Gita Puspitasari
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Abstrak
PPOK (penyakit paru obstruktif kronis) adalah penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran pernapasan yang bersifat progresif, nonreversibel
atau reversibel parsial. Kor pulmonal kronik melibatkan pembesaran ventrikel kanan akibat
hipertensi pulmonal akibat gangguan paru yang melibatkan parenkim paru, fungsi saluran
pernapasan. Ventrikel kanan mengalami hipertofi yang terjadi pada kor pulmonal kronik
akibat langsung dari vasokonstriksi paru, hipoksia kronis, dan hipertensi arteri paru yang
kemudian dapat menyebabkan peningkatan kerja ventrikel kiri
Katakunci : PPOK, kor pulmonal, dilatasi ventrikel kanan
Pendahuluan
Kor pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi
pulmonal yang disebabkan oleh penyakit yang menyerang struktur, fungsi paru, atau
pembuluh darah pulmonal yang dapat berlanjut menjadi gagal jantung kanan.1,2
1
Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga. Dari anamnesis akan didapatkan keluhan
utama dan perjalanan penyakit, serta faktor-faktor lain yang sering membantu tegaknya
diagnosis.
Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, tanggal lahir, umur, suku, agama, alamat,
pendidikan, dan pekerjaan
Keluhan utama
Sesak nafas memberat sejak 5 hari. Kita perlu tanyakan lebih jelas apak sesak nafas
terjadi pada saat melakukan aktivitas atau pada saat istirahat. apakah terus menerus
atau hilang timbul.
2.
3.
4.
dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak nafas waktu beraktifitas,
nafas yang berbunyi, mudah lelah. Pada fase awal berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak
menimbulkan keluhan jadi lebih banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat
pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema
dan nyeri parut kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi
branchus, edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul
gagal jantung kanan.2
Dispnea merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya karena adanya
peningkatan kerja pernapasan akibat adanya perubahan dalam elastisitas paru-paru (fibrosis
penyakit paru atau adanya over inflasi pada penyakit PPOK). Nyeri dada atau angina juga
dapat terjadi. Hal ini terjadi disebabkan oleh iskemia pada ventrikel kanan atau teregangnya
arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami
arteroslerotik atau terdilatasi akibat hipertensi pulmonal juga dapat terjadi. Bisa juga
ditemukan variasi gejala-gejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan
hipoksemia.2
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pasien bagaimana, apakah tampak sakit berat, sedang atau ringan.
Lalu bagaimana kesadaraan apakah kompos mentis, apatik, samnolen sopor, koma, derilium.
Dan pastinya juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital: suhu, memeriksa tekanan
darah, , frekuensi pernafasan, frekuensi nadi.
a. Inspeksi
Diameter dinding dada yang membesar (barrel chest) , sianosis , jari tabuh. 2
b. Palpasi
3
turbulensi
aliran
pada
rekanalisasi
pembuluh
darah
pada
chronic
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Pada foto toraks, tampak kelainan paru disertai pembesaran ventrikel kanan,
dilatasi arteri pulmonal, dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering
tertutup oleh hiperinflasi paru yang menekan diafragrna sehingga jantung tampaknya
normal.
f. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena
adanya hiperinflasi.
g. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran
gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan infark
miokard.
Differential Diagnosis
1. Kor pulmonal akut
Kor pulmonal akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya emboli
paru masif. Akibatnya tahanan vaskuler paru meningkat dan hipoksia akibat
pertukaran gas ditengah kapiler-alveolar yang terganggu, hipoksia tersebut akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah (arteri) paru. Tahanan vaskuler paru
yang meningkat dan vasokonstriksi menyebabkan tekanan pembuluh darah arteri paru
semakin meningkat (hipertensi pulmonal). 4
Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang
cukup bagi ventrikel kanan untuk kompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung
kanan akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis
meningkat tiba-tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan
sesak nafas yang terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun sampai syok, JVP
yang meningkat, liver yang membengkak dan nyeri dan bising insufisiensi katup
trikuspid. 4
2. Congestive heart failure
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelaiann
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. 5
Mekanisme yang mendasari terjadinya aggal jantung kongestif
adalah
penurunan kontraksi ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya
terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang
efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohormonal.
Vasokonteriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan
darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraksi jantung melalui
hukum starling. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, peninggian afterload dan
hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga
terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.5
3. Perikarditis
Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viseralis atau keduanya.
Respon perikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah
(efusi perikard) deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma
atau klasifikasi. 6
7
Salah satu dari reaksi radang pada perikarditis akut adalah penumpukan cairan
(eksudasi) di dalam rongga perikard yang disebut sebagai efusi perikard. Efek
hemodinamik efusi perikard ditentukan oleh jumlah dan kecepatan pembentukan
cairan perikard. Efusi yang banyak atau tiumbul cepat akan menghambat pengisian
ventrikel, penurunan volume akhir diastolik sehingga curah jantung sekuncup dan
semenit kurang. 6
Kompensasinya adalah takikardia, tetapi pada tahap berat atau kritis akan
menyebabkan gangguan sirkulasi dengan penurunan tekanan darah serta gangguan
perfusi organ dengan segala akibatnya yang disebut sebagai tamponad jantung. Bila
reaksi radang ini berlanjut terus menerus, perikard mengalami fibrosis, jaringan parut
luas, penebalan, kalsifikasi, dan juga terisi eksudat yang akan menghambat proses
diastolik ventrikel, mengurangi isi sekuncup dan semenit serta mengakibatkan
kongesti sistemik (perikarditis konstriktifa). 6
Etiologi
Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan dalam 4 kelompok :1
1.
2.
3.
4.
Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli termasuk PPOK. Penyakit
paru lainnya adalah penyakit paru interstisial dan gangguan pernapasan saat tidur.
Epidemiologi
PPOK adalah penyebab paling umum dari kor pulmonal kronis di Amerika Utara.
PPOK mengenai lebih dari 14 juta orang setiap tahunnya di Amerika serikat dan merupakan
penyebab utama kematian. Prevalensi sebenarnya pasien kor pulmnal dengan PPOK sulit
untuk didapat, namun diperkirakan antara 10-30% daari seluruh pasien di rumah saki tuntuk
gagal jantung di Amerika Serikat tiap tahunnya adalah karena kor pulmonale. Pasien dengan
penyakit paru kronis ditemukan lebih dari 40% memiliki faktor resiko kor pulmonale.
Prevalensi kor pulmonal juga meningkat pada pasien hippoksemia, hiperkapnia, atau
obstruksi saluran nafas, dalam sebuah percobaan Administrasi Veteran 1966, pasien dengan
PPOK dan kor pulmonale memiliki angka kematian 73% tiap 4 tahunnya. 7
Patofisiologi
Pada PPOK akan terjadi penurunan vascular bed paru, hipoksia, dan hiperkapnea/
asidosis respirtorik. Hipoksia dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri paru,
demikian juga asidosis respiratorik. Disamping itu, hipoksia akan menimbulkan polisitemia
sehingga visikositas darah akan meningkat. Visikositas darah yang meningkat ini pada
akhirnya juga akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru. Jadi, adanya
penurunan vaskuler bed, hipoksia dan hiperkapnea akan mengakibatkan tekanan darah (arteri
pulmonal), hal ini disebut dengan hipertensi pulmonal. Adanya hipertensi pulmonal
menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan melakukan
kompensasi berupa hipretrofi dan dilatasi. Keadaan ini yang disebut dengan Cor Pulmonal.
Jika mekanisme kompensasi ini gagal maka terjadilah gagal jantung kanan.1
Manisfestasi klinis
Dalam perjalana penyakit kor pulmonal dibedakan 5 fase, yaitu : 8
Fase I
Pada fase ini belum ada gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), bronkitis kronis, tuberkulosis paru,
bronkiektasis dan sejenisnya. Pasien biasanya sudah berumur lebih dari 50 tahun dan
Fase III
Pada fase ini terjadi gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan keluhan
berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, dan merasa cepat lelah. Pada
pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda emfisema paru
yang lebih nyata. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya polisistemia. 8
9
Fase IV
Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolen. Pada
keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran. 8
Fase V
Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat.
Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat
kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadi gagal
jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena jugularis,
hepatomegali, edema tungkai dan kadang asites. 8
Penatalaksanaan
1. Terapi oksigen
Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan hidup
belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis: (1) terapi oksigen mengurangi
vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskuler paru yang kemudian meningkatkan
isi sekuncup ventrikel kanan, (2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri
dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak, dan organ vital lainnya. 1
Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of
Health, USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) , dan 24 jam (NIH)
meningkatkan kelangsungan hidup dibanding kan dengan pasien tanpa terapi
oksigen.1
2. Digitalis
Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal
jantung kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien
kor pulmonal dengan fungsi ventrikel normal, hanya pada pasien kor pulmonal
dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun, digoksin bisa meningkatkan fungsi
ventrikel kanan. Pada pemberian digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia. 1
3. Diuretik
Diuretika diberikan untuk mengurangi tanda-tanda gagal jantung kanan.
Namun harus dingat, pemberian diuretika yang berlebihan dapat menimbulkan
alkalosis metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu,
dengan terapi diuretika dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload
ventrikel kanan dan curah jantung menurun. 1
4. Vasodilator
Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa
adrenergik, dan postaglandin. Bekerja langsung merelaksasikan otot polos arteri
10
Prognosis
Prognosis kor pulmonal bergantung pada patologi yang mendasarinya. Pasien dengan
PPOK yang berkembang menjadi kor pulmonal memiliki kesempatan 30% untuk bertahan
hidup selama 5 tahun, namun apakah kor pulmonal memiliki nilai prognosis yang independen
atau hanya mencerminkan tingkat keparahan yang mendasari PPOK tersebut atau penyakit
paru lainnya masih belum jelas. 7
Komplikasi2
Sinkop
Hipoksia
Edema
Kematian
Kesimpulan
Kor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dari
ventrikel kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari sistem pernapasan.
Penyebab yang paling sering adalah PPOK, dimana terjadi perubahan struktur jalan napas
dan hipersekresi yang mengganggu ventilasi alveolar. Kelainan tertentu dalam sistem
persarafan, otot pernafasan, dinding dada, dan percabangan arteri pulmonal juga dapat
menyebabkan terjadinya kor pulmonal.
Kor pulmonale sangat erat hubunganya dengan hipertensi pulmonal. Diagnosis kor
pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya hipertensi pulmonal akibat dari
kelainan fungsi dan atau struktural paru. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mendukung diagnosis kor pulmonal diantaranya adalah pemeriksaan laboratoris, pemeriksaan
foto toraks, ekokardiografi, CT scan, serta pemeriksaan EKG. Ada beberapa cara yang
dilakukan untuk mengobati kor pulmonal, seperti pemberian oksigen, tirah baring dan,
diuretik, digitali, dan anikoagulan. Hipotesis diterima
11
Daftar Pustaka
1. Harun S, Ika PW. Kor pulmonal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta:
FKUI; 2009.h. 1842-4.
2. Fauci AS, Dennis LK, dkk. Heart failure and cor pulmonale. Dalam: Harrisons
Principles of Internal Medicine. Edisi 13. United States of America: The McGrawHill Companies Inc; 2008.p. 217-244
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h.
173.
4. Kumar, Clark. Cardiovascular disease. Clinical medicine. 6th ed.
Philadelphia.:
12