Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Merokok bukan lagi hal yang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat.

Selain jarang diakui sebagai suatu kebiasaan yang buruk, kebiasaan merokok juga
sangat sulit dihilangkan. Begitu tinggi toleransi kepada perokok yang diberikan
oleh masyarakat, walaupun berbagai penelitian telah menunjukan bahwa merokok
adalah salah satu faktor resiko penting penyebab kematian.1 World Health
Organization (WHO) pada tahun 2008 menyatakan, jumlah perokok di dunia
mencapai 19,4% atau sekitar 1,3 miliar jiwa.2 Tingginya populasi dan konsumsi
rokok di dunia, menempatkan Indonesia pada urutan ke-5 dalam hal konsumsi
rokok setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang pada tahun 2007,
sedangkan pada tahun 2008, berdasarkan jumlah perokok, Indonesia adalah
negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia, setelah China dan India.3
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2010 menyatakan sebanyak 30,8% penduduk DKI Jakarta yang mempunyai
kebiasaan merokok, berusia lebih dari 15 tahun,4 dimana salah satu kalangan yang
tergolong pada usia remaja akhir tersebut adalah mahasiswa. Penelitian Min-Yan
Han, et al, menyatakan bahwa khususnya pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi tentang merokok, perilaku anti
merokok yang lebih kuat, dan mempunyai prevalensi untuk merokok yang lebih
rendah daripada mahasiswa yang bukan Fakultas Kedokteran.5 Namun, faktanya
masih ada mahasiswa Fakultas Kedokteran yang memiliki kebiasaan buruk yaitu
kebiasaan merokok.
Selain merupakan faktor resiko penyebab kematian, penelitian menyatakan
bahwa perokok sering mengeluhkan adanya masalah pada tidur. Masalah tersebut
diduga disebabkan oleh pengaruh nikotin dari rokok yang dihisap. 6 Berdasarkan
penelitian Hu Lizhen, et al, pria yang merokok 21-40 batang per hari mempunyai
angka kejadian yang tinggi mengenai kualitas tidur yang buruk, walaupun kualitas
tidur mereka bukan hanya dipengaruhi oleh rokok yang mereka konsumsi. 7

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur yaitu usia, banyaknya
aktivitas fisik seseorang, suatu penyakit yang diderita, stres emosional,
lingkungan, gaya hidup, diet dan konsumsi obat-obatan, alkohol serta zat-zat
kimia lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan bukan perokok,
perokok mengaku dua kali lebih sering mengantuk sepanjang harinya dan
mengaku kesulitan untuk tidur.8
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.
Tidur yang baik berkaitan erat dengan kuantitas tidur yaitu banyaknya waktu yang
dibutuhkan untuk tidur dan kualitas tidur, yaitu kemampuan individu untuk
menjaga tidurnya.9 Penelitian yang dilakukan oleh International Network for the
Demographic Evaluation of Populations and Their Health (INDEPTH) and the
World Health Organization (WHO) Study on Global Ageing and Adult Health
(SAGE) di delapan Negara kawasan Asia-Afrika menyatakan angka kejadian
tentang buruknya kualitas tidur di Indonesia, mempunyai angka terendah yaitu
8,5% (3,9% pada pria dan 4,6% pada wanita), hal ini disebabkan karena negaranegara berkembang cenderung mengabaikan pentingnya kualitas tidur, padahal
tanpa tidur yang adekuat dan kualitas tidur baik akan mengakibatkan gangguan
keseimbangan fisiologi dan psikologi.10
Kualitas tidur yang buruk juga sering diungkapkan oleh kelompok
mahasiswa. Tanpa waktu tidur yang cukup, kemampuan mahasiswa untuk
berkonsentrasi, membuat keputusan dan berpartisipasi dalam aktivitas harian akan
menurun, dimana hal-hal tersebut penting dalam menunjang pendidikannya. 11
Selain itu kualitas tidur yang buruk, dapat mengakibatkan antara lain menurunnya
motivasi, menurunnya ingatan, rasa lelah saat melakukan kegiatan di siang hari,
perubahan mood, penurunan imunitas tubuh, dan lain-lain.12
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penulis ingin mengetahui
gambaran mengenai kebiasaan merokok dan kualitas tidur pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dan melakukan penelitian yang berjudul
Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kualitas Tidur Pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran.

1.2

Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini

yaitu, Adakah hubungan antara kebiasaan merokok dengan kualitas tidur pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti?, dengan pertanyaan
penelitian, yaitu:
1. Adakah hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan kualitas
2.

tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti?


Adakah hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan kualitas

3.

tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti?


Adakah hubungan antara lama merokok dengan kualitas tidur pada

4.

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti?


Adakah hubungan antara derajat berat merokok dengan kualitas tidur
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kualitas tidur,
sehingga mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dapat
terhindar dari berbagai penyakit dan mampu menjadi mahasiswa yang
aktif dan produktif di segala bidang akademis maupun non akademis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti.
2. Mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti.
3. Mengetahui hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan
kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti.
4. Mengetahui hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan kualitas
tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
5. Mengetahui hubungan antara lama merokok dengan kualitas tidur pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
6. Mengetahui hubungan antara derajat berat merokok dengan kualitas
tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
1.4

Hipotesis

1. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kualitas tidur pada


mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
2. Ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan kualitas tidur
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
3. Ada hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan kualitas tidur
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
4. Ada hubungan antara lama merokok dengan kualitas tidur pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
5. Ada hubungan antara derajat berat merokok dengan kualitas tidur pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
1.5 Manfaat
1.5.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau kepustakaan
tambahan mengenai kebiasaan merokok dan kualitas tidur.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan dapat
digunakan untuk penelitian yang lebih lanjut mengenai hubungan
kebiasaan merokok dan kualitas tidur.
1.5.2 Bagi Profesi
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah luas wawasan dan
pengetahuan tentang dampak dari kebiasaan merokok dan kualitas
tidur yang buruk.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberi penjelasan tentang kualitas
tidur yang baik sehingga akan memberikan pengaruh terhadap
peningkatan produktivitas dan prestasi akademik maupun nonakademik.
1.5.3 Bagi Masyarakat
1. Penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi kepada masyarakat secara
umum dan khususnya mahasiswa/i yang memiliki kebiasaan merokok,
agar dapat lebih memahami dampak buruk dari merokok dan
memperhatikan kualitas tidurnya.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengertian, penjelasan dan
pemahaman yang lebih rinci tentang kebiasaan merokok, dampak
buruk merokok dan pentingnya kualitas tidur seseorang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rokok
2.1.1 Definisi rokok
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana
Rustica dan species lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar
dengan atau tanpa bahan tambahan. Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang
bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat,
oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan.13

2.1.2 Kandungan rokok


Tembakau dalam satu batang rokok yang dihisap seseorang mengandung
sekitar 4000 elemen racun dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi
kesehatan.14 Adapun zat-zat beracun yang terdapat dalam sebatang tembakau,
antara lain: karbon monoksida, nikotin, hidrogen sianida, amonia, aseton, fenol,
dan dimetilnitrosamin.15 Adapun efek yang dapat ditimbulkan oleh beberapa zat
diatas, yaitu:
1. Karbon Monoksida (CO)
Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur
karbohidrat atau karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau dapat
mencapai 3%-6% dan gas ini dapat dihisap oleh siapa saja. Gas CO
mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel
darah merah, lebih kuat dibandingkan oksigen, sehingga pasokan oksigen ke
sel-sel tubuh semakin berkurang.16 Sel tubuh yang kekurangan oksigen akan
mengalami spasme, yaitu mempersempit diameter pembuluh darah. Bila
proses ini berlangsung terus-menerus, maka pembuluh darah akan mudah
rusak. Selain itu, kurangnya oksigen terhadap sel-sel tubuh akan
menimbulkan banyak masalah dari cedera sel hingga kematian sel.17
2. Nikotin
Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0.5-3 nanogram, dan
semuanya diserap sehingga di dalam cairan darah ada sekitar 40-50
nanogram nikotin setiap 1 ml-nya. Nikotin bukan merupakan komponen
karsinogenik. Hasil pembusukan panas dari nikotin seperti dibensakridin,
dibensokarbasol, dan nitrosamin tersebut yang akan bersifat karsinogenik.
Pada paru-paru, nikotin akan menghambat aktivitas silia. Selain itu, nikotin
juga memiliki efek adiktif dan psikoaktif. Perokok akan merasakan
kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi dan keterikatan fisik. Hal inilah
yang menyebabkan mengapa kebiasaan merokok susah untuk dihentikan.
Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon katekolamin
(adrenalin) yang bersifat memacu jantung untuk bekerja. Hal ini yang
nantinya dapat menyebabkan terjadinya hipertensi.16 Efek lain adalah

merangsang agregasi trombosit. Trombosit akan menggumpal dan akan


menyumbat pembuluh darah yang sudah sempit akibat CO.17
3. Hidrogen Sianida (HCN)
HCN merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar,
dan sangat efisien untuk menghalangi merusak saluran pernapasan.
4. Amoniak
Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan
hidrogen. Zat ini berbau tajam dan sangat merangsang. Begitu kerasnya
racun yang ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikit ke dalam
peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.
5. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa
zat organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini
beracun dan membahayakan karena fenol terikat pada protein sehingga
menghalangi aktivitas enzim.
6. Aseton
Aseton adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan
alkohol.
7. Metanol
Metanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah
terbakar. Meminum atau menghisap metanol mengakibatkan kebutaan
bahkan kematian.
8. N-nitrosamina
N-nitrosamina dibentuk oleh nirtrasasi amina. Asap tembakau mengandung
2 jenis utama N-nitrosamina, yaitu Volatile N-Nitrosamina (VNA) dan
Tobacco N-Nitrosamina. Hampir semua Volatile N- Nitrosamina ditahan
oleh sistem pernapasan pada inhalasi asap tembakau. Jenis asap tembakau
VNA diklasifikasikan sebagai karsinogen yang potensial.
Dikenal juga zat-zat lain yaitu toluen, metanol, arsenik, butan, naftalen, dan
DDT dalam tembakau yang mempunyai efek buruk pada tubuh. 15 Selain zat-zat di

atas, di dalam setiap batang tembakau, terdapat zat-zat racun yang bersifat
karsinogenik, antara lain:
1. Kadmium
Kadmium adalah zat yang dapat merusak jaringan tubuh terutama ginjal.
2. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH)
Senyawa hidrokarbon aromatik yang memiliki cincin dideskripsikan sebagai
Fused Ring System atau PAH. Beberapa PAH yang terdapat dalam asap
tembakau antara lain Benzo (a) Pyrene, Dibenz (a,h) anthracene, dan
Benz(a)anthracene. Senyawa ini merupakan senyawa reaktif yang
cenderung membentuk epoksida yang metabolitnya bersifat genotoksik.
Senyawa tersebut merupakan zat yang bersifat karsinogenik.
Zat-zat lain yang dapat menimbulkan karsinogenik, yaitu toluidine,
urethane, dibenhacridine, polonium-210, napthylamine, pyrene, dan vinyl
chloride.14
2.1.3 Jenis rokok
Jenis-jenis rokok ini dibedakan berdasarkan bahan pembungkus rokok dan
bahan baku atau isi rokok. Rokok berdasarkan bahan pembungkusnya dibagi
menjadi empat, yaitu: rokok klobot (rokok yang bahan pembungkusnya berupa
daun jagung), rokok kawung (rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun
aren), rokok sigaret (rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas) dan rokok
cerutu (rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau). Berdasarkan
bahan yang digunakan terdapat rokok sigaret terbuat dari daun tembakau, dan
rokok kretek dibuat dari daun tembakau dan mempunyai campuran aroma dan
rasa cengkeh. Rokok putih, yaitu rokok tanpa campuran dan aroma rasa cengkeh.
Sedangkan rokok klobot dari daun jagung kering yang diisi dengan daun
tembakau murni dan cengkeh. Namun pada umumnya, rokok yang sering
dikonsumsi masyarakat terbagi menjadi 2 kelompok yaitu rokok putih (rokok
filter) dan rokok kretek (rokok non-filter). Rokok putih mempunyai kandungan
14-15 mg tar dan 2-3 mg nikotin, dimana kandungan tar dan nikotin tersebut lebih
rendah dibanding rokok kretek, karena kerendahan kadar tar dan nikotin ini justru

menjadi nilai jual bagi mereka, berkaitan dengan isu kesehatan. Rokok kretek
memiliki sekitar 20 mg tar dan 4-5 mg nikotin, lebih besar kandungan tar dan
nikotinnya dari rokok putih.14
2.1.4 Kategori perokok
Perokok tebagi atas empat kategori,yaitu:
1.

2.

Bukan perokok (non smokers), adalah seseorang yang belum pernah


mencoba merokok sama sekali.
Perokok tetap atau perokok reguler (daily smokers), adalah seseorang yang
teratur merokok baik dalam hitungan mingguan atau dengan intensitas yang

3.

4.

lebih tinggi lagi.


Perokok eksperimen (non-daily smokers), adalah seseorang yang telah
mencoba merokok tapi tidak menjadikannya sebagai suatu kebiasaan.
Mantan perokok (former smokers), adalah seseorang yang pernah mencoba
merokok dan sekarang telah meninggalkan kebiasaannya tersebut.18
Berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap per harinya, perokok terbagi

atas tiga kategori, yaitu:


1.

2.

3.

Perokok ringan, adalah seseorang yang menghisap rokok antara 1- 10


batang perhari.
Perokok sedang, adalah seseorang yang menghisap rokok antara 11-20
batang perhari.
Perokok berat, adalah seseorang yang menghisap rokok lebih dari 20 batang
perhari.19
Sedangkan berdasarkan lama merokok, perokok dibedakan menjadi:

1.

2.

3.

