Anda di halaman 1dari 7

KOLEKSI DAN IDENTIFIKASI OOSIT PADA OVARIUM

Tujuan
Bertujuan untuk mengetahui cara mengoleksi oosit dari ovarium sekaligus
kualitas oosit yang dikoleksi dengan metode yang berbeda.

Frekuensi
Pemeriksaan koleksi dan evaluasi oosit
November

dilakukan pada tanggal 10

2014 di Laboratorium Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan

Unsyiah.

Prinsip
Metode koleksi oosit yang berbeda akan menghasilkan kualitas dan
kuantitas oosit yang berbeda.

Langkah Kerja
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah pinset, scaple, cawan petri, mikroskop dan
gunting. Bahan yang digunakan adalah sepasang ovarium dan NaCL.
Prosedur Kerja
Sample sepasangOvarium yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan
(RPH) dimasukkan ke dalam larutan NaCl fisiologis.

Metode Aspirasi (Hisap)


Cairan folikel permukaan (berukuran 2-6 mm) diaspirasi dengan jarum
suntik ukuran 18 G atau 20 G dan spuit 2,5 cc yang mengandung larutan NaCl
fisiologis steril. Cairan folikel yang dihisap kemudian ditumpahkan ke dalam
cawan petri yang mengandung larutan NaCl fisiologis steril. Kemudian dilakukan
pengamatan dan identifikasi oosit di bawah mikroskop.
Metode Slicing
Ovarium ditempatkan di dalam cawan petri yang mengandung larutan
NaCl fisiologis steril dicincang halus-halus dengan scalpel. Potongan-potongan
jaringan tersebut kemudian dikeluarkan. Larutan yang tertinggal di cawan petri
kemudian diperiksa di bawah mikroskop stereo untuk pengamatan dan identifikasi
oosit.
Metode Puncture (Tusuk)
Ovarium ditempatkan pada cawan petri yang diberi larutan N aCL
fisiologis, lalu ovarium ditusuk dan cairan yang keluar diperiksa dibawah
mikroskop untuk dilakukan pemeriksaan oosit.

Hasil Kegiatan
Setelah dilakukan praktikum mahasiswa ko-asistensi dapat mengetahui
metode-metode yang digunakan untuk koleksi oosit pada ovarium.
Berdasarkan kegiatan koleksi oosit yang telah dilakukan diperoleh oosit
dengan metode aspirasi dan metode slicing namun memperoleh oosit yang
berbeda ukuran cumulusnya , sedangkan untuk metode puncture tidak didapatkan
hasil.

Gambar 1. Metode Aspirasi

Gambar 2. Metode Slicing

Diskusi
Ovarium pada hewan berina merupakan tempat produksi oosit. Setiap
ovarium mengandung oosit dalam jumlah yang sangat banyak, tetapi hanya
sedikit sekali dari jumlah oosit tersebut yang dimatangkan dan diovulasikan
selama masa reproduktif (Austin dan Short, 1984). Perkembangan oosit pada
ovarium dipengaruhi oleh beberapa aktifitas sel lain yang berada disekitarnya
yakni sel folikel, sel granulose dan zona pelusida (Byskov dan Hoyer, 1988). Pada
ovarium mamalia, setiap satu siklus reproduktif normal akan mematangkan satu

oosit dominan dalam satu folikel yang mengakibatkan terjadi ovulasi tunggal
(hanya dilepaskan satu oosit).
Pematangan oosit in vitro adalah pematangan oosit pada medium di luar
tubuh dan dikultur secara in vitro. Adanya tehnik pematangan in vitro
dimungkinkan untuk memperoleh oosit matang dalam jumlah besar dengan cara
menanam telur yang belum diovulasikan dalam medium pematangan (Bavister
dkk., 1992). Pematangan oosit primer dapat berkembang menjadi oosit sekunder
yang akan melakukan proses pembelahan meiosis dengan normal dan sempurna
sehigga menghasilkan sel telur yang siap untuk dibuahi. Oosit yang matang in
vivo dan in vitro tidak ada perbedaan yang nyata dalam tingkat pematangan inti,
fertilisasi atau pembelahan, tetapi bagaimanapun tergantung dari perkembangan
kemampuan pada oosit itu sendiri (Greve dkk., 1993).
Prosedur koleksi oosit ovarium dari rumah potong hewan (RPH) telah
banyak dilakukan di Laboratorium penghasil embrio secara in vitro. Ada beberapa
metode koleksi oosit yang telah diterapkan, yaitu: metode aspirasi, metode
puncture dan metode slicing. Kriteria penilaian oosit:
- Complete: terdapat sel-sel cumulus oophorus, terdapat lebih dari 3 lapisan
-

