Anda di halaman 1dari 18

Krisis ekonomi di Indonesia yang dipicu oleh krisis nilai tukar rupiah

mempengaruhi banyak perusahaan besar. Dampak krisis yang berat menimbulkan


kesadaran bagi pentingnya pengelolaan perusahaan secara baik. Pengalaman yang
mahal ini dapat mendorong timbunya usaha untuk menerapkan good corporate
governance
dalam
pengelolaan
perusahaan
bisnis.
Isu mengenai corporate governance timbul karena perkembangan bentuk perseroan
terutama karena perseroan tersebut go publik, sehingga pemilik perusahaan pada
umumnya tidak lagi menjadi pengelola atau manajemen perusahaan.
Dalam keadaan seperti ini timbul permasalahn keagenan Teori Agency ini
banyak digunakan untuk menganalisa hubungan antara dua pihak : Principal
(majikan) dan Agent (agen). Dalam konteks ini maka system pengawasan juga bisa
dikaji melalui hubungan antara si Pengawas dan pihak yang diawasi. Pihak yang
mengawasi bisa manajemen, komisaris, atasan, atau mereka yang memiliki
kekuasaan dan mendelegasikan kepada bawahannya. Dalam hubungan ini biasanya
pihak yang memberi wewenang (principal) tidak sepenuhnya meyakini(memberikan
trust) kepada pihak yang diberi wewenang (agent) oleh karena itu ada Agency Cost.
Ada biaya yang harus dikeluarkan untuk melihat tindak tanduk dari si agent sesuai
dengan keinginan principal. Semakin tinggi trust kepada agent tentu semakin
simple dan semakin rendah biaya pengawasan.
Hubungan Principal Agent ini dapat digunakan untuk mengkaji dan
mendesain Sistem Pengawasan . Ketat atau longgarnya sistem pengawasan sangat
tergantung pada tingkat keyakinan si Principal kepada siagent. Kalau si agent ini
dipercaya maka biasanya system pengawasan pun relatif lebih longgar. Demikian
sebaliknya, jika Principal kurang percaya kepada si agent, maka system
pengawasan lebih ketat sehingga agency cost lebih tinggi. Corporate governance
dapat diartikan sebagai mekanisme pengelolaan perusahaan untuk memastikan
bahwa tindakan manajemen akan selalu diarahkan pada peningkatan nilai
perusahaan. Secara umum, prinsip-prinsip good corporate governance adalah:
a. Fairness. Yaitu prinsip yang mengharuskan perlakuan yang sama antara
pemegang saham mayoritas dan minoritas.
b. Responsibility. Yaitu prinsip yang mengatur tanggung jawab manajemen yang
terdiri dari dewan direksi dan dewan komisaris.
c. Accountability. Yaitu prinsip yang mengatur perbaikan system pengendalian
dengan memfungsikan unit-unit pengawasan seperti Satuan Pengawas Internal
(SPI), komisaris, dan komite-komite pendukung komisaris, seperti misalnya Komite
Audit.
d. Tranparency. Yaitu prinsip yang mengatur peningkatan keterbukaan informasi
keuangan dan kinerja. Laporan tahunan selaian mengungkapkan informasi
keuangan, juga mengungkapkan informasi diskusi dan analisa manajemen.

Untuk dapat mewujudkan penerapan good corporate governance secara optimal,


diperlukan beberapa perangkat funsi atau kelembagaan yang dapat mendukung.
Perangkat dan funsi/ kelembagaan tersebut antara lain adalah Komite Audit,
Komisaris Independent, dan Corporate Secretary. Dalam tulisan ini, pembahasan
lebih lanjut mengenai perangkat pendukung tersebut akan ditekankan pada hal-hal
yang berkaitan dengan peranan Komite Audit.
B. KOMITE AUDIT
Dengan memperhatikan pembentukan serta tugas dan fungsinya, maka
Komite Audit dapat didefinisikan sebagai komite yang dibentuk oleh Dewan
Komisaris Perusahaan untuk membantu Dewan Komisaris Perusahaan melakukan
pemeriksaan atau penelitian yang diangap perlu terhadap pelaksanaan fungsi
direksi dalam melaksanakan pengelolan perusahaan serta melaksnakan tugas
penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan melalui pengawasan
terhadap proses pelaporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen dan auditor
independent.
Sejalan dengan pengertian Komite Audit sebagaimana tersebut diatas,
pembentukan Komite Audit pada dasarnya dimaksugkan untuk membantu fungsi
Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan kepada direksi. Hal ini ditegaskan
lebih lanjut dalam pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia No 1 tahun 1995
tentang perseroan Terbatas yang mengatur bahwa komisaris bertugas mengawasi
kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat
kepada direksi. Dengan memperhatikan pentingnya keberadaan Komite Audit,
adalah suatu perkembangan yang menggembirakan apabila semakin banyak pihak
menyadari kebutuhan atas fungsi tersebut. Oleh karena itu banyak lembaga yang
sudah mengatur secara detail tentang keberadaan Komite Audit termasuk tugas
dan fungsinya. Dalam uraian berikut ini disampaikan beberapa ketentuan lebih
lanjut yang mengatur tentang Komite Audit yang dikeluarkan oleh lembaga yang
menaruh harapan atas fungsi komite audit, yaitu seperti Komite Nasional Kebijakan
Corporate Governance.
Charter (Piagam) Komite Audit
Piagam Komite Audit merupakan dokumen tertulis yang dapat digunakan
sebagai term of reference. Piagam ini menunjukkan tujuan dan tanggungjawab
Komite
yang
meliputi:
Tujuan atau misi
Organisasi: jumlah anggota, kualifikasi anggota, masa jabatan, frekuensi dan
waktu pertemuan.
Tugas dan tanggungjawab
Piagam audit perlu direview secara periodic, biasanya minimum setahun
sekali agar dapat disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Dengan

demikian, diharapkan piagam ini dapat selalu menjadi term of reference mengenai
Komite Audit.
Keanggotaan Komite Audit.
Sesuai dengan Surat Edaran Bapepam Nomor:
mengenai keanggotaan Komite Audit sebagai berikut:

SE-03/PM/2000 diatur

Anggota Komite Audit diangkat dan diberentikan oleh dewan komisaris.