Perokok ringan, adalah perokok yang memiliki lama merokok kurang dari
10 tahun.
Perokok sedang, adalah perokok yang memiliki lama merokok sekitar 10
sampai 20 tahun.
Perokok berat, adalah perokok yang memiliki lama merokok lebih dari 20
tahun.20

2.1.5 Derajat berat merokok

Derajat berat merokok ditentukan oleh Indeks Brinkman, yaitu perkalian


jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan lama
merokok dalam satuan tahun. 21 Hasil perkalian tersebut akan dikategorikan atas:
1. Derajat ringan, adalah perokok yang mempunyai hasil Indeks Brinkman 0200.
2. Derajat sedang, adalah perokok yang mempunyai hasil Indeks Brinkman
200-600.
3. Derajat berat, adalah perokok yang mempunyai hasil Indeks Brinkman lebih
dari 600.
2.2 Tidur
2.2.1 Definisi tidur
Tidur adalah suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga.
Tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak berkurang selama tidur. Selama tahaptahap tidur tertentu, penyerapan oksigen oleh otak bahkan meningkat melebihi
normal sewaktu terjaga. 22 Tidur dianggap penting karena tidur merupakan suatu
kebutuhan atau perilaku yang mendasari aktivitas sehari-hari setiap manusia di
dunia.23 Tidur juga didefinisikan sebagai fenomena universal, dimana setiap
organisme mempunyai gen dalam DNA nya yang berfungsi untuk mengatur siklus
aktivitasnya, termasuk tidur.24
2.2.2 Fisiologi Tidur
Siklus tidur diatur oleh dua proses yang dihasilkan otak. Proses pertama
yaitu respon otak terhadap lama seseorang dalam keadaan terjaga. Semakin lama
seseorang berada dalam keadaan terjaga tanpa tidur yang cukup, semakin kuat
dorongan yang ditimbulkan otak untuk tidur. Proses yang kedua yaitu diatur oleh
waktu siklus tidur-bangun tiap harinya yaitu siklus siang-malam. Waktu tidur
diatur oleh nukleus suprakiasmatikum dari hipotalamus, yang berespon terhadap
cahaya dan menimbulkan rasa kantuk saat keadaan gelap pada malam hari.22
Selain hipotalamus, pusat-pusat pengatur tidur terdapat di dalam batang
otak. Batang otak adalah penghubung vital antara medulla spinalis dan bagianbagian otak yang lebih tinggi. Pada batang otak terdapat suatu anyaman neuron-

10

neuron yang saling berhubungan yang disebut formasio retikularis, meluas di


seluruh batang otak dan masuk ke dalam talamus. Serat-serat asendens yang
berasal dari formasio retikularis membawa sinyal ke atas untuk membangunkan
dan mengaktifkan korteks serebri. Serat-serat ini membentuk sistem aktivasi
reticular atau reticular activating system, yang mengontrol derajat keseluruhan
kewaspadaan korteks dan penting dalam kemampuan untuk mengarahkan
perhatian. 22
Siklus tidur-bangun adalah suatu variasi siklik normal dalam kesadaran akan
lingkungan. Berbeda dari keadaan terjaga, orang yang tidur tidak secara sadar
mengetahui dunia eksternal, tetapi mereka memiliki pengalaman kesadaran dunia
internal misalnya mimpi. Selain itu, mereka dapat dibangunkan dengan
rangsangan luar, misalnya bunyi alarm. Siklus tidur-bangun serta berbagai tahapan
tidur disebabkan oleh hubungan timbal-balik antara tiga sistem saraf, yaitu (1)
sistem keterjagaan, yaitu bagian dari sistem aktivasi reticular (SAR) yang berasal
dari batang otak. (2) pusat tidur gelombang lambat atau Non Rapid Eye Movement
(NREM) di hipotalamus yang mengandung neuron-neuron yang menginduksi
tidur. (3) pusat tidur paradoksal Rapid Eye Movement (REM) di batang otak yang
mengandung neuron-neuron yang berperan sewaktu tidur REM.22 Proses yang
terjadi diantara fase tidur NREM dan REM disebut irama ultradian, yaitu kejadian
berulang pada jam biologis yang kurang dari 24 jam. Proses fisiologi tidur juga
merupakan modulator penting pada fungsi kardiovaskular. Siklus tidur-bangun
atau irama sirkadian yang normal akan memberi efek yang signifikan pada sistem
saraf otonom, sistem hemodinamik sistemi, fungsi jantung dan fungsi endotel
pembuluh darah.25
Adapun neurotransmiter yang berperan dalam siklus tidur-bangun antara
lain: asetilkolin, dopamin, norepinefrin, serotonin, dan GABA. Peran masingmasing neurotransmitter secara umum akan berpengaruh terhadap tidur dan
keterjagaan. Asetilkolin dihasilkan oleh sel-sel yang terdapat pada lateral dorsal
tegmental dan pedunduculopontine tegmental. Kadar asetilkolin meningkat saat
keadaan terjaga, begitu juga dopamin yang dihasilkan pleh substansia nigra, akan
meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan seseorang.26 Norepinefrin dihasilkan

11

oleh sel-sel yang terdapat pada locus coeruleus. Pada keadaan tidur paradoksal
atau REM, kadar norepinefrin sangat sedikit bahkan norepinefrin berhenti
dihasilkan, namun kadarnya akan meningkat tajam saat terbangun atau terjaga.
Sedangkan serotonin dihasilkan di nucleus raphe. Kadar serotonin akan
meningkat dalam keadaan terjaga, menurun selama fase tidur gelombang lambat
atau NREM stadium 3 dan 4 dan berhenti dihasilkan saat tidur paradoksal atau
REM dan perlahan-lahan meningkat kembali setelah tidur REM.22 Melantonin
juga berperan pada regulasi siklus tidur normal. Hormon ini diproduksi oleh
glandula pineal. Melantonin diproduksi saat keadaan gelap, maka dari itu kadar
tertinggi melantonin adalah saat tidur. Melantonin dihasilkan sebagai respon
terhadap perubahan cahaya dan menghambat neurotransmitter yang berhubungan
dengan keadaan terjaga, seperti norepinefrin, dopamin dan serotonin. Maka,
melantonin dihubungkan sebagai hormon yang menginduksi rasa kantuk.27 Tidur
gelombang lambat atau NREM diinisiasi oleh sinyal yang berasal dari
ventrolateral preoptic area. Pada daerah ini dihasilkan GABA, yang akan
memproyeksikan sinyal inhibisi kepada serotonin, norepinefrin dan dopamine
yang berfungsi menjaga kesadaran, sehingga akan mengakibatkan tidur.
Selanjutnya neurotransmitter tersebut akan melakukan umpan balik yang
berakibat menurunnya aktivasi GABA. Proses inilah yang mendasari siklus tidurbangun.28
2.2.3 Tahapan Tidur
Terdapat dua fase tidur, yang ditandai oleh pola EEG yang berbeda dan
perilaku yang berlainan, yaitu tidur gelombang lambat atau Non Rapid Eye
Movement (NREM) dan tidur paradoksal atau Rapid Eye Movement (REM).29
Tidur gelombang lambat terjadi dalam empat stadium, yaitu tidur stadium satu,
tidur stadium dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium empat; yang masingmasing memperlihatkan gelombang EEG yang semakin pelan dengan amplitudo
lebih besar (Lihat Tabel 2.1). 22
Pada fase awal tidur, seseorang akan berada dalam tidur stadium satu dan
mencapai tidur dalam stadium empat dalam waktu 30 sampai 45 menit, kemudian

12

dapat kembali melalui stadium-stadium yang sama dalam periode waktu yang
sama. Pada akhir masing-masing siklus tidur gelombang lambat terdapat episode
tidur paradoksal selama 10 sampai 15 menit. Pola EEG pada fase ini, mendadak
berubah seperti dalam keadaan terjaga, meskipun seseorang tersebut masih
tertidur lelap. Setelah fase tidur paradoksal tersebut, stadium-stadium tidur
gelombang lambat kembali berulang.
Sepanjang malam, seseorang secara siklis bergantian mengalami kedua fase
tidur tersebut, sekitar 4-6 siklus dalam semalam (Lihat Tabel 2.2). 22 Pada siklus
pertama dan kedua, tidur gelombang lambat akan mendominasi dan diikuti oleh
tidur paradoksal yang singkat, namun pada dua atau tiga siklus terakhir, tidur
paradoksal akan mendominasi bahkan hingga 30-40 menit diikuti oleh tidur
gelombang lambat.30 Dalam siklus tidur normal, seseorang selalu melewati fase
tidur gelombang lambat sebelum masuk pada fase tidur paradoksal.

Tabel 2.1. Fase Tidur


Tahapan Siklus Tidur
Stadium 1 NREM

Stadium 2 NREM

Stadium 3 NREM

Karakteristik
Tahap transisi diantara mengantuk dan tertidur.
Ditandai dengan pengurangan aktivitas fisiologis
yang dimulai dengan menutupnya mata,
pergerakan lambat, otot berelaksasi serta
penurunan secara bertahap tanda-tanda vital dan
metabolisme, menurunnya denyut nadi.
Seseorang mudah terbangun pada tahap ini.
Tahap ini berakhir selama 5 hingga10 menit.
Tahap tidur ringan
Denyut jantung mulai melambat, menurunnya suhu
tubuh, dan berhentinya pergerakan mata.
Masih relatif mudah untuk terbangun.
Tahap ini dan akan berakhir 10 hingga 20 menit.
Tahap awal dari tidur yang dalam .
Laju pernapasan dan denyut jantung terus
melambat karena sistem saraf parasimpatik
semakin mendominasi, otot skeletal semakin
berelaksasi,
terbatasnya
pergerakan
dan

13

Stadium 4 NREM

Stadium REM

mendengkur mungkin saja terjadi.


Pada tahap ini, seseorang yang tidur sulit
dibangunkan.
Tahap ini berakhir 15 hingga 30 menit.
Tahap tidur terdalam.
Tidak ada pergerakan mata dan aktivitas otot.
Tahap ini ditandai dengan tanda-tanda vital
menurun secara bermakna dibanding selama
terjaga, laju pernapasan dan denyut jantung
menurun sampai 20-30%.
Seseorang yang terbangun pada saat tahap ini tidak
secara langsung menyesuaikan diri, sering merasa
pusing dan disorientasi untuk beberapa menit
setelah bangun dari tidur.
Ditandai dengan pergerakan mata secara cepat ke
berbagai arah, pernapasan cepat, tidak teratur, dan
dangkal, meningkatnya denyut jantung dan tekanan
darah.
Durasi dari tidur REM meningkat pada tiap siklus,
dari 10 sampai 15 menit hingga 20 menit.

Tabel 2.2 Perbandingan Tidur Gelombang Lambat dan Tidur Paradoksal


Jenis Tidur
Karakteristik
Tidur Gelombang Lambat
Tidur Paradoksal
(NREM)
(REM)
EEG
Memperlihatkan
Serupa dengan EEG pada
gelombang-gelombang
orang yang sadar penuh
lambat
Aktivitas Motorik
Tonus otot cukup, sering
Inhibisi mendadak tonus
bergerak, pada stadium
otot
selanjutnya berkurang
Kecepatan Jantung, Penurunan ringan
Ireguler
Kecepatan
Pernapasan, Tekanan
Darah
Bermimpi
Jarang (aktivitas mental
Sering (mimpi terlihat
adalah kelanjutan dari
lebih nyata)
pikiran-pikiran sewaktu
terjaga)
Saat bangun
Mudah dibangunkan, pada
Lebih sulit dibangunkan

14

stadium lebih dalam, lebih


sulit dibangunkan
Presentase
Tidur

Waktu 80%

tetapi cenderung
terbangun dengan
sendirinya
20%

2.2.4 Pola tidur


Pola tidur yang baik dan teratur akan memberikan efek yang baik terhadap
kesehatan. Tidur yang cukup berkaitan erat dengan kuantitas tidur (banyaknya
waktu yang dibutuhkan untuk tidur) dan kualitas tidur (kemampuan individu
untuk dapat tetap tidur). Dalam penelitiannya, Cappuccio, F, et al., melaporkan
bahwa kuantitas dan kualitas tidur mengalami banyak pergeseran di era modern
ini, diakibatkan oleh banyak faktor contohnya lama jam kerja, kerja shift dan lainlain.31 Hal ini menyebabkan penurunan pada lama tidur seseorang dan
meningkatnya keluhan subjektif tentang rasa lelah, lemas dan mengantuk di
sepanjang harinya.
2.2.4.1 Kuantitas tidur
Kuantitas tidur adalah keseluruhan waktu tidur yang dimiliki individu.
Jumlah waktu tidur yang dibutuhkan setiap individu berbeda-beda sesuai dengan
tahap perkembangannya, mulai bayi sampai lansia. Dengan kuantitas tidur yang
normal, belum menjamin seseorang tersebut mendapatkan tidur yang berkualitas.
Kurangnya waktu tidur adalah salah satu masalah pada anak-anak dan remaja
dewasa yang berdampak pada kemampuan belajar.32 Selain itu, kuantitas tidur
yang kurang pada murid ataupun mahasiswa berkaitan dengan kapasitas dan
performa saat belajar.33
2.2.4.2 Kualitas tidur
Kualitas tidur adalah kemampuan individu untuk tetap tertidur dan
mendapatkan jumlah tidur REM dan NREM yang tepat. Kualitas tidur yang baik
akan ditandai dengan tidur yang tenang, merasa segar pada pagi hari dan merasa
semangat untuk melakukan aktivitas. Kualitas tidur juga berhubungan dengan
kepuasan

seseorang

terhadap

tidur,

sehingga

seseorang

tersebut

tidak

15

memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,
kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih,
perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk.
Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk
hidup seseorang.34 Tidur yang tidak adekuat dan kualitas tidur buruk, dapat
mengakibatkan gangguan keseimbangan fisiologi dan psikologi. Dampak fisiologi
meliputi penurunan aktivitas sehari-hari, rasa lelah, lemah, proses penyembuhan
lambat, daya tahan tubuh menurun dan ketidakstabilan tanda-tanda vital.
Sedangkan dampak psikologis meliputi depresi, cemas dan tidak dapat
berkonsentrasi.35
Aspek-aspek kualitas tidur dirumuskan berdasarkan pendapat ahli-ahli
psikologi modern berpandangan bahwa tidur yang baik ditandai oleh rasa lelap
selama tidur, waktu tidur yang cukup, tidak bermimpi buruk, dan merasa segar
saat terbangun.36 Selain itu, Busyee et al, melakukan penelitian tentang
pengukuran kualitas dan pola tidur dengan menggunakan The Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI)37, PSQI dapat membedakan antara kualitas tidur yang baik
dan kualitas tidur yang buruk.
Tabel 2.3 Komponen The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
7 Komponen
The Pittsburgh Sleep Quality Index
1. Kualitas tidur subjektif
2. Tidur laten
3. Lama tidur
4. Efisiensi tidur
5. Gangguan saat tidur
6. Pemakaian obat tidur
7. Disfungsi saat siang hari

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

16

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tidur, antara lain faktor


demografik yang berkaitan dengan usia, jenis kelamin dan ras, aktivitas fisik,
status kesehatan yaitu penyakit kronis yang diderita seseorang, status mental
seperti cemas dan depresi, lingkungan, indeks massa tubuh yaitu berat badan dan
berhubungan dengan diet, gaya dan pola hidup, selain itu pengaruh obat-obatan
dan zat-zat lain yang dapat mempengaruhi tidur.34
2.2.5.1 Usia
Jumlah waktu tidur dan kualitas tidur dapat berbeda sesuai dengan
perkembangannya. Bayi, balita, dewasa dan lanjut usia membutuhkan waktu tidur
yang berbeda-beda. Neonatus sampai usia 3 bulan rata-rata tidur sekitar 16-18 jam
sehari. Bayi memiliki siklus tidur yang lebih pendek dari orang dewasa yaitu 5060 menit. Sekitar 20-30% waktu tidur adalah tidur REM. Anak usia prasekolah
rata-rata tidur sekitar 11-12 jam setiap malamnya. Anak-anak usia sekolah (5-10
tahun) membutuhkan 10-11 jam tidur setiap hari, remaja (10-17 tahun)
membutuhkan 8,5-9,5 jam, dan orang dewasa membutuhkan 7-9 jam. Lansia tidur
sekitar 6 jam setiap malamnya dan 20-25% adalah tidur REM.9
2.2.5.2 Aktivitas Fisik dan Kelelahan
Aktivitas fisik dapat dideskripsikan dalam banyak hal, seperti latihan fisik
yaitu olahraga, maupun bekerja, baik bekerja di kantor, perusahaan maupun
pabrik. Masing-masing memiliki waktu bekerja yang berbeda. Kerja shift sering
dilaporkan berpengaruh pada kualitas tidur. Meningkatnya latihan fisik akan
meningkatkan waktu tidur REM dan NREM. Akan tetapi, kelelahan yang
berlebihan akibat beraktifitas yang meletihkan akan membuat sulit tidur.
Seseorang yang kelelahan memiliki waktu tidur REM yang pendek.38
2.2.5.3 Penyakit yang diderita
Setiap penyakit yang menyebabkan cedera pada sel, akan menimbulkan rasa
tidak nyamanan yang dapat meyebabkan masalah tidur. Seseorang dengan
masalah pada kardiovaskular dan diabetes mellitus, dilaporkan mempunyai