tebal (5 lapisan tebal), oosit kelihatan kompak


Partital: terdapat sel-sel cumulus oophorus, terdiri dari 3 lapisan tebal, oosit

kelihatan kompak, oosit kelihatan kompak


Expanded: terdapat sel-sel cumulus oophorus, sel-sel cumulus meunjukan
ekspansi (meluas), sel-sel cumulus kelihatan dalam bentuk kumpulan hitam

terpencar-pencar
Nude: tidak ada kumpulan sel-sel yang mengelilingi oosit, oosit hanya
dikelilingi zona pelucida secara merata. (Tim Laboratorium Reproduksi,
2009).
IVF merupakan teknologi produksi embrio pada media di luar tubuh

(Jaswandi dkk., 2001). Teknologi fertilisasi secara in vitro (IVF) pada ternak,
khususnya sapi merupakan salah satu usaha memanfaatkan limbah ovari dari
induk sapi betina yang dipotong di Rumah Potong Hewan. Fertilisasi in vitro
(IVF) merupakan teknologi yang memproduksi embrio dalam jumlah banyak dan
relative murah. Perkembangan IVF telah semakin meluas dengan menggunakan

materi, baik dari sapi yang masih hidup maupun yang sudah dipotong. Ovarium
sapi yang berasal dari Rumah Potong Hewan merupakan sumber oosit yang
murah dan mampu menyediakan oosit dalam jumlah yang banyak. Namun
demikian belum semua potensi ovarium dapat dimanfaatkan karena daya hidup
oosit yang terbatas dan medium yang digunakan dalam pematangan oosit in vitro
masih belum dapat menghasilkan angka pematangan oosit yang optimal.
Teknologi fertilisasi in vitro dapat menjadi alternative untuk produksi embrio
dalam jumlah banyak. Produksi embrio in vitro telah banyak dilakukan pada sapi
(Trounson dkk., 1992).
Prosedur fertilisasi in vitro meliputi: pengambilan oosit dari ovarium,
maturasi oosit in vitro, kapasitasi sperma in vitro, fertilisasi in vitro, dan kultur
oosit yang sudah difertilisasi. Kemampuan maturasi oosit secara in vitro lebih
rendah daripada secara in vivo. Maturasi oosit secara in vitro dapat ditingkatkan
dengan penambahan hormon gonadotropin dalam media maturasi (Choi dkk.,
2001). Oosit yang diperoleh dari folikel ovarium merupakan oosit yang belum
matur, artinya belum mencapai tingkat maturasi sitoplasma yang siap dibuahi atau
difertilisasi. Sehingga oosit perlu dimaturasi terlebih dahulu sebelum dilakukan
fertilisasi in vitro (Putro, 1993). Oosit matur merupakan produk dari pembelahan
meiosis pertama yaitu oosit sekunder dan first polar body (PB I), yang terletak di
antara membran vitelina (membran plasma) dan zona pelusida di ruang perivitelin.
Jumlah kromosom oosit berubah dari status diploid (2n) ke haploid (n).
Pembelahan meiosis pertama sempurna sesaat sebelum ovulasi pada sapi, babi
serta domba betina, dan segera setelah ovulasi pada kuda betina. Maturasi oosit
dipengaruhi oleh maturasi nukleus dan kualitas fisiologis dari nukleus, sitoplasma,
dan zona pelusida yang transparan. Beberapa komponen penting pada maturasi
nukleus dan sitoplasma yaitu terputusnya membran nukleus yang disebut germinal
vesicle break down (GVBD), ekstrusi polar body pertama (PB I), dan ekspansi
sel-sel kumulus (Gordon, 1994).
Sel-sel kumulus merupakan bagian dari folikel, pada saat ovulasi sel ini selalu
terbawa oleh oosit dan menempel pada oosit (Cole dkk., 1997). Fungsi sel

kumulus adalah sebagai agen komunikasi antar sel dan penghubung mekanisme
hormonal menuju oosit, karena pada sel-sel kumulus terdapat banyak reseptor
FSH dan LH, yang juga berfungsi sebagai reseptor PMSG dan HCG. Sel kumulus
juga berperan sebagai pemasok nutrisi untuk oosit. Selain itu, sel kumulus
mengalami ekspansi atau mengembang jika terstimulasi oleh adanya peningkatan
aktifitas peran hormon gonadotropin dan metabolisme seluler (Gibbonset dkk.,
1994).
Pelaksanaan pematangan oosit memerlukan kualitas oosit yang baik dan
pelaksanaan pembuahan diatur seperti keadaan alami pada saluran reproduksi
ternak betina. Proses pematangan oosit in vitro berguna untuk menyediakan oosit
yang berkembang baik pada sel kumulusnya, pematangan komponen sitoplasmik
dan pematangan inti pada tahap metafase II, yang selanjutnya diperlukan untuk
proses fertilisasi (Trounson, 1992). Oosit yang berkualitas baik dalam jumlahyang
cukup dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pematangan oosit secara invitro.
Kebutuhan oosit ini dapat dipenuhi dari limbah ovarium hewan betina tanpa
memperhatikan siklus berahinya (Bavister dkk., 1992).
In Vitro Maturation adalah pematangan oosit pada medium di luar tubuhdan
dikultur secara in vitro (Gordon dkk., 1994). Adanya teknik in vitro maturation
dimungkinkan untuk memperoleh oosit matang dalam jumlah besar dengan cara
menanam teluryang belum diovulasikan dalam medium pematan.gan. Pematangan
oosit primer dapat berkembang menjadi oosit sekunder yang akan melakukan
proses pembelahan meiosis dengan normal dan sempurna sehigga menghasilkan
sel telur yang siap untuk dibuahi (Trounson, 1992).

DAFTAR PUSTAKA

Austin, C.R., and R.V. Short (1984). Reproduction and Mammals, 3 Hormonal
Control of Reproduction, 2nd . Cambridge University Press.
Bavister, L.R. and K. Niwa. 1992. Ability of in vitro maturating bovine oocytes to
transform sperm nuclei to metaphase chromosomes. J.Rep.Fert.96: 565-572.
Byskov, A. G., Hoyer, P. E. 1988. Embryology of Mammalian Gonads and Ducts.
In: Knobil E, neill J, editor. The Physiology of Reproduction. New York:
Reven Press, Ltd. Pp 265-302.
Choi, Y.H., E.M. Carnevela, G.E. Seidel J.R. and E.L. Squires. 2001. Effects of
gonadotrophin on bovine oocytes matured in TCM-1999. Theriogenology
56:661-670.
Cole,H.H and P.T. Cupps. 1997. Reproduction In Domestic Animals. ThirdEdition.
Academic press Inc London.
Gibbons, J.R, W.E. Beal, R.L. Krisher, E.G Faber, R.E. Pearson, and
F.C.Gwazdauskas, 1994. Effects of Once-Versus Twice Weekly
TransvaginalFollicularAspiration of Bovine Oocyte Recovery and
EmbryoDevelopment. Theorigenology. 42:405-419.
Gordon, I. (1994). Laboratory Production of Cattle Embryos. Department
ofAnimal Science and Production. University College. Dublin. Ireland.
Greve, T, V. Madison, B. Avery, H. Callsen, and P. Hyteel, 1993. Production of
Bovine Embryos, A Progess Report and Conseguences on the
GeneticUpgrading of Catlle Population. J. Anim. Reprod. Sci. 33:51-69.
Jaswadi, A., Boediono In Vitro and M.A. Setiadi. 2001. In vitro maturation and
fertilization of sheep oocyte in absence co2. J.Reprod.1:56-60.
Tim Reproduksi. 2011. Penuntun Praktikum Ilmu Kebidanan dan Kemajiran.
Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai