Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
2.1.1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah sesuatu yang berasal dari dorongan yang ada dalam diri
manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada
dalam diri manusia. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan
(Purwanto, 1999).
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan
manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.
Sehingga yang dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara
lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku
(manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. (Notoatmojo, 2003)
Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena
itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori S-O-R
atau Stimulus-Organisme-Respons. Skiner membedakan adanya dua respons :
diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut
cenderung akan sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk maka dilakukan
komponen (perilaku) yang kedua yang kemudian diberi hadiah (komponen
pertama tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian berulang-ulang sampai
komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga,
keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk.
2.1.2. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
(Notoatmojo, 2003)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
a. Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian Rongers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni. (Notoatmojo, 2003)
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan
makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (aplication)
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus
statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsipprinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberukan.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-koponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, memngelompokkan,
dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sitesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasiformulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang
kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat
menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.
2.1.3. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut salah seorang ahli psikologis sosial,
Newcomb, yang dikutip oleh Notoatmodjo, menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap
3. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek
tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada
umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.
4. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi
bedasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Sebuah penelitian terhadap perilaku ibu tentang makanan jajanan yang
mengandung pemanis buatan (sintetik) yang dilakukan oleh Sari (2010) yang
menemukan bahwa perilaku ibu tentang makanan jajanan yang mengandung pemanis
buatan di TK AL-UMMI di Aceh Utara berada pada kategori sedang, hal ini
dikarenakan ibu masih menuruti keinginan anak dalam memilih dan mengonsumsi
makanan jajanan, meskipun makanan jajanan tersebut mengandung pemanis buatan.
Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perlu dilakukan peningkatan
penyuluhan oleh petugas puskesmas mengenai bahan tambahan pangan yang
berbahaya bagi kesehatan anak kepada ibu, agar ibu mampu memilih makanan yang
baik dikonsumsi oleh anaknya.
Hasil penelitian lainnya oleh Daniaty (2009) mengenai pengetahuan, sikap
dan tindakan siswa SMP 3 dan SMA Negeri 1 Binjai tentang makanan dan minuman
jajanan
yang
mengandung
bahan tambahan
pangan,
menunjukkan
bahwa
pengetahuan responden SMP Negeri 3 Binjai lebih banyak pada kategori sedang
(50,79%) sedangkan responden SMA Negeri 1 Binjai lebih banyak pada kategori baik
(59,38%). Sikap responden SMP Negeri 3 Binjai lebih banyak pada kategori sedang
(53,57%) sedangkan responden SMA Negeri 1 Binjai lebih banyak pada kategori baik
(72,73%). Sementara itu, tindakan responden dari kedua sekolah berada pada kategori
sedang masing-masing sebanyak 63,49% dan 62,50%.
2.2. Pangan
Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya adalah bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan atau pembuatan makanan dan minuman. (Saparinto dkk, 2006)
Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 yakni
(Saparinto dkk,2006) :
1. Pangan segar, adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar
dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku
pengolahan pangan.
2. Pangan olahan, adalah makanan atau minuman hasil proses pegolahan dengan cara
atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh: teh manis, nasi,
pisang goreng, dan sebagainya. Pangan olahan bisa dibedakan lagi menjadi pangan
olahan siap saji dan tidak siap saji.
a. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah diolah dan
siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.
b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah
mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan
pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum.
3. Pangan olahan tertentu, adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok
tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh:
ekstrak tanaman stevia untuk penderita diabetes, susu rendah lemak untuk orang
yang menjalani diet rendah lemak, dan sebagainya.
2.3. Makanan
Menurut Depkes RI (2004) yang dikutip oleh Sari (2010), makanan
merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan
kehidupan selain kebutuhan sandang dan perumahan. Makanan selain mengandung
nilai gizi juga merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau
kuman, terutama makanan yang mudah membusuk yaitu makanan yang mengandung
kadar air serta nilai protein yang tinggi. Kemungkinan lain masuknya atau beradanya
bahan-bahan berbahaya seperti bahan kimia, residu pestisida serta bahan lainnya
antara lain debu, tanah, rambut manusia dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan
manusia.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak
mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat tidak sengaja, baik dalam
jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi,
pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau
kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan
mentah atau penangannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan
dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu
pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentia), antibiotik, dan
hidrokarbon aromatik polisiklis.
2.4.3. Sumber-sumber Bahan Tambahan Pangan
Berdasarkan sumbernya, bahan tambahan pangan dapat digolongkan menjadi
dua golongan, yakni bahan tambahan pangan alami dan buatan.(Saparinto dkk, 2006)
1. Bahan tambahan pangan alami
Bahan tambahan pangan alami hingga saat ini masih mendapat tempat di hati
masyarakat. Bahan ini dipandang lebih aman bagi kesehatan dan mudah didapat.
Namun di sisi lain, bahan tambahan pangan alami mempunyai kelemahan, yaitu
relatif kurang stabil kepekatannya karena mudah terpengaruh oleh panas. Selain itu,
dalam peggunaannya dibutuhkan jumlah yang cukup banyak.
2. Bahan tambahan pangan sintetis
Bahan tambahan pangan sintetis merupakan hasil sintetis secara kimia.