17

kualitas dan kuantitas tidur yang buruk.34


2.2.5.4 Stres Emosional
Kecemasan dan depresi yang terjadi secara terus menerus dapat menganggu
tidur.38 Cemas dapat meningkatkan kadar norepinefrin dalam darah melalui
stimulasi sistem saraf simpatik. Kadar norepinefrin berhubungan dengan keadaan
terjaga, hal ini tentu akan menyebabkan gangguan pada waktu tidurnya.29
2.2.5.5 Lingkungan
Lingkungan fisik tempat seseorang berada dapat mempengaruhi tidurnya.
Mulai dari ukuran, bahan baku, dan posisi tempat tidur akan mempengaruhi
kualitas tidur. Penelitian melaporkan suara dapat mempengaruhi tidur seseorang,
bising yang berasal dari sekitar tempat tinggal, kendaraan dan lalu lintas, bahkan
akibat cuaca, seperti suara angin dan hujan akan mempengaruhi tidur.24
Kebisingan dapat menyebabkan tertundanya tidur dan juga dapat membangunkan
seseorang dari tidur.40 Ketidaknyamanan dari suhu lingkungan dan kurangnya
ventilasi dapat mempengaruhi tidur.24
2.2.5.6 Gaya hidup dan Kebiasaan
Kebiasaan sebelum tidur dapat mempengaruhi tidur seseorang. Higeinitas
sebelum dan saat tidur berperan besar terhadap kualitas tidur seseorang.31
Kebiasaan sebelum tidur yang dapat dilakukan, seperti berdoa sebelum tidur,
menyikat gigi, minum susu, dan lain-lain. Waktu tidur dan bangun yang teratur
merupakan hal yang sangat efektif untuk meningkatkan kualitas tidur dan
mensinkronisasikan irama sirkadian.29
2.2.5.7 Indeks Massa Tubuh dan Kalori
Diet tinggi kalori, konsumsi kafein dan alkohol sebelum tidur, menyebabkan
kesulitan tidur. Kafein dan alcohol yang dikonsumsi pada malam hari mempunyai
efek produksi insomnia sehingga mengurangi atau menghindari zat tersebut
sebelum tidur adalah hal yang baik untuk meningkatkan waktu dan kualitas tidur.
Kehilangan berat badan juga berkaitan dengan penurunan waktu tidur total,

18

terganggunya tidur dan bangun lebih awal. Sedangkan, kelebihan berat badan
akan meningkatkan waktu tidur total.41
2.2.5.8 Obat-obatan dan Zat-zat kimia
Efek samping dari beberapa obat-obatan, mempengaruhi tidur orang.
Sedativa atau obat tidur dapat menganggu tidur NREM tahap 3 dan 4 serta dapat
menekan tidur REM. Beta-blockers dapat menyebabkan insomnia dan mimpi
buruk. Narkotik seperti morfin, dapat menekan tidur REM dan dapat
meningkatkan frekuensi bangun dari tidur dan mengantuk. Orang yang minum
alkohol dalam jumlah banyak sering mengalami gangguan tidur. Alkohol yang
berlebihan dapat menganggu tidur REM dan orang yang mengkonsumsi alkohol
sering mengalami mimpi buruk.10 Perokok juga sering mengeluhkan adanya
masalah dalam tidur, kemungkinan penyebab dari masalah ini adalah
ketergantungan nikotin.6

2.3. Hubungan antara kebiasan merokok dan kualitas tidur


Penelitian menyatakan gangguan tidur pada merokok erat kaitannya dengan
nikotin yang merupakan salah satu kandungan dalam rokok tersebut. Awalnya
nikotin berhubungan dengan HPA (Hipotalamus-hipofisis-adrenal) dan kortisol.
Kortisol mempunyai fungsi memodulasi dan mengatur aktivitas sistem saraf pusat
selama stres dan produksi kortisol berhubungan dengan kemampuan tubuh
mengatasi stres. Perokok mempunyai kadar kortisol yang lebih tinggi dibanding
bukan perokok dan merokok dilaporkan dapat merangsang pelepasan kortisol.
Kortisol tersebut akan berinteraksi dengan beberapa neurotransmitter yang
dihasilkan oleh pengaruh nikotin.6 Maka pelepasan kortisol tersebut akan
membuat perokok merasa lebih nyaman dan tenang saat merokok.
Dalam siklus tidurnya, seorang perokok akan merasa kesulitan untuk
memulai tidur akibat efek stimulasi dari nikotin.42 Efek dari nikotin tersebut antara
lain: pertama, nikotin dari asap rokok dapat merangsang pelepasan beberapa

19

neurotransmiter penting yang secara kolektif berpartisipasi dalam mengatur siklus


tidur. Kedua, perokok akan sering mengalami ketagihan asupan nikotin selama
tidur.43 Ketiga, konsekuensi medis yang terkait dengan perokok, seperti penyakit
paru-paru obstruktif kronis, yang dapat mengganggu kontinuitas tidur dan
memiliki dampak negatif pada siklus tidur.44 Epidemiologi menunjukkan bahwa
dibandingkan dengan bukan perokok, perokok mengalami kesulitan yang lebih
besar dalam memulai dan mempertahankan tidur dan bukan perokok umumnya
lebih puas dengan kualitas tidur mereka.43
Tercatat secara keseluruhan pada tahun 2004-2006, sekitar 21% penduduk
Amerika, yaitu dewasa muda adalah perokok. Berkaitan dengan lama jam tidur
yang mereka miliki, dilaporkan angka terendah yaitu 18% dari mereka memiliki
lama tidur sekitar 7-8 jam per hari, sedangkan angka tertinggi yaitu 31% memiliki
lama tidur kurang dari 6 jam per hari, dan sisanya 26% memiliki waktu tidur lebih
dari 8 jam per hari. Penelitian pada pria dan wanita, dilaporkan bahwa prevalensi
merokok lebih tinggi di antara mereka yang memiliki lama tidur kurang dari 6 jam
pada pria dan mereka yang tidur 7 sampai 8 jam pada wanita. Dari segi umur,
dilaporkan bahwa penduduk dewasa yang berumur 18-44 tahun dan memiliki
lama tidur kurang dari 6 jam per hari, 38% adalah perokok. Pada umur yang sama
dan memiliki lama tidur 7 sampai 8 jam per hari, tercatat sebanyak 21% dari
mereka adalah perokok.45 Penelitian serupa melaporkan bahwa mahasiswa yang
merokok, 70,5% diklasifikasikan dalam seseorang yang memiliki kualitas tidur
yang buruk dan 14,7% dilaporkan memiliki lama tidur kurang dari 5 jam per
hari.11
Selain itu, konsumsi nikotin dapat mempengaruhi pola tidur normal
seseorang. Penggunaan nikotin akan memberi efek peningkatan kewaspadaan,
perubahan pada fase tidur gelombang lambat dan fase tidur paradoksal juga
terhadap lama tidur seseorang. Efek ini timbul karena nikotin merangsang
susunan saraf pusat untuk melepaskan dopamin, norepinefrin, serotonin dan
asetilkolin, yang berperan penting sebagai regulator keterjagaan. Dapat diketahui
juga, bahwa kadar nikotin tertinggi pada perokok berada pada waktu tidur, hal ini
yang menyebabkan perbedaan pola tidur antara perokok dan bukan perokok, yang

20

terlihat pada awal periode tidur atau saat perokok akan memulai tidur. Hal ini juga
dibuktikan dengan pola EEG perokok dan bukan perokok, yang menunjukkan
efek patofisiologis nikotin saat tidur yang bersifat stimulan dan berperan penting
pada fase awal tidur seorang perokok.46 (Lihat tabel 2.4)

21

Tabel 2.4 Ringkasan pustaka

No
1.

2.

Peneliti

Lokasi
penelitian

Aubin HJ,
Luthringer R,
Demazieres A,
Dupont C,
Lagrue G.
(2005)

Roufach,
France

Zhang L, Samet
J, Caffo B,
Punjabi NM.

Sleep
Heart
health

Studi
desain

Subjek studi

Variabel yang
diteliti

Potong
silang

20
orang
responden
yang terdiri
dari 9 wanita
dan 11 pria
yang
merokok
kurang lebih
20 batang per
hari.
2.916
responden
tidak pernah

Variabel bebas:
efek dari paparan
nikotin selama 24
jam dan 16 jam.

Kohort

Variabel
tergantung:
keinginan
merokok dan
tidur
Variabel bebas:
merokok

Lama
waktu
studi
2005

19941999

Hasil
Rekaman
polisomnografik
menyatakan gelombang lambat saat
tidur meningkat pada responden
yang terpapar nikotin selama 24 jam
dibanding 16 jam. Disimpulkan
paparan nikotin selama 24 jam,
menimbulkan rangsangan ingin
merokok yang lebih besar saat pagi
hari.
Dibandingkan responden yang bukan
perokok, perokok menghabiskan
waktu yang lebih lama untuk

22

3.

4.

(2006)

Study
(United
States)

Lizhen HU,
Michikazu
Sekine,
Alexandru
Gaina,
Sadanobu
Kagamimori
(2007)

Japan

A,Charlote,
Schoenborn,
Adams,P.
(2008)

United
States

Potong
silang

Potong
silang

merokok,
2.705
reponden
pernah
merokok, dan
799
responden
yang sedang
merokok.
1.439
responden
tentara
Jepang

Variabel
tergantung:
pola tidur
nokturnal

2000
responden
yang
dikategorikan
menjadi
2
kelompok,
yaitu usia 1844 tahun, 4564 tahun dan
lebih dari 65

Variabel bebas:
merokok,
konsumsi alkohol,
aktivitas saat
waktu senggang
dan obesitas.

Variabel bebas:
merokok

memulai tidur dan memiliki lama


jumlah tidur yang lebih sedikit. Hasil
penelitian menyatakan merokok
berkaitan dengan gangguan pada
pola tidur, yaitu awal tidur dan
berbagai stadium tidur.

2007

Variabel
tergantung:
kualitas tidur

Variabel
tergantung:
kualitas tidur

20042006

Pria yang biasanya menghabiskan


21-40 batang rokok per hari
memperlihatkan
angka
yang
signifikan mengenai kualitas tidur
yang buruk, begitu juga yang
didapatkan pada mantan perokok.
Tetapi pada wanita, hanya wanita
perokok yang memiliki hubungan
dengan kualitas tidur yang buruk.
21% perokok memiliki lama jam
tidur dengan angka terendah (18%)
yaitu sekitar 7-8 jam per hari,
sedangkan angka tertinggi yaitu 31%
memiliki lama tidur kurang dari 6
jam per hari, dan sisanya 26%
memiliki waktu tidur lebih dari 8 jam
per hari.

23

tahun.
5.

6.

Lin Zhang,
Jinathan Samet,
Brian Caffo,
Isac Bankman,
Naresh
M.Punjabi
(2008)

Sleep
Heart
health
Study
(United
States)

Kohort

Mesquita,G.,
Ferreira,S.,
Soares, E.A.,
Reimao,R.
(2011)

Federal
Potong
University silang
of Alfenas,
state of
Minas
Gerais,
Brazil.

40
pasang
responden
yang
merokok dan
tidak
merokok.

Variabel bebas:
perokok
Variabel
tergantung:
gelombang EEG
selama tidur

710
orang Variabel bebas:
mahasiswa/i, efek rokok dan
yang berumur konsumsi alkohol
17-25 tahun
Variabel
tergantung:
kualitas tidur

2007

Perbedaan dari gelombang EEG


antara perokok dan tidak perokok
terlihat jelas meningkat pada fase
awal tidur dan menurun pada fase
akhir tidur. Keluhan subjektif tentang
jarangnya tidur nyenyak, sering
diungkapkan oleh perokok dibanding
bukan perokok (p <0,002) yang
dibuktikan dengan adanya perbedaan
pada gelombang EEG.
August- Perokok memiliki nilai rata-rata tidur
Nov
yaitu 8,1 (p= 0.008); 70,5%
2007
dikelompokkan sebagai kelompok
responden yang memiliki kualitas
tidur
yang
buruk.
14,7%
dikelompokkan sebagai responden
yang memiliki lama tidur kurang dari
5 jam per hari. Sedangkan responden
yang bukan perokok memiliki nilai
rata-rata tidur sebesar 6,4; 59,7%
dikelompokkan sebagai kelompok
responden yang memiliki kualitas
tidur
yang
buruk.
29,9%
dikelompokkan sebagai responden
yang memiliki lama tidur kurang dari
5 jam per hari.

24

7.

Stefan Cohrs,
Andea
Rodenbeck,
Dieter Riemann,
Betram Szagun,
Andreas Jaehne,
Jurgen
Brinkmeyer, et
al.
(2012)

German
Kasus
Multicente kontrol
r Study

1.071
Variabel bebas:
perokok dan perokok
1.234 bukan
perokok
Variabel
tergantung:
kualitas tidur dan
lama tidur

2012

8.

Choi, Seung
Hee
(2012)

Michigan

498 teknisi di Variabel bebas:


Howell
kebiasaan
merokok dan
kualitas tidur

2008

Potong
silang

Variabel
tergantung:
kualitas hidup

Perokok lebih sering mengeluhkan


adanya gangguan pada kualitas tidur
secara menyeluruh dibanding bukan
perokok (p <0,0001). Setelah
menyingkirkan
berbagai
faktor
perancu pada penelitian ini, skor
yang diperoleh dari komponen tidur
laten, lama tidur dan kualitas tidur
keseluruhan
lebih
sering
menimbulkan
gangguan
pada
perokok dibanding bukan perokok.
Hubungan antara merokok dan
kualitas tidur sangat erat (p=0,002).
Didapatkan kualitas tidur pada
perokok
yang
memiliki
ketergantungan nikotin lebih rendah
daripada bukan perokok (p=0,001)
ataupun perokok yang tidak memiliki
ketergantungan nikotin (p=0.012).

25

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1

Kerangka Teori

Kebiasaan merokok

Jumlah rokok yang dihisap

Faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur:
Usia
Aktivitas Fisik
Penyakit
Stres emosional
Lingkungan
Gaya hidup
Indeks Massa Tubuh
Obat-obatan dan zat kimia

Jenis rokok yang dihisap

Lama merokok

Derajat berat merokok

Tidur

Kualitas
tidur

Kuantitas
tidur

Gambar 3.1. Kerangka teori

26

3.2

Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian ini, berdasarkan tujuan penelitian dan

kerangka teori di atas, yaitu:

Kebiasaan merokok

Variabel bebas:

Jumlah rokok
yang dihisap

Jenis rokok
yang dihisap

Variabel tergantung:

Lama
merokok

Derajat berat
merokok

Kualitas tidur
Gambar 3.2 Kerangka konsep

27

3.3 Definisi Operasional

No

Variabel

Definisi

Alat ukur

Cara pengukuran

Hasil pengukuran

Skala
pengukuran

Referensi

Variabel bebas
1.

Jumlah
rokok yang
dihisap

Jumlah batang
rokok yang
dihisap atau
dikonsumsi
responden per
hari.

Kuisioner

Mengukur
variabel jumlah
rokok yang
dihisap dengan
memberikan
pertanyaan yang
berkaitan dengan
kebiasaan
merokok.

1. Perokok ringan:
Ordinal
mengonsumsi
rokok antara 110 batang perhari;
2. Perokok sedang:
mengonsumsi
rokok antara 1120 batang perhari;
3. Perokok berat:
mengonsumsi
rokok lebih dari
20 batang perhari.

Schuster R, Hertel
AW, Mermelstein
R.
Cigar,
Cigarillo
and
Little Cigar Use
Among Current
CigaretteSmoking
Adolscents.
Nicotine Tob Res
2013;15(5):92531.

28

2.

Jenis rokok
yang
dihisap

3.

Lama
merokok

4.

Derajat
berat
merokok

Macammacam rokok
yang
dikonsumsi
responden
dibedakan
berdasarkan
bahan baku
maupun isi
rokok.
Lama waktu
yang dihitung
sejak pertama
kali responden
menjadi
perokok.

Kuisioner

Mengukur
variabel jenis
rokok yang
dihisap dengan
memberikan
pertanyaan yang
berkaitan dengan
kebiasaan
merokok.

1. Rokok filter
2. Rokok non-filter

Nominal

Kuisioner

Mengukur
variabel lama
merokok dengan
memberikan
pertanyaan yang
berkaitan dengan
waktu perokok
mengonsumsi
rokok.

Perkalian
jumlah ratarata batang
rokok yang
dihisap sehari

Kuisioner

Mengukur
variabel derajat
berat perokok
yang dengan
memberikan

1. Perokok ringan: Ordinal


memiliki
lama
merokok kurang
dari 10 tahun.
2. Perokok sedang:
memiliki
lama
merokok sekitar
10 sampai 20
tahun.
3. Perokok
berat:
memiliki
lama
merokok
lebih
dari 20 tahun.
1. Derajat
ringan: Ordinal
hasil
indeks
Brinkman 0-200.
2. Derajat sedang:
hasil
Indeks

World
Health
Organization.
Tobacco: deadly
in any form or
disguise. World
no tobacco day
2006. p.18-25.

