Anda di halaman 1dari 37

110

PRINSIP KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN


KEPERAWATAN
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar
orang tersebut mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Para pemimpin merupakan manusia-manusia yang jumlahnya
sedikit, namun perannya dalam organisasi merupakan penentu keberhasilan
dan suksesnya tujuan yang hendak dicapai. Berangkat dari ide-ide
pemikiran, visi para pemimpin akan menentukan arah perjalanan suatu
organisasi. Walaupun bukan satu-satunya ukuran keberhasilan dari tingkat
kinerja organisasi, akan tetapi kenyataan membuktikan tanpa kehadiran
pemimpin, suatu organisasi akan bersifat statis dan cenderung berjalan tanpa
arah.
Dalam sejarah peradaban manusia, dinamika organisasi banyak
tergantung pada sekelompok kecil manusia penyelenggara organisasi.
Bahkan dapat dikatakan kemajuan umat manusia datangnya dari sejumlah
kecil orang-orang istimewa yang tampil kedepan. orang-orang ini adalah
perintis, pelopor, ahli-ahli pikir, pencipta dan ahli organisasi. Para pemimpin
dalam menjalankan tugasnya tidak hanya bertanggungjawab kepada
atasannya, pemilik, dan tercapainya tujuan organisasi, mereka juga
bertanggungjawab terhadap masalah-masalah internal organisasi termasuk
didalamnya tanggungjawab terhadap pengembangan dan pembinaan sumber
daya manusia. Secara eksternal, para pemimpin memiliki tanggungjawab
sosial kemasyarakatan atau akuntabilitas publik.

111

A. Definisi dan Teori Kepemimpinan


Banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan antara lain Stogdill &
Swansburg (1995), yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu
proses yang mempengaruhi aktifitas suatu kelompok yang terorganisasi
dalam usahanya mencapai penetapan dan pencapaian tujuan. Harsey,
Blanchard, & Jhonson, (1999) dalam Huber, (2000) mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas individu atau
kelompok dalam upaya mencapai tujuan pada suatu situasi. Menurut George
Terry (1986), Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang
lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok.
Lebih lanjut menurut Cyriel O'Donnell, menyatakan kepemimpinan adalah
mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum.
Kepemimpinan adalah kemampuan member inspirasi kepada orang lain
untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok, agar dapat mencapai suatu
tujuan umum. Dimana kemampuan ini diperoleh dari pengalaman hidup
sehari-hari. Pengertian lain dari kepemimpinan adalah segala hal yang
barkaitan dengan pemimpin dalam menggerakkan, membimbing dan
mengarahkan orang lain agar melaksanakan tugas dan mewujudkan sasaran
yang ditetapkan (LAN RI, 1996)
Dari semua definisi
kepemimpinan dipandang

pengertian kepemimpinan diatas maka


sebagai suatu proses interaktif yang dinamis

yang mencakup tiga dimensi yaitu dimensi pimpinan, bawahan dan situasi.
Masing-masing dari dimensi ini saling mempengaruhi misalnya pencapaian
tujuan bukan hanya tergantung dari sifat pribadi tetapi juga tergantung dari
kebutuhan bawahan dan bentuk dari suatu kedaan. Menurut Hersey dan
Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang

112

lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah
ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan
baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap
pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan
teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau
sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau
pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah
disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan
mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang
pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang
pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang
kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu
mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam
rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan
pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang
dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan.
Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan
tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling
terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan
kepemimpinan.
Pemimpin memerlukan penggunaan keterampilan khusus dalam
mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaikbaiknya sesuai dengan kemampuannya, sehingga dalam proses lebih lanjut
diperlukan

kemampuan

interaksi

antara

manusia

dalam

rangka

mempengaruhi. Menurut Blake dan Moutons (1964), kepemimpinan

113

meliputi leaders, situasi, followers dan komunikasi, empat hal inilah yang
akan digunakan sebagai dasar dalam penyelesaian masalah kepemimpinan
dalam keperawatan. Secara bahasa teori kepemimpinan berasal dari kata
pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu pemimpin sebagai subjek, dan
yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian
mengatur, mengarahkan, mengorganisir, mengendalikan, membina atau
mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi orang
lain melalui suatu kekuasaanatau oposisi. Pemimpin mempunyai tanggung
jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas
kerja dari yang dipimpin.
Kadang-kadang

ada

kecenderungan

menggunakan

istilah

kepemimpinan dan manajemen untuk pengertian yang sama. Sebenarnya


kedua istilah ini mempunyai pengetian yang berbeda. Manajemen
merupakan pengkoordinasian dan pengintegrasian semua sumber yang ada
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
dalam pencapaian tujuan. Sebaliknya konsep kepemimpinan menekankan
pada proses perilaku yang berfungsi di dalam dan di luar sutu organisasi.
Dalam konteks organisasi, kepemimpinan terutama menekankan pada fungsi
pengarahan yang meliputi memberitahu, menunjukkan dan memotivasi
bawahan. Berbeda dengan manajer yang hanya memiliki fungsi controlling
saja untuk mendorong orang lain agar mencapai tujuan, tetapi seorang
pemimpin harus dapat memotivasi dan member inspirasi orang lain secara
individu maupun secara kelompok.
Kepemimpinan

dalam

keperawatan

merupakan

penggunaan

keterampilan seorang manajer perawat dalam mempengaruhi perawat lain


dibawah pengawasannya untuk pembagian tugas dan tanggung-jawabnya

114

dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga tujuan


keperawatan tercapai.
B. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai
suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut
kemampuannya

dalam

memimpin.

Perwujudan

tersebut

biasanya

membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Gaya kepemimpinan seseorang


akan mempengaruhi proses dan kinerja bagi para karyawannya sehingga
pemilihan gaya kepemimpinan harus sesuai dengan kondisi dan situasi
tempat ia bekerja. Menurut para ahli, terdapat beberapa gaya kepemimpinan
yang diterapkan dalam suatu organisasi.
1. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor
utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Pemimpin
memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai
subjek, yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti
dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat,
minat/perhatian, kreativitas, inisiatif, dan lain-lain yang berbeda-beda
antara yang satu dengan yang lain selalu dihargai dan disalurkan secara
wajar.
Ciri khas dalam gaya kepemimpinan demokratis adalah adanya
usaha untuk memanfaatkan kemampuan setiap orang yang ada dalam
organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi itu
disesuaikan

dengan

posisi/jabatan

masing-masing,

di

samping

memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota

115

kelompok/organisasi. Para pemimpin pelaksana sebagai pembantu pucuk


pimpinan, memperoleh pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, yang
sama atau seimbang pentingnya bagi pencapaian tujuan bersama. Bagi
para anggota partisipasi dilaksanakan dan dikembangkan di berbagai
kegiatan di lingkungan unit masing-masing, dengan mendorong
terwujudnya kerja sama, baik antara anggota dalam satu maupun unit
yang berbeda. Dengan demikian berarti setiap anggota tidak saja diberi
kesempatan untuk aktif, tetapi juga dibantu dalam mengembangkan sikap
dan kemampuannya memimpin. Kondisi itu memungkinkan setiap orang
siap untuk dipromosikan menduduki posisi/jabatan pemimpin secara
berjenjang, bilamana terjadi kekosongan karena pensiun, pindah,
meninggal dunia, atau sebab-sebab lain.
Kepemimpinan

dengan

gaya

demokratis

dalam

mengambil

keputusan sangat mementingkan diskusi dan musyawarah, yang


diwujudkan pada setiap jenjang dan unit masing-masing. Dengan
demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan sebagai
kegiatan yang dipaksakan, justru sebaliknya semua merasa terdorong
menyukseskannya sebagai tanggung jawab bersama. Aktivitas dirasakan
sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi, yang berdampak pada
perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi secara keseluruhan.
Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin selalu dihormati
dan disegani secara wajar.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe
pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern.
Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik
sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak

116

dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia;
selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi
dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang
menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu
berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai
tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar
bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani
untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan
bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha mengembangkan
kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. Secara implisit tergambar
bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang
mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling
ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang
pemimpin yang demokratis.
2. Gaya Kepemimpinan Otoriter/Otokratik
Kepemimpinan otoriter merupakan gaya kepemimpinan yang paling
tua dikenal manusia. Oleh karena itu gaya kepemimpinan ini
menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil
orang yang di antara mereka tetap ada seorang yang paling berkuasa.
Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang
dipimpin yang jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai,
yang disebut bawahan atau anak buah. Kedudukan bawahan semata-mata
sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan.
Pemimpin memandang dirinya lebih, dalam segala hal dibandingkan

117

dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah,


sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa perintah. Perintah
pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang sebagai
satu-satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai penguasa merupakan
penentu nasib bawahannya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, selain
harus tunduk dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan
pimpinan digunakan untuk menekan bawahan, dengan mempergunakan
sanksi

atau

hukuman

sebagai

alat

utama.

Pemimpin

menilai

kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut dan kepatuhan yang bersifat
kaku.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki
kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik
pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima
kritik, saran dan pendapat; terlalu tergantung kepada kekuasaan
formalnya; Dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan
pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
Pemimpin seperti ini merasa bahwa bawahannya tidak mampu
untuk mengarahkan diri mereka sendiri. Di lain pihak, ia mungkin
mempunyai alasan-alasan untuk mengambil posisi yang kuat untuk
mengarahkan

dan

berinisiatif.

pelaksanaan

pekerjaan

dengan

Seorang

otokrat

maksud

penyimpangan dari arahan yang ia berikan.

untuk

juga

mengawasi

meminimalkan

118

3. Gaya Kepemimpinan Bebas


Kepemimpinan bebas merupakan kebalikan dari tipe atau gaya
kepemimpinan otoriter. Dilihat dari segi perilaku ternyata gaya
kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan
kompromi

(compromiser)

dan

perilaku

kepemimpinan

pembelot

(deserter). Dalam prosesnya ternyata sebenarnya tidak dilaksanakan


kepemimpinan dalam arti sebagai rangkaian kegiatan menggerakkan dan
memotivasi anggota kelompok/organisasinya dengan cara apa pun juga.
Pemimpin

berkedudukan

sebagai

symbol

dan

kepemimpinannya

dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang


dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat)
menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara
perseorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil. Pimpinan
melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahannya dan keputusan
lebih banyak dibuat oleh para bawahan, pimpinan hanya berkomunikasi
bila diperlukan dengan memfungsikan dirinya sebagai penasihat, yang
dilakukan dengan memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya
bagi anggota kelompok yang memerlukannya. Kesempatan itu diberikan
baik sebelum maupun sesudah anggota yang bersangkutan menetapkan
keputusan atau melaksanakan suatu kegiatan.
Kepemimpinan dijalankan tanpa berbuat sesuatu, karena untuk
bertanya atau tidak (kompromi) tentang sesuatu rencana keputusan atau
kegiatan, tergantung sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin. Dalam
keadaan seperti itu setiap terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka
pemimpin selalu berlepas tangan karena merasa tidak ikut serta
menetapkannya menjadi keputusan atau kegiatan yang dilaksanakan

119

kelompok/organisasinya. Pemimpin melepaskan diri dari tanggung jawab


(deserter), dengan menuding bahwa yang salah adalah anggota
kelompok/organisasinya yang menetapkan atau melaksanakan keputusan
dan kegiatan tersebut. Oleh karena itu bukan dirinya yang harus dan perlu
diminta pertanggungjawaban telah berbuat kekeliruan atau kesalahan.
Gillies (1994), dalam keperawatan juga menegenal tiga gaya
kepemimpinan, yaitu demokratik, otoriter dan kebebasan. Gaya
kepemimpinan demokratis digunakan dalam membimbing perawat dalam
mejalankan tugasnya dalam membuat melakukan asuhan keperawatan.
Kepala ruang memotivasi, mengarahkan , dan memberikan bimbingan
kepada perawat pelaksana dan memberikan penghargaan atas kemampuan
para perawat yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam kepemimpinan
otoriter dirauang rawat berguna dalam menolong klien gawat darurat
dimana diperlukan tindakan yang cepat dan tepat. Dismaping itu juga
bermanfaat bila pemimpin adalah satu-satunya orang yang mempunyai
informasi dan ketrampilan penting dan juga apabila bawahan tidak
percaya diri dalam menyelesaikan suatu tugas. Gaya kepemimpinan
kebebasan di keperawatan akan efektif jika bawahan mempunyai
kemampuan dan tanggung jawab yang tinggi. Gaya kepemimpinan ini
akan menimbulkan keresahan bila bawahan kurang mempunyai
kemampuan dan kurang tanggung jawab karena mereka tidak dapat
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Dari beberapa gaya
kepemimpinan yang disebutkan Gillies (1994) menyimpulkan

bahwa

tidak ada gaya kepemimpinan yang jelek dan tidak ada kepemimpinan
yang selalu tepat untuk semua situasi.

120

Selain itu, dalam buku Creative Edge, Willam