Masa tugasnya tidak dapat melebihi masa tugas komisaris.
Komite Audit minimum beranggotakan tiga orang, termasuk minimum satu
komisaris independen yang bertindak sebagai ketua Komite Audit.
Anggota Komite Audit harus independen, yaitu tidak mempunyai hubungan
usaha maupun hubungan afiliasi dengan perusahaan, Direktur, Komisaris atau
Pemegang Saham Utama.
Anggota Komite Audit harus memiliki intergritas yang tinggi, kemampuan,
pengetahuan dan pengalaman yang memedai dalam bidang tugasnya, serta
mampu berkomunikasi dengan baik, menurut Bapepam, salah seorang anggota
harus memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan.
Anggota Komite Audit harus memiliki komitmen yang tinggi yang ditunjukan
dengan menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas. Di Amerika
Serikat bursa sahamnya (NYSE, NASDAQ), dan ASE) juga mengharuskan anggota
komite audit financially literature, Artinya memiliki pengetahuan yang cukup
dibidang keuangan.
Komite Audit wajib mengadakan rapat sekurang-kurangnya tiga bulan sekali
dengan ketentuan kuorum yang diatur dalam charternya. Berbagai rapat Komite
Audit yang dapat dilakukan meliputi rapat internal Komite Audit, rapat dengan
internal auditor dan external auditor, dan rapat dengan dewan komisaris maupun
dengan dewan direksi. Agar agenda rapat dapat berjalan lancar efisien, bahan rapat
seharusnya sudah disampaikan kepada peserta sebelumnya.

C. PERANAN KOMITE AUDIT


Peran pengawasan sekaligus akuntabilitas dewan komisaris perusahaan
khususnya di Indonesia pada umumnya masih kurang memadai. Keanggotaan
dewan komisaris yang selama ini dipilih lebih berdasarkan kedudukan dan
keakraban menyebabkan mekanisme check and balance terhadap direksi tidak
dapat berjalan sebagai mana mestinya. Hal ini mengakibatkan banyak direksi
perusahaan menjalankan kegiatan operasional usahanya secara ekspansif tanpa

mempertimbangkan resiko yang mungkin timbul dan mengabaikan kepentingan


pemegang saham minoritas. Fungsi audit internal dan auditor eksternal belum
berjalan optimal mengingat secara structural, auditor tersebut berada dalam posisi
yang sulit untuk bersikap independen dan objektif. Padahal independensi
merupakan suatu sikap mental yang harusnya ada dalam setiap auditor.
Pada masa sebelum krisis, banyak perusahaan memperoleh pembiayaan
asing yang murah dalam jangka pendek tanpa melakukan lindung nilai. Perolehan
pembiayaan asing dalam jangka pendek tersebut dibarengi dengan mismatch
dalam penggunaannya. Perusahaan juga banyak melakukan transaksi pihak
hubungan istemewa tanpa pengungkapan yang memadai. Kemudian perusahaan
juga ditengarai kerap melakukan rekayasa pendapatan (managed earning) dengan
cara mendistorsi kegiatan operasional perusahaan yang sebenarnya guna
memenuhi target proyeksi perusahaan. Beberapa contoh pengelolaan perusahaan
tersebut sekaligus mengungkapkan adanya indikasi penyimpangan akuntansi atau
lazim dikenal dengan accounting irregularities. Untuk itu, sudah saatnya
akuntabilitas dewan komisaris perlu ditingkatkan dengan memebentuk Komite
Audit.
Komite audit menurut Pedoman Good Corporate Governance antara lain
bertugas
untuk:
a. Mendorong terbentuknya struktur pengawasan internal yang memadai;
b.Meningkatkan
kualitas
keterbukaan
dan
pelaporan
keuangan;
c.Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan external audit, ketepatan biaya external
audit serta kemandirian dan obyektivitas external auditor;
d. Mempersiapkan surat (yang ditandatangani oleh ketua Komite Audit) yang
menguraikan tugas dan tanggung jawab Komite Audit selama tahun buku yang
sedang diperiksa oleh external auditor, surat tersebut harus disertakan dalam
laporan tahunan yang disampingkan kepada pemegang saham.
Pengawasan Internal
Struktur pengawasan internal merupakan suatu rangka kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan oleh manajemen untuk memberikan jaminan memadai
bahwa tujuan finansial dan nonfinancial organisasi itu tercapai. Struktur
pengawasan internal yang memadai menyediakan :
Informasi yang dapat dipercaya
Kepatuhan terhadap kebijakan, prosedur, hukum dan peraturan
Pengamanan asset
Pemanfaatkan sumberdaya secara ekonomis dan efisien
Pencapaian tujuan yang ditetapkan.
Tanggung jawab Komite Audit adalah memastikan bahwa pengawasan
internal dalam perusahaan itu berjalan dengan baik. Tanggungjawab ini dapat

dilaksanakan melalui pemanfaatan laporan maupun diskusi dengan manajemen,


internal auditors, dan external auditors. Keterlibatan aktif Komite Audit dalam
mengevaluasi pelaksanaan saran perbaikan pengawasan internal oleh manajemen
akan dapat mendorong timbulnya lingkungan pengawasan yang baik.
Pelaporan Keuangan
Tugas Komite Audit dibidang pelaporan keuangan meliputi laporan interm dan
laporan tahunan. Laporan keuangan interm, tiga bulanan, atau enam bulanan yang
diaudit ataupun tidak, perlu direview sebelum dipublikasikan. Komite Audit
melakukan berbagai hal untuk memastikan bahwa tidak ada informasi yang
menyesatkan yang akan dipublikasikan. Kegiatan yang dilakukan meliputi:
Review terhadap pengawasan yang ada untuk memastikan informasi dapat
dipercaya
Berkomunikasi dengan manajemen, internal dan external auditor mengenai
berbagai hal termasuk kejadian yang tidak biasa, perubahan-perubahan taksiran
dan pelaporan.
Meneliti selisih anggaran yang material untuk memastikan kelayakan informasi.
Mempelajari standar akuntansi atau peraturan baru yang mungkin mempengaruhi
laporan keuangan.
Mereiew management letter dan laporan internal audit untuk memastikan bila ada
masalah yang belum diselesaikan.
Mreview kelengkapan laporan tahunan, terutama untuk mencegah kurangnya
pengungkapan wajib.
Mereview hasil audit external auditors.
External Auditors
Dalam hubungannya dengan external auditor, tugas utama Komite Audit
adalah memilih akuntan publik yang akan mengaudit laporan keuangan
perusahaan. Hasil pemilihan ini akan diusulkan ke Dewan Komisaris untuk
mendapatkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham. Dalam memilih akuntan
publik. Komite Audit (dapat dibantu oleh SPI atau karyawan perusahaan mengambil
langkah-langkah:
Pengumuman terbuka
Evaluasi pendekatan dan lingkup audit yang diusulkan dalam surat penawaran
Menentukan independent akuntan public
Memilih akuntan publik yang memenuhi yang telah ditentukan, termasuk biaya
audit.
Pada saat audit dilakukan oleh ekternal. Komite audit mengadakan pertemuan
terjadwal atau tidak terjadwal dengan external auditor untuk memastikan
pendekatan yang digunakan kemudian mendiskusikan temuan-temuan, dan menilai
independensi external auditor.

Surat Komite Audit Dalam Laporan Keuangan.


Komite Audit membuat surat yang ditandatangani oleh ketua Komite audit
dan disertakan dalam laporan tahunan yang disampaikan kepada pemegang
saham. Surat itu berisi tugas dan tanggung jawab Komite Audit tentang kepatuhan
perusahaan terhadap ketentuan remunerasi direksi dan komisaris, Surat itu juga
memuat pendapat Komite Audit tentang hasil diskusinya dengan manajemen dan
external auditor mengenai kelayakan standar akuntansi, kebijakan manajemen, dan
kelayakan laporan tahunan. Dalam suratnya, Komite Audit juga menyatakan
pelanggaran-pelanggaran (kalau ada) yang dilakukan oleh manajemen terhadap
pengawasan internal dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Komunikasi Dengan Manajemen, Internal Auditor, dan External
Auditor
Komite Audit dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabanya harus
selalu berinteraksi dengan manajemen untuk memperoleh pemahaman yang cukup
tentang berbagai masalah yang dihadapi oleh perusahaan meliputi resiko bisnis,
regulasi, perpajakan. Kebijakan investasi, kebijakan pendanaan, kebijakan operasi,
serta operasi anak perusahaan. Komunikasi seperti ini diharapkan akan
memperbaiki berbagai keputusan manajemen.
Interaksi dengan internal auditor meliputi berbagai hal termasuk internal
audit charter, mereview rencana kerja dan anggaran internal auditor, meriew hasil
audit, dan meminta melaksanakan audit tertentu, dan meminta pelaksanaan review
quality assurance secara periodic. Kegiatan ini dilakukan untuk menjamin bahwa
fungsi internal auditor dapat berjalan dengan baik sehingga berguna bagi
mendukung tugas Komite Audit.
Komite audit bertanggung jawab untuk mendorong timbulnya suasana yang
kondusif bagi komunikasi dengan external auditor. Dalam kaitan ini, Komite Audit
harus memperoleh keyakinan bahwa external auditor dapat memelihara
independensinya. Selama masa audit, Komite Audit melakukan evaluasi terhadap
perencanaan audit yang dibuat oleh external auditor, mendiskusikan keadaan
khusus yang ditemukan selama pekerjaan lapangan, dan pada saat penyusunanan
laporan audit untuk mendiskusikan masalah pendapat akuntan, perbedaan dengan
manajemen dan pemecahannya, perubahan standar akuntansi, taksiran, perubahan
penilaian risiko, dan juga kemungkinan adanya tuntutan hukum.
Pelatihan Dan Kinerja Komite Audit
Komite Audit perlu memelihara kualitas yang tinggi melalui orientasi bagi
anggota baru dan pelatihan periodic bagi anggota lama. Orientasi bagi anggota
baru dilakukan untuk memberikan pengetahuan yang menyeluruh tentang sistem
pelaporan keuangan dan lingkungan pengawasan internal. Bidang berikut ini perlu

diberikan dalam masa orientasi kepada anggota baru (Apostolou dan Jefford,
1990,31)
Ketentuan yang mengatur pelaporan
Kebijakan akuntansi penting
Contingencies dan tuntutan hokum
Kepatuahan terhadap code of conduct organisasi
Latar belakang dan kualifikasi manajemen puncak
Trend laba setiap kelompok produk
Perubahan kebijakan atau operasi yang ada atau yang direncanakan
Bidang-bidang yang memiliki audit yang tinggi
Kelemahan dalam struktur pengawasan internal.Pelatihan bagi anggota lama
Komite Audit dilakukan agar pengetahuan mereka selalu up to date sesuai dengan
perkembangan yang terjadi. Berbagai bidang pelatihan adalah:
Prosedur-prosedur operasional, termasuk risiko bisnis
Perkembangan akuntansi dan auditing
Teknologi Informasi
Perkembangan bisnis, industri dan regulasi.
Dengan pelatihan dibidang diatas dan bidang lain yang dianggap penting,
diharapkan Komite Audit mempunyai pengetahuan yang cukup yang berguna dalam
interaksi dengan manajemen dan auditor. Kinerja setiap anggota Komite dan
keseluruhan Komite Audit perlu dievaluasi secara periodic untuk meentukan
langkah-langkah perbaikan yang perlu. Kinerja individual diukur dari beberapa hal
termasuk kemampuan memahami pengetahuan yang perlu, pemahaman dan
tanggung jawab pelaksanaan tugasnya dan kesediaan menyisihkan waktu dan
menghadiri pertemuan. Kinerja Komite Audit secara keseluruhan dinilai oleh Dewan
Komisaris, meliputi pencapaian tujuan kegiatan yang direncanakan dan juga biaya
pelaksanaan kegiatan.
Pengertian empat langkah kerja pelaksanaan audit intern diatas menurut
Tugiman (1997:53-78) adalah sebagai berikut:
I.

Perencanaan harus didokumentasikan dan mencakup


Menetapkan tujuan dan ruang lingkup pekerjaan,
Mendapatkan informasi mengenai aktivasi yang diperiksa,

II.

III.

IV.

Menentukan sumber sumber yang penting dalam melaksanakan


audit,
Mengkomunikasikan dengan pihak pihak tertentu,
Melakukan survey langsung,
Menulis program audit,
Menentukan kapan, kepada siapa hasil audit dikomunikasikan,
Mendapatkan persetujuan dan perencanaan pekerjaan audit.

Proses
Seluruh informasi yang berhubungan dengan tujuan dan ruang lingkup
dikumpulkan,
Prosedur audit termasuk teknik pengujian dan sample harus dipilih,

Proses pengumpulan analisis dan interprestasi serta dokumentasi


harus diawasi untuk memelihara objektivitas.
Audit intern harus melaporkan hasil audit
Laporan ditulis setelah pekerjaan audit selesai,

Audit intern harus mendiskusikan kesimpulan kesimpulan dan


rekomendasi rekomendasi dengan pihak manajemen,
Laporan harus objektif dan jelas, ringkas, konstruktif dan tepat waktu,

Laporan mencakup rekomendasi untuk pemeliharaan dan pernyataan


keberhasilan pelaksanaan disertai tindakan koreksi,
Laporan menyatakan tujuan, ruang lingkup, dan hasil pemeriksaan
Pemeriksa intern harus melakukan tindak lanjut untuk memastikan tindakan
yang pantas dilakukan. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Menurut
OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), ada 4
unsur penting dalam corporate governace, yaitu (OECD,1998):
Transparancy (Transparansi) Transparansi mewajibkan adanya suatu
informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat
diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan
perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.

Fairness (Keadilan) Keadilan menjamin perlindungan hak-hak para


pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan
para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya
komitmen dengan para investor.

Accountability (Akuntabilitas) Akuntabilitas menjelaskan peran dan


tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin
penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham,
sebagaimana yang diawasi oleh dewan komisaris ( dalam Two Tiers
System).

Responsibility
(Pertanggungjawaban)
Pertanggungjawaban
memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku
sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.
Unsur Unsur Good Corporate Governace Unsur unsur dalam good
corporate governance menurut Tunggal (2002:36-49) dan juga menurut
IAI Indonesia (2004:2-3), terdiri atas:

Pemegang saham dan RUPS. Hak pemegang saham harus dilindungi,


agar pemegang saham dapat melaksanakannya berdasarkan prosedur
yang benar dan ditetapkan oleh perusahaan, sesuai dengan peraturan
dan perundang undangan yang berlaku. Hak hak para pemegang
saham pada dasarnya adalah: i. Mengamankan registrasi dan
kepemilikan saham, ii. Menyerahkan atau memindahkan saham, iii.
Mendapatkan informasi yang relevan secara tepat waktu dan kontinyu,
iv. Ikut serta dan memiliki hak suara dalam RUPS, v. Menerima
keuntungan sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya dalam
bentuk dividen dan pembagian keuntungan lainnya. Dalam RUPS
pemegang saham harus menetapkan Pengangkatan anggota, dewan
komisaris, dan dewan direksi perusahaan, Penetapan gaji dan
tunjangan anggota dewan komisaris dan direksi perusahaan, Penilaian
kinerja mereka.
Dewan komisaris. Dewan komisaris bertanggung jawab dan
berwenang dalam mengawasi tindakan direksi, dan jika perlu dapat
memberikan nasihat kepada direksi. Fungsi dewan komisaris yaitu
sebagai wakil pemegang saham dalam melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada direksi dalam rangka menjalankan
kepengurusan perusahaan yang baik.
Tugas dan tanggungjawab dewan komisaris:
Melakukan
pengawasan
terhadap
kebijakan
pengurus
perusahaan yang dilakukan direktur serta memberikan nasihat
kepada direksi termasuk mengenai rencana pembangunan
perusahaan, pelaksanaan ketentuan anggaran dasar dan
keputusan RUPS dan peraturan perundang undangan yang
berlaku.
Memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai
rencana kerja dan anggaran tahunan perusahaan serta
perubahan dan tambahannya. Mengawasi pelaksanaan kerja
dan anggaran perusahaan serta menyampaikan hasil penilaian
dan pendapatnya kepada RUPS. Mengikuti perkembangan
kegiatan perusahaan, dalam hal perusahaan menunjukkan
gejala kemunduran, segera melaporkan kepada RUPS dengan
disertai saran mengenai langkah perbaikan yang harus
ditempuh. Memberikan pendapat dan saran kepada RUPS
mengenai setiap persoalan yang lainnya yang dianggap penting
bagi pengurusan perusahaan.