Tana L, Mihardja
L,
Rifai
L.
Merokok dan usia
sebagai
faktor
resiko
katarak
pada
pekerja
berusia > 30
tahun di bidang
pertanian.
Universa
Medicina
2007;26(3):120-8.
Brinkman
GL,
Voates Jr EO. The
prevalence
of
chronic bronchitis
in an industrial

29

dikalikan
dengan lama
merokok
dalam satuan
tahun.

pertanyaan yang
berkaitan dengan
kebiasaan
merokok dan
mengitung
berdasarkan
Indeks Brinkman.

Brinkman
200600.
3. Derajat
berat:
hasil
Indeks
Brinkman lebih
dari 600.

population. Am
Rev Respir Div
1962;47-54.

Variabel tergantung
1.

Kualitas
tidur

Kemampuan
responden
untuk tetap
tertidur dan
mendapatkan
jumlah tidur
REM dan
NREM yang
tepat.

Kuisioner;
The
Pittsburgh
Sleep
Quality
Index
(PSQI)

Mengukur
variabel pola tidur
dengan
memberikan
pertanyaan yang
berkaitan dengan
kualitas tidur.

1. Kualitas tidur
buruk: jika hasil
5
2. Kualitas tidur
baik: jika hasil
5

Nominal

Buysee DJ,
Reynolds III CF,
Monk TH,
Berman SR,
Kupfer DJ. The
Pittsburgh sleep
quality index: a
new instrument
for psychiatric
practice and
research.
Psychiatry
Research
1988;28:193-213.

30

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1

Desain penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan desain

penelitian potong silang. Jenis dan desain penelitian tersebut digunakan untuk
menjawab permasalahan penelitian dan mencapai tujuan penelitian. Pada desain
potong silang, peneliti melakukan pengumpulan data baik variabel bebas, yaitu
kebiasaan merokok dan kualitas tidur sebagai variabel tergantung secara
bersamaan.
4.2 Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kampus B, Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti, Jl. Kyai Tapa, Grogol-Jakarta Barat. Waktu penelitian dilakukan pada
bulan September 2013-Januari 2014, yang diawali dengan pembuatan proposal
penelitian, dilanjutkan dengan pengumpulan data, pengolahan hasil dan penulisan
laporan penelitian.
4.3

Populasi dan sampel


Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti angkatan 2010-2012.


Sedangkan sampel dari penelitian adalah sebagian dari populasi yang
memiliki kriteria inklusi sebagai berikut :
1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti yang menandatangi
informed consent penelitian dan bersedia mengikuti proses penelitian.
2. Mempunyai kebiasaan merokok maupun tidak.
Dengan kriteria ekslusi sebagai berikut:
1. Mempunyai atau sedang menderita penyakit berat atau kronis.
2. Rutin mengonsumsi alkohol, obat-obatan ataupun zat-zat lainnya.
Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah consecutive nonramdom sampling. Besar sampel ditentukan dengan rumus yaitu:

31

Populasi infinit:

No = (Z2 x p x q)
d2

Populasi finit:

n=

N
(1 +

Keterangan:
No

= besar sampel optimal yang dibutuhkan.

= besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit.

= pada tingkat kemaknaan 95%, besarnya 1,96.

= prevalensi kualitas tidur buruk di Indonesia menurut INDEPTH WHOSAGE,9 sebesar 8,5%.

= prevalensi kualitas tidur baik, yaitu (1-p).

= akurasi dari ketepatan pengukuran, besarnya 0,05.

= jumlah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti,


yaitu 870 mahasiswa.
Maka diperoleh perhitungan dan jumlah sampel sebagai berikut,

penambahan 10% pada jumlah sampel yang ditentukan, dilakukan untuk


mencegah drop-out dari responden.
No = (1,96)2 x 0,085 x 0,915
(0,05)2
= 119,51
n

119,51
(1+

= 105,7 sampel
= n + 10%
= 105,7 + 10,5 = 116,2 sampel, untuk mempermudah penghitungan hasil
penelitian, dibulatkan menjadi 120 sampel.

4.4

Bahan dan instrumen penelitian

32

Data pada penelitian ini merupakan data primer, yaitu data yang diperoleh
langsung dari responden dengan menggunakan instrumen penelitian yaitu
kuesioner. Kuesioner ini memuat pertanyaan yang terdiri dari tiga bagian. Bagian
pertama merupakan karakteristik demografi responden yaitu inisial responden,
umur, dan jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan. Bagian kedua merupakan
pertanyaan terkait dengan variabel bebas, yaitu kebiasaan merokok. Bagian ketiga
merupakan pertanyaan terkait dengan variabel tergantung, yaitu kualitas tidur
yang diukur dengan menggunakan The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
PSQI terdiri dari 7 komponen, yaitu latensi tidur, durasi tidur, kualitas tidur,
efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan gangguan
fungsi tubuh di siang hari. Penilaian kuesioner ini adalah jika total nilai PSQI 5
maka kualitas tidur baik dan sebaliknya, jika total PSQI >5 menunjukan bahwa
kualitas tidur buruk dengan tingkat sensitifitas sebesar 89.6% dan spesifisitas
sebesar 86.5% untuk membedakannya kedua kualitas tidur tersebut.
4.5 Analisis data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini, menggunakan program
software SPSS 22.0.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik masingmasing variabel yang diteliti. Analisis univariat menggambarkan frekuensi
dari seluruh variabel yang diteliti yaitu karakteristik responden (usia dan
jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan), kebiasaan merokok (jumlah
rokok yang dihisap per hari, jenis rokok yang dihisap, lama merokok,
derajat berat perokok) dan kualitas tidur. Peneliti akan mengolah data
tersebut menjadi bentuk proporsi atau persentase dan tabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel
bebas dengan variabel tergantung. Dalam penelitian ini yang akan di
analisis adalah hubungan jumlah rokok yang dihisap perhari, jenis rokok
yang dihisap, lama merokok dan derajat berat perokok dengan kualitas

33

tidur responden. Perhitungan analisis bivariat pada kedua variabel akan


menggunakan uji statistik Chi Square, dilakukan dalam batas kepercayaan
( = 0,05) yang artinya apabila diperoleh nilai p 0,05 berarti ada
hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel tergantung.
Bila pada perhitungan uji Chi Square ditemukan jumlah nilai harapan
kurang dari 5 sebanyak lebih dari 20% jumlah seluruh sel, maka dilakukan
uji Fisher Exact. Untuk mengetahui derajat hubungan pada desain
penelitian potong silang digunakan ukuran Odds Ratio (OR), dengan
membandingkan odds pada kelompok terekspos dengan kelompok tidak
terekpos apabila OR = 1 artinya tidak ada hubungan; OR < 1 artinya ada
efek perlindungan (efek protektif), dan OR > 1 artinya sebagai penyebab.
4.6 Alur penelitian
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti

Observasi dan pengumpulan data


Pemilihan
sampel
Pembagian dan pengisian kuisioner

Analisis Data

Hasil

Gambar 4.1 Alur penelitian


4.7

Etika penelitian

34

Penelitian ini dilakukan setelah memperoleh kelayakan etik (ethical


clearance) dari Komisi Etik Riset Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Setelah itu pemberian informed consent kepada responden, dalam informed
consent, responden memiliki informasi terkait penelitian yang akan dilakukan,
mengerti akan informasi yang ada, dan bebas memilih untuk bersedia terlibat
dalam penelitian ataupun menolaknya. Responden memiliki otonomi atas dirinya
sehingga

berhak

untuk

memutuskan

secara

sukarela

keinginan

untuk

berpartisipasi atau menolak keikutsertaannya dalam proses penelitian. Peneliti


akan menjelaskan secara menyeluruh tentang penelitian yang sedang dilakukan,
menjelaskan hak responden, tanggung jawab peneliti serta resiko dan keuntungan
yang mungkin timbul akibat penelitian yang dilakukan. Peneliti akan meyakinkan
kepada responden bahwa partisipasi dan informasi yang didapat dari responden
digunakan untuk kebutuhan penelitian, bukan untuk digunakan sebagai ekploitasi
pada diri responden. Selain itu, responden harus mendapatkan perlakuan yang adil
pada saat sebelum, selama maupun setelah dilakukan penelitian. Sebagai contoh,
pemilihan terhadap responden harus berdasarkan pada persyaratan penelitian dan
bukan atas dasar kenyamanan karena posisi yang dimiliki responden.
4.8

Penjadwalan penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September 2013-Januari 2014

dengan melalui beberapa tahap yang terlampir. (Tabel 4.1)

Tabel 4.1 Alur penyusunan dan penyelesaian penelitian

35

Kegiatan

Juni
17-30

Juli
1-29

Agst
25-31

Sept
1-30

Waktu
Okt
1-31

Nov
1-30

Des
1-31

Jan
1-31

Feb
1-5

Penyusunan
dan
penyelesaian
proposal
penelitian
Perijinan dan
persiapan
penelitian
Pemberian
informed
consent dan
kuisioner
Pengembalian
kuisioner
Penyusunan
dan
penyelesaian
BAB IV
(hasil)
Penyusunan
dan
penyelesaian
BAB V
(pembahasan)
Penyusunan
dan
penyelesaian
BAB VI
(kesimpulan
dan saran)
Persiapan
ujian skripsi
Penyusunan
manuskrip
publikasi Ejurnal
Ujian skripsi

BAB V

36

HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang terdiri dari analisis
univariat dan analisis bivariat. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi dan
tabel yang akan diberikan interpretasi pada masing-masing variabel yang diteliti.
5.1 Analisis Univariat
Analisis univariat akan mendeskripsikan karakteristik masing - masing
variabel yang diteliti, yaitu karakteristik responden (jenis kelamin, usia, indeks
massa tubuh), kebiasaan merokok dan kualitas tidur.
5.1.1 Karateristik Responden
Karakteristik responden terdiri dari jenis kelamin, usia, dan Indeks Massa
Tubuh (IMT).
Tabel 5.1 Karakteristik responden pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti
Karakteristik
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia (tahun)
19
20
21
22
Indeks Massa Tubuh
Kurus
Normal
Berlebih
Obesitas kelas 1
Obesitas kelas 2

Frekuensi
Jumlah (n)

Persen (%)

78
42

65,0
35,0

35
44
28
13

29,2
36,7
23,3
10,8

14
70
20
12
4

11,7
58,3
16,7
10,0
3,3

Tabel 5.1 menunjukkan 120 orang responden (100,0%) terdiri dari 78 orang
(65%) laki-laki dan 42 orang (35,0%) perempuan. Rata-rata usia responden adalah

37

21,5 1,5 tahun dengan hampir sebagian responden yaitu 44 orang (36,7%)
berusia 20 tahun, 35 orang (29,2%) berusia 19 tahun, 28 orang (23,3%) berusia 21
tahun dan 13 orang (10,8%) berusia 22 tahun. Rata-rata Indeks Massa Tubuh
(IMT) responden yaitu 21,67 kg/m2. Sebagian besar responden (58,3%) memiliki
status gizi normal, 17 orang (11,7%) status gizi kurang, dan 36 orang memiliki
status gizi lebih dengan 20 orang (16,7%) berberat badan lebih, 12 orang (10,0%)
termasuk dalam obesitas kelas I dan 4 orang (3,3%) termasuk dalam obesitas kelas
II.
5.1.2 Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kebiasaan merokok. Kebiasaan
merokok tersebut juga meliputi jumlah rokok yang dihisap per hari, jenis rokok
yang dihisap, lama merokok dan derajat berat merokok.
Tabel 5.2 Distribusi responden menurut kebiasaan merokok mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti
Variabel
Kebiasaan Merokok
Ya
Tidak
Jumlah rokok yang dihisap per hari
< 10 batang
10 20 batang
> 20 batang
Jenis rokok yang dihisap
Rokok filter
Rokok non-filter
Lama merokok
< 10 tahun
10 20 tahun
Derajat berat perokok
Ringan
Sedang

Frekuensi
Jumlah (n)

Persen (%)

76
44

63,3
36,7

17
41
18

22,4
53,9
23,7

52
24

68,4
31,6

67
9

88,2
11,8

62
14

81,6
18,4

Tabel 5.2 menunjukkan lebih dari sebagian responden yaitu 76 orang


(63,3%) mempunyai kebiasaan merokok, sedangkan 44 orang (37,7%) tidak

38

mempunyai kebiasaan merokok. Dari 76 orang responden (100%) yang


mempunyai kebiasaan merokok, 41 orang (53,9%) atau lebih dari sebagian
menghisap 10 20 batang rokok per hari, sedangkan 17 orang (22,4%) menghisap
kurang dari 10 batang per hari dan 18 orang (23,7%) menghisap lebih dari 20
batang per hari. Sebagian besar responden yaitu 56 orang (73,7%) menghisap
rokok berjenis rokok filter sedangkan 20 orang (26,3%) menghisap rokok berjenis
rokok non-filter. Hampir seluruh dari responden atau 67 orang (88,2%)
mempunyai lama merokok kurang dari 10 tahun, hanya 9 orang (11,8%) yang
mempunyai lama merokok 10 - 20 tahun. Sehingga dapat dikategorikan dari 76
orang responden (100,0%), 62 orang (81,6%) dikategorikan dalam derajat
perokok ringan sedangkan 14 orang (18,4%) dikategorikan dalam derajat perokok
sedang.
5.1.3 Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kualitas tidur. Analisis data
berdasarkan perhitungan yang dilakukan akan diperoleh hasil berupa kualitas tidur
baik dan kualitas tidur buruk. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar
responden memiliki kualitas tidur buruk yaitu 62 orang (51,7%) sedangkan
responden yang memiliki kualitas tidur baik sebanyak 58 orang (48,3%). Dengan
demikian, distribusi responden menurut kualitas tidur menunjukkan lebih banyak
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti yang memiliki kualitas tidur
buruk dibandingkan mahasiswa yang memiliki kualitas tidur baik.
5.2

Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua

variabel yaitu variabel bebas kebiasaan merokok yang meliputi jumlah rokok yang
dihisap per hari, jenis rokok yang dihisap, lama merokok dan derajat berat
merokok dengan variabel tergantung kualitas tidur.
Tabel 5.3 Hubungan antara kebiasaan merokok dengan kualitas tidur mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Variabel

Kualitas tidur

Total

P value

OR

39

n
Kebiasaan merokok
Ya
35
Tidak
23

Baik
%
29,2
19,2

Buruk
n
%

CI 95%

41
21

34,2
17,5

76
44

63,3
36,7

0,021

0,779
(0,3701,640)

Jumlah rokok yang dihisap per hari


< 20 batang
33 43,4 25
> 20 batang
2
2,6 16

32,9
21,1

58
18

76,3
23,7

0,001

10,560
(2,22150,209)

Jenis rokok yang dihisap


Rokok filter
30 39,5
Rokok non-filter
5
6,6

22
19

28,9
25,0

52
24

68,4
31,6

0,003

5,182
(1,67716,014)

Lama merokok
< 10 tahun
10 20 tahun

34
1

44,7
1,3

33
8

43,4
10,5

67
9

88,2
11,8

0,033

8,242
(0,97669,589)

Derajat berat merokok


Ringan
33
Sedang
2

43,4
2,6

29
12

38,2
15,8

62
14

81,6
18,4

0,008

6,828
(1,40933,078)

signifikan pada p < 0,05 uji Chi-Square;


signifikan pada p < 0,05 uji Fishers Exact
Hasil analisis antara kebiasaan merokok dengan kualitas tidur diperoleh
bahwa ada sebanyak 35 orang (29,2%) dari 76 orang (63,3%) responden yang
mempunyai kebiasaan merokok memiliki kualitas tidur yang baik dan 41 orang
(34,2%) sisanya memiliki kualitas tidur yang buruk. Sebanyak 23 orang (19,2%)
dari 44 orang (36,7%) responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok
memiliki kualitas tidur yang baik dan 21 orang (17,5%) sisanya memiliki kualitas
tidur yang buruk. Dengan menggunakan uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,021
yang berarti p < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara kebiasaan
merokok dengan kualitas tidur. Selain itu didapatkan pada bukan perokok akan
menurunkan resiko untuk mendapatkan kualitas tidur yang buruk dibandingkan
pada perokok (OR = 0,779; CI 95%: 0,370 - 1,640).
5.2.1 Hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan kualitas tidur
Berdasarkan hasil analisis antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan
kualitas tidur diperoleh bahwa ada sebanyak 33 orang (43,4%) dari 58 orang

40

(76.3%) responden yang merokok kurang dari 20 batang per hari memiliki
kualitas tidur yang baik. Sedangkan hanya 2 orang (2,6%) dari 18 orang (23,7%)
responden yang merokok lebih dari 20 batang per hari memiliki kualitas tidur
yang baik. Hasil uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,001 yang berarti p < 0,05
maka dapat disimpulkan ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari
dengan kualitas tidur. Didapatkan juga perokok yang mengonsumsi rokok dengan
jumlah lebih dari 20 batang per hari memiliki resiko sepuluh kali lebih tinggi
untuk

mendapatkan

kualitas

tidur

buruk

dibandingkan

perokok

yang

mengonsumsi rokok dengan jumlah kurang dari 20 batang per hari (OR = 10,560;
CI 95%: 2,221-50,209).
5.2.2 Hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan kualitas tidur
Berdasarkan hasil analisis antara jenis rokok yang dihisap dengan kualitas
tidur diperoleh bahwa hanya ada sebanyak 30 orang (39,5%) dari 52 orang
(68,4%) responden yang mengonsumsi rokok filter memiliki kualitas tidur baik
sedangkan sebanyak 22 orang (28,9%) memiliki kualitas tidur buruk. Pada
responden yang mengonsumsi rokok non-filter, hanya sebanyak 5 orang (6,6%)
dari 24 orang (31,6%) responden memiliki kualitas tidur baik, sedangkan sisanya
yaitu 19 orang (25,0%) memiliki kualitas tidur yang buruk. Hasil uji Chi-square
diperoleh nilai p = 0,015 yang berarti p < 0,05 maka dapat disimpulkan ada
hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan kualitas tidur. Didapatkan dari
hasil analisis, perokok yang mengonsumsi rokok filter memiliki resiko lima kali
lebih tinggi untuk mendapatkan kualitas tidur yang buruk dibandingkan perokok
yang mengonsumsi rokok non-filter (OR = 5,182; CI 95%: 1,67710,014).
5.2.3 Hubungan antara lama merokok dengan kualitas tidur
Hasil analisis antara lama merokok responden dengan kualitas tidur
diperoleh bahwa sebanyak 34 orang (44,7%) dari 67 orang (88,2%) responden
yang merokok kurang dari 10 tahun memiliki kualitas tidur baik dan 33 orang
(43,4%) sisanya memiliki kualitas tidur yang buruk. Sedangkan hanya ada satu
orang (1,3%) dari 9 orang responden (11,8%) yang merokok antara 10 20 tahun

41

memiliki kualitas tidur baik dan 8 orang (10,5%) sisanya memiliki kualitas tidur
yan buruk. Dengan uji Fishers Exact diperoleh nilai p = 0,003 yang berarti p <
0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara lama merokok dengan kualitas
tidur. Perokok yang memiliki lama merokok antara 10 hingga 20 tahun memiliki
resiko delapan kali lebih tinggi untuk mendapatkan kualitas tidur buruk
dibandingkan dengan perokok yang memiliki lama merokok kurang dari 10 tahun.
(OR = 8,242; CI 95%: 0,976 - 69,589).
5.2.4 Hubungan antara derajat berat merokok dengan kualitas tidur
Hasil analisis antara derajat berat perokok dengan kualitas tidur diperoleh
bahwa ada sebanyak 33 orang (43,4%) dari 62 orang (81,6%) responden yang
dikategorikan dalam derajat perokok ringan memiliki kualitas tidur baik dan 29
orang (38,2%) sisanya memiliki kualitas tidur buruk. Sedangkan hanya 2 orang
(2,6%) dari 14 orang (18,4%) responden yang dikategorikan derajat perokok
sedang memiliki kualtas tidur yang baik dan 12 orang (15,8%) sisanya memiliki
kualitas tidur yang buruk. Hasil uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,003 yang
berarti p < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara derajat berat
merokok dengan kualitas tidur. Perokok yang dikategorikan dalam derajat
perokok sedang memiliki resiko enam kali lebih tinggi untuk mendapatkan
kualitas tidur yang buruk dibandingkan dengan perokok yang dikategorikan dalam
derajat perokok ringan (OR = 6,828; CI 95%: 1,409-33,078).

BAB VI
PEMBAHASAN

42

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas


Trisakti angkatan 2010 sampai 2013 sejak bulan September 2013 sampai Januari
2014. Bertempat di Kampus B, Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jl. Kyai
Tapa, Grogol-Jakarta Barat. Setelah dilakukan penyesuaian dengan kriteria inklusi
pada data tersebut, didapatkan jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 120 orang
responden.
6.1

Karakteristik responden

6.1.1 Jenis kelamin


Berdasarkan hasil analisis univariat, dari 120 orang (100%) responden, 78
orang (65%) responden berjenis kelamin laki-laki dan 42 orang (35%) responden
berjenis kelamin perempuan. Pada penelitian yang dilakukan ini, peneliti tidak
membatasi tiap jumlah responden antara responden laki-laki dan perempuan,
karena data yang diperlukan pada penelitian ini adalah data subjektif dari sampel
yaitu, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti yang memenuhi
kriteria inklusi, baik perokok maupun bukan perokok. Pada kenyataanya, data
subjektif dari laki laki yang merokok lebih mudah ditemukan dibandingkan
perempuan yang merokok, sehingga pada penelitian ini jumlah responden lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan.
6.1.2 Usia
Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang
berusia dewasa muda yaitu antara 19 sampai 22 tahun dan terbanyak pada usia 20
tahun (36,7%). Usia dewasa muda tersebut merupakan kelompok produktif yang
menjadikan mereka sangat penting diperhatikan kualitas tidurnya, karena kualitas
tidur yang buruk, dapat mengakibatkan antara lain menurunnya motivasi,
menurunnya ingatan, rasa lelah saat melakukan kegiatan di siang hari, perubahan
mood, penurunan imunitas tubuh, dan lain-lain yang tentu saja akan menurunkan
produktivitas sehari-hari mereka.12 Mahasiswa tergolong pada usia dewasa muda
atau remaja akhir yang pernah mengalami periode transisi dari masa remaja awal
ke masa dewasa, pada masa tersebut akan terdapat keraguan pada status individu

43

akan peran yang harus dilakukan. Di sisi lain, status tersebut memberikan
keuntungan karena memberi ruang dan waktu kepada seorang remaja untuk
mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat
yang paling sesuai bagi dirinya. Selain itu, masa remaja juga merupakan masa
pencarian identitas diri. Identitas diri yang dicari adalah usaha untuk menjelaskan
diri dan peranannya dalam masyarakat. Salah satu cara memunculkan identitas
diri yang cukup sering digunakan adalah merokok. Usaha untuk memunculkan
identitas di masa remaja awal inilah yang kemudian menjadi kebiasaan di masa
dewasa mudanya.47
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2010 menyatakan sebanyak 30,8% penduduk DKI Jakarta yang mempunyai
kebiasaan merokok, berusia lebih dari 15 tahun. 4 Tercatat juga secara keseluruhan
pada tahun 2004-2006, sekitar 21% dari penduduk di Amerika yaitu dewasa muda
adalah perokok.45 Karakteristik remaja yang erat dengan keinginan adanya
kebebasan, kemandirian dan keluar dari norma-norma yang ada, dimanfaatkan
industri rokok dengan memunculkan slogan-slogan promosi yang mudah diingat.
Berdasarkan survei GYTS di Indonesia tahun 2006, sebanyak 92,9% remaja
terpapar dengan iklan yang berada di papan reklame dan 82,8% terpapar iklan
yang berada di majalah dan koran.2
6.1.3 Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator yang dianjurkan
WHO untuk menilai status gizi usia di atas 18 tahun. Dari hasil analisis univariat,
dapat disimpulkan keadaan gizi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti dalam keadaan cukup, karena sebagian besar responden (58,3%) yaitu 70
orang dari 120 orang responden memiliki berat badan normal. Diet tinggi kalori,
konsumsi kafein dan alkohol sebelum tidur, menyebabkan kesulitan tidur karena
zat-zat tersebut mempunyai efek produksi insomnia sehingga mengurangi atau
menghindari zat tersebut sebelum tidur adalah hal yang baik untuk meningkatkan
waktu kualitas tidur. Kehilangan berat badan juga berkaitan dengan penurunan
waktu tidur total, terganggunya tidur dan terbangun lebih awal. Sedangkan,

44

kelebihan berat badan akan meningkatkan waktu tidur total. 41 Keadaan status gizi
yang cukup pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dicapai
karena kesadaran dan pengetahuan yang diperoleh oleh masing-masing responden
tentang gizi seimbang dari makanan yang dikonsumsi dan status perekonomian
responden yang memudahkan lebih dari sebagian responden mempunyai indeks
massa tubuh yang normal.
6.2

Kualitas tidur
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa sebagian responden memiliki

kualitas tidur buruk yaitu 62 orang (51,7%), sedangkan sisanya yaitu 58 orang
(48,3%) memiliki kualitas tidur baik. Hal-hal yang berkaitan dengan kualitas tidur
terkandung dalam kuisioner The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang diisi
oleh responden saat penelitian. Dari 62 orang responden yang memiliki kualitas
tidur buruk, terdiri dari 44 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Pada
penelitian ini, jumlah responden laki-laki dan perempuan tidak seimbang, namun
jika dihitung proporsinya, terlihat kualitas tidur pada responden perempuan lebih
tinggi dibandingkan responden laki-laki.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nashori F
dan Diana R tentang kualitas tidur pada 319 mahasiswa di Universitas Islam
Indonesia menyatakan bahwa ada perbedaan antara kualitas tidur mahasiswa
perempuan dengan mahasiswa laki-laki (p = 0,001).48 Penelitian yang dilakukan
tersebut menggunakan instrumen yang berbeda untuk mengukur kualitas tidur,
namun skala kualitas tidur yang digunakan sudah lolos uji validasi dengan
koefisien korelasi setiap pertanyaan antara 0,2914 hingga 0,5661. Hasil
penelitiannya melaporkan kualitas tidur mahasiswa perempuan lebih tinggi
dibanding mahasiswa laki-laki. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan
adalah kebiasaan hidup antara laki-laki dan perempuan dalam mengisi waktu
malam hari. Toleransi terhadap aktivitas di larut malam pada laki- laki ini secara
keseluruhan akan menyebabkan perbedaan pengelolaan tidur laki-laki dengan
pengelolaan tidur perempuan. Penjelasan ini sesuai dengan temuan berdasarkan
wawancara dan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti tersebut.48

45

Jika dilihat dari usia responden, lama tidur yang dibutuhkan usia dewasa
muda untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik adalah 7-9 jam. 9 Pada
penelitian ini, responden yang diteliti memiliki rata-rata lama tidur 6,5 jam. Hasil
yang serupa juga dinyatakan oleh penelitian yang dilakukan Schoenborn, et al
tahun 2008 pada 2000 responden yang dikategorikan menurut usia menyatakan
bahwa penduduk dewasa yang berumur 18-44 tahun memiliki lama tidur antara
kurang dari 6 sampai 8 jam per hari. Angka tertinggi yaitu 31% mereka yang
memiliki lama tidur kurang dari 6 jam per hari dan 38% dari mereka adalah
perokok. Sedangkan yang memiliki lama tidur 7 sampai 8 jam per hari, tercatat
sebanyak 21% dari mereka adalah perokok dan sisanya 26% memiliki waktu tidur
lebih dari 8 jam per hari.45
Penelitian lain tentang kualitas tidur yang menggunakan The Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI) dilakukan oleh Mesquita G, et al. pada 710 orang
mahasiswa/i yang berumur 17-25 tahun, menyatakan bahwa 35,3% mahasiswi dan
17,7% mahasiswa memiliki kualitas tidur baik, sedangkan 64,7% mahasiswi dan
76,4% mahasiswa memiliki kualitas tidur buruk. Mahasiswa yang merokok
memiliki nilai rata-rata tidur yaitu 8,1 (p = 0.008); 70,5% dikelompokkan sebagai
kelompok responden yang memiliki kualitas tidur yang buruk dan 14,7%
dikelompokkan sebagai responden yang memiliki lama tidur kurang dari 5 jam
per hari. Sedangkan mahasiswa yang bukan perokok memiliki nilai rata-rata tidur
sebesar 6,4; 59,7% dikelompokkan sebagai kelompok responden yang memiliki
kualitas tidur yang buruk dan 29,9% dikelompokkan sebagai responden yang
memiliki lama tidur kurang dari 5 jam per hari.11
Hasil analisis bivariat penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara
kebiasaan merokok dan kualitas tidur (p = 0,021), didukung oleh penelitian yang
dilakukan Cohrs S, menyatakan perokok juga lebih sering mengeluhkan adanya
gangguan pada kualitas tidur secara menyeluruh dibanding bukan perokok (p
<0,0001). Setelah menyingkirkan berbagai faktor perancu pada penelitiannya,
skor yang diperoleh dari komponen tidur laten, lama tidur dan kualitas tidur
keseluruhan lebih sering menimbulkan gangguan pada perokok dibanding bukan
perokok.6

46

6.3

Kebiasaan Merokok
Lebih dari sebagian responden yaitu 76 orang (63,3%) dari 120 orang

responden yang mempunyai kebiasaan merokok, terdiri 63 laki-laki dan 13


perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Darwati dan Murti menyatakan dalam
kebiasaan merokok antara responden yang berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan mempunyai angka kemungkinan yang sama (OR = 1; CI 95%: 0,000,00).49 Namun pada penelitian ini, kebiasaan merokok lebih banyak ditemukan
pada responden yang berjenis kelamin laki-laki. Salah satu faktor yang
menyebabkan kebiasaan merokok lebih banyak pada responden berjenis kelamin
laki-laki adalah remaja laki-laki cenderung lebih sering menghabiskan waktu
bersama teman-temannya di luar rumah, dari pergaulan mereka akan saling
mempengaruhi baik secara negatif maupun positif.49
Ditinjau dari segi usia responden, usia dewasa muda merupakan sasaran
yang diincar oleh industri penghasil rokok. Strategi yang dilaksanakan oleh
industri-industri penghasil rokok dalam mencapai target mereka adalah dengan
cara menjadikan rokok sebagai suatu bahan yang mudah terjangkau baik dari segi
mudah didapat maupun harga. Selain itu, mereka juga meyakinkan golongan
sasaran bahwa dengan merokok, individu tersebut akan kelihatan lebih matang,
dewasa dan disenangi khalayak ramai. Kebiasaan merokok yang dilakukan oleh
mahasiswa, tidak luput juga dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran yang
bergerak di bidang kesehatan. Penelitian menyatakan bahwa motivasi yang
menyebabkan seseorang merokok antara lain faktor internal (kemauan diri sendiri
untuk mengambil resiko) dan faktor lingkungan (orang tua yang merokok, teman
sebaya yang merokok dan juga iklan). 50 Penelitian yang dilakukan Min-Yan Han
sejak tahun 2012 tentang kebiasaan merokok pada 8.138 mahasiswa dari berbagai
fakultas, menjelaskan sebelum memasuki universitas, perbedaan prevalensi
kebiasaan merokok antara mahasiswa Fakultas Kedokteran dan non-Fakultas
Kedokteran tidak signifikan. Namun setelah memasuki universitas, prevalensi
kebiasaan merokok secara signifikan lebih tinggi di kalangan mahasiswa laki-laki
non-Fakultas Kedokteran dari kalangan mahasiswa laki-laki di Fakultas

47

Kedokteran. Penelitian tersebut menyimpulkan, mahasiswa Fakultas Kedokteran


memiliki pengetahuan yang lebih tinggi tentang merokok, sikap anti-merokok
yang lebih kuat, dan prevalensi untuk merokok yang lebih rendah daripada
mahasiswa non-Fakultas Kedokteran di usia yang sama, yang mungkin
berhubungan dengan pendidikan professional kedokteran yang mereka tempuh.5
Walaupun pada penelitian ini, peneliti tidak membandingkan antara
mahasiswa Fakultas Kedokteran dengan mahasiswa Fakultas lainnya, namun dari
hasil analisis univariat didapatkan responden yaitu mahasiswa Fakultas
Kedokteran Unversitas Trisakti mempunyai pengetahuan yang lebih tentang
kebiasaan merokok terbukti dari derajat berat merokok yang diperoleh dari jumlah
rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan lama merokok, lebih dari
tigaperempat responden yaitu 62 orang (81,6%) dari 76 orang responden memiliki
kebiasaan merokok yang dikategorikan dalam derajat perokok ringan. Hal tersebut
menjelaskan bahwa sebenarnya responden paham akan bahaya merokok walaupun
mereka tetap merokok. Namun kekurangan pada penelitian ini, peneliti tidak
menanyakan lebih lanjut alasan responden untuk merokok atau tetap merokok
walaupun sebenarnya mereka sudah cukup paham tentang bahaya merokok
berdasarkan pengetahuan yang didapatkan responden di Fakultas Kedokteran.
6.3.1 Hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan kualitas tidur
Lebih dari sebagian responden (76,3%) menghisap kurang dari 20 batang
rokok per hari (perokok ringan sampai sedang) dan 18 orang (23,7%) menghisap
lebih dari 20 batang per hari (perokok berat). Hanya 2 orang (2,6%) dari 18 orang
(23,7%) responden yang merokok lebih dari 20 batang per hari memiliki kualitas
tidur yang baik. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara
jumlah rokok yang dihisap per hari dengan kualitas tidur (p = 0,001) didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Lizhen HU, et al. tahun 2007 pada 1.439
responden tentara Jepang, menyatakan bahwa pria yang biasanya menghabiskan
21-40 batang rokok per hari memperlihatkan angka yang signifikan mengenai
kualitas tidur yang buruk dibandingkan pria yang menghabiskan rokok dengan

48

jumlah yang lebih sedikit, (OR = 1,54; CI 95%: 1,012,36) begitu juga jika
dibandingkan dengan mantan perokok.7
Penelitian lain dilakukan Zhang L, et al. tahun 2006 pada lebih dari 5000
responden yang membandingkan antara responden yang bukan perokok dan
perokok, perokok yaitu seseorang yang pernah mengonsumsi minimal 100 batang
rokok dalam hidupnya, menghabiskan waktu yang lebih lama untuk memulai tidur
dan memiliki lama jumlah tidur yang lebih sedikit. 43 Penelitian tersebut mereka
kembangkan tahun 2008 pada 40 pasang responden yang merokok dan tidak
merokok yang menyatakan perbedaan dari gelombang EEG antara perokok dan
tidak perokok terlihat jelas meningkat pada fase awal tidur dan menurun pada fase
akhir tidur. Keluhan subjektif tentang jarangnya tidur nyenyak sering diungkapkan
oleh perokok dibanding bukan perokok (p <0,002) yang dibuktikan dengan
adanya perbedaan pada gelombang EEG. Hasil penelitian menyatakan merokok
berkaitan dengan gangguan pada pola tidur, yaitu awal tidur dan berbagai stadium
tidur.46
Hal ini berkaitan dengan zat-zat kimia beracun yang terkandung dalam
rokok, terutama nikotin yang paling berpengaruh terhadap kualitas tidur. Efek dari
nikotin tersebut antara lain: pertama, nikotin dari asap rokok dapat merangsang
pelepasan beberapa neurotransmiter penting yang secara kolektif berpartisipasi
dalam mengatur siklus tidur. Kedua, perokok akan sering mengalami ketagihan
asupan nikotin selama tidur.43 Selain itu, konsumsi nikotin dapat mempengaruhi
pola tidur normal seseorang. Penggunaan nikotin akan memberi efek peningkatan
kewaspadaan, perubahan pada fase tidur gelombang lambat dan fase tidur
paradoksal juga terhadap lama tidur seseorang. Efek ini timbul karena nikotin
merangsang susunan saraf pusat untuk melepaskan dopamin, norepinefrin,
serotonin dan asetilkolin, yang berperan penting sebagai regulator keterjagaan
seseorang. Kadar zat-zat kimia dalam rokok secara langsung ditentukan dari
jumlah rokok yang dikonsumsi seseorang setiap harinya. Hasil penelitian ini
menyatakan perokok yang mengonsumsi rokok dengan jumlah lebih dari 20
batang per hari memiliki resiko sepuluh kali lebih tinggi untuk mendapatkan
kualitas tidur buruk dibandingkan perokok yang mengonsumsi rokok dengan

49

jumlah kurang dari 20 batang per hari (OR = 10,560; CI 95%: 2,221-50,209).
Dengan kata lain, semakin banyak jumlah batang rokok yang dikonsumsi,
semakin besar resiko seseorang untuk mendapatkan kualitas tidur yang buruk.7
6.3.2 Hubungan antara jenis rokok yang dihisap per hari dengan kualitas tidur
Sebagian besar responden yaitu 56 orang (73,7%) menghisap rokok berjenis
rokok filter sedangkan 20 orang (26,3%) menghisap rokok berjenis rokok nonfilter. Hasil penelitian ini juga dilaporkan oleh peneliti sebelumnya, yang
menyatakan persentase jenis rokok yang dihisap perokok remaja menunjukkan
70,73% perokok menghisap rokok putih (filter), 15,44% menghisap rokok
kombinasi (putih+kretek), 13,0% menghisap rokok kretek (rokok non-filter) dan
0,81% menghisap cerutu. Namun berbeda dengan penelitian Rochadi K tahun
2004, yang menyatakan 48,8% remaja di lima wilayah Jakarta menghisap rokok
kretek (rokok non-filter), 35,3% kombinasi dan 15,9% rokok putih (rokok filter).
Peneliti tersebut juga menyatakan, ketertarikan responden terhadap rokok filter
dikarenakan harga rokok filter lebih murah dan rokok filter juga menawarkan rasa
yang lebih bervariasi dan promosinya juga lebih menarik.47
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara jenis rokok yang
dihisap dengan kualitas tidur (p = 0,003). Rokok filter mempunyai kandungan 1415 mg tar dan 2-3 mg nikotin, dimana kandungan tar dan nikotin tersebut lebih
rendah dibanding rokok non-filter. Rokok non-filter atau rokok kretek memiliki
sekitar 20 mg tar dan 4-5 mg nikotin.14 Kandungan nikotin yang terdapat dalam
rokok non-filter lebih besar dari rokok filter, hal itu disebabkan rokok non-filter
tidak dilengkapi dengan filter yang berfungsi mengurangi asap keluar dari rokok
seperti yang terdapat pada jenis rokok filter.51 Pada penelitian ini lebih banyak
(71,1%) ditemukan responden yang mengonsumsi rokok berjenis rokok filter,
salah hal yang dapat dijadikan alasan adalah sebagai mahasiswa Fakultas
Kedokteran yang mempunyai kebiasaan merokok, sebagian dari responden sudah
memiliki pengetahuan tentang zat-zat yang terkandung dalam rokok. Hasil
analisis bivariat menyatakan perokok yang mengonsumsi rokok filter memiliki
resiko lima kali lebih tinggi untuk mendapatkan kualitas tidur yang buruk

50

dibandingkan perokok yang mengonsumsi rokok non-filter (OR = 5,182; CI 95%:


1,67710,014).
Penelitian serupa yang dilakukan oleh Susanna D, et al. melaporkan bahwa
perbedaan nikotin dalam berbagai merk rokok dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain jenis dan campuran tembakau yang digunakan, jumlah tembakau dalam
tiap batang rokok, senyawa tambahan yang digunakan untuk meningkatkan aroma
dan rasa, serta ada atau tidaknya filter pada tiap batang rokok. Penelitian tersebut
juga menyatakan bahwa jumlah nikotin yang masuk ke dalam tubuh per hari dapat
dihitung, walaupun biasanya dosis nikotin yang dihisap per hari masih di bawah
dosis toksik yaitu 0,5 1,0 mg/kgBB atau sekitar 30 60 mg, namun bila ini
berlangsung dalam waktu lama tentu saja akan berpengaruh pada kesehatan.52
Dapat diketahui juga, dari penelitian yang dilakukan oleh Zhang L, et al.
bahwa kadar nikotin tertinggi pada perokok berada pada waktu tidur, hal ini yang
menyebabkan perbedaan pola tidur antara perokok dan bukan perokok, yang
terlihat pada awal periode tidur atau saat perokok akan memulai tidur. Hal ini juga
dibuktikan dengan pola EEG perokok dan bukan perokok, bahwa nikotin berperan
penting pada fase awal tidur seorang perokok dan menunjukkan efek
patofisiologis nikotin saat tidur yang bersifat stimulant, sehingga dapat
mempengaruhi kualitas tidur seseorang.46
6.3.3 Hubungan antara lama merokok dengan kualitas tidur
Hampir seluruh dari responden atau 67 orang (88,2%) merokok selama
kurang dari 10 tahun, hanya 9 orang (11,8%) merokok selama 10 - 20 tahun.
Penelitian sebelumnya menyatakan semakin awal usia merokok semakin sulit
sesorang untuk berhenti merokok. Rokok juga mempunyai dose-response effect
artinya semakin muda usia memulai merokok akan semakin besar pula
pengaruhnya. Resiko kematian bertambah seiring dengan banyaknya merokok dan
usia merokok yang lebih dini. Dampak rokok akan terasa 10 20 tahun pasca
dikonsumsi. Disimpulkan dari penelitian tersebut semakin muda usia seseorang
memulai konsumsi rokok, maka semakin panjang durasi merokoknya dan makin
besar beban merokok untuk berkembang menjadi penyakit.53

51

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara lama merokok


dengan kualitas tidur (p = 0,033). Hal ini berkaitan dengan ketergantungan nikotin
pada seseorang terkait dengan lama seseorang tersebut merokok. Penelitian yang
dilakukan Ngurah Rai dan Bagus Artana pada 160 responden menunjukkan pada
kelompok umur muda memiliki tingkat ketergantungan terhadap nikotin yang
lebih tinggi secara bermakna dibandingkan usia tua (3,432,15 vs 2,632,59). 54
Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan paparan nikotin
selama 24 jam, menimbulkan rangsangan ingin merokok yang lebih besar saat
pagi hari dibandingkan dengan seseorang yang terpapar nikotin hanya 16 jam.55
Penelitian Ulrich et al, mendapatkan hubungan antara ketergantungan
nikotin dengan jumlah rokok seumur hidup yang dihitung berdasarkan jumlah
rokok dan lama merokok seseorang. Penelitian tersebut menjelaskan makin tinggi
jumlah rokok hidup seumur hidup seseorang maka tingkat ketergantungan nikotin
juga akan makin tinggi. Hubungan antara ketergantungan nikotin dengan lama
merokok memang tidak memberikan hasil yang signifikan namun dapat dilihat
bahwa semakin muda memulai merokok, maka akan semakin tinggi tingkat
ketergantungan yang diderita.56 Hasil analisis bivariat pada penelitian ini
menyatakan perokok yang memiliki lama merokok antara 10 hingga 20 tahun
memiliki resiko delapan kali lebih tinggi untuk mendapatkan kualitas tidur buruk
dibandingkan dengan perokok yang memiliki lama merokok kurang dari 10 tahun.
(OR = 8,242; CI 95%: 0,976 - 69,589). Hubungan antara merokok dan kualitas
tidur sangat erat (p = 0,002) juga diungkapkan oleh Seung Hee pada penelitiannya
tahun 2012 dengan 498 responden, didapatkan kualitas tidur pada perokok yang
memiliki ketergantungan nikotin lebih rendah daripada bukan perokok (p = 0,001)
ataupun perokok yang tidak memiliki ketergantungan nikotin (p = 0.012), dimana
ketergantungan nikotin erat kaitannya dengan lama seseorang menjadi perokok.57

6.3.4 Hubungan antara derajat berat merokok dengan kualitas tidur


Derajat berat merokok ditentukan oleh indeks Brinkman, yaitu perkalian
antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap per hari dengan lama merokok

52

dalam satuan tahun.21 Hasil analisis univariat menyatakan dari 76 orang responden
(100,0%), 62 orang (81,6%) termasuk derajat ringan. Derajat ringan adalah
perokok yang mempunyai hasil indeks Brinkman 0-200. Sedangkan 14 orang
(18,4%) dikategorikan dalam derajat sedang. Derajat sedang adalah perokok yang
mempunyai hasil indeks Brinkman 200-600. Semakin tinggi skor yang diperoleh
responden, maka semakin tinggi intensitas perilaku merokoknya dan sebaliknya
semakin rendah skor yang diperoleh responden maka semakin rendah juga
intensitas perilaku merokoknya. Intensitas perilaku merokok seseorang berkaitan
dengan banyak rokok yang dikonsumsi per hari dan lama waktu seseorang
merokok.58
Hasil penelitian ini menyatakan lebih dari tigaperempat responden memiliki
intensitas merokok dalam kategori ringan, hal ini dapat dikaitkan dengan tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh responden. Namun, berbeda dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Kusumawardhani A, yang menyatakan tidak ada hubungan
yang signifikan antara tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tentang
merokok dengan derajat berat merokok. Penelitian yang dilakukan menyatakan
terdapat korelasi positif antara tingkat pendidikan dengan derajat berat merokok
dengan nilai koefisien korelasinya sebesar 0.165 dan nilai signifikansi 0.208
menunjukkan bahwa kedua variabel ini memiliki hubungan lemah yang tidak
signifikan. Begitu juga antara tingkat pengetahuan dengan derajat berat merokok
juga berkorelasi negatif yang memiliki signifikansi 0.589 dan koefisien
korelasinya 0.071.59
Namun, dari intensitas perilaku merokok yang ringan tidak menutup
kemungkinan untuk timbulnya berbagai dampak. Zat yang terkandung dalam
rokok terutama nikotin berefek pada konsekuensi medis yang terkait dengan
perokok, seperti penyakit paru-paru obstruktif kronis, yang dapat mengganggu
kontinuitas tidur dan memiliki dampak negatif pada siklus tidur.44 Hasil analisis
bivariat pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan antara derajat berat
merokok dengan kualitas tidur (p = 0,008) dilaporkan hanya 2 orang (2,6%) dari
14 orang (18,4%) responden yang dikategorikan derajat perokok sedang memiliki
kualtas tidur yang baik. Hal ini didukung dengan penelitian yang menyatakan
toksisitas suatu zat ditentukan oleh besarnya paparan dan lamanya paparan. 51

53

Begitulah bila diumpamakan sebuah rokok yang mengandung berbagai zat yang
beracun mempengaruhi kualitas tidur ditentukan oleh besarnya paparan (jumlah
rokok yang dikonsumsi per hari) dan lamanya paparan (lama merokok) yang
dapat dihitung dengan indeks Brinkman seperti yang digunakan pada penelitian
ini.
Hasil analisis bivariat pada penelitian ini menyatakan perokok yang
dikategorikan dalam derajat perokok sedang memiliki resiko enam kali lebih
tinggi untuk mendapatkan kualitas tidur yang buruk dibandingkan dengan
perokok yang dikategorikan dalam derajat perokok ringan (OR = 6,828; CI 95%:
1,409-33,078). Penelitian yang dilakukan Karyono F, tahun 2010 pada 72
responden yang memenuhi kriteria, yaitu 24 perokok ringan, 24 perokok sedang,
dan 24 perokok berat menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara beratnya kebiasaan merokok dengan keluhan-keluhan saat tidur
berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Anova didapatkan nilai sebesar
32,785 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 (p <0,01). Namun tidak
didapatkan perbedaan keluhan-keluhan saat tidur pada perokok sedang dan
perokok berat.60 Penelitian lain menyatakan gangguan tidur pada merokok erat
kaitannya dengan nikotin yang merupakan salah satu kandungan dalam rokok
tersebut. Awalnya nikotin berhubungan dengan HPA (Hipotalamus-hipofisisadrenal) dan kortisol. Kortisol mempunyai fungsi memodulasi dan mengatur
aktivitas sistem saraf pusat selama stres dan produksi kortisol berhubungan
dengan kemampuan tubuh mengatasi stres, namun berjalannya waktu dalam siklus
tidurnya, seorang perokok akan merasa kesulitan untuk memulai tidur akibat efek
stimulasi dari nikotin.42

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik

54

beberapa kesimpulan sebagai berikut:


1. Sebanyak 76 orang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
mempunyai kebiasaan merokok.
2. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti yang memiliki
kualitas tidur buruk lebih banyak dibandingkan mahasiswa yang memiliki
kualitas tidur baik.
3. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kualitas tidur pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
4. Ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan kualitas
tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
5. Ada hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan kualitas tidur pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
6. Ada hubungan antara lama merokok dengan kualitas tidur pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
7. Ada hubungan antara derajat berat merokok dengan kualitas tidur pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
7.2

Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan peneliti yang dimiliki dalam

penelitian ini, maka dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:


1. Bagi Peneliti
- Penelitian tentang kebiasaan merokok selanjutnya diharapkan
menanyakan lebih lanjut alasan dan motivasi perokok untuk
merokok atau tetap merokok walaupun sebenarnya mereka sudah
cukup paham tentang bahaya merokok berdasarkan pengetahuan
yang didapatkan di Fakultas Kedokteran, hal ini baik diketahui untuk
dapat menemukan solusi sehingga dapat menurunkan prevalensi
-

kebiasaan merokok di kalangan dewasa muda.


Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengikutsertakan variabelvariabel lain yang diduga berhubungan dengan kualitas tidur yang

tidak diteliti pada penelitian ini.


Hasil penelitian ini hendaknya menjadi sumber inspirasi bagi
penelitian selanjutnya untuk mengembangkan atau menerapkan cara
mempertahankan dan memperbaiki kualitas tidur juga dapat
mengetahui dampak apa saja yang yang sudah terjadi atau didapat

55

dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti yang


memiliki kebiasaan merokok terkait aspek fisiologis.
2. Bagi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
- Bagi mahasiswa yang memiliki kebiasaan merokok agar berusaha
mengurangi konsumsi rokok untuk meningkatkan produktivitas
-

sehari-hari terkait dengan kualitas tidur.


Bagi mahasiswa yang tidak memiliki

kebiasaan

merokok,

pertahankan jadwal tidur normal dan hindari hal-hal yang dapat


menyebabkan kualitas tidur buruk.
3. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
- Diadakan penyuluhan atau konseling yang lebih rutin untuk
mengingatkan akan bahaya merokok bagi kesehatan perokok
-

maupun orang disekitarnya.


Larangan untuk merokok di area kampus sudah diterapkan di
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dan mahasiswa mematuhi
peraturan tersebut terbukti saat dilakukan penelitian, peneliti hampir
tidak pernah menemukan mahasiswa yang merokok di dalam area
kampus, agar hal tersebut dipertahankan terkait kenyamanan dan
kesehatan seluruh warga Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lindenberg A, Binkmeyer J, Dahmen N, Gallinat J, Millas W, Mobascher
A, et al. The German multi-centre study on smoking-related behaviordescription on a population-based case-control study. Addiction Biology
2011;16(4):638-53.
2. World Health Organization. Country Profile Indonesia: Prevalence of
tobacco use. WHO report on the global tobacco epidemic. Geneva:
Switzerland: 2011. Available at: http://www.who.int/tobacco/surveillance/
policy/country_profile/ idn.pdf. Accessed on June 16, 2013.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas). Departemen Kesehatan RI 2010: 399-403.
4. Kementrian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi kesehatan Provinsi
DKI Jakarta. Departemen Kesehatan RI 2012:2-7.
5. Han Min-Yan, Che Wei-Qing, Wen Xiao-Zhong, Liang Cai-Hua, Ling
Wen-Hua. Differences of Smoking Knowledge, Attitudes, and Behaviors

56

between Medical and Non-medical Students. Int.J. Behav. Med


2012;19:104-10.
6. Cohrs S, Rodenbeck A, Riemann D, Szagun B, Jaehne A, Brinkmeyer J, et
al. Impaired sleep quality and sleep duration in smokers- result from the
German Multicenter Study on Nicotine Dependence. 2012;10:136-9.
7. Hu Lizhen, Sekine M, Gaina A, Kagamimori S. Association between sleep
quality and smoking in Japanese civil servants. Sleep and Biological
Rhytms 2001;5(3):196-203.
8. Jaehne A, Loessl B, Barkai X, Riemann D, Hornyak M. Effects of nicotine
on sleep during consumption, withdrawal and replacement therapy. Sleep
Medicine Reviews 2009;13:363-77.
9. Krueger PM, Friedman EM. Sleep Duration in the United States: A Crosssectional Pupolation-based Study. Am J Epidemiol 2009;169:1052-63.
10. Stranges S, Tigbe W, Gomez-Olive FX, Thorogood M, Kandala NB. Sleep
Problems: An Emerging Global Epidemic? Finding From the INDEPTH
WHO-SAGE Study Among More Than 40.000 Older Adults From 8
Countries Across Africa and Asia. SLEEP 2012; 8(35):1173-81.
11. Mesquita G, Ferreira S, Rossini S, Soares EA, Reimao R. Effect of
Tobacco and Alcohol Consumption on Sleep Quality of University
Students. Neurobiologia 2011;74(1):19-27.
12. Payne JD, Stickgold R, Swanerg K, Kensigner EA. Sleep Preferentially
Enhances Memory for Emotional Components of Scenes. Psychological
Science 2008; 14:781-8.
13. Presiden Republik Indonesia. Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2003. Bab I. Pasal
1. Ayat 1-2.
14. World Health Organization. Tobacco: deadly in any form or disguise.
World no tobacco day 2006. p.15;18-25.
15. Unit Pengendalian Tembakau FKM UI. Pengantar Merokok. In: Thabrany
H, editors. Rokok, Mengapa Haram?. Jakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia; 2009.p.1-2.
16. Redwine KM, Daniels SR. Prehypertension in Adolescents: Risk and
Progression. The Journal of Clinical Hypertension 2012;14(6):360-64.
17. Rodondi N, Auer R, Devine PJ, OMalley PG, Hayoz D, Cornuz J. The
Impact of Carotid Plaque Screening on Motivation for Smoking Cessation.
Nicotine Tob Res 2008;10(3):541-6.
18. Vander Weg M, Howren B, Cai X. Use of Routine Clinical Preventive
Services Among Daily Smokers, Non-daily Smokers, Former Smokers and
never-smokers. Nicotine Tob Res 2012;14(2):123-30.
19. Schuster R, Hertel AW, Mermelstein R. Cigar, Cigarillo and Little Cigar
Use Among Current Cigarette-Smoking Adolscents. Nicotine Tob Res
2013;15(5):925-31.
20. Tana L, Mihardja L, Rifai L. Merokok dan usia sebagai faktor resiko
katarak pada pekerja berusia > 30 tahun di bidang pertanian. Universa
Medicina 2007;26(3):120-8.

57

21. Brinkman GL, Voates Jr EO. The prevalence of chronic bronchitis in an


industrial population. Am Rev Respir Div 1962;47-54.
22. Guyton, Hall. States of Brain Activity-Sleep; Brain Waves; Epilepsy;
Psychoses. In: Hall JE, editors. Textbook of Medical Physiology. 12 th ed.
Hall: Saunders; 2010.p.689-91;697-701.
23. Cappuccio F, DElia L, Strazzullo P, Muller MA. Sleep Duration and AllCause Mortality: A Systematic Review and Meta-Analysis of Prospective
Studies. Sleep Duration and Mortality 2010;33(5):585.
24. Hanning C. Sleep disturbance and wind turbine noise. Stop Swinford Wind
Farm Actin Group 2009. p. 5-8;11-33.
25. Wolk R, Gami A, Garcia-Touchrad A, Somers VK. Sleep and
Cardiovascular Disease. Curr Probl Cardiol 2005;30:625-62.
26. Albrecht U. The mammalian circadian clock. Curr Opin Genet Dev
2003;13:271-77.
27. Roccicheli JT, Sanford JT, VandeWaa E. Managing sleep disorders in the
elderly. The Nurse Practioner 2010:31-7.
28. Richards J, Gumz ML. Advances in understanding the peripheral circadian
clocks. FASEB J 2012;26:3602-13.
29. Richards J, Gumz ML. Mechanism of the circadian clock in physiology.
Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 2013;304:R1053-64.
30. Roehrs T, Roth T. Sleep, Sleepiness and Alcohol Use. Alcohol Research
and Health 2010;25(2):101-9.
31. Cappucio F, Cooper D, Strazzullo P, Miller MA. Sleep duration predicts
cardiovascular outcomes: a systematics review and meta-analysis of
prospective studies. Eur Heart J 2011; doi: 10.1093/eurheartj/ehr007.
32. Curcion G, Ferrara M, De Gennaro L. Sleep loss, learning capacity and
academic performance. Sleep Med Rev 2006;10(5):323-37.
33. Dewald JF, Meijer AM, Oort FJ, Kerkhof GA, Bogels SM. The influences
of sleep quality, sleep duration and sleepiness on school performance in
children and adolescents: A meta-analytic review. Sleep Med Rev
2010;14(3):179-89.
34. Sulistiyani C. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur
pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2012;1(2):280-92.
35. Antczak J, Horn B, Ritcher A, Jernajczyk W, Bodenschatz R, Schmidt EW.
The Influence of obesity on sleep quality in male sleep apneu patients
before and during theurapy. Journal of Physiology and Pharmacology
2008;59(6).
36. Nashori F. Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Kendali Diri
Mahasiswa. Fenomena 2004;2(2):127-37.
37. Buysee DJ, Reynolds III CF, Monk TH, Berman SR, Kupfer DJ. The
Pittsburgh sleep quality index: a new instrument for psychiatric practice
and research. Psychiatry Research 1988;28:193-213.
38. SzentkirLyi A, MadarSz CZ, Nov KM. Sleep disorders: Impact on
daytime functioning and quality of life. Expert Review of
Pharmacoeconomics and Outcomes Research 2009;9(1),49-64.

58

39. Patterson F, Lerman C, KaufmannV, Neuner G, Audrain-McGovern J.


Cigarette Smoking Practices Among American College Students: Review
and Future Directions. Journal of American College Health
2004;52(5):203-10.
40. Padula RS, De Abreu GJ. Assessment of quality of sleep and sleepiness in
workers with rotating shifts. Work 2012;41(SUPPL.1):5801-2.
41. Bidulescu A, Din-Dzietham R, Coverson D, Chen Z, Meng Y, Buxbaum
SG, et al. Interaction of sleep quality and psychosocial stress on obesity in
Africans Americans: the Cardiovascular Health Epidemiology Study
(CHES). BMC Public Health 2010;10(581).1-10.
42. Saint-Mleux B, Eggermann E, Bisetti A. Nicotinic enchantment of the
noradrenergic inhibition of sleep-promiting neurons in the ventrolateral
preoptic area. J Neurosci 2004;24:67.
43. Zhang L, Samet J, Caffo B, Punjabi NM. Cigarette Smoking and
Nocturnal Sleep Architecture. American Journal of Epidemiology
2006;164(6):529-37.
44. Kutty K. Sleep and chronic obstructive pulmonary disease. Curr Opin
Pulm Med 2004;10:104-12.
45. Schoenborn CA, Adams P. Sleep Duration as a Correlate of Smoking,
Alcohol Use, Leisure-Time Physical Inactivity, and Obesity Among
Adults: United States 2004-2006. NCHS Health E-States 2008;1-13.
46. Zhang L, Samet J, Caffo B, Bankman I, Punjabi NM. Power Spectral
Analysis of EEG Activity During Sleep in Cigarette Smokers. CHEST
2008;133(2):427-32.
47. Alamsyah RM. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiaaan merokok dan
hubungannya dengan status penyakit periodontal remaja di Kota Medan
Tahun 2007 (thesis). Medan: Universitas Sumatera Utara; 2009.
48. Nashori F, Diana RR. Perbedaan kualitas tidur dan kualitas mimpi antara
mahasiswa laki-laki dan mahasiwa perempuan. Indonesian Psychological
Journal 2005;2(2):77-88.
49. Kumboyono. Hubungan Perilaku Merokok dan motivasi belajar usia anak
remaja. Majalah Kesehatan FKUB 2010:1-12.
50. El-Sharkawy GF. Cigarette smoking among university students: familyrelated & personal risk factors. Journal of American Science 2011;7:260268.
51. Nurcahyani FH, Bustamam N, Diandini R. Hubungan antara kebiasaan
merokok dan kejadian hipertensi. Bina Widya 2011;22(4):185-90.
52. Susanna D, Hartono B, Fauzan H. Penentuan kadar nikotin dalam asap
rokok. MAKARA 2003;7(2):47-51.
53. DSouza MS, Markou A. Neuronal mechanisms underlying development
of nicotine dependence: implications for novel smoking-cessation
treatments. Addiction Science & Clinical Practice 2011;5:4-16.
54. Ngurah Rai IB, Bagus Artana IGN. Merokok dan Ketergantungan Nikotin
Pada Penduduk Tenganan Pengringsingan, Karangasem, Bali. Denpasar:
FK UNUD; 2009.
55. Ulrich J, Meyer C, Hapke U, Rumpf HJ. Nicotine dependence and lifetime

59

amount of smoking in a population sampel. European Journal of Public


Health 2004; 14:182-5.
56. McGee R, Williams S, Nada-Raja S. Is cigarette smoking associated with
suicidal ideation among young people. The American Journal of
Psycology 2005; 162: 619-620.
57. Choi, Seung Hee. Smoking behavior and the impaction sleep quality and
health related quality of life among operating engineers (dissertation).
Michigan: The University of Michigan; 2012.
58. Mushoffa MA, Husein AN, Bakhriansyah. Hunungan antara perilaku
merokok dan kejadian insomnia. Berkala Kedokteran 2013;9(1):73-9.
59. Kusumawardhani AT. Hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat
pengetahuan tentang merokok dengan derajat berat merokok (skripsi).
Surakarta: Unversitas Negeri Sebelas Maret; 2012.
60. Karyono FA. Hubungan antara derajat insomnia dengan beratnya
kebiasaan merokok pada mahasiswa universitas muhammadiyah malang
(skripsi). Malang: Universitas Muhammadiyah Malang; 2010.

