Anak Laki-laki Berumur Lima Tahun

Billy Jeremia Tando* (kelompok D3)


NIM : 10.2010.011
3 Juli 2012
Email : billytando@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat
No. Telp : (021)56942061
*Mahasiswa Semester Empat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan
Sistem pernapasan merupakan salah satu sistem yang menjaga agar tubuh kita tetap berfungsi.
Salah satu fungsi dari sistem pernapasan adalah tempat pertukaran antara O2 dan CO2. Oksigen
dari udara bebas akan masuk ke dalam tubuh kita melalui paru-paru dan CO2 akan dikeluarkan
dari tubuh kita menuju udara bebas. Oksigen sangat diperlukan tubuh kita untuk berbagai proses
metabolisme yang terjadi dalam tubuh kita dan menjaga kelangsungan hidup kita.
Dengan semakin berkembangnya zaman, udara tempat oksigen berada semakin lama semakin
tercemar oleh berbagai polutan dan kuman-kuman yang berbahaya. Setiap hari kita bernapas dan
berbagai macam polutan dan kuman dapat dengan mudahnya masuk ke dalam tubuh kita melalui
paru. Sistem kekebalan yang dipunyai tubuh kitalah yang menekan berbagai macam polutan dan
kuman yang masuk ke dalam tubuh kita sehingga kita tidak menjadi sakit. Akan tetapi, rusaknya
atau menurunnya sistem pertahanan tubuh kita akan menyebabkan kita menjadi lebih rentan
terkena sakit.
Salah satu kuman yang dapat menyerang sistem pernapasan kita adalah Bordetella pertussis yang
menyebabkan pertusis atau batuk rejan. Dalam makalah ini akan dibahas tentang pertusis, yaitu
etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinik, penatalaksanaan, komplikasi, pencegahan dan
1

prognosisnya. Selain itu akan dibahas pula mengenai diagnosis bandingnya, yaitu Tuberkulosis,
Bronkitis akut dan Bronkitis kronik.

Anamnesis

Identitas pasien
Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa anak yang diperiksa benar-benar anak yang

dimaksud.1
Keluhan Utama
Riwayat Perjalanan Penyakit
Umum : lama berlangsungnya gejala, bagaimana sifat gejala (mendadak, perlahan, terus
menerus, hilang timbul, apakah berhubungan dengan waktu), lokalisasi dan sifatnya
(menetap, menjalar, menyebar, berpindah-pindah), berat-ringannya keluhan, apakah keluhan
tersebut pertama kali dirasakan atau sudah pernah sebelumnya, adakah saudara sedarah, orang
serumah atau sekeliling pasien yang memiliki keluhan serupa, apakah sudah pernah diobati.
Batuk : Berapa lama batuk berlangsung, apakah batuk sering kambuh atau berulang, apakah
batuk lebih menonjol pada malam hari atau dini hari, bagaimana sifat batuk (spasmodik,
kering atau produktif), sifat dahak (kekentalan, warna, bau, darah), keluhan lain yang
menyertai (sesak napas,mengi, sianosis, muntah), apakah batuk dipengaruhi perubahan posisi,
apakah terdapat orang sekitar pasien yang menderita batuk.
Anamnesis batuk sangat khas untuk diagnosis penyakit tertentu, misalnya batuk pada pertusis
yang bersifat spasmodik, nonproduktif, panjang, diselingi whoop pada saat inspirasi dan
diakhiri dengan muntah.1

Riwayat Penyakit Dahulu. Menanyakan penyakit yang dahulu pernah diderita pasien,

karena mungkin berhubungan dengan penyakit sekarang.


Riwayat Kehamilan Ibu. Apakah sewaktu hamil pernah mengidap penyakit (TORCH).
Riwayat Kelahiran
Riwayat Makan. Makanan apa saja yang dikonsumsi pasien, bagaimana kecukupan gizi

anak tersebut.
Riwayat imunisasi. Status imunisasi (BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B)
Riwayat Keluarga dan Lingkungan. Pendidikan, sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan
keluarga pasien, bagaimana keadaan tempat tinggal pasien.
2

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
Pemeriksaan fisik haruslah dimulai dengan keadaan umum yang meliputi: kesan keadaan sakit,
kesadaran dan status gizi. Penilaian keadaan umum dapat menentukan tindakan selanjutnya,
misal;nya pasien dengan keadaan distress napas pada kasus serangan asma berat, maka harus
dilakukan pemeriksaan tanda vital secara cepat, dan segera diberikan pertolongan awal dengan
oksigen, dan bian diperiksa secara rinci.1
Hal yang pertama harus dinilai adalah kesan keadaan sakit, apakah pasien tidak tampak sakit,
sakit ringan, sakit sedang ataukah sakit berat. Penilaian status gizi pasien secara klinis dilakukan
terutama dengan inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan antropometri berupa berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala dilakukan untuk menentukan status gizi.1
Tanda vital mencakup: (1) kesadaran, (2) pernapasan, (3) nadi, (4) suhu, (5) tekanan darah.1

Pemeriksaan Toraks
Inspeksi
Pada inspeksi toraks, pemeriksaan bertujuan
untuk mendapatkan keadaan dinding toraks,
bentuk dan besar toraks, simetri toraks baik
dalam keadaan statis dan dinamis, gerakan toraks
pada

pernapasan,

terdapatnya

deformitas,

penonjolan, pembengkakan, serta kelainan lokal


lainnya.1
Lingkar dada pada bayi berusia kurang dari 2
Gambar 1. A) Dada Normal, B) Barrel
Chest, C) Funnel Chest, dan D) Pigeon
Chest

tahun lebih kecil atau sama dengan lingkar


kepala. Sebaliknya, pada umur lebih dari 2
3

tahun, lingkar dada lebih besar dari lingkar kepala. Dalam pertumbuhannya, dada akan
membesar pada diameter transversal.1
Beberapa macam bentuk toraks:

Barrel chest, toraks emfisematus. Torak berbentuk bulat seperti tong, ditandai oleh
sternum yang terdorong ke depan dengan iga-iga horizontal. Kelainan ini dijumpai pada

penyakit paru obstruksi kronis misalnya asma, fibrosis kistik dan emfisema. 1
Pectus ekscavatum (funnel chest): sternum bagian bawah serta rawan iga masuk ke
dalam, terutama pada saat inspirasi. Etiologi keadaan ini dapat merupakan kelainan
kongenital, hipertrofi adenoid yang berat serta dapat juga dijumpai pada sindrom Marfan

dan Noonan.1
Pectus Carinatum ( pigeons chest, dada burung): sternum menonjol ke arah luar,
biasanya disertai dengan depresi vertikal pada daerah kondrokostal. Kelainan ini biasa
terlihat pada rakitis, osteoporosis, sindrom Marfan, sindrom Noonan, dan penyakit
Morquio.1

Pernapasan. Perhatikan: frekuensi, dalamnya dan simetri. Pada neonatus jenis pernapasannya
adalah pernapasan abdominal. Kalau sudah berjalan pernapasan kosto-abdominal. Frekuensi
pernapasan paling dapat dipercaya pada waktu tidur.2
Jenis pernapasan:

Cheyne-Stokes: pernapasan yang dalam dan cepat diselingi pernapasan yang lambat dan
dangkal atau sama sekali tidak bernapas. Dalam keadaan normal dapat terlihat pada
neonatus, prematuritas dan akan menghilang sesudah umur empat minggu. Dalam
keadaan patologis ditemukan pada tekanan intrakranial meninggi, tumor serebrum,

meningitis, penyakit ginjal, penyakit jantung yang lanjut, intoksikasi.2


Kussmaul: pernapasan yang dalam dan cepat, terdapat pada asidosis atau penyakit

susunan saraf sentral.2


Biot: pernapasan yang tidak teratur, kadang-kadang lambat, kadang-kadang cepat,
kadang-kadang lambat dalam dan dangkal diselingi apnea. Ditemukan pada kelainan
susunan saraf pusat seperti ensefalitis atau poliomielitis bulbaris.2

Pada inspeksi untuk melihat fungsi pernapasan, pemeriksa sebaiknya juga memperhatikan warna
mukosa bibir dan dasar kuku untuk melihat adanya pucat dan sianosis. Kedua kondisi tersebut
menandakan adanya penurunan kadar haemoglobin yang tersedia untuk transport oksigen.1

Palpasi
Pada palpasi anak, telapak tangan diletakan datar pada dada dan meraba dengan telapak tangan
dan ujung-ujung jari. Cara ini untuk menentukan:2

Simetri/asimetri toraks atau kelainan tasbeh (rosary) pada rakitis, bagian yang nyeri

atau benjolan, kelenjar limfe, aksila, fosa supraklavikula, fosa infraklavikula.2


Fremitus suara: mudah pada anak yang menangis atau yang dapat diajak bicara dengan
mengatakan: delapan puluh delapan dan akan teraba getaran yang sama pada kedua
telapak tangan. Meninggi jika ada konsolidasi, misalnya pada pneumonia. Mengurang
pada obstruksi jalan nafas, atelektasis, pleuritis sika, tumor diantara dinding paru dan

dada.2
Sela iga: ada retraksi atau tidak. Jika getaran bertambah, menunjukan aktifitas
pernapasan yang bertambah. Jika getaran berkurang, menunjukan aktifitas pernapasan
yang berkurang atau ada paralisis muskulus interkostalis.2

Perkusi
Perkusi langsung: dengan satu jari. Cara ini cepat, lembut, tetapi memerlukan latihan banyak.
Perkusi tidak langsung: biasanya menggunakan 2 jari. Pada anak tidak boleh mengetok terlalu
keras karena dinding torak anak lebih tipis dan otot-ototnya lebih kecil. Keadaan ini
menyebabkan toraks anak lebih resonan daripada orang dewasa.2
Pada perkusi paru ditentukan di bagian depan: batas paru dengan jantung dan batas paru dengan
hati setinggi iga VI. Pada bagian belakang: batas diafragma setinggi iga VIII-X. Bunyi perkusi
normal sonor. Perkusi redup ditemukan di atas skapula, diafragma, hepar, jantung.2
Bunyi perkusi yang abnormal: (1) Hipersonor/timpani: jika udara dalam paru atau pleura
bertambah, seperti pada emfisema paru atau pneumotoraks, (2) redup/pekak: terdapat pada
konsolidasi jaringan paru (pneumonia lobaris, atelektasis, tumor) dan cairan dalam rongga
pleura.2
5

Auskultasi
Auskultasi dilakukan di seluruh dada dan punggung, dimulai dari atas ke bawah dan
dibandingkan sisi kanan dan kiri. Suara napas pada anak terkesan lebih keras dibandingkan pada
orang dewasa mengingat tipisnya dinding dada pada anak. Penurunan suara napas anak
mengindikasikan adanya penurunan aktifitas pernapasan yang dapat terjadi pada keadaan
pneumonia, atelektasis, efusi pleura dan pneumotoraks. Peningkatan suara napas dapat dijumpai
pada pneumonia lobaris, asma dan emfisema.1
Suara napas dasar
Suara napas dasar adalah suara yang ditimbulkan akibat aliran udara yang melalui respiratori
yang normal.1

Suara napas vesikuler. Suara napas normal yang terjadi karena masuk dan keluarnya
udara melalui jalan napas. Secara normal, suara inspirasi akan terdengar lebih keras dan

panjang dibandingkan suara ekspirasi. Suara napas ini terdengar hampir di seluruh paru.1
Suara napas bronkial. Karakteristik suara napas bronkial adalah terdengar inspirasi keras
yang disusul oleh ekspirasi yang lebih keras. Suara napas ini dapat terdengar normal pada
daerah bronkus besar kanan dan kiri, parasternal atas dan interskapuler. Bila pemeriksa
mendapatkan suara napas bronkial pada tempat lain, berarti terdapat konsolidasi yang

luas seperti pada pneumonis lobaris.1


Suara napas bronkovesikular. Merupakan kombinasi antara suara napas bronkial dan

vesikular. Suara napas ini sering terdengar saat auskultasi pada sela iga 1 dan 2.1
Suara napas amforik. Suara napas ini menyerupai bunyi tiupan di atas mulut botol
kosong dan dapat terdengar pada kavitas. Suara napas amforik jarang dan sulit dijumpai
pada anak kecil.1

Suara napas tambahan


Suara napas tambahan adalah suara yang ditimbulkan akibat aliran udara yang melalui saluran
respiratori yang abnormal, sehingga terjadi turbulensi. Sampai saat ini belum ada keseragaman
mengenai istilah dan pengertian suara napas tambahan.1
6

