Anda di halaman 1dari 9

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki produk samping pertanian
cukup banyak dan beragam. Tebu merupakan salah satu komoditas pertanian
strategis dan juga merupakan bahan baku utama dalam proses pembuatan gula,
dan sangat baik tumbuh di Indonesia yang beriklim tropis. Hasil pengolahan tebu
selain menghasilkan gula pasir sebagai produk utama, juga menghasilkan bahan
sisa pengolahan yang tidak memiliki nilai ekonomis yang disebut sebagai limbah.
Salah satu limbah dari penggilingan tebu adalah baggase atau ampas tebu. Ampas
tebu merupakan sisa dari proses penggilingan tanaman tebu pada Industri
pemurnian gula dan termasuk dalam limbah padat yang berasal dari perasan
batang tebu yang diambil niranya. Ampas tebu ini biasanya dimanfaatkan sebagai
bahan bakar dalam pemasakan nira, sehingga menghasilkan abu ketel. Abu ketel
merupakan hasil pembakaran ampas tebu pada ketel penguapan, dihasilkan kirakira 0,3 % dari berat tebu (Hadi dkk, 1998). Data tahun 1998 dengan jumlah
pabrik gula sebanyak 49 buah menunjukkan bahwa jumlah tebu giling mencapai
17.731.452 ton (Sihotang, 2010). Sehingga abu ketel yang dihasilkan setiap tahun
sekitar 53.194 ton. Jumlah abu ketel yang sangat besar ini dapat menimbulkan
masalah, karena memerlukan tempat yang luas dalam pembuangannya, selain itu
dapat mengotori lingkungan sekitar daerah pembuangan.

Sejauh ini pemanfaatan abu ketel dari pabrik gula kurang mendapat perhatian
serius. Hal ini ditunjukkan oleh pemanfaatan abu ketel sebagai bahan urugan
untuk tanah yang akan didirikan bangunan, sebagian kecil lainnya sebagai
pupuk. Padahal hasil penelitian Paturau (1989), menunjukkan bahwa abu

ketel memiliki komposisi: SiO2 71 %; Al2O3 1,9 %; Fe2O 0,7 %; CaO 3,4%;
MgO 0,3 %; K2O 8,2 %; Na2O 3,4 %; P2O3 3,0 % dan MnO 0,2 %.
Berdasarkan hasil penilitian tersebut, diketahui bahwa kandungan terbesar
dari abu ketel adalah SiO2 yaitu sebesar 71 % , oleh karena itu abu ketel
dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan komposit
keramik.

I.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:


1. Mengetahui pengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik masing-masing
sampel keramik dengan penambahan abu ampas tebu yang divariasikan
persentase komposisinya.
2. Mengetahui senyawa kimia dan struktur mikro abu ampas tebu.

I.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:


1. Mengamati zat- zat yang terkandung dalam abu pembakaran ampas tebu
2. Mengamati pengaruh penambahan 5% , 10%, dan 15% abu ampas tebu
terhadap sifat- sifat keramik

I.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Mengamati senyawa kimia dan struktur mikro abu ampas tebu.
2. Mengamati dan menganalisa bagaimana pengaruh penambahan abu
ampas tebu berdasarkan pengujian fisik dan mekanik sampel keramik,
yang meliputi uji penyerapan air, uji kuat tekan dan uji densitas
I.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Alternatif lain dalam pembuatan keramik untuk memanfaatkan limbah
industri pengelolahan tebu yang dibiarkan begitu saja, baik limbah
ampas tebu yang berasal dari industri rumah tangga maupun limbah
ampas tebu yang berasal dari pabrik gula tebu, sehingga biaya
pembuatan keramik dapat menjadi lebih ekonomis.
2. Sumber informasi bahwa limbah ampas tebu yang kemudian dibakar
menjadi abu dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam
pembuatan keramik, sehingga dapat mengurangi limbah industri dari
sisa

pengelolahan

tebu

dan

memberikan

pengetahuan

kepada

masyarakat mengenai pengembangan dan pemanfaatan limbah industri


tersebut.

II.

II.1

TINJAUAN PUSTAKA

Ampas Tebu
Ampas tebu adalah sisa dari proses penggilingan tanaman tebu (saccharum
oficinarum) sehingga diperoleh hasil samping sejumlah besar produk limbah
berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (bagasse). Tiap berproduksi,
pabrik gula selalu menghasilkan limbah yang terdiri dari limbah padat,cair
dan gas. Limbah padat, yaitu ampas tebu (bagas), abu boiler dan blotong
(filter cake). Ampas tebu merupakan limbah padat yang berasal dari perasan
batang tebu untuk diambil niranya. Limbah ini banyak mengandung serat
dan gabus. Ampas tebu selain dimanfaatkan sendiri oleh pabrik sebagai
bahan bakar pemasakan nira, juga dimanfaatkan oleh pabrik kertas sebagai
pulp campuran pembuat kertas. Kadangkala masyarakat sekitar pabrik
memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar. Ampas tebu ini memiliki
aroma yang segar dan mudah dikeringkan sehingga tidak menimbulkan bau
busuk. Limbah padat yang kedua berupa blotong, merupakan hasil endapan
(limbah pemurnian nira) sebelum dimasak dan dikristalkan menjadi gula
pasir. Bentuknya seperti tanah berpasir berwarna hitam, memiliki bau tak
sedap jika masih basah. Bila tidak segera kering akan menimbulkan bau
busuk yang menyengat. (Prawijana,2005)

II.2

Abu Ampas Tebu

Abu pembakaran ampas tebu merupakan hasil perubahan secara kimiawi


dari pembakaran ampas tebu murni.Ampas tebu digunakan sebagai bahan
bakar untuk memanaskan boiler dengan suhu mencapai 550O 600O C dan

lama pembakaran setiap 4-8 jam dilakukan pengangkutan atau pengeluaran abu
dari dalam boiler karena jika dibiarkan tanpa dibersihkan akan terjadi
penumpukan yang akan mengganggu proses pembakaran ampas tebu berikutnya
(Widiawati, 2005).
Komposisi kimia dari abu ampas tebu terdiri dari beberapa senyawa yang dapat
dilihat pada tabel (2.1) berikut.
Tabel 2.1 komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu
Senyawa Kimia Persentase (%)
SiO2
71
Al2O3
1,9
Fe2O3
7,8
CaO
3,4
MgO
0,3
KzO
8,2
P2O5
3,0
MnO
0,2
(Sumber: Widiawati, 2005)

II.3

Keramik

Keramik berasal dari bahasa Yunani keramikos yang artinya suatu bentuk dari
tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Tetapi saat ini tidak semua
keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup
semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat. Pada dasarnya
keramik terbagi atas:
1. Keramik tradisional
Keramik tradisional yaitu keramik yang dibuat dengan menggunakan bahan
alam, seperti kuarsa, kaolin, dll. Yang termasuk keramik ini adalah: barang
pecah belah (dinnerware), keperluan rumah tangga (tile, bricks), dan untuk
industri (refractory).
2. Keramik halus
Fine ceramics (keramik modern atau biasa disebut keramik teknik,
advanced ceramic, engineering ceramic, techical ceramic) adalah

keramik yang dibuat dengan menggunakan oksida-oksida logam atau


logam, seperti: oksida logam (Al2O3, ZrO2, MgO,dll). Penggunaannya:
elemen pemanas, semikonduktor, komponen turbin, dan pada bidang
medis. (Zulfia dkk, 2003),
Pada umumnya, keramik memiliki sifat britle atau rapuh, hal ini dapat
kita lihat pada keramik jenis tradisional seperti barang pecah belah,
gelas, kendi, gerabah dan sebagainya, tetapi sifat ini tidak berlaku pada
jenis keramik tertentu, terutama jenis keramik hasil sintering, dan
campuran sintering antara keramik dengan logam. Sifat lainya adalah
tahan suhu tinggi, sebagai contoh keramik tradisional yang terdiri dari
tanah liat, flint, dan feldspar yang tahan sampai dengan suhu 1200o C,
keramik hasil rekayasa seperti keramik oksida mampu tahan sampai
dengan suhu 2000o C. Kekuatan tekan tinggi merupakan sifat yang
membuat penelitian tentang keramik terus berkembang (Istiyati, 2013)

III.

METODE PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

XRD (Difraksi Sinar X)


AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer)
Furnace
Neraca Analitis
Cawan
Ayakan 200 mesh

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah


1.
2.
3.
4.

Ampas Tebu
Abu dari pembakaran ampas tebu
Aquades
Tanah liat

III.2 Prosedur Percobaan


Sampel bagasse dibersihkan dari kotoran yang terbawa dari pabrik, dicuci dengan
air (Aquades), kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari. Sebagian bagasse
yang telah dibersihkan dibakar pada suhu 350oC sampai menjadi arang sekam.
Arang tersebut selanjutnya dimasukkan kedalam cawan porselen lalu dibakar pada
tungku pemanasan pada suhu 500 800oC selama 4 jam. Abu bagasse yang
dihasilkan kemudian diayak menggunakan ayakan 200 mesh. Hasil ayakan yang
diperoleh kemudian dikarakterisasi menggunakan XRD untuk menganalisa

kekristalannya, selanjutnya dianalisa dengan AAS (Atomic Absorption


Spectrophotometer) untuk mengetahui kadar silika pada abu ampas tebu tersebut.
Adonan keramik dirancang dengan penambahan abu bagasse 10% dari berat tanah
liat dan kemudian dilakukan pembakaran pada suhu 900 oC selama 3 jam. Produk
keramik yang dihasilkan diuji penyerapan air, uji kuat tekan dan uji densitas.

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, S. dan Suryanto. 1998. Statistik Produksi Gula Indonesia Tahun Giling
1997. P3GI. Pasuruan
Istiyati dan Dwi Asmi. 2013. Fabrikasi dan Karakterisasi Keramik Kalsium
Silikat dari Komposisi Cangkang Telur dan Silika Komersial dengan Reaksi
Padatan pada Suhu 1300oC. Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika. Vol. 01, No.
01, Januari 2013
Paturau. 1989. By Product Of The Cane Sugar Industry. Elsevier. Amsterdam
Prawijana, Suci Soesty. 2008. Pembuatan Silika dari Ampas Tebu. Skripsi.
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Malang:
Universitas Brawijaya
Sihotang, Emelda. 2010. Pemanfaatan Abu Ampas Tebu Pada Pembuatan Mortar.
Skripsi. Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam.
Medan:Universitas Sumatera Utara
Widiawati. 2005. Sintesis Zeolit dari Abu Ketel Asal Pg. Tasik Madu Ragam
Zeolit pada berbagai Konsentrasi Natrium Aluminat. Skripsi. Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Medan: Universitas
Sebelas Maret
Zulfia ,Anne. Dkk. 2003. Proses Pembuatan Material Komposit Keramik dan
Logam Berbasis Alumunium dengan Metode Lanxide. Jurnal
FakultasTeknik. Depok : Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai