Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Karakteristik Waduk
Setiap perairan menggenang yang terbentuk akibat pembendungan aliran

sungai disebut waduk atau reservoir (Suwigyo 2003). Waduk merupakan badan air
yang dibangun atau dimodifikasi oleh manusia untuk keperluan atau tujuan
khusus, guna menyediakan sumberdaya yang dapat diandalkan dan dapat
dikontrol. Di Jawa Barat sendiri mempunyai 3 waduk yaitu, Waduk Jatiluhur,
Waduk Saguling, dan Waduk Cirata (Suwignyo 2003).
Pembangunan bendungan utama Waduk Cirata dimulai pada permulaan
tahun 1984 dan selesai pada Agustus 1987, namun pengisiannya dilakukan selama
kurang lebih sebulan sejak 1 September 1987 dengan sumber masukan air berasal
dari outlet Waduk Saguling dan 15 aliran sungai kecil disekitarnya (Prihadi 2005).
Waduk Cirata terdiri dari 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Bandung Barat,
Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Cianjur. Waduk Cirata mengairi 5
Kecamatan, diantaranya:
1. Kecamatan Haur Wangi dari 1 Desa Kertamukti.
2. Kecamatan Ciranjang terdiri dari 4 desa, yaitu Desa Gunung Sari, Kertajaya,
Sindanglaya, dan Sindangsari.
3. Kecamatan Sukaluyu terdiri dari 1 Desa Sindangraja.
4. Kecamatan Mande terdiri dari 3 desa, yaitu Desa Cikidang, Bayabang,
Bobojong dan Mande.
5. Kecamatan Cikalong Kulon terdiri dari 2 desa, yaitu Desa Gudang dan Desa
Kamurang.
Banyak kegiatan yang berlangsung di Waduk Cirata terutama di bidang
perikanan, dengan sistem karamba jaring apung (KJA), tercatat sejak tahun 1999
terdapat 8.786 KJA, lalu berkembang pesat menjadi 38.286 KJA pada tahun 2003,
dan menurut BPWC (2014) Saat ini jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata
sebanyak 68.874 petak KJA. Penurunan jumlah KJA sesuai daya dukung sangat
diperlukan agar kesinambungan kegiatan budidaya ikan terus berlanjut (Prihadi
2005).

2.2

Ikan Tawes (Barbonymus goniomus)


Ikan Tawes (Barbonymus goniomus) merupakan salah satu ikan asli

perairan umum Indonesia dan telah lama dikenal sebagai ikan konsumsi penting.
Menurut Ardiwinata (1981) ikan tawes merupakan ikan herbivor, daun-daunan
merupakan pakan yang penting bagi tawes.
Ikan tawes tergolong kedalam keluarga Cyprinidae dan bentuk tubuhnya
hampir mirip dengan ikan mas dan ikan nilem. Bentuk tubuh ikan tawes agak
memanjang, pipih ke samping, bentuk punggung membusur sehingga kelihatan
seperti segitiga. Tinggi badan ikan ini 1 : 2,4 2,6 kali panjang standar. Moncong
runcing, mulut terletak di ujung tengah, kecil dam mempunyai dua pasang sungut
yang sangat kecil. Permukaan sirip punggung seprti jari-jari. Sirip dubur
bercagak, permukaan sirip ini berhadapan dengan sisi linear latelaris ke 19. Sirip
ekor juga bercagak dalam (simetris) dengan lobus membulat. Sisik garis rusuk
(linear literalis) berjumlah 29-31- buah. Sisik relatif besar dengan warna putih
keperak - perakan, dibagian punggung warna lebih gelap sedangkan dibagian
perut berwarna lebih putih.
Berikut klasifikasi ikan tawes menurut Nelson (2006)
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Animalia
: Chordata
: Actinopterygii
: Cyprinformes
: Cyprinidae
: Barbonymus
: Barbonymus goniomus

Gambar 1. Ikan Tawes


Ikan tawes biasa hidup di sungai yang berarus deras, walaupun demikian
tawes juga bisa hidup diperairan payau sampai pada salinitas 7 ppt. Ini menujukan

bahwa tawes dapat hidup di daerah dengan ketinggian 0-800 mdpl dengan suhu
optimun antara 250C-330C dan suhu minimal 150C (Sukaya 2011).
Ikan tawes termasuk ikan herbivora (Departemen Pertanian 1977).
Tanaman air seperti Hydrilla verticilata Presl dan Ceratophullum demersum L
merupakan makanan utama ikan tawes. Ikan yang telah dewasa bahkan memakan
daun daunan dari darat seperti daun singkong, rumput - rumputan dan daun talas.
Dalam stadium larva, tawes mengkonsoumsi alga bersel satu (uniseluler) dan
zooplankton yang halus sedangkan dalam stadium benih ikan sampai dewasa,
mereka mengkonssumsi daun-daunan. Tawes dapat juga diberi makan tambahan
seperti sisa-sisa dapur, dedak, dan bungkil (Susanto 1999). Ikan tawes juga sering
diberikan pakan berupa daun eceng gondok sebagai sampingan pengganti pellet,
karena pada dasarnya ikan ini termasuk kedalam golongan herbivora.
2.3

Eceng Gondok
Eceng gondok adalah tumbuhan air yang mengapung (floating). pertama

masuk ke Indonesia yaitu pada tahun 1894 di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman
hias. Tumbuhan air ini hidup pada iklim tropis dan subtropis (Gopal 1981). Eceng
gondok memilik daun berwarna hijau yang licin berkilat bentuknya bulat dan
lebar 2-5 inci. Memiliki bunga berawarna ungu dan memiliki garis kuning pada
bunga yang besar (Godfrey 2000).
Berikut kerupakan klasifikasi dari tumbuhan air eceng gondok menurut
(Gopal 1981) :
phylum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Spermatophyta
: Monocotyledone
: Liliaceae
: Pontederiaceae
: Eichhornia
: Eichhornia crassipes (Mart) Solms.

Gambar 2. Eceng Gondok yang Tumbuh di KJA


Eceng gondok selama ini masih dianggap oleh sebagian orang sebagai
limbah dan sering mengotori aliran sungai. Pertumbuhan yang cepat dan
kerapatan eceng gondok yang tingi menyebabkan tumbuhan ini di anggap sebagai
gukma yang dapat merusak lingkungan perairan. Gangguan ini bisa dirasakan
langsung atau tidak langsung terhadap pemanfaatan perairan secara optimal, untuk
itu diperlukan penanganan yang tepat agar dampak positifnya tetap dapat
berfungsi dengan baik (Kurniadie 2002).
Eceng gondok banyak digunakan sebagai bioindikator pencemaran air
karena kemampuannya menyerap logam berat dalam tubuhnya. Eceng gondok
juga memiliki berbagai manfaat untuk mengolah limbah domestik dan limbah
industri. Eceng gondok merupakan biofilter yang dapat menyerap logam berat
seperti timbal, kadnium, dan nikel dalam jumlah tinggi tanpa menunjukan tandatanda toksisitas (Wolverton dan Mc Donald 1979).
Berdasarkan bahan kering dari eceng gondok memiliki nilai nutrisi
sebagai berikut,
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Eceng Gondok
Komponen

Kandungan Bahan

Protein kasar
Abu
Lemak Kasar
Serat Kasar
Sumber : (Astuti, 2008).

9,8 - 12,0%
11,9 - 23,9%
1,1 3,3%
16,8 24,6%

Kandungan protein yang ada masih cukup memadai untuk digunakan


sebagai bahan pakan alternatif. Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan pakan
pada ikan memang baru dan belum banyak digunakan.
Eceng gondok sebagai bahan pakan alternatif sangat mudah untuk
didapatkan karena bahan ini tersedia banyak di alam dan masih belum

termanfaatkan dengan baik ditambah bahan ini termasuk bahan pakan yang
murah.
2.4

Pakan
Pakan merupakan bagian terpenting dalam budi daya ikan, pakan terdiri

dari dua jenis yaitu pakan alami dan dan pakan buatan. Pakan alami adalah pakan
yang berasal dari alam, baik dari tumbuhan dan hewan yang dapat dikonsumsi
oleh ikan. Pakan buatan dapat diberikan sebagai pakan utama atau tambahan.
Pakan buatan terdiri dari campuran bahan-bahan alami maupun olahan serta
dibentuk sedemikian rupa sehingga ikan tertarik untuk memakannya (Haetami
1997).
Pakan buatan sudah banyak tersedia di toko-toko baik pertanian atau
perikanan. Dalam memberikan pakan buatan hal paling terpenting adalah
kandungan protein yang ada dalam pakan agar kebutuhan nutrisi ikan dapat
terpenuhi. Nilai nutrisi pakan pada umumnya dilihat dari komposisi dan gizinya.
Beberapa komponen nutrisi yang penting yang harus tersedia dalam pakan antara
lain, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral.
Secara tradisional, beberapa petani ikan sering memberi berbagai macam
daun-daunan sebagai pakan tambahan untuk ikan budidaya. Daun-daunan yang
diberikan, antara lain kangkung, talas, singkong, ubi jalar, dan pepaya, daun ini
relatif disukai ikan. Pemanfaatan eceng gondok (Eichornia crassipes) sebagai
bahan pakan pada ikan memang baru dan belum banyak digunakan karena bahan
ini memiliki serat kasar yang tinggi. Namun dengan pengolahan yang tepat maka
bukan tidak mungkin eceng gondok bisa dimanfaatkan sebagai pakan alternatif.
2.5

Kualitas Air
Ikan budidaya tumbuh dengan baik pada perairan yang kualitas airnya

optimal. Kualitas air adalah gambaran dari kesuburan suatu perairan. Beberapa
parameter air yang dapat dijadikan acuan dalam menilai kualitas suatu perairan.
Kualitas air untuk usaha budidaya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu,
oksigen terlarut, dan pH.

10

Dalam budidaya ikan tawes sangat cocok pada ketinggian 0-800 mdpl
dengan suhu optimun antara 250C-330C dan suhu minimal 150C (Sukaya 2011).
Suhu bisa mempengaruhi proses pencernaan, dimana jika suhu hangat pencernaan
akan berlangsung baik begitu juga sebaliknya. Derajat keasaman atau pH
mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad
renik. Perairan asam kurang baik bagi budidaya karena bisa membunuh ikan
budidaya, pH yang baik untuk budidaya ikan tawes berkisar antara 6,7 sampai 8,6
(Evi 2001).
Kandungan oksigen terlarut diperlukan oleh ikan untuk pernafasan,
oksigen terlarut didapatkan dari difusi oksigen bebas dari udara kedalaman air
atau sebagian dari hasil fotosintesis tumbuhan air, kebutuhan oksigen bervariasi
dan tergantung dari jenis ikan. Menurut Handajani dan Widodo (2010) untuk ikan
mas adalah lebih dari 3 mg/L.

Anda mungkin juga menyukai