Melakukan tugas-tugas pengawasan lainnya yang ditentukan


oleh RUPS. Komisaris mengadakan rapat sekurang-kurangnya
sekali dalam sebulan dan dalam rapat tersebut Komisaris dapat
mengundang Direksi.
Direksi Direksi bertugas untuk mengelola perusahaan.

Direksi wajib mempertanggungjawabkan tugasnya kepada pemegang


saham melalui RUPS. Direksi harus melaksanakan tugasnya dengan
baik demi kepentingan perusahaan dan Direksi harus memastikan
agar perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosialnya serta
memperhatikan kepentingan stockholders.
Eksternal Auditor Eksternal auditor harus ditunjuk oleh RUPS dari calon yang
diajukan oleh Dewan Komisaris berdasarkan usulan Komite Audit.
Eksternal audit bertanggung jawab memberikan opini atau pendapat
terhadap laporan keuangan perusahaan. Laporan eksternal auditor adalah
bentuk dari opini profesional mereka mengenai laporan keuangan. Meskipun
laporan keuangan tanggung jawab manajemen, tetapi eksternal auditor
bertanggung jawab untuk menilai kewajaran pernyataan manajemen dalam
laporan audit mereka.
Komite Audit Dewan Komisaris majib membentuk Komite Audit
beranggotakan satu atau lebih Dewan Komisaris. Keanggotaan Komite Audit
sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang sekaligus, seoran diantaranya
merupakan Komisaris independen perusahaan yang sekaligus merangkap
sebagai ketua Komite Audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak
ekstern perusahaan yang independen dimana setidaknya satu diantaranya
memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan.
Tugas dan tanggung jawab Komite Audit :
Mendorong terbentuknya pengendalian intern yang memadai;
Meningkatkan kualitas keterbukaan dalam laporan keuangan;

Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan eksternal audit, kewajaran


biaya eksternal audit serta kemandirian dari objektivitas eksternal
audit.
Mempersiapkan surat (ditandatangani ketua Komite Audit) yang
menguraikan tugas dan tanggung jawab Komite Audit selama tahun
buku yang sedang diperiksa oleh eksternal auditor, surat tersebut
disertakan dalam laporan tahunan yang disampaikan kepada
pemegang saham.
Auditor Intern Didalam perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip A Good
Corporate Governance, fungsi audit intern antara lain berperan dalam :
Membantu manajemen dalam menilai resiko-resiko utama yang
dihadapi perusahaan dan memberikan nasihat kepada manajemen.
Mengevaluasi struktur pengendalian intern dan bertanggung jawab
kepada Komite Audit.
Menelaah peraturan Corporate Governance minimal setahun sekali.
Sekretaris Perusahaan Sekretaris perusahaan harus dilaksanakan oleh salah
seorang pejabat perusahaan yang khusus untuk melaksanakan fungsinya.
Sekretaris perusahaan harus memiliki akses terhadap informasi material dan
relevan yang berkaitan dengan perusahaan dan menguasai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sekretaris perusahaan bertanggung
jawab kepada Direksi perusahaan.

Manajer dan Pekerja Manajer bertanggung jawab untuk :


Kelangsungan hidup perusahaan.
Memperpanjang umur perusahaan ke masa depan melalui inovasi,
pengembangan manajemen, ekspansi pasar, serta cara lain yang
dapat digunakan untuk memberikan nilai tambah kepada perusahaan.
Menyeimbangkan permintaan dari seluruh kelompok dengan cara
sedemikian rupa sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya
Stakeholders Lainnya Stakeholders diberi kesempatan untuk memantau
pemenuha peraturan perundangundangan yang berlaku dan menyampaikan
masukan kepada Direksi mengenai hal tersebut. Perusahaan juga harus
memberikan informasi yang diperlukan oleh stakeholders demi kepentingan
bersama. Pemerintah terlibat dalam A Good Corporate Governance melalui
hukum dan peraturan perundang-undangan. Kreditor ynag memberi
pinjaman mungkin juga mempengaruhi kebijakan perusahaan.
Karakteristik GCG UNDP (2007:8) mengidentifikasi sejumlah karakteristik dari
good corporate yang bias dijadikan ukuran, apakah telah tercapai good
governance tersebut. Karakteristik karakteristik tersebut adalah:

Equality, semua orang, laki laki, perempuan, mempunyai


kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial,
politik, dan ekonomi.

Supremasi hukum, dalam negara yang mengatur adalah hukum yang


adil, fair dan tidak memihak. Semua orang termasuk pemerintah harus
tunduk kepada aturan aturan hukum.

Transparansi, proses pengambilan keputusan harus terbuka, dan ada


akses yang sama terhadap segala informasi terhadap masyarakat.

Akuntabilitas, proses pengambilan keputusan harus bisa dimonitor dan


dikritisi,
yaitu
para
pengambil
keputusan
harus
dapat
mempertanggungjawabkan.

Resposiveness,
semua
instansi
dan
lembaga
mendengar,
mempertimbangkan dan merespon tuntutan tuntutan masyarakat
dan opini publik yang berkembang.

Partisipasi sebanyak mungkin dari masyarakat, langsung atau tidak


langsung, terjadi dalam proses pengambilan keputusan publik.

Effectiveness,
keseluruhan
proses
pengambilan
keputusan
berlangsung dengan cara cara yang cepat, murah dan sederhana.
Good Governance dapat dibedakan kedalam dua kelompok, yaitu Good
Corporate Governance (GCG) dan Good Goverment Governance (GGG).

