Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BRONKITIS KRONIS
PEMBIMBING :
dr. H. Wahyudi Sp.P
PENYUSUN :
FANIA FRESHA ARBI
101001062
M. FARIZ PRATAMA
1001001137
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas KehendakNya penulis dapat
menyelesaikan paper dengan judul Bronkitis Kronis. Paper ini dibuat sebagai salah satu tugas
dalam Kepaniteraan Ilmu Penyakit Paru. Mengingat pengetahuan dan pengalaman
penulis serta waktu yang tersedia untuk menyusun makalah ini sangat terbatas,
penulis sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa maupun
sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan.
Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada dr.H.Wahyudi, Sp.P selaku pembimbing Kepaniteraan Ilmu Penyakit
Paru di RS Haji Mina Medan, yang telah memberikan masukan yang berguna dalam
proses penyusunan paper ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada rekan-rekan yang juga turut membantu dalam upaya penyelesaian paper ini.
Akhir kata penulis berharap kiranya paper ini dapat menjadi masukan yang berguna dan bisa
menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain yang terkait dengan masalah
kesehatan pada umumnya, dan khususnya tentang masalah bronchitis kronis.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................................... 4
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI.....................................................5
BAB III
BRONKITIS KRONIS.................................................................................................. 12
BAB IV
KESIMPULAN...............................................................................................................25
BAB V
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit dan gangguan saluran napas masih merupakan masalah terbesar di
Indonesia pada saat ini. Angka kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran napas
dan paru seperti infeksi saluran napas akut, tuberkulosis asma dan bronkitis masih
menduduki peringkat tertinggi. Infeksi merupakan penyebab yang tersering. Kemajuan
dalam bidang diagnostik dan pengobatan menyebabkan turunnya insidens penyakit
saluran napas akibat infeksi. Di lain pihak kemajuan dalam bidang industri dan
transportasi menimbulkan masalah baru dalam bidang kesehatan yaitu polusi udara.
Bertambahnya umur rata-rata penduduk, banyaknya jumlah penduduk yang merokok
serta adanya polusi udara meningkatkan jumlah penderita bronkitis kronik. 1
Bronkitis kronik termasuk kelompok penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Di
negara maju penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang besar, karena
bertambahnya jumlah penderita dari tahun ke tahun.
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI
Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan
oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Manusia
dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbon dioksida
ke lingkungan.
Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil
sehingga udara masuk ke dalam badan.
Diafragma datar
Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada
dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan tubuh
bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan
bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus,
hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar
kecil tekanan udara. Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100
mmHg dengan 19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya
40 milimeter air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh
kurang lebih sebanyak 200 cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc
karbon dioksida / CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paru
paru dengan bantuan darah.2
Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia :3
udara
yang
mengandung
karbon
dioksida
dan
uap
air.
Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas
terjadi pelepasan energi.
Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas:
1. Hidung
2. Faring
3. Trakea
4. Bronkus
5. Bronkiouls
6. paru-paru
Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang
berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran,
yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan
7
(orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat
laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui
faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan
sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena
saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita
akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan
sehingga
mengakibatkan
gangguan
kesehatan.
Fungsi
utama
faring
adalah
menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan
minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara
percakapan.3
3. Trakea
Trakea berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian
di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin
tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi
menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Trakea terletak di
sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, trakea bercabang menjadi dua
cabang bronkus. Di dalam paru-paru, bronkus bercabang-cabang lagi menjadi saluran
yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang
disebut alveolus.
4. Laring
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada
diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring
disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi
oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal
sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring
adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara. 3 Pangkal
tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal
tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan
makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu
membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada
udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
5. Bronkus
Trakea bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan.
Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus
sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus
sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Cabangcabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding
alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah
oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah
menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.2,3
6. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh
otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paruparu ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus
dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh
dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi
paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga
dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah.
Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan
dibagian ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus
terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi
9
Kapasitas Paru-Paru
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa disebut
udara pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada orang dewasa lebih
kurang 500 ml. Volume udara tidal orang dewasa pada pernapasan biasa kira-kira 500
ml. ketika menarik napas dalam-dalam maka volume udara yang dapat kita tarik
mencapai 1500 ml. Udara ini dinamakan udara komplementer. Ketika kita menarik
napas sekuat-kuatnya, volume udara yang dapat diembuskan juga sekitar 1500 ml.
Udara ini dinamakan udara suplementer. Meskipun telah mengeluarkan napas sekuatkuatnya, tetapi masih ada sisa udara dalam paru-paru yang volumenya kira-kira 1500
mL. Udara sisa ini dinamakan udara residu. Jadi, Kapasitas paru-paru total = kapasitas
vital + volume residu =4500 ml/wanita dan 5500 ml/pria.2
Pertukaran Gas dalam Alveolus
Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup pada waktu
kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalu saluran pernapasan dan
akhirnyan masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi
menembus dinding sel alveolus. Akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat
oleh hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi oksihemoglobin. Selanjutnya
diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh. Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh
sehingga oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida yang
dihasilkan dari pernapasan diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang akhirnya
10
sampai pada alveolus Dari alveolus karbon dioksida dikeluarkan melalui saluran
pernapasan
pada
waktu
kita
mengeluarkan
napas.
Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen masuk dan
karnbondioksida keluar.2
I. Proses Pernafasan2.3
Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau inspirasi serta
mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas, otot diafragma
berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus. Bersamaan dengan itu,
otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi. Akibat dari berkontraksinya kedua jenis otot
tersebut adalah mengembangnya rongga dada sehingga tekanan dalam rongga dada
berkurang dan udara masuk. Saat mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot
tulang rusuk melemas. Akibatnya, rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam
paru-paru naik sehingga udara keluar. Jadi, udara mengalir dari tempat yang
bertekanan besar ke tempat yang bertekanan lebih kecil. Jenis pernapasan berdasarkan
organ yang terlibat dalam peristiwa inspirasi dan ekspirasi, orang sering menyebut
pernapasan dada dan pernapasan perut. Sebenarnya pernapasan dada dan pernapasan
perut terjadi secara bersamaan.(1) Pernapasan dada terjadi karena kontraksi otot antar
tulang rusuk, sehingga tulang rusuk terangkat dan volume rongga dada membesar serta
tekanan udara menurun (inhalasi).Relaksasi otot antar tulang rusuk, costa menurun,
volume kecil, tekanan membesar (e kshalasi). (2) Pernapasan perut terjadi karena
kontraksi /relaksasi otot diafragma ( datar dan melengkung), volume rongga dada
membesar , paru-paru mengembang tekanan mengecil (inhalasi).Melengkung volume
rongga dada mengecil, paru-paru mengecil, tekanan besar/ekshalasi.
11
BAB III
BRONKITIS KRONIS
DEFINISI
a.Bronkhitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yan berlangsung 3
bulan dalam satu tahun selama dua tahun berturut-turut.
b. Bronkhitis kronis adalah gangguan sebagai suatu gangguan peru yang obtruktif yang
ditandai oleh produksi mokus berlabihan saluran napas bawah selama panjang kurang 3
bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berlarut-larut.
c. Bronkhitis kronis merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukanpembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk
kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurangkurangnya dalam 2 tahun berturut-turut.
d. Bronkhitis kronis adalah inflamasi luas jalan napas dengan penyempitan atau
hambatan jalan napas dan peningkatan produksi sputum mukoid, menyebabkan
ketidakcocokan ventilasi perfusi dan memyebabkan sianosis. Inflamasi merupakn
Inflamasi bronkus.
e. Bronkhitis kronis adalah batuk persisten dengan produksi sputum selama paling
sedikit 3 bulan dalam 2 tahun berturut-turut.
Bronkitis kronik berhubungan dengan hipertrofi dari kelenjar penghasil mukus pada
mukosa jalan nafas. Di Negara barat, symptom bronchitis kronis sering memburuk pada
musim sejuk.4
EPIDEMIOLOGI
Di Negara barat, kekerapan bronkitis diperkirakan sebanyak 1,3% di antara
populasi (WHO,2003). Di Amerika Serikat, menurut National Center for Health
Statistics, kira-kira ada 14 juta orang menderita bronkitis. Lebih dari 12 juta orang
menderita bronkitis akut pada tahun 1994, sama dengan 5% populasi Amerika Serikat. 4
12
Di dunia bronkitis merupakan masalah dunia. Frekuensi bronkitis lebih banyak pada
populasi dengan status ekonomi rendah dan pada kawasan industri.5 Bronkitis lebih
banyak terdapat pada laki-laki dibanding wanita.
tentang angka presentase yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini
sering ditemukan di klinik.6
FAKTOR RESIKO7,8
Asap rokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Polusi udara
1) Polusi dalam ruangan
Asap rokok
Asap kompor
Debu jalanan
13
1.Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk dengan inhalasi iritan,
udara dingin atau infeksi
2. produksi mucus dalam jumlah yang sangat banyak
3. dyspnea
4. riwayat merokok, paparan zat iritan di tempat kerja.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada stadium awal, pasien belum ada keluhan. Pada stadium yang lebih lanjut,
didapatkan fase ekspirasi yang memanjang dan mengi. Didapatkan juga tanda-tanda
hiperinflasi seperti barrel chest dan hipersonor pada perkusi. Pasien yang dengan
obstruksi jalan nafas berat akan menggunakan otot-otot pernafasan tambahan duduk
dalam posisi tripod.5 Didapatkan juga sianosis pada bibir dan kuku pasien.8
1. Inspeksi
Barrel chest
JVP meningkat
2. Palpasi
Fremitus melemah
3. Perkusi
Hipersonor
4. Auskultasi
14
Eskpirasi memanjang
PATOGENESIS
Asap rokok dan zat iritan5,7,8
Asap rokok, debu di tempat kerja dan polusi udara merupakan bahan-bahan iritan dan
oksidan yang menyebabkan terjadinya bronkitis kronik. Dari semua ini asap rokok
merupakan penyebab yang paling penting. Tidak semua orang yang terpapar zat ini
menderita bronkitis kronik, hal ini dipengaruhi oleh status imunologik dan kepekaan
yang bersifat familial. Di dalam asap rokok terdapat campuran zat yang berbentuk gas
dan partikel. Setiap hembusan asap rokok mengandung radikal bebas yaitu radikal
hidroksida (OH). Sebagian bebas radikal bebas ini akan sampai ke alveolus. Partikel ini
merupakan oksidan yang dapat merusak pry; kerusakan parenkim paru oleh oksidan ini
terjadi karena :
1) Kerusakan dinding alveolus
2) Modifikasi fungsi anti elastase pada saluran napas.
Antielastase seharusnya menghambat netrofil, oksidan menyebabkan fungsi ini
terganggu sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikulat yang
terdapat dalam asap rokok dan udara yang terpolusi mempunyai dampak yang besar
terhadap pembersihan oleh sistem mukosilier. Sebagian besar partikulat tersebut
mengendap di lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus, sehingga mengharnbat
aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa bronkus akan sangat berkurang,
mengakibatkan meningkatnya iritasi pada epitel mukosa bronkus. Kelenjar mukosa dan
sel goblet dirangsang untuk menghasilkan mukus yang lebih banyak, hal ini ditambah
dengan gangguan aktivasi silia menyebabkan timbulnya batuk kronik dan ekspektorasi.
15
Infeksi 5,8
Infeksi pada saluran nafas bukan penyebab pada brokitis kronis tapi merupakan factor
pencetus terjadinya eksaserbasi akut pada penyakit ini. Infeksi akan memperparah
gejala dan memperburuk fungsi paru. Infesi pada traktus respiratorius pada waktu anak
merupakan factor predisposisi munculnya bronchitis kronis saat dewasa. Ini mungkin
menjelaskan kenapa bronchitis kronis tidak muncul pada semua perokok. Infeksi pada
traktus respiratorius waktu anak mungkin mengganggu perkembangan dan fungsi paru
yang berakibat pada terjadinya bronchitis kronis saar dewasa.
PATOFISIOLOGI 5,8
Asap mengiritasi jalan nafas dan menyebabkan hipersekresi dan inflamasi. Karena
iritasi konstan menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia kelenjar yang mensekresi
mucus. Secara umummnya, jumlah sel goblet pada saluran pernafasan turut bertambah
pada pasien dengan bronchitis kronis terutama di di bagian perifer dari saluran
pernafaan dengan fungsi silia yang menurun. Perubahan ini menyebabkan sekresi
mucus meningkat dan dengan komposisi yang lebih kental. Sebagai akibat lumen
bronkiolus menyempit dan tersumbat. Selain itu, alveoli yang berdekatan bronkiolus
menjadi rusak dan membentuk fibrosis yang kemudian mengakibatkan perubahan
fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing.
Hal ini menyebabkan pasien lebih rentan terhadap infeksi pernafasan. Pada dinding
bronchial juga ditemukan terjadinya proses inflamasi dengan infiltrasi sel-sel radang
dan jaringan fibrosis yang menyebabkan penyempitan lebih lanjut pada bronchial. Pada
16
waktunya mungkin terjadi perubahan yang irreversible. Temuan patologis utama pada
bronchitis kronis adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus, hipertrofi dan hyperplasia
sel-sel goblet, infiltrasi sel-sel radang dengan edema pada mukosa bronkus.
Pembentukan mucus yang meningkat meyebabkn gejala yang khas yaitu batuk
produktif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1)Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin : Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan meningkat7
Analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia
2) Pemeriksaan faal paru
Spirometri : Ditemukan adanya penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi
kuat (FEV) serta peningkatan volume residual (RV) dengan kapasitas paru total (TC)
normal atau meningkat.7,8
3) Radiologi
Rontgen thorax (PA/Lateral)
17
18
DIAGNOSIS BANDING5,7,8
Asma
Gagal jantung
kongestif
Bronkiektasis
Riwayat hipertensi
TBC
Sindrom
obstruksi pasca
TB
Bronkiolitis
obliterasi
Diffuse
Usia muda
Tidak merokok
20
bronchiolitis
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik bertujuan memperbaiki kondisi tubuh
penderita, mencegah perburukan penyakit, menghindari faktor risiko dan mengenali
sifat penyakit secara lebih baik. Termasuk dalam penatalaksanaan umum ini adalah
pendidikan buat penderita untuk mengenal penyakitnya lebih baik, menghindari polusi,
menghentikan kebiasaan merokok, menghindari infeksi saluran napas, hidup dalam
lingkungan yang lebih sehat, makanan cukup gizi dan mencukupi kebutuhan cairan.7
Penatalaksanaan khusus dilakukan untuk mengatasi gejala dan komplikasi. Tindakan
ini berupa pemberian obat-obatan, terapi respirasi dan rehabilitasi.
Bronkodilator merupakan obat utama pada bronkitis kronik; obat ini tidak saja
diberikan pada keadaan eksaserbasi akut tetapi juga untuk memperbaiki obstruksi yang
terjadi. Adanya respons sesudah pemberian bronkodilator merupakan petunjuk
penggunaan bronkodilator. Pemberian bronkodilator hendaklah selalu dicoba pada
penderita bronkitis kronik. Obat yang diberikan adalah golongan antikolinergik agonis
beta-2 dan golongan xanthin.6
Golongan antikolinergik merupakan pilihan pertama, obat ini diberikan secara inhalasi
yaitu preparat ipratropium bromid.7 Obat ini mempunyai beberapa keuntungan
dibandingkan golongan agonis beta-2, yaitu efek bronkodilatornya lebih besar, tidak
menimbulkan fenomena takifilaksis, tidak mempunyai efek samping tremor dan
palpitasi, tidak mempengaruhi sistem pembersihan mukosilier, masa kerjanya cukup
lama yaitu 6-8 jam dan theurapetic margin of safety nya cukup panjang oleh karena
obat ini tidak diabsorpsi.