Keuntungan menggunakan bahan tambahan pangan sintetis adalah lebih stabil, lebih
pekat, dan penggunaannya hanya dalam jumlah sedikit. Namun kelemahannya, bahan
ini dikhawatirkan dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan, bahkan ada
a. Boraks
Salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaannya oleh
pemerintah adalah asam borat dan garam natrium tetrabonat (boraks). Akhir-akhir ini
produsen makanan sering menggunakan boraks sebagai bahan pengawet, khususnya
pada bakso, kerupuk, pempek, pisang molen, pangsit, tahu, dan bakmi. Hal ini bisa
terjadi karena minimnya pengetahuan, lemahnya pengawasan dari lembaga
pemerintah, dan alasan ekonomi. Tujuan penambahan boraks pada proses pengolahan
makanan adalah untuk meningkatkan kekenyalan, kerenyahan, serta memberikan rasa
gurih dan kepadatan terutama pada jenis makanan yang mengandung pati.
Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh
tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Gejala awal keracunan
boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu setelah mengonsumsi atau
kontak dalam dosis toksis. Gejala klinis keracunan boraks biasanya ditandai dengan
hal-hal berikut :
-
Hilangnya cairan dalam tubuh (dehidrasi), ditandai dengan kulit kering dan
koma (pingsan).
Tidak memiliki nafsu makan (anoreksia), diare ringan, dan sakit kepala.
Boraks biasanya digunakan dalam industri gelas, pelicin porselin, alat
pembersih, dan antiseptik. Kegunaan boraks yang sebenarnya adalah sebagai zat
antiseptik, obat pencuci mata, salep untuk menyembuhkan penyakit kulit, salep untuk
mengobati penyakit bibir., dan pembasmi semut. (Saparinto dkk, 2006)
Menurut penelitian Tarigan (2010), hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
66 sampel sayur yang diperiksa, terdapat 22 sayur yang mengandung boraks.
Pemeriksaan secara kuatitatif diperoleh pada sayur daun singkong kadar terendah
sebesar 1,731 gr/kg dan tertinggi 3, 709 gr/kg.
b. Formalin
Formalin merupakan gas formadehid yang tersedia dalam bentuk larutan
40%. Bahan ini bisa diperoleh dengan mudah di toko-toko media. Formalin bisa
berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau menusuk, atau berbentuk tablet
dengan berat masing-masing 5g.
Formalin sebenarnya adalah bahan pengawet yang digunakan di dalam dunia
kedokteran, misalnya sebagai bahan pengawet mayat. Bahan ini juga biasa digunakan
untuk mengawetkan hewan-hewan untuk keperluan penelitian. Selain sebagai bahan
pengawet, formalin juga memiliki fungsi lain sebagai berikut :
- Zat antiseptik untuk membunuh mikroorganisme.
- Desinfektan pada kandang ayam.
- Bahan pembuat deodoran
- Bahan campuran dalam pembuatan kertas tisu untuk toilet
3. Bahan Pemanis
Zat pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau
dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut. Sedangkan
kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula.
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan
untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan
kesehatan.
Perkembangan industri pangan dan minuman akan kebutuhan pemanis dari
tahun ke tahun semakin meningkat. Industri pangan dan minuman lebih menyukai
menggunakan pemanis sintetis karena selain harganya realtif murah, tingkat
kemanisan pemanis sintetis jauh lebih tinggi dari pemanis alami. Hal tersebut
mengakibatkan terus meningkatnya penggunaan pemanis sintetis terutama sakarin
dan siklamat.
Penggunaan pemanis buatan yang melampaui batas maksimal yang
diperbolehkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Misalnya: kanker kandung
kemih akibat mengonsumsi siklamat dan terputusnya plasenta akibat mengonsumsi
sakarin.
4. Penyedap Rasa dan Aroma
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang
Bahan Tambahan Pangan, penyedap rasa dan aroma, dan penguat rasa didefenisikan
sebagai bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau
mempertegas rasa dan aroma. Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam
bahan pangan sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau diterima,
dan lebih menarik. Sifat utama pada penyedap adalah memberi ciri khusus suatu
pangan, seperti flavor jeruk manis, jeruk nipis, lemon, dan sebagainya.
Zat penyedap rasa sintetis berasal dari hasil sintetis zat-zat kimia, misalnya
vetsin atau MSG (monosodium glutamat). Tahun 1987 WHO menghapus batasan
penggunaan zat penyedap rasa, khususnya asam glutamat yang semula dibatasi 120
mg/kg berat badan/hari. Dengan kata lain, WHO menyatakan bahwa MSG aman
untuk dikonsumsi. Dengan dihapusnya batasan penggunaan MSG, banyak orang lupa
dengan daya toleransi tubuh terhadap MSG, yang bisa berakibat fatal bagi kesehatan.
Penggunaan MSG yang berlebihan lebih banyak mengandung resiko daripada
manfaat.
5. Antikempal
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88
tentang Bahan Tambahan Pangan, yang dimaksud antikempal adalah bahan tambahan
pangan yang dapat mencegah mengempalnya pangan berupa serbuk juga mencegah
mengempalnya pangan yang berupa tepung. Bahan tambahan ini biasanya
ditambahkan pada makanan yang berbentuk serbuk, misalnya garam meja atau merica
bubuk dan bumbu lainnya agar pangan tersebut tidak mengempal dan mudah dituang
dari wadahnya.
6. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam
bahan. Penggunaan meliputi bahan, antara lain lemak hewani, minyak nabati, produk
pangan dengan kadar lemak tinggi, produk pangan berkadar lemak rendah, produk
daging, produk ikan, dan produk lain-lain.
Karakteristik Guru
- Umur
- Jenis Kelamin
- Pendidikan
- Masa Kerja
Pengetahuan Guru
Sikap Guru
Tindakan Guru