Good Corporate Governance adalah penerapan Good Governance disektor


swasta, sedangkan Good Goverment Governance adalah penerapan Good
Governance di birokrasi negara. Kedua kelompok Good Governance tersebut
merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. GCG hanya dapat
diterapkan lingkungan dimana pemerintahan atau birokrasi negara telah
menerapkan GGG, demikian sebaliknya, ggg tidak mungkin terealisasi tanpa
dukungan GCG. Bentuk hukum model governance di Indonesia berbeda dengan
yang digunakan di Amerika, Inggris, dan Australia. Indonesia menggunakan model
governance yang dipakai di negara Belanda. Berdasarkan UU No.1/1995 tentang
Perseroan Terbatas, perkataan Komisaris mengandung pengertian baik sebagai
organ maupun sebagai orang perseorangan. Sebagai organ, Komisaris lazim
disebut Dewan Komisaris, sedangkan sebagai orang perorangan disebut
anggota komisaris

Tantangan terbesar yang dihadapi oleh sektor corporate menerapkan good


governance adalah memperbaiki keterbukaan informasi dan dalam jangka panjang
memperbaiki perangkat hukum. Kondisi ini masih sangat sulit diterapkan di
Indonesia mengingat banyaknya praktik kecurangan dan praktik bisnis yang
melanggar kaidah good corporate governance.
Corporate governance adalah salah satu aspek perhitungan yang cukup
signifikan saat ini. Dengan perkembangan globalisasi yang ditandai dengan
perkembangan dari teknologi dan dunia informasi membuat batasan dari tembok
pemisah negara negara semakin tipis. Corporate governance bermula dari konsep
akuntabilitas atas asset dan sumber sumber yang dipercayakan kepada
manajemen.
Pada saat perusahaan masih nol, para karyawan dengan mudah
mempertanggungjawabkan tindakan kepada atasan atau pemilik perusahaan.
Dalam keadaan seperti ini akuntabilitas relative mudah dikelola, dimana jalur
komunikasi biasanya pendek dan langsung. Semakin besar perusahaan, pemilik dan
manajemen mempunyai jarak yang jauh, dan dewan komisaris merupakan mediator
(intuisi) yang menjembatani kedua belah pihak tersebut. Disinilah isu akuntabilitas
menjadi sangat penting. Dalam konteks ini dewan komisaris merupakan jembatan
penghubung antara pemegang saham atau pemilik dengan eksekutif, manajer dan
karyawan lain dalam organisasi.
Pada KEP-117/M-MBU/2002 pasal 1 disebutkan bahwa pengertian Good
Corporate Governance yaitu : Corporate Governance adalah suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh organisasi BUMN untuk meningkatkan keberhasilan
usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham

dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders


lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan nilai etika.
Tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah
bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Secara lebih rinci,
terminologi corporate governance dapat dipergunakan untuk menjelaskan peranan
dan perilaku dari dewan direksi, dewan komisaris, pengurus (pengelola)
perusahaan, dan para pemegang saham.
Sebagaimana yang diuraikan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development, 1998), ada empat unsur penting dalam Corporate
Governance, yaitu:

Fairness (Keadilan). Menjamin perlindungan hak hak para pemegang


saham, termasuk hak hak pemegang saham minoritas dan para
pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen
dengan para investor.
Transparancy (Transparansi). Mewajibkan adanya suatu informasi yang
terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang
menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, kepemilikan
perusahaan.
Accountability (Akuntabilitas). Menjelaskan peran dan tanggung jawab,
serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan
manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh
Dewan Komisaris (dalam Two Tiers System). Responsibility
(Pertanggungjawaban). Memastikan dipatuhinya peraturan serta
ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai nilai
sosial.
Jadi dapat disimpulkan prinsip prinsip corporate governance dari
OECD menyangkut hal hal sebagai berikut:
Hak para pemegang saham,
Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham,
Peranan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)
dalam corporate governance,
Transparansi dan penjelasan,
Peranan dewan komisaris.

Fungsi audit intern yang independen dapat membantu manajemen secara


efektif dalam setiap tindakan dan pengambilan keputusan atas kejadian dalam
suatu perusahaan. Fungsi audit intern juga menjamin bahwa kondisi dan kejadian
yang dilaporkan adalah benar, sehingga tindakan dan pengambilan keputusan
manajemen dapat dilakukan sebaik-baiknya maka diperlukan suatu laporan yang

menggambarkan kegiatan yang terjadi dalam suatu perusahaan, sehingga hasil


suatu perusahaan akan tercermin dalam laporan tersebut (Tugiman, 2001:21).
Perusahaan memerlukan suatu kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui
apakah penerapan good corporate governance telah berjalan dengan efektif. Fungsi
pemeriksaan ini dilakukan oleh suatu staf audit yang merupakan bagian dari
pengendali perusahaan itu sendiri, yaitu intern audit. Fungsi intern audit ini harus
independen dari pihak yang diperiksa sehingga hasil auditnya tidak dipengaruhi
oleh pandangan subyektif pihak yang diperiksa. Dukungan manajemen sangat
diperlukan dalam menentukan hubungan antara petugas intern audit dengan
bagian-bagian lainnya untuk menghindari salah pengertian dalam kedudukan
masing-masing.

Keberhasilan implementasi governance sangat dipengaruhi oleh prinsipprinsip yang mendasarinya, dan bukan pada pemilihan nilai-nilai strategis dalam
organisasi. Secara umum prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga/unit usaha
sangat bervariasi (biasanya diringkas menjadi 9 item)

Dengan mengimplementasikan GCG, masyarakat danstakeholder akan


memberikan penilaian apakah insentif atau penalti.Terkait dengan penilaian
tersebut yang tentunya sangat menentukan kinerja keuangan dalam jangka
panjang, kita berharap peran yang lebih besar dari profesi akuntansi secara umum
dan internal auditor khususnya. Di tengah menurunnya kepercayaan masyarakat
terhadap profesi auditor terkait dengan berbagai kasus manipulasi dan kolusi, maka
internal auditor harus melakukan perubahan mindset dan keluar dari kemapanan
melalui peningkatan peran yang lebih besar dalam penegakkan governance.
Sejak akhir dekade 90-an fungsi dan peran audit intern telah memasuki
orientasi baru dari peran tradisionalnya sebagai polisi atau pihak yang terkesan
mencari kesalahan pihak lain dalam organisasi tanpa rekomendasi solusi, kearah
fungsi dan peran yang baru sebagai mitra dan atau konsultan intern sehingga
keberadaan audit intern diapresiasi secara positif sebagai problem solver dan agent
of change.
Dimana fokus kerja audit intern telah bergeser dari fungsi mendeteksi
pengendalian usaha menjadi pemberi solusi bagi penyempurnaan pengendalian
usaha. Reformasi peran tersebut memerlukan komitmen yang kuat dari manajemen
danstakeholder untuk menciptakan sound business practices dangood governance.
Di sisi lain, audit intern harus mampu menjawab tantangan tersebut dengan
meningkatkan kualitas kerjanya sehingga keberadaannya dapat memberikan nilai
tambah yang signifikan efisien dan efektif.

Di lain pihak, perusahaan mengandalkan fungsi audit intern untuk membantu


memastikan bahwa proses manajemen risiko, lingkup pengendalian secara
keseluruhan dan efektivitas kinerja dari proses usaha telah konsisten dengan
ekspektasi manajemen. Auditor yang di masa lalu bertindak pasif dan hanya
berorientasi pada audit kepatuhan, maka tuntutan peran saat ini adalah
sebagai business partner sebagai pemberi deteksi dini dalam mengidentifikasi risiko
usaha dan berorientasi pada kinerja perusahaan secara keseluruhan. Terlepas dari
reputasinya yang sempat terpuruk oleh berbagai kasus kolapsnya beberapa
perusahaan terkemuka seperti kasus ENRON atau WORLD.COM yang melibatkan
peran auditor, maka profesi internal auditor semakin hari semakin dihargai dalam
organisasi.
Perubahan
paradigma
dan
perannya
dalam
organisasi
yang
memandang business unit atau auditee-nya sebagai customer daripada obyek telah
merubah cara pandang auditor dari kesan cop menjadi coach. Dengan
perubahan peran tersebut, tuntutan internal auditor juga semakin berat, auditor
dituntut sebagai resource center dan memberikan berbagai layanan yang
meberikan nilai tambah bagi organisasi, dan bukan lagi sebagai cost center.
Dengan demikian, cara pandang business unit juga berubah, tidak lagi
menganggap auditor sebagai polisi organisasi namun sebagai business
partner yang menjadi bagian internal dari suatu manajemen risiko, sistem
pengendalian dan governance process.
Terkait dengan pencapaian Good Corporate Governance dan
dengan peranan internal auditor sebagai salah satu profesi di bidang
yang merupakan jantung dari keseluruhan proses bisnis juga internal
yang merupakan garda terdepan dalam penerapan prinsip-prinsip Good
Governance (GCG) di Pertamina.

kaitannya
akuntansi
auditorlah
Corporate

Maka dengan demikian terjadi pergeseran peranan internal auditor saat ini,
yaitu dari sekadar pelaksana fungsi penilai (appraisal) pelaksana kepatuhan yang
cenderung memperlakukan auditee sebagai objek, ke arah peran penjamin
(assurance) melalui perannya sebagai konsultan. Sehingga dalam pelaksanaan
audit tidak sekedar dituntut menemukan permasalahan namun sekaligus menjadi
bagian dari solusi dan memberikan usulan perbaikan.
Selain itu, dari detector yang bersifat expose ke arah pencegahan.
Internal auditor terlibat dan berperan aktif memantau aktivitas sesuai bisnis unit
dan memberikan peran konsultatif dalam pelaksanaan proses operasi perusahaan.
Dari operation ke strategy. Internal auditor lebih berorientasi pada
strategi tujuan perusahaan dan bekerja hand to hand dengan unit bisnis. Dari
peran pengendalian yang sebelumnya dikatakan apabila telah mampu membantu
efisiensi operasi suatu bisnis unit melalui pencegahan penyimpangan atas sistem
dan prosedur yang telah ditetapkan, bergeser ke arah pengendalian risiko melalui

deteksi dini,
Governance

pengelolaan

risiko

dan

implementasi

aspek Good

Corporate

Internal Audit Menurut Agoes (2004 : 221) internal audit (pemeriksaan intern)
yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik
terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan
terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan
terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang
berlaku. Peraturan pemerintah yang dimaksudkan di sini misalnya peraturan di
bidang perpajakan, pasar modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian,
investasi dan lainlain.
Sedangkan tujuan audit intern yang dikemukakan oleh Hartanto (1994:294)
adalah sebagai berikut :

Meneliti dan menilai apakah pelaksanaan daripada pengendalian


intern di bidang akuntansi dan operasi cukup dan memenuhi syarat.
Menilai apakah kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditentukan
betul-betul ditaati.
Menilai apakah aktiva perusahaan aman dari kehilangan atau
kerusakan dan penyelewengan.
Menilai kecermatan data akuntansi dan data lain dalam organisasi
perusahaan.
Menilai mutu atau pelaksanaan daripada tugas-tugas yang diberikan
kepada masing-masing manajemen.