Obat golongan agonis beta-2 yang diberikan secara oral bisa menimbulkan efek
samping tremor, palpitasi dan sakit kepala. Pemberian obat secara inhalasi mengurangi
21
efek samping ini, selain itu dapat memobilisasi pengeluaran dahak. Obat ini bekerja
dengan mengaktifkan adenilsiklase dengan akibat meningkatnya produksi siklik AMP
dan menimbulkan relaksasi otot polos saluran napas. Golongan xanthin merupakan
bronkodilator paling lemah, bekerja dengan menghambat aksi enzim fosfodiesterase,
yaitu enzim yang menginaktifkan siklik AMP. Selain sebagai bronkodilator, obat ini
mempunyai efek yang kuat dan berlangsung lama dalam meningkatkan daya kontraksi
otot diafragma dan daya tahan terhadap kelelahan otot pada penderita. Bronkodilator
hendaklah diberikan dalam bentuk kombinasi, tiga macam obat lebih baik dari dua
macam obat, oleh karena mereka mempunyai efek sinergis. Pemberian secara
kombinasi memberikan efek yang optimal dengan dosis yang lebih rendah
dibandingkan pemberian monoterapi; selain itu dosis yang rendah memberikan efek
samping yang minimal.5,8
Bila terjadi perubahan warna sputum dengan peningkatan jumlah dahak dan
pertambahan sesak napas, diberikan antibiotika. Pada keadaan demikian antibiotika
diberikan walaupun tidak ada demam, leukositosis dan infiltrat yang baru pada
fototoraks. Diberikan antibiotika golongan ampisilin, eritromisin atau kotrimoksasol
selama 7-10 hari. Bila pemberian antibiotika tidak memberi perbaikan perlu dilakukan
pemeriksaan mikroorganisme. Bila infeksi terjadi selama perawatan di rumah sakit
diberikan antibiotika untuk gram negatif.7
Pada keadaan dekompensasi kordis diberikan digitalis; pemberian dilakukan secara
hati-hati, oleh karena intoksikasi dapat terjadi pada keadaan hipoksemi. Diuretik
diberikan apabila terdapat edema paru.8
Pemberian kortikosteroid secara oral manfaatnya masih diperdebatkan. Pada penderita
dengan hipereaktivitas bronkus pemberian steroid secara inhalasi menunjukkan
perbaikan gejala dan fungsi paru. Pemberian steroid inhalasi jangka lama
memperlambat progresivitas penyakit. Pada serangan akut pemberian steroid jangka
pendek mempunyai manfaat. Diberikan prednison 60 mg selama 4-7 hari, kemudian
diturunkan secara bertahap selama 7-10 hari. Pemberian dosis tinggi kurang dari 7 hari
dapat dihentikan tanpa menurunkan dosis secara, bertahap. 5,7
Obat
Inhaler (g)
Larutan
Oral
Vial
Durasi
22
Nebulizer
(mg/ml)
injeksi
(mg)
(jam)
Adrenergik (2-agonis)
Fenoterol
100-200 (MDI)
0,5% (sirup)
4-6
Salbutamol
5mg (pil),
0,24% (sirup)
0,1 ; 0,5
4-6
Terbutaline
400,500 (DPI)
2,5 ; 5 (pil)
0,2; 0,25
4-6
Formoterol
4,5-12 MDI&DPI
12+
Salmeterol
Antikolinergik
25-50 MDI&DPI
12+
Ipatropium bromide
20,40(MDI)
0,25-0,5
6-8
Oxitropium bromide
100 (MDI)
1,5
7-9
Tiotropium
18(DPI)
24+
Methylxanthines
Aminophylline
Theophylline
Kombinasi adrenergik & antikolinergik
Fenoterol/Ipatropium
200-600mg (pil)
100-600mg (pil)
240mg
24
24
200/80 (MDI)
1,25/0,5
6-8
Salbutamol/Ipatropium
75/15 (MDI)
Inhalasi Glukortikosteroid
0,75/4,5
6-8
Beclomethasone
50-400(MDI&DPI)
0,2-0,4
Budenosid
100,200,400(DPI)
0,20, 0,25, 0,5
Futicason
50-500(MDI &DPI)
Triamcinolone
100(MDI)
40
Kombinasi 2 kerja panjang plus glukortikosteroid dalam satu inhaler
Formoterol/Budenosid
e
4,5/160; 9/320 (DPI)
50/100,250,500(DPI)
Salmoterol/Fluticasone
25/50,125,250(MDI)
Sistemik Glukortikosteroid
Prednisone
5-60 mg(Pil)
Methy-Prednisone
40
4, 8 , 16 mg (Pil)
23
menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja dan pola
tidur.7
Terdapatnya gangguan tidur, gelisah dan sakit kepala merupakan petunjuk
dibutuhkannya oksigen pada waktu malam. Pada penderita hipoksemi dan retensi CO2,
pemberian oksigen konsentrasi tinggi dapat berbahaya, karena pada penderita ini
rangsangan terhadap pusat pernapasan yang terjadi tidak lagi disebabkan oleh
peninggian CO2 di dalam darah tetapi karena adanya hipoksemi. Pemberian oksigen
tinggi dapat menghilangkan hipoksemi ini, sehingga rangsangan terhadap pusat napas
menurun dan akibatnya terjadi hipoventilasi dan diikuti oleh asidosis respiratorik.
Rehabilitasi meliputi tindakan fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.
Fisioterapi dilakukan untuk mobilisasi dahak, latihan bernapas menggunakan otot-otot
dinding perut sehingga didapatkan kerja napas yang efektif. Latihan relaksasi berguna
untuk menghilangkan rasa takut dan cemas dan mengurangi kerja otot yang tidak perlu.
Rehabilitasi psikis perlu untuk menghilangkan rasa cemas dan takut. Pemakaian obatobat penenang tidak dianjurkan karena dapat menekan pusat napas.5,8
Rehabilitasi pekerjaan dilakukan agar penderita dapat melakukan pekerjaan sesuai
dengan kemampuannya. Program rehabilitasi bertujuan mengembalikan penderita pada
tingkat yang paling optimal secara fisik dan psikis. Tindakan ini secara subjektif
bermanfaat buat penderita dan dapat mengurangi hari perawatan di rumah sakit serta
biaya perawatan dan pengobatan; tetapi tidak mempengaruhi fungsi paru dan analisis
gas darah.5
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperlambat perjalanan penyakit adalah7:
Menghentikan kebiasaan merokok.
Menghindari polusi udara dan kerja di tempat yang mempunyai risiko
terjadinya iritasi saluran napas.
Menghindari infeksi dan mengobati infeksi sedini mungkin agar tidak terjadi
eksaserbasi akut.
24
Menegakkan diagnosis secara dini agar kelainan paru yang masih reversibel
dapat dideteksi sehingga usaha-usaha untuk menghindari penyakit berlanjut
menjadi kelainan yang ireversibel dapat dilakukan.
Melakukan pengobatan dan kontrol secara teratur agar dapat diberikan obat-obat yang
tepat sehingga didapatkan keadaan yang optimal.
Evaluasi faal paru secara berkala. Pemeriksaan faal paru pada PPOK selain berguna
sebagai penunjang diagnostik juga bermanfaat untuk melihat laju penyakit serta
meramalkan prognosis penderita.
PERANAN N-ASETILSISTEIN PADA BRONKITIS KRONIK5
Oksidan yaitu zat yang terdapat pada asap rokok dan udara yang terpolusi mempunyai
andil untuk terjadinya bronkitis kronik.
Anti oksidan melindungi dan mempertahankan paru dari radikal-radikal anion
superoksid, hidrogen peroksid, radikal hidroksil dan anion hipohalida yang diproduksi
oleh sel radang. Anti oksidan dapat mengubah oksidan menjadi molekul yang tidak
berbahaya terhadap jaringan paru dan menekan efek radikal bebas dari asap rokok. Nasetilsistein merupakan suatu antioksidan, yaitu sumber glutation.
Pemberian N-asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan parenkim paru oleh
efek oksidan yang terdapat dalam asap rokok. Di samping sebagai anti oksidan, obat ini
bersifat mukolitik yaitu mengencerkan sekret bronkus sehingga mudah dikeluarkan.
Pemberian N-asetilsistein selama enam bulan pada penderita bronkitis kronik
memberikan perbaikan dalam hal jumlah sputum, purulensi sputum, banyaknya
eksaserbasi dan lamanya hari sakit secara bermakna.
KOMPLIKASI 6,7
1) gagal napas
Kronik
25
2) cor pulmonale
Pembesaran jantung kanan (dilatasi atau hipertrofi) yang disebabkan oleh karena
kelainan-kelainan fungsi atau struktur paru. Tidak termasuk disini perubahan paru yang
disebabkan primer akibat kelainan jantung kiri serta kelainan bawaan.
3) hipertensi pulmonal
Peningkatan abnormal tekanan arteri pulmonal ( normal saat istirahat <20mmHg, saat
senam <30mmHg)
26
BAB IV
KESIMPULAN
Bronkitis kronik adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditandai dengan
gejala batuk dan produksi sputum. Berbagai faktor dapat menimbulkan penyakit ini.
Bahan-bahan oksidan dan iritan yang terdapat dalam asap rokok dan udara yang
terpolusi merupakan faktor utama terjadinya bronkitis kronik.Pemberian bronkodilator
merupakan pengobatan utama untuk mengatasi obstruksi yang terjadi, obat golongan
antikolinergik merupakan bronkodilator pilihan pertama. Pemberian obat secara
kombinasi akan memberikan efek bronkodilatasi yang optimal dan efek samping yang
minimal. Antibiotika diberikan bila terdapat tanda-tanda infeksi. Obat-obat lain
diberikan bila ada indikasi. Pemberian N-asetilsistein yang merupakan antioksidan
mempunyai manfaat mengurangi jumlah dan purulensi sputum lamanya sakit dan
frekuensi eksaserbasi akut. Usaha untuk menegakkan diagnosis secara dini,
menghentikan kebiasaan merokok, menghindari infeksi dan lingkungan yang terpolusi,
melakukan pengobatan dan kontrol secara teratur dapat memperlambat laju penyakit.
27
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Baliga, Ragavendra R., . 2003. 250 Cases In Clinical Medicine. New York : W.B.
Saunders Company Ltd. Hal; 202-03
2.Ganong, William F. 2003. A Lange Medical Book: Review of Medical Physiology 21st Edition, USA: McGraw-Hill Companies, Inc. Hal ; 566-67
3. Guyton, Arthur C., and John E. Hall. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal ; 444.
4. Davey, Patrick, 2006. At a Glance Medicine, Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal; 89
5. Harrison, T.R. 2005. Harrisons Principles of Internal Medicine 16th edition, USA:
The Mac Graw-Hill Companies. 1671-73
6. Mansjoer, Arif, dkk., ed. 2005. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 edisi ke-3 . Jakarta:
Media Aesculapius. Hal ; 224
7. Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV jilid II. Jakarta
: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal : 1111-13
8. West, John B., 2003. Pulmonary Pathophysiology, The Essential Sixth Edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwers Company. Hal : 156-59
28