Ronki basah (rales, crackles). Suara napas tambahan berupa vibrasi terputus-putus (tidak
kontinu) akibat getaran yang disebabkan oleh adanya cairan dalam jalan napas yang
dilalui udara. Ronki basah dibedakan berdasarkan lokasi suara. Ronki basah halus berasal
dari duktus alveolus, bronkiolus dan bronkus kecil, sedangkan ronki basah kasar berasal
dari bronkus di luar jaringan paru. Ronki basah halus terkadang hanya terdengar pada
akhir inspirasi atau pada inspirasi dalam sehingga pada bayi yang menangis, ronki basah
halus ini mudah terdengar. Pada gagal jantung, ronki basah terdengar pada bagian bawah
saja. Pada asma, bronkiolitis serta aspirasi benda asing, ronki basah dapat terdengar pada

fase ekspirasi.1
Ronki kering (rhonchi). Merupakan suara napas tambahan yang terjadi akibat udara
melewati daerah yang sempit baik akibat ekstraluminer seperti desakan tumor, maupun
faktor intraluminer seperti spasme bronkus, edema, lendir yang kental dan benda asing.
Suara napas ini lebih jelas terdengar pada fase ekspirasi. Wheezing atau mengi adalah
jenis ronki kering yang terdengar lebih nyaring/musikal dibandingkan dengan ronki
kering lainnya. Wheezing dapat dijumpai pada serangan asma, bronkiolitis atau benda

asing di saluran respiratori bawah.1


Krepitasi. Merupakan suara membukannya alveoli1
Pleural friction rub. Adalah suara yang terjadi karena gesekan antara pleura viseral dan
parietal dengan fibrin ditengahnya. Dapat terdengar pada fase ekspirasi dan inspirasi serta
pada basal posterior paru. Pleural friction rub didengar pada pasca efusi pleura.1

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Complete Blood Count (CBC) : Eritrosit, Leukosit, Trombosit, Hitung jenis leukosit
Pemeriksaan Gas Darah
Pemeriksaan Fungsi Paru
Serologi: Imunofluorescens, Uji Aglutinasi, Complement Fixation Antibody, ELISA,
Ouchterlony
Uji Tuberkulin
Bakteriologis: Apusan langsung, biakan kuman
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto Toraks
3. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Hasil Pemeriksaan Penunjang


Pertusis
Pada akhir stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodik jumlah leukosit meninggi,
kadang-kadang sampai 15.000-45.000 dengan limfositosis. Pada stadium kataralis selain terdapat
leukositosis dan limfositosis, diagnosis dapat diperkuat dengan mengisolasi kuman dari sekresi
jalan nafas yang dikeluarkan pada waktu batuk.2
Secara laboratorik diagnosis pertusis dapat dibuat berdasarkan adanya kuman dalam biakan atau
dengan pemeriksaan imunofluorescens. Uji aglutinasi kurang digunakan karena pada anak di
bawah 1 tahun, agglutinating antibody hanya terdapat dalam jumlah kecil dalam serum masa
konvalesensi, sedangkan complement fixing antibody terdapat dalam jumlah bervariasi. Suatu
pemeriksaan mudah, khas dan relatif murah adalah uji Ouchterlony yang menggunakan gel agar
imunodifusi untuk memperlihatkan presipitasi antibody pertusis dengan ekstrak B. pertusis fase
I. Presipitin terlihat dalam 1-3 hari dan intensitas secara maksimal terdapat dalam 86,2 daripada
anak yang secara bakteriologis terlah terbukti menderita pertusis.2
Pemeriksaan sinar X dada dapat menunjukan infiltrat perihilar, atelektasis, atau emfisema.3

Tuberkulosis
Uji Tuberkulin. Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikan 0,1 ml PPD RT-23
2 TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah (lihat gambar 2).
Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi
yang timbul, bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk
menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal diukur dengan
alat pengukur transparan dan hasil dilaporkan dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama
sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm.1

Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi 10 mm dinyatakan positif tanpa
menghiraukan penyebabnya. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 1015 mm dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi
masih mungkin disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi 15 mm, hasil
positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah.
Apabila diameternya 0-4 mm, dinyatakan uji tuberkulin
negatif.

Diameter

5-9

mm

dinyatakan

positif

meragukan.1
Radiologis . Gambaran foto toraks tidak khas; kelainankelainan radiologis pada TB dapat dijumpai pada
penyakit lain. Secara umum, gambaran radiologis
sugestif TB adalah sebagai berikut: pembesaran kelenjar
hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, konsolidasi
segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat,
atelektasis, kavitas, efusi pleura, tuberkuloma.1
Gambar 2. Uji Tuberkulin

Serologis.

Pada

awalnya,

pemeriksaan

serologis

diharapkan untuk membedakan antra infeksi TB dan sakit TB.1


Mikrobiologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dilakukan terdiri dari dua macam, yaitu
pemeriksaan mikroskopis apusan langsung untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan
kuman M. tuberculosis. Pemeriksaan ini sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapat
spesimen berupa sputum. Sebagai gantinnya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung (gastric
lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari.1
Patologi Anatomi. Pemeriksaan PA dapat menunjukan gambaran granuloma yang ukurannya
kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid dikelilingi oleh limfosit. Gambaran khas lainnya
adalah di temukannya multinucleated giant cell (sel datia Langhans).1

Bronkitis Akut

Foto dada AP dan Lateran: hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesarpada foto
lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.4
9

Analisis gas darah: hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolik, atau

respiratorik.4
Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSV yang dapat dikerjakan secara bedside.4

Bronkitis Kronik

Foto toraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan
garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang

bertambah.5
Pemeriksaan fungsi paru.5
Pemeriksaan gas darah.5

Diagnosis

Identitas: Anak laki-laki berumur 2 tahun


Keluhan Utama: batuk sejak 2 minggu
Keluhan penyerta: conjuctive hemorrhage
Pemeriksaan Fisik: Suhu 37,2oC, frekuensi napas 20x/menit, nadi 78x/menit
Pemeriksaan Penunjang:
o Darah lengkap: Leukosit = 35.000 /mm 3, Trombosit= 250.000 /mm3, Hb= 12 g/dL, Ht=

38%
o Rontgen Paru: Terdapat infiltrat diperihiler
Working Diagnosis: Pertusis
Diagnosis Banding: Tuberkulosis, Bronkitis Akut dan Bronkitis Kronik

Pertusis (Batuk Rejan/Whooping Cough)


Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut yang diuraikan dengan baik pada tahun 1500.
Prevalensi di seluruh dunia sekarang berkurang hanya karena imunisasi aktif. Sydenham yang
pertama kali menggunakan istilah pertussis (batuk kuat) pada tahun 1670; istilah ini lebih disukai
dari batuk rejan (whooping cough), karena kebanyakan individu yang terinfeksi tidak berteriak
(whoop=berteriak).6

Etiologi

10

Batuk rejan atau pertusis telah diketahui sejak abad ke-16. Organisme penyebab, Bordetella
pertusis, telah diisolasi pada tahun 1906 oleh Bordet dan Gengou.7
Terdapat beberapa spesies Bordetella. Bordetella pertussis, patogen manusia yang sangat
menular dan penting, menyebabkan batuk whooping (pertusis). Bordetella parapertussis dapat
menyebabkan penyakit yang sama. Bordetella bronchoseptica (Bordetella bronchicanis)
menyebabkan penyakit pada binatang seperti batuk kennel pada anjing dan snuffles pada kelinci,
dan hanya kadang-kadang menyebabkan penyakit seperti pertussis pada manusia. Bordetella
avium menyebabkan coryza pada kalkun dan belum
pernah menginfeksi manusia.8
Bordetella pertussis (lihat gambar 3) berukuran kecil,
kokobasilus gram-negatif yang mirip dengan H.
influenzae. Dengan pewarnaan toluidin biru, dapat
dilihat adanya granul bipolar metakromatik. Bakteri ini
mempunyai kapsul.8
Isolasi primer B. pertussis memerlukan medium yang
subur. Medium Border-Gengou (agar kentang-darahGambar 3. Bordetella pertussis

gliserol) yang mengandung penisilin G 0,5 g/ml, dapat

digunakan; walaupun demikian, medium yang mengandung carkoal yang mirip dengan yang
digunakan untuk Legionella pneumophila lebih dipilih. Cawan diinkubasi pada suhu 35-37 oC
selama 3-7 hari pada lingkungan yang lembab (misalnya, tas plastik yang disegel). Bakteri
batang gram negatif kecil yang sedikit dapat diidentifikasi oleh pewarnaan imunofluoresen. B.
pertussis tidak dapat bergerak.8
Bordetella pertussis yang didapatkan secara langsung adalah tipe antigenik fase I, sedangkan
yang diperoleh melalui pembiakan terdapat dalam bentuk lain, yaitu fase II, III, IV. Strain fase
I diperlukan untuk menularkan penyakit atau mendapatkan vaksin yang efektif. Bordetella
parapertussis dan Bordetella bronchiseptica secara morfologis menyerupai B. pertussis dan
dibedakan dengan reaksi aglutinasi yang khas.2

Epidemiologi
11

Tersebar diseluruh dunia. Di tempat-tempat yang padat penduduknya dapat berupa epidemi pada
anak. Dalam satu keluarga infeksi cepat menjalar kepada anggota keluarga lainnya. Pertusis
dapat mengenai semua golongan umur. Tidak ada kekebalan pasif dari ibu. Terbanyak terdapat
pada umur 1-5 tahun, lebih banyak laki-laki daripada wanita. Umur penderita termuda ialah 16
hari. Cara penularan ialah kontak dengan penderita pertusis. Imunisasi sangat mengurangi angka
kejadian dan kematian yang disebabkan pertusis. Oleh karena itu di negara di mana imunisasi
belum merupakan prosedur rutin, masih banyak didapatkan pertusis di antara petugas rumah
sakit yang sebelumnya telah mendapat imunisasi terhadap pertusis dan kemudian mendapat
infeksi karena merawat penderita pertusis. Natural immunity berlangsung lama dan jarang
didapatkan infeksi ulangan pertusis.2

Patofisiologi
Bordetella pertussis menghasilkan sejumlah faktor yang terlibat dalam patogenesis penyakit. satu
lokus dalam kromosom B. pertussis berfungsi sebagai regulator sentral gen virulen. Lokus ini
mempunyai dua gen virulen bordetella, bvgA dan bvgS. Produk lokus A dan S mirip dengan
lokus yang dikenal sebagai sistem regulator dua-komponen. bvgS bereaksi terhadap sinyal
lingkungan sementara bvgA adalah aktivator transkripsional gen virulen. Hemaglutinin
filamentosa memediasi adhesi ke sel epitel bersilia. Toksin pertusis menyebabkan terjadinya
limfositosis, sensitisasi histamin, dan mendorong sekresi insulin serta mempunyai aktivitas
ribosilasi-ADP, dengan struktur A/B dan mekanisme kerja yang mirip dengan toksin kolera.
Hemaglutinin filamentosa dan toksin pertusis adalah protein yang disekresikan dan ditemukan
diluar sel B pertussis. Toksin adenilat siklase, toksin dermonekrotik, dan hemolisin juga diatur
oleh sistem bvg. Sitotoksin trakeal menghambat sintesis DNA dalam sel bersilia pada saluran
napas atas. Pili mungkin berperan pada adhesi bakteri ke sel epitel bersilia saluran napas atas.
Lipopolisakarida di dinding sel juga dapat berperan penting dalam menyebabkan kerusakan sel
epitel saluran napas atas.8
Bordetella bertahan hanya dalam waktu yang singkat diluar pejamu manusia. Tidak terdapat
vektor. Transmisi sebagian besar melalui jalan napas dari kasus-kasus terdahulu dan mungkin
melalui carrier. Organisme tersebut menempel dan bermultiplikasi dengan cepat pada permukaan
epitel trakea dan bronkus serta mempengaruhi kerja silia. Organisme ini tidak menginvasi darah.
12

Bakteri ini mengeluarkan toksin dan substansi yang mengiritasi permukaan sel, menyebabkan
batuk dan limfositosis yang nyata. Kemudian, mungkin terjadi nekrosis bagian epitelium dan
infiltrasi polimorfonuklear, dengan inflamasi peribronkial dan pneumonia interstitial. Kuman
sekunder seperti Stafilokokus atau H. influenzae dapat meningkatkan terjadinya pneumonia
bakterial. Obstruksi bronkiolus yang lebih kecil oleh mukus plak mengakibatkan atelektasis dan
menghambat oksigenasi darah. Hal ini mungkin meningkatkan kejang pada bayi yang mengalami
batuk whooping.8

Gejala Klinis
Gejala penyakit berlangsung 6-8 minggu, walaupun banyak pasien mengalami batuk selama 3
minggu atau kurang. Penyakit biasanya dibagi menjadi tiga stadium: (1) kataral (prodromal,
praparoksimal), (2) paroksimal (batuk spasmodik), dan (3) konvalesen. Manifestasi klinik
bergantung pada patogen spesifik, usia pasien, dan status imunisasi hospes. Organisme melekat
pada sel epitel jalan nafas, mengaktifkan sitokin dan merangsang apoptosis. Aktivitas ini
mengakibatkan

radang

dan

nekrosis

sel,

menyebabkan

bronkitis,

atelektasis,

dan

bronkopneumonia. Infiltrat perihilar menghasilkan tepi jantung yang tidak tegas (shaggy) pada
reentegenogram dada, khas pertusis.3
Stadium kataral (1-2 minggu). Terdapat rinorea (jernih sampai mukoid), infeksi konjungtiva,
lakrimasi, batuk ringan, mengi, dan demam ringan. Sayangnya, biasanya diagnosis pertusis tidak
dipikirkan selama stadium ini, walaupun pada saat ini organisme berada dalam konsentrasi yang
paling besar, karena manifestasinya serupa dengan manifestasi infeksi virus saluran napas atas
yang paling nonspesifik.3
Stadium Paroksimal (2-4 minggu). Episode batuk meningkat keparahan dan frekuensinya. Batuk
berkali-kali selama ekspirasi diikuti dengan inspirasi masif mendadak, menghasilkan suara
whoop, karena udara diisap secara paksa melawan glottis yang sempit. Suara whoop mungkin
tidak ada pada anak usia kurang dari 6 bulan atau dewasa. Petekie wajah dan kemerahan,
pelebaran vena, dan sianosis mungkin menonjol selama serangan. Muntah pasca batuk harus
menimbulkan kecurigaan pertusis. Episode berulang menyebabkan kelelahan; pasien tampak
apatis dan berat badan menurun. Paroksismal dapat menghasilkan cedera otak anoksik;
sebaliknya, pertusis dapat menyebabkan ensefalopati.3
13

Kadang-kadang pada penyakit yang berat tampak pula pendarahan subkonjungtiva dan epistaksis
oleh karena meningkatnya tekanan pada waktu serangan batuk. Aktivitas seperti tertawa-tawa
dan menangis dapat menimbulkan serangan batuk. Dalam bentuk ringan tidak terdapat whoop,
muntah atau batuk spasmodik.2
Stadium Konvalesen (1-2 minggu). Frekuensi dan keparahan batuk paroksismal dan muntah
berkurang. Selama fase ini, batuk kronik dapat menetap selama beberapa bulan. Kadang, batuk
paroksismal berulang yang selanjutnya disertai dengan infeksi saluran napas atas pada bulan
berikutnya.3

Penatalaksanaan
Perawatan di rumah sakit diindikasikan untuk setiap anak dengan serangan paroksismal berat
yang disertai sianosis dan apnea. Oleh karena penyakit berat dan komplikasi yang terjadi
terutama pada anak yang sangat muda, bayi muda yang mendapat pertusis harus dirawat di
rumah sakit sampai pasti bahwa serangan, apnea, sianosis, dan masalah makan dapat diatasi di
rumah. Diperlukan penghisapan sering sekret yang banyak dari nasofaring terutama pada bayi
yang lemah, kecil, dan lelah. Pemantauan ketat dan respons perawatan yang cepat untuk
serangan batuk diperlukan untuk mencegah hipoksemia. Tergantung berat gejala anak, merawat
anak di unit perawatan intensif diindikasikan bila bangsal pediatrik tidak lengkap. Perawatan di
unit perawatan intensif ini berguna agar dapat berespons cepat untuk serangan tersebut. Oksigen
blow-by harus tersedia untuk digunakan selama serangan batuk. Intubasi mungkin diperlukan
untuk apnea, serangan batuk yang sangat hebat, atau pneumonia sekunder. Cairan parenteral dan
dukungan nutrisi sering diperlukan pada penyakit yang berat dan lama. Obat penekan batuk,
ekspektoran, obat mukolitik, dan sedatif belum terbukti bermanfaat untuk mengobati pertusis.7

Antibiotik
a. Eritromisin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 4 dosis. Obat ini
menghilangkan B. pertussis dari nasofaring dalam 2-7 hari (rata-rata 3-6 hari) dan dengan
demikian

memperpendek

kemungkinan

penyebaran

infeksi.

Eritromisin

juga

menggugurkan atau menyembuhkan pertussis bila diberikan dalam stadium kataralis,

14

mencegah dan menyembuhkan pneumonia dan oleh karena itu sangat penting dalam
pengobatan pertusis pada bayi muda.2
b. Ampisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis.2
c. Lain-lain: rovamisin, kotrimoksazol, kloramfenikol dan tetrasiklin.2

Imunoglobulin
Belum ada persesuaian faham mengenai pemberian imunoglobulin pada stadium kataralis. Ada
peneliti yang mengatakan pemberian imunoglobulin menghasilkan pengurangan frekuensi
episode batuk paroksismal, tetapi ada pula yang berpendapat bahwa imunoglobulin tidak
berfaedah. Pemberian imunoglobulin pada stadium paroksismal sama sekali tidak berfaedah.2
Ekspektoran dan mukolitik, kodein diberikan bila terdapat batuk-batuk yang hebat sekali,
luminal sebagai sedativa.2
Orang yang terpajan paling dekat dengan penderita pertusis yang infeksius harus diberi
profilaksis antibiotik selama 14 hari setelah kontak terakhirnya. Dosisnya sama dengan dosis
terapi. Profilaksis harus diberikan meskipun kontak baru saja menerima vaksinasi pertusis.2

Komplikasi
Komplikasi pertusis utama adalah apnea, infeksi sekunder (seperti otitis media dan pneumonia),
dan sekuele fisik batuk kuat. Apnea, sianosis, dan pneumonia bakteri sekunder merupakan
kejadian-kejadian yang mempercepat intubasi dan ventilasi. Pneumonia bakteri dan/atau sindrom
distress pernapasan dewasa merupakan penyebab kematian yang lazim pada setiap umur;
pendarahan paru terjadi pada neonatus. Demam, takipnea atay distres pernapasan antara
paroksismal, dan neutrofilian absolut merupakan kunci terhadap pneumonia. Patogen yang
diharapkan adalah Staphylococcus aureus, S. pneumoniae dan bakteri flora mulut. Bronkiektasis
dilaporkan jarang pascapertusis. Kelainan fungsi paru mungkin menetap selama 12 bulan
pascapertusis tidak berkomplikasi pada anak sebelum umur 2 tahun.6
Kenaikan tekanan intratoraks dan intra-abdomen selama batuk dapat menyebabkan pendarahan
subkonjungtiva dan sklera, petekie pada tubuh bagian atas, epistaksis, perdarahan pada sistem
saraf sentral dan retina, pneumotoraks dan emfisema subkutan, dan hernia umbilikalis serta
inguinalis. Luka robek frenulum lidah tidak jarang. Prolaps rektum, pernah dilaporkan sebagai
15

komplikasi pertusis yang lazim, mungkin karena pertusis pada anak malnutrisi atau salah
diagnosis dengan kistik fibrosis. Sangat tidak lazim dan akan memerlukan evaluasi untuk
keadaan yang mendasari. Terutama pada bayi di negara yang sedang berkembang, dehidrasi dan
malnutrisi pascamuntah-pascabatuk dapat mempunyai dampak yang berat tetani telah disertai
dengan alkalosis pasca-batuk yang berat.6
Kelainan sistem saraf sentral terjadi relatif sangat sering dan hampir selalu akibat hipoksemia
atau perdarahan akibat batuk atau apnea padabayi muda. Apnea dan bradikardi atau keduanya
dapat terjadi karena laringospasme atau rangsangan vagus tepat sebelum episode batuk, dari
obstruksi selama episode, atau dari hipoksemia pasca-episode. Tidak adanya tanda-tanda yang
menyertai pada beberapa bayi muda dengan apnea menaikan kemungkinan pengaruh primer
pada sistem saraf sentral. Kejang-kejang biasanya akibat hipoksemia, tetapi hiponatremia karena
sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat selama pneumonia dapat terjadi. Walaupun
hipoglikemia. Pengaruh langsung TP, atau infeksi sekunder karena virus neurotropik merupakan
mekanisme gejala-gejala neurologis yang telah disimpulkan, tidak ada data binatang yang
mendukung teori demikian, dan satu-satunya neuropatologi yang terdokumentasi pada manusia
adalah pendarahan parenkim dan nekrosis iskemia.6

Pencegahan
Imunisasi umum anak dengan vaksin pertusis, mulai pada masa bayi, adalah inti pengendalian
pertusis. Walaupun banyak upaya, mekanisme penting imunitas pascapenyakit atau imunisasi,
serologis berkorelasi proteksi dan penyebab kejadian-kejadian yang merugikan-akibat vaksin
belum diketahui. Satu-satunya standar untuk manfaat vaksin sekarang adalah kemanjuran dan
keamanan. Tujuan imunisasi sekarang adalah proteksi individu dari sakit batuk berat dan
pengendalian penyakit endemik dan epidemik.6
Vaksin seluruh sel. vaksin yang sekarang digunakan untuk seri imunisasi primer di Amerika
Serikat dan dianjurkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) untuk penggunaan seluruh bagian
terbesar di dunia adalah vaksin seluruh sel mati yang membentuk suspensi B. pertussis yang
diinaktifkan, digabung dengan toksoid difteri dan tetanus (DT) dan tambahan berisi alumunium
(vaksin DPT). Kemanjuran vaksin sel utuh bervariasi menurut definisi kasus dari 64% untuk
batuk ringan, sampai 81% untuk batuk paroksismal, dan sampai 95% untuk penyakit klinis berat.
16

Individu diatas usia 7 tahun tidak secara rutin diberi vaksin berisi pertusis. Bila digunakan pada
orang dewasa untuk mengendalikan ledakan serangan rumah sakit, vaksin seluruh sel ternyata
kurang reaktogenik daripada yang dilaporkan pada anak.6
Keterbatasan utama penggunaan vaksin seluruh sel adalah reaktogenitas terkaitnya, yang
dilaporkan satu dekade yang lalu terjadi pada 75% vaksin. Dibandingkan dengan vaksi DT, DPT
mempunyai reaksi lokal yang lebih bermakna, seperti nyeri, pembengkakan, eritema, dan reaksi
sistemik, seperti, demam, rewel, menangis, mengantuk, dan muntah. Manifestasi ini terjadi
dalam beberapa jam imunisasi dan mengurang secara spontan tanpa sekuele. Anafilaksis berat
atau abses steril sangat jarang pascavaksin DPT. Urtikaria sementara jarang, mungkin terkait
dengan kompleks antigen antibodi dalam sirkulasi, dan jika reaksi tidak terjadi dalam beberapa
menit imunisasi adalah tidak mungkin menjadi reaksi serius yang diperantarai IgE, atau kumat
pada imunisasi berikutnya.6
Kejang-kejang terjadi dalam 48 jam dari sekitar 1:1750 dosis yang diberikan, singkat,
menyeluruh, dan sembuh sendiri, terjadi pada anak demam pada hampir semua keadaan. Terjadi
lazim pada mereka dengan riwayat pribadi atau keluarga konvulsi dan tidak berakibat epilepsi
atau sekuele neurologis permanen. Amat jarang (dengan dosis 1:140.000) vaksin pertusis dapat
dihubungka dengan penyakit neurologis akut pada anak yang sebelumnya normal. Kejadian berat
yang merugikan seperti kematian, ensefalopati, mulai gangguan kejang, perkembangan lambat,
atau masalah belajar atau perilaku, telah terjadi pada individu yang berkaitan secara temporal
dengan imunisasi pertusis atau diduga keras ada hubungan sebab-akibat. Pertimbangan manfaat
lawan risiko vaksin seluruh sel telah berulang-ulang menyimpulkan setuju meneruskan
penggunaannya.6
Vaksin aseluler. Komponen vaksin pertusis aseluler yang dimurnikan (aP),pada mulanya
berkembang di Jepang, adalah imunogenik dan disertai dengan kejadian kurang merugikan bila
dibandingkan dengan DPT.

Reaktogenisitas vaksin aseluler yang lebih rendah dan

imunogenisitas yang lebih baik pada anak Amerika yang baru belajar berjalan, digabung dengan
bukti kemanjuran pada pemajanan-rumah tangga dan penelitian berdasar populasi dari Jepang,
menyebabkan keluarnya lisensi Amerika Serikat pada DtaP untuk penggunaan pada anak umur
15 bulan atau lebih tua sebagai dosis ke-4 dan/atau ke-5 seri DPT yang dianjurkan.6

17

Secara pasif pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan kemoprofilaksis. Ternyata


eritromisin dapat mencegah terjadinya pertusis untuk sementara waktu. Pada anak di bawah
umur 2 tahun yang belum pernah di vaksinansi dapat diberikan imunoglobulin pertusis sebanyak
1,5 ml secara intra muskular dan diulang setelah 3-5 hari.2

Prognosis
Bergantung kepada ada tidaknya komplikasi, terutama komplikasi paru dan susunan saraf yang
sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil.2

Diagnosis Banding
Tuberkulosis
Etiologi
Mikobakteri termasuk genus (Mycobacterium) keluarga Mycobacteriaceae dalam ordo
Actinomycetales. Semua mikobakteri memiliki sifat tahan asam, resisten terhadap perwarnaan
dengan pelarut organik yang diasamkan. Kuman tuberkulosis pada manusia adalah M.
tuberculosis dan M. bovis.6

Epidemiologi
Kemungkinan anak mendapatkan infeksi dari orang dewasa yang menderita penyakit akut
tergantung pada derajat infeksi sputum, lama dan frekuensi kontak, dan keadaan lain di sekitar
kontak. Insiden infeksi pada kontak meningkat secara bermakna bila individu yang terinfeksi
sputumnya positif. Epidemi di sekolah awalnya ditandai oleh temuan sejumlah anak yang baru
terinfeksi dalam jangka singkat. Kunci keberhasilan pengendalian tuberkulosis pada anak adalah
deteksi dini penyakit pada orang dewasa diikuti dengan pengobatan yang tepat.6

Gejala Klinis
18

Gejala umum TB anak adalah sebagai berikut:


1. Demam lama (2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam

tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang dapat disertai dengan keringat
malam. Demam umumnya tidak tinggi.1
2. Batuk lama > 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan.1
3. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1 bulan dengan
penanganan gizi yang adekuat.1
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan BB tidak naik dengan
adekuat (failure to thrive).1
5. Lesu atau malaise.1
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.1
Manifestasi klinis spesifik bergantung pada organ yang terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan
saraf pusat (SSP), tulang dan kulit.1

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Obat utama (first line) saat ini adalah rifampisin (R), Isoniazid ( H), Pirazinamid (Z), Ethambutol
(E), dan Streptomisin (S). Rifampinsin dan Isoniazid merupakan obat pilihan utama ditambah
pirazinamid, etambutol, dan streptomisin (lihat Tabel 1). Obat TB lain (secondline) adalah paraaminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide, ofloxacin,
levofloxacin, moxifloxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin,
yang digunakan jika terjadi MDR.1
Tabel 1. Obat Antituberculosis yang Biasa Dipakai dan Dosisnya1
Nama Obat

Dosis Maksimal
(mg/hari)
300

Efek samping

Isoniazid

Dosis Harian
(mg/kgBB/Hari)
5-15*

Rifampisin**

10-20

600

Gastrointestinal, reaksi
kulit, hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim
hati, cairan tubuh

Hepatitis, neuritis
perifer,hipersensitivitas

19

berwarna orange
kemerahan
Pirazinamid

15-30

2000

Ethambutol

15-20

1250

Streptomisin

15-40

1000

Toksisitas hati
artralgia,
gastrointestinal
Neuritis optik,
ketajaman mata
berkurang, buta warna
merah-hijau,
penyempitan lapang
pandang,
hipersensitivitas,
gastrointestinal.

Ototoksik, nefrotoksik
Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10

mg/kgBB/hari.
**

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat

mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem


gastro intestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan).
Non-medikamentosa
Pendekatan DOTS. Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung, yaitu mengharuskan adanya seseorang yang bertanggung jawab
mengawasi pasien menelan obat, disebut sebagai PMO (pengawas menelan obat).1
Lacak sumber penularan dan case finding. Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB,
maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.1
Aspek edukasi dan sosial ekonomi. Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosioekonomi.
Karena pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang
cukup lama, maka biaya yang diperlukan cukup besar. Selain itu, diperlukan juga penanganan
gizi yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin, dan mikronutrien. Tanpa
penanganan gizi yang baik, pengobatan dengan medikamentosa saja tidak akan mencapai hasil
20

yang optimal. Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui mengenai
pasien TB. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB pada anak tidak
menular kepada orang di sekitarnya. Aktifitas fisik pasien TB anak tidak perlu dibatasi kecuali
pada TB berat.1

Komplikasi
1.
2.
3.
4.

Pleuritis9
Penyebaran miliar9
Stenosis bronkus9
Timbulnya lubang (kavitas)9

Pencegahan
Imunisasi BCG. Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Efek samping yang sering
ditemukan adalah ulserasi lokal dan limfadenitis (adenitis supuratif) dengan insidens 0,1-1%.
Kontraindikasi imunisasi BCG adalah kondisi imunokompromais, misalnya defisiensi imun,
infeksi berat, gizi buruk, dan gagal tumbuh. Pada bayi prematur, BCG ditunda hingga bayi
mencapai BB optimal.1
Kemoprofilaksis. Terdapat dua macam kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan
kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi
TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB.
Pada kemoprofilaksis primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis
tunggal. Obat diberkan selama 6 bulan. Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang
telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan
radiologis normal. Lama pemberian untuk kemoprofilaksis sekunder adalah 6-12 bulan.1

Prognosis
Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, berapa lama telah mendapat infeksi, luasnya
lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan
adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang dan lain-lain.2

Bronkitis Akut
21

Etiologi
Virus merupakan penyebab tersering. Sebagai contoh misalnya Rhinovirus, Respiratory Sincytial
Virus (RSV), Virus Influenza, Virus Parainfluenza, Adenovirus dan Coxsackie virus. Bronkitis
akut selalu terdapat pada anak yang menderita morbili, pertusis dan infeksi Mycoplasma
pneumonia. Belum ada bukti yang menyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer
brokitis akut pada anak. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder
oleh bakteri.1
Faktor predisposisi: alergi, cuaca, polusi udara, dan infeksi saluran nafas atas kronik dapat
memudahkan terjadinya bronkitis akut.1

Gejala Klinik
Biasanya dimulai dengan tanda-tanda ISNA atas oleh virus. Batuk mula-mula kering, setelah dua
atau tiga hari batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara adanya lendir. Dahak yang mukoid
kental sering tidak kelihatan karena tertelan. Dahak mungkin kental dan kuning tetapi ini tidak
berarti adanya infeksi bakteri sekunder. Anak mula-mula tidak dapat napas dan kadang-kadang
pada anak besar mengeluh rasa sakit retrosternal. Pada beberapa hari pertama tidak ada kelainan
pada pemeriksaan dada, tetapi kemudian dapat timbul ronki basah kasar dan suara nafas kasar.2
Batuk biasanya hilang setelah satu atau dua minggu. Bila setelah dua minggu batuk tetap ada
mungkin terdapat kolaps paru segmental atau terdapat infeksi paru sekunder.2
Mengi (wheezing) mungkin saja terdapat pada penderita bronkitis. Mengi ini dapat murni
merupakan tanda bronkitis akut tetapi perlu juga diingat kemungkinan manifestasi asma pada
anak tersebut, lebih-lebih bila keadaan seperti ini terjadi berulang. Istilah bronkitis asmatika dan
asmatik bronkitis sebaiknya dihindarkan saja.2

Penatalaksanaan
Berhubung penyebab terutama virus maka belum ada obat yang kausal. Antibiotika tidak ada
gunanya.obat panas, banyak minum terutama air buah-buahan sudah sangat memadai. Obat
penekan batuk tidak boleh diberikan pada batuk yang banyak lendir. Mukolitik tidak lebih baik
daripada banyak minum.2
22

Bila batuk tetap ada dan tidak ada tanda-tanda perbaikan setelah 2 minggu maka kemungkinan
infeksi bakteri sekunder boleh dicurigai dan dapat diberikan antibiotika, asal sudah disingkirkan
kemungkinan asma dan pertusis. Antibiotika yang dianjurkan adalah yang serasi untuk S.
pneumonia dan H. influenza sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya amosisilin, kotrimoksasol dan golongan makrolide. Berikan antibiotika tujuh sampai sepuluh hari dan bila
tidak berhasil perlu dilakukan rontgen foto toraks untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps
paru segmental dan lober, benda asing dalam saluran napas dan tuberkulosis.2
Bila bronkitis akut terjadi berulang kali perlu diselidiki kemungkinan adanya kelainan saluran
napas, benda asing, bronkiektasis, defisiensi imunologis, hipereaktivitas bronkus dan ISNA atas
yang belum teratasi.2

Prognosis
Bila tidak ada komplikasi, prognosis umumnya baik. Pada bronkitis akut yang berulang dan
disertai merokok terus-terusan secara teratur cenderung menjadi bronkitis kronis pada waktu
dewasa.2

Bronkitis Kronik
Etiologi
Merokok sejauh ini adalah kausa utama, meskipun iritan inhalan lain mungkin dapat
menimbulkan proses yang sama.10
Kadang-kadang, iritasi bronkus dapat terjadi akibat inhalasi kronik debu atau asap beracun. Anak
belasan tahun harus ditanyai juga tentang pemajanan terhadap asap industri atau gas mobil di
sekolah atau di tempat kerja.6
Orang tua yang merokok, terutama mereka yang anak-anaknya menderita penyakit paru kronis,
harus dinasehati bahwa mereka sedang menjadikan paru-paru anaknya sebagai sasaran untuk
sejumlah asap rokok dari tangan kedua di rumah; mereka harus didesak untuk menghentikan
kebiasaan merokok.6

23

Penggunaan tungku berbahan bakar kayu juga telah dikaitkan dengan berbagai masalah paru
pada anak. Pembakaran kayu di dalam ruangan mengakibatkan pemajanan terhadap benda-benda
partikel dan hidrokarbon polisiklik.6

Gejala Klinik
Gejala utamanya adalah batuk dengan atau tanpa riak. Anak biasanya mengeluh nyeri dada, dan
secara khas tanda-tanda dan gejala-gejala ini menjelek pada malam hari. Mengi juga dapat
menonjol, dan tanda-tanda fisik serupa dengan tanda-tanda bronkitis akut. Beberapa penderita
batuk mengeluarkan silinder-silinder mukoid besar, padat, dan hipereosinofilik dari jalan
nafasnya, menimbulkan istilah bronkitis plastik. Silinder-silinder ini mungkin disertai dengan
epitel bronkus metaplastik, elemen-elemen yang bersama dengan sel radang dan bahan
nonseluler, dapat ditemukan pada pemeriksaan histologis.6
Sebagian besar penderita bronkitis kronik tidak mengakami obstruksi aliran pernapasan, namun
10-15% perokok merupakan golongan yang mengalami penurunan aliran napas. Penderita batuk
produktif kronik yang mempunyai aliran napas normal disebut bronkitis kronik simpleks
(simplex chronic bronchitis), sedangkan yang disertai dengan penurunan aliran napas yang
progresif disebut penderita bronkitis kronik obstruktif.11
Pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk bronkitis kronik yang ringan sampai sedang, tetapi pada
penderita yang mengalami obstruksi napas, gejalanya telah tampak pada saat inspeksi, yang
digunakannya otot pernapasan tambahan (accessory respiratory muscle).11

Penatalaksanaan
Bila penyebab-dasar bronkitis kronis ditemukan, penyebab ini harus mendapat manajemen yang
tepat. Penanganan alergi dapat membantu walaupun penyebab yang mendasarinya tidak dapat
ditemukan. Vaksin autogen atau inhalasi antibiotik tidak efektif.6

Prognosis
Perjalanan dan prognosis penyakit ini tergantung pada manajemen yang tepat atau penyelepan
setiap penyakit yang mendasari.6

24

Kesimpulan
Anak laki-laki berumur 5 tahun tersebut menderita pertusis. Pertusis atau batuk rejan merupakan
suatu penyakit yang disebabkan oleh Bordetella pertussis. Penyakit ini merupakan penyakit yang
sering dijumpai padaanak 1-5 tahun. Penularannya terjadi melalui sekret pernapasan melalui
udara. Gejala yang khas dari pertusis adalah batuk yang bersifat spasmodik, nonproduktif,
panjang, diselingi whoop (rejan) pada saat inspirasi dan sering diakhiri dengan muntah.
Eritromisin merupakan obat terpilih untuk pertusis dengan dosis 40-50 mg/kgBB/hari selama 14
hari. Imunisasi DPT sangat penting dilakukan untuk mencegah anak untuk terkena pertusis. Anak
yang menderita pertusis dapat pula terkena komplikasi, yaitu infeksi sekunder, sekuele fisik
batuk kuat, dan pendarahan subconjungtiva karena peningkatan tekanan intratoraks dan
intraabdomen. Prognosis tergantung pada komplikasi yang ada.
Selain itu, pertusis harus dibedakan dengan tuberkulosis dan bronkitis, yang gejalanya batukbatuk lebih dari 2 minggu. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan adanya leukositosis dan
limofositosis yang menjadi ciri khas pertusis. Pada foto toraks penderita pertusis ditemukan
infiltrat perihiler. Untuk menyingkirkan tuberkulosis, dapat dilakukan pemeriksaan bakteriologis
dan uji tuberkulin. Sedangkan pada bronkitis dapat diperiksa gas darah dan pemeriksaan fungsi
paru yang menunjukan obstruksi jalan nafas.
Pada kasus diketahui bahwa pemeriksaan laboratorium anak tersebut menunjukan leukositosis
dan foto toraks menunjukan infiltrat perihiler. Dari gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium
tersebut dapat disimpulkan anak tersebut menderita pertusis.

Daftar Pustaka
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar respirologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2008: 51-226.
2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:
Infomedika Jakarta; 2007: 564-1201.
3. Behrman RE, Kliegman RM. Esensi pediatri nelson. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2010:
440-32.

25

4. Manjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran jilid 2.


Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius; 2007: 468-9.
5. Manjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran jilid 1.
Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius; 2007: 481.
6. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, Nelson. Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi ke15. Jakarta: EGC; 2000: 960-1484.
7. Rudolph AM. Buku ajar pediatri Rudolph volume I. Edisi ke-20. Jakarta: EGC; 2006:
656-97.
8. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2008:
287-328.
9. Subbagian Radiodiagnostik, Bagian Radiologi FKUI. Radiologi diagnostik. Edisi ke-2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008: 135-6.
10. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologis penyakit: pengantar menuju kedokteran klinis.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2011: 257.
11. Djojodibroto RD. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009: 116.

26

Anda mungkin juga menyukai