Menurut Mulyadi (2002:211) fungsi audit internal tertera seperti di bawah


ini:

Fungsi internal audit adalah menyelidiki dan menilai pengendalian


intern dan efisiensi pelaksanaan fungsi berbagai unit organisasi.
Dengan demikian fungsi dari pengendalian intern adalah menilai
sejauh mana keefektifan suatu instansi yang berfokus pada bagian
uniunit kecil di dalamnya.
Fungsi internal audit merupakan kegiatan penilaian yang bebas,
yang terdapat dalam organisasi, yang dilakukan dengan cara
memeriksa akuntansi, keuangan dan kegiatan lain, untuk
memberikan jasa bagi manajemen dalam melaksanakan tanggung
jawab mereka. Dapat diartikan bahwa fungi audit internal meliputi
kegiatan pemeriksaan segala kegiatan dan tahapannya yang tidak
terbatas pada bagian keuangan saja. Tidak hanya sampai disitu,
audit internal juga mencakup penyelesaian masalah jika terdapat
ketidaksesuaian didalamnya, melalui rekomendasi-rekomendasi
yang membangun.

Ruang lingkup dari pekerjaan internal audit oleh SPI yang terdapat di dalam
Standar Profesi Akuntan Internal yang dikeluarkan oleh Konsorsium Organisasi
Profesi Audit Internal (2004:20) yaitu fungsi audit interen melakukan evaluasi dan
memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko,
pengendalian, dan governance, dengan pendekatan yang sistematis, teratur dan
menyeluruh. Sehingga maksud dari pengertian ini adalah pihak SPI membantu
instansi dalam hal identifikasi risiko yang dimiliki instansi, kemudian memfokuskan
diri pada risiko tersebut agar dapat meningkatkan pengelolaan risiko tersebut dan
melakukan pengendalian internal.
D. Efektivitas Komite Audit
Komite audit pada saat ini telah diakui keberadaannya di hampir semua
perusahaan di negara maju, terutama di Amerika Serikat, Inggris dan Kanada,
namun hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai tolok ukur keberhasilan
atau efektivitas komite audit. Belum terdapat hasil pembuktian secara empiris
mengenai hal tersebut, namun Sommer (1991) berpandangan bahwa komite audit
di banyak perusahaan masih belum melakukan tugasnya dengan baik. Menurut
pendapat Sommer, banyak komite audit yang hanya sekedar melakukan tugastugas rutin, seperti review laporan dan seleksi auditor eksternal, dan tidak
mempertanyakan secara kritis dan menganalisis secara mendalam kondisi
pengendalian dan pelaksanaan tanggungjawab oleh manajemen. Penyebabnya
diduga bukan saja karena banyak dari mereka tidak memiliki kompetensi dan
independensi yang memadai, tetapi juga karena banyak yang belum memahami
peran pokoknya (Manao, 1997).Kalbers & Fogarty (1993) telah melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komite audit. Hasil penelitian
yang dimuat di Auditing A Journal of Practice & Theory berjudul Audit Committee
Effectiveness : An Empirical Investigation of the Contribution of Power, antara lain
mengungkapkan bahwa terdapat 3 (tiga) faktor yang dominan yang berpengaruh
terhadap keberhasilan komite audit dalam menjalankan tugasnya, yaitu :
1.
Kewenangan
formal
dan
tertulis
bagi
komite
audit.
2.
Kerjasama
manajemen.
3.
Kualitas
(kompetensi)
personil
dari
komite
audit.
Salah satu aspek yang cukup penting dalam keberhasilan komite audit dalam
menjalankan tugasnya adalah masalah komunikasi. Oleh karena itu komite audit
harus meningkatkan komunikasi dengan dewan Komisaris, manajemen, internal
auditor dan eksternal auditor. Adanya komunikasi yang lancar antara komite audit
dengan berbagai pihak tersebut dapat menunjukkan eksistensi komite audit lebih
efektif dan dapat meringankan tugas komisaris dalam mengawasi jalannya
perusahaan. H.
D. PENUTUP
Pengelolaan usaha yang baik dapat meningkatkan apresiasi pemegang
saham maupun stakeholder laiinnya terhadap kinerja perusahaan. Peningkatan

apresiasi ini pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing perusahaan.


Sehingga , dengan pengelolaan usaha yang baik, diharapkan dapat menghindari
perusahaan dari kesulitan-kesulitan yang utamanya karena kesalahan kelola yang
dapat berakibat pada kebangkrutan usaha perusahaan seperti yang dialami di
Indonesia. Pengelolaan usaha yang baik dicerminkan pada adanya prinsip-prinsip
transparansi. Keadilam akuntabilitas, dan pertanggungjawaban yang tentunya
tentunya harus didasari pula dengan adanya landasan moral yang baik yang
berfungsi sebagai spirit dalam pelaksanaan pengelolaan usaha yang baik (good
Corporate Governance).
Dalam menunjang pelaksanaan pengelolaan usaha yang baik tersebut
diperlukan berbagai perangkat pendukung, yang salah satunya adalah Komite
Audit. Dalam fungsi pokoknya Komite audit sebagai organ yang dibentuk dengan
tujuan utama membantu dewan komisaris untuk menjalankan fungsinya agar dapat
berperan secara optimal, maka anggota Komite Audit harus memiliki
keahlian/kecakapan yang memadai dan kepada Komite Audit ini perlu diberikan
fasilitas dan kewenangan yang cukup atas data perusahaan. Selaian perlu
keahlian/kemahiran dan diberikan fasilitas dan kewenangan atas data, Komite Audit
dituntut juga untuk bertindak secara independent. Tuntutan kebutuhan independen
Komite Audit tidak dapat dipisahkan dari perlunya persyaratan moralitas yang
melandasi integritasnya. Hal ini perlu disadari karena Komite Audit merupakan
pihak yang memjembatani antara eksternal auditor dan Perusahaan yang juga
sekaligus menjebatani antara fungsi pengawasan Dewan Komisaris dengan internal
auditor.

Anda mungkin juga menyukai