60

Lampiran 1
HASIL PENELITIAN
NAMA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

JENIS
KELAMIN
1
1
1
2
2
2
1
2
1
1
1
1
1
2
2
1
2
1
1
1
2
2

USIA
19
20
20
19
20
20
19
20
20
19
20
20
20
20
21
21
20
20
21
21
19
21

KEBIASAAN
MEROKOK
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

JUMLAH
ROKOK

JENIS
ROKOK
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

LAMA
MEROKOK
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

DERAJAT
BERAT
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

KUALITAS
TIDUR
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1

23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48

2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1

20
20
19
21
20
19
19
19
19
20
21
21
20
20
19
19
20
20
19
19
19
19
19
20
22
20

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
3
1

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
1
1

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
2
1

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
2
1

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1

49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74

1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

21
19
21
19
19
19
22
22
20
21
20
19
19
21
19
20
21
21
22
21
20
20
21
21
20
21

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

3
1
1
1
1
1
3
1
1
3
1
1
1
1
1
1
1
1
3
1
1
1
1
1
1
1

2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
2
2
2
1
2
2
2
2
1
1
1
1
1
2
2

1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1

2
1
1
1
1
1
2
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
1
2
1
1
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
1
1
1
1
1
2
2

75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1

20
19
19
22
22
20
19
20
20
19
19
20
21
20
21
22
22
22
22
22
20
20
19
22
19
22

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
3
3
1
1
1
1
1
1
1
1
3
1
3
3
3
3
3
3
3
1
3
1
1

1
1
1
1
2
2
2
2
1
2
1
1
2
1
2
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2

1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1

1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1

1
1
1
2
2
2
1
1
1
2
1
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
1
1

101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120

1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1

19
21
20
20
19
21
19
21
20
21
21
19
21
21
20
20
21
20
20
20

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

1
3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2

1
2
2
1
2
1
1
2
1
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
2

Lampiran 2
HASIL ANALISIS UNIVARIAT
Jenis Kelamin

Valid

Laki-laki
Perempuan
Total

Frequency
78
42
120

Cumulative
Percent
Valid Percent
Percent
65.0
65.0
65.0
35.0
35.0
100.0
100.0
100.0
Usia

Valid

19
20
21
22
Total

Frequency
35
44
28
13
120

Percent
29.2
36.7
23.3
10.8
100.0

Valid Percent
29.2
36.7
23.3
10.8
100.0

Cumulative
Percent
29.2
65.8
89.2
100.0

IMT
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Kurus

14

11.7

11.7

11.7

Normal

70

58.3

58.3

70.0

Berlebih

20

16.7

16.7

86.7

Obese kelas 1

12

10.0

10.0

96.7

Obese kelas 2

3.3

3.3

100.0

120

100.0

100.0

Total

Kebiasaan Merokok

Valid

Ya
Tidak
Total

Frequency
76
44
120

Percent
63.3
36.7
100.0

Valid Percent
63.3
36.7
100.0

Cumulative
Percent
63.3
100.0

Valid
Valid

Jumlah
rokok
yang
dihisap
per hari
Jenis
rokok
yang
dihisap
Cumulative
Frequency Percent
Valid
Cumulative
Frequency Percent ValidPercent
Percent
Percent
Percent
<
20
batang
58
76.3
76.3
76.3
rokok filter
52
68.4
68.4
68.4
> 20 batang
1824
23.7
23.7
100.0
rokok
non filter
31.6
31.6
100.0
Total
7676 100.0
100.0
Total
100.0
100.0
Lama merokok

Valid

< 10 tahun
10 - 20 tahun
Total

Frequency
67
9
76

Cumulative
Percent Valid Percent Percent
88.2
88.2
88.2
11.8
11.8
100.0
100.0
100.0

Derajat Berat Merokok

Valid

derajat ringan
derajat sedang
Total

Frequency
62
14
76

Percent
81.6
18.4
100.0

Valid
Cumulative
Percent
Percent
81.6
81.6
18.4
100.0
100.0

Kualitas Tidur

Valid

baik
buruk
Total

Frequency
58
62
120

Percent
48.3
51.7
100.0

Valid Percent
48.3
51.7
100.0

Cumulative
Percent
48.3
100.0

Lampiran 3
HASIL ANALISIS BIVARIAT
Case Processing Summary
Cases
Valid
Missing
N
Percent
N
Percent

Total
Percent

Kebiasaan Merokok
* Kualitas Tidur
Jumlah rokok per
hari * Kualitas Tidur
Jenis rokok yang
dihisap * Kualitas
Tidur
Lama merokok *
Kualitas Tidur
Derajat Berat
Merokok * Kualitas
Tidur

120

100.0%

0.0%

120

100.0%

76

63.3%

0.0%

76

100.0%

76

63.3%

0.0%

76

100.0%

76

63.3%

0.0%

76

100.0%

76

63.3%

0.0%

76

100.0%

Kebiasaan Merokok * Kualitas Tidur


Crosstab

Kebiasaan Merokok Ya

Tidak

Total

Count
Expected Count
% of Total
Count
Expected Count
% of Total
Count
Expected Count
% of Total

Kualitas Tidur
baik
buruk
35
41
36.7
39.3
29.2%
34.2%
23
21
21.3
22.7
19.2%
17.5%
58
62
58.0
62.0
48.3%
51.7%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2Value
df
(2-sided)
sided)
5.355a
1
.021

Total
76
76.0
63.3%
44
44.0
36.7%
120
120.0
100.0%

Exact Sig. (1sided)

Pearson Chi-Square
Continuity
4.513
1
.034
Correctionb
Likelihood Ratio
5.386
1
.020
Fisher's Exact Test
.024
.017
Linear-by-Linear
5.310
1
.021
Association
N of Valid Cases
120
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.90.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper

Odds Ratio for


Kebiasaan Merokok
(Ya / Tidak)
For cohort Kualitas
Tidur = baik
For cohort Kualitas
Tidur = buruk
N of Valid Cases

.779

.370

1.640

.881

.607

1.279

1.130

.779

1.641

120

Jumlah rokok yang dihisap per hari * Kualitas Tidur


Crosstab

Jumlah rokok yang


dihisap per hari

< 20 batang

> 20 batang

Total

Kualitas Tidur
baik
buruk
Total
33
25
58
26.7
31.3
58.0
43.4% 32.9% 76.3%
2
16
18
8.3
9.7
18.0
2.6% 21.1% 23.7%
35
41
76
35.0
41.0
76.0
46.1% 53.9% 100.0%

Count
Expected Count
% of Total
Count
Expected Count
% of Total
Count
Expected Count
% of Total

Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value
df
(2-sided)
a
11.591
1
.001

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig. (1sided)

Pearson Chi-Square
Continuity
9.821
1
.002
Correctionb
Likelihood Ratio
13.028
1
.000
Fisher's Exact Test
.001
.001
Linear-by-Linear
11.438
1
.001
Association
N of Valid Cases
76
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.29.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
Jumlah rokok yang
dihisap per hari (< 20
batang / > 20 batang)
For cohort Kualitas
Tidur = baik

10.560

2.221

50.209

5.121

1.360

19.279

For cohort Kualitas


Tidur = buruk
N of Valid Cases

.485

.346

.680

76

Jenis rokok yang dihisap * Kualitas Tidur


Crosstab

Jenis rokok yang


dihisap

rokok filter

rokok non filter

Total

Value
8.980a

Kualitas Tidur
baik buruk Total
30
22
52
23.9 28.1
52.0
39.5% 28.9% 68.4%
5
19
24
11.1 12.9
24.0
6.6% 25.0% 31.6%
35
41
76
35.0 41.0
76.0
46.1% 53.9% 100.0%

Count
Expected Count
% of Total
Count
Expected Count
% of Total
Count
Expected Count
% of Total

Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
1
.003

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

Pearson Chi-Square
Continuity
7.557
1
.006
Correctionb
Likelihood Ratio
9.469
1
.002
Fisher's Exact Test
.003
.003
Linear-by-Linear
8.862
1
.003
Association
N of Valid Cases
76
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.05.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Jenis
rokok yang dihisap
(rokok filter / rokok
non filter)
For cohort Kualitas
Tidur = baik
For cohort Kualitas
Tidur = buruk
N of Valid Cases

5.182

1.677

16.014

2.769

1.227

6.249

.534

.366

.780

76

Lama merokok * Kualitas Tidur


Crosstab

Lama merokok

< 10 tahun

Count
Expected Count
% of Total
Count
Expected Count
% of Total
Count
Expected Count
% of Total

10 - 20 tahun

Total

Value
5.017a

Kualitas Tidur
baik
buruk
Total
34
33
67
30.9
36.1
67.0
44.7% 43.4% 88.2%
1
8
9
4.1
4.9
9.0
1.3% 10.5%
11.8%
35
41
76
35.0
41.0
76.0
46.1% 53.9% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
1
.025

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

Pearson Chi-Square
Continuity
3.548
1
.060
Correctionb
Likelihood Ratio
5.738
1
.017
Fisher's Exact Test
.033
.026
Linear-by-Linear
4.951
1
.026
Association
N of Valid Cases
76
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.14.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Lama
merokok (< 10 tahun
/ 10 - 20 tahun)
For cohort Kualitas
Tidur = baik
For cohort Kualitas
Tidur = buruk
N of Valid Cases

8.242

.976

69.589

4.567

.709

29.423

.554

.396

.775

76

Derajat Berat merokok * Kualitas Tidur


Crosstab

Derajat Berat
merokok

derajat ringan

Count
Expected Count
% of Total

Kualitas Tidur
baik buruk
33
29
28.6 33.4
43.4% 38.2%

Total
62
62.0
81.6%

derajat sedang

Total

Value
6.971a

Count
Expected Count
% of Total
Count
Expected Count
% of Total

2
12
14
6.4
7.6
14.0
2.6% 15.8% 18.4%
35
41
76
35.0 41.0
76.0
46.1% 53.9% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2df
(2-sided)
sided)
1
.008

Exact Sig.
(1-sided)

Pearson Chi-Square
Continuity
5.491
1
.019
Correctionb
Likelihood Ratio
7.709
1
.005
Fisher's Exact Test
.015
.008
Linear-by-Linear
6.879
1
.009
Association
N of Valid Cases
76
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.45.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
Derajat Berat
merokok (derajat
ringan / derajat
sedang)
For cohort Kualitas
Tidur = baik
For cohort Kualitas
Tidur = buruk
N of Valid Cases

6.828

1.409

33.078

3.726

1.011

13.728

.546

.388

.767

76

Lampiran 4
KAJI ETIK PENELITIAN

Lampiran 5
LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN
Salam sejahtera Saudara/i,

Perkenalkan nama saya Sang Ayu Prabha Amandari Sutyandi, mahasiswi


Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti angkatan 2010. Saat ini saya sedang
dalam proses penyusunan skripsi sebagai syarat kelulusan. Skripsi yang saya
susun mengambil tema tentang kebiasaan merokok dan kualitas tidur mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Universitas Trisakti menjadi tempat populasi penelitian
saya. Tujuan dari diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara kebiasaan merokok dan kualitas tidur, sehingga mahasiswa dapat terhindar
dari berbagai penyakit dan menjadi mahasiswa yang aktif dan produktif.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang
kualitas tidur pada mahasiswa ataupun dapat memberi penjelasan dan evaluasi
kepada mahasiswa yang memiliki kebiasaan merokok untuk lebih memahami
dampak buruk merokok dan memperhatikan kualitas tidur.
Untuk itu, saya akan membagikan kuisioner yang terdiri dari beberapa
komponen yaitu: identitas responden, kebiasaan merokok dan beberapa faktor
yang mempengaruhi kualitas tidur saudara/i sekalian, Karena itu, saya memohon
kerjasama yang sebaik-baiknya dari saudara/i sekalian, demi kelancaran
penyusunan skripsi ini. Mohon diisi dengan jawaban yang sebenar-benarnya
dan sejujur-jujurnya. Jawaban yang diberikan akan terjaga kerahasiaanya.
Partisipasi saudara/i dalam penelitian ini bersifat sukarela tanpa paksaan atau efek
samping apapun. Bila saudara/i mempunyai pertanyaan lain saat atau setelah
pengisian kuisioner selesai, dapat menghubungi saya (0817563733).
Demikian penjelasan dari saya, atas partisipasi dan ketersediaan waktu
saudara/i, saya ucapkan terima kasih. Terima kasih atas kerjasamanya.
Peneliti,
Sang Ayu Prabha A.S
Lampiran 6
FORMULIR PERSETUJUAN

Semua penjelasan di atas telah disampaikan kepada saya dan telah saya
pahami. Dengan menandatangani formulir ini saya SETUJU untuk ikut dalam
penelitian ini.
Nama peserta penelitian

Tanda tangan

Tanggal

Lampiran 7
KUISIONER PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN
MEROKOK DENGAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
A1.
A2.
A3.
A4.
A5.
A6.
A7.
A8.
A9.

No. Responden (diisi oleh peneliti)


Nama
Tanggal lahir
__//__//__
Umur
____ tahun
Jenis kelamin
No. telp
Berat badan (BB)
_____ kg
Tinggi badan (TB)
_____ cm
Indeks Massa Tubuh
_____ kg/cm2
2
(BB/TB )

B. KEBIASAAN MEROKOK
B1. Apakah anda merokok?
a. Ya
b. Tidak (lanjut ke pertanyaan C1)
B2. Berapa jumlah batang rokok yang anda konsumsi per hari?
a. kurang dari 10 batang
b. 10 20 batang
c. lebih dari 20 batang
B3. Apa jenis rokok yang paling sering anda konsumsi?
a. Rokok filter
b. Rokok non-filter
B4. Berapa lama anda sudah rokok?
a. kurang dari 10 tahun
b. 10-20 tahun
c. lebih dari 20 tahun
B5. Derajat berat merokok (diisi oleh peneliti)

Koding (diisi
oleh peneliti)
[ ][ ][ ]
[
[

]
]

PETUNJUK:
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini berkaitan dengan sifat-sifat tidur anda
selama sebulan terakhir ini saja.
C.

KUALITAS TIDUR
The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
1. Jam berapa biasanya anda berangkat untuk tidur?
2. Berapa menit anda butuhkan untuk jatuh tertidur?
3. Jam berapa biasanya anda bangkit dari tempat tidur?
4. Berapa menit anda terjaga sebelum bangkit dari tempat tidur?
Tidak Kurang dari Sekali atau Tiga kali
pernah
sekali
dua kali
atau lebih
Seberapa sering anda terjaga karena
dalam
dalam
dalam
seminggu
seminggu seminggu
5a. Tidak bisa tidur dalam 30 menit
5b. Terbangun di tengah malam
5c. Terbangun karena harus ke kamar
mandi
5d. Terganggu pernafasan
5e. Batuk atau mendengkur terlalu
keras
5f. Merasa kedinginan
5g. Merasa kepanasan
5h. Bermimpi buruk
5i. Merasa kesakitan
5j. Alasan lain: _________
5k. Berapa sering anda meminum
obat (bebas atau resep) untuk
membantu anda tidur?
6. Berapa sering anda tidak bisa
menahan kantuk ketika bekerja,
makan atau aktivitas lainnya?
7. Berapa sering anda tidur siang
ketika istirahat kerja?
8. Berapa sering anda mengalami
kesulitan berkonsentrasi ke
pekerjaan?
9.
Menurut anda sendiri, bagaimana kualitas tidur anda sebulan ini?
Baik sekali
Baik
Buruk
Buruk sekali

Lampiran 8
PERHITUNGAN NILAI PSQI
Tidak pernah
Kurang dari sekali dalam seminggu
Sekali atau dua kali dalam seminggu
Tiga kali atau lebih dalam seminggu
KOMPONEN 1:
Kualitas tidur subyektif
KOMPONEN 2:
Tidur laten
15 menit
0
15 30 menit 1
30 60 menit 2
60 menit
3
KOMPONEN 3:
Lama tidur
7 jam
0
6-7 jam
1
5-6 jam
2
< 5 jam
3
KOMPONEN 4:
Efisiensi tidur
85%
0
75% - 84%
1
66% - 74%
2
65%
3
KOMPONEN 5:
Gangguan tidur
0
0
19
1
10 18
2
19 27
3
KOMPONEN 6:
Pemakaian obat tidur
KOMPONEN 7:
Disfungsi diang hari
0
0
12
1
34
2
56
3

0
1
2
3

Baik sekali
Baik
Buruk
Buruk sekali

0
1
2
3

Menurut anda sendiri, bagaimana kualitas tidur


anda sebulan ini?
Berapa menit anda butuhkan untuk jatuh
tertidur?
d
Tidak bisa tidur dalam 30 menit
+
Jumlah =
s
Jumlah: 0
0
1-2
1
3-4
2
5-6
3
Berapa jam sesungguhnya anda tertidur?

Berapa jumlah jam anda tertidur? (Tertidur)


Berapa jumlah jam ada di tempat tidur?
(Berbaring)
(Tertidur/Berbaring) x 100% =
Jumlah 5b sampai dengan 5j =

s
s

Berapa sering anda meminum obat (bebas atau


resep) untuk membantu anda tidur?
Berapa sering anda tidak bisa menahan kantuk
ketika bekerja, makan atau aktivitas lainnya?
s
Berapa sering anda mengalami kesulitan
berkonsentrasi ke pekerjaan?
S(Jumlah)
Jumlah PSQI

Anda mungkin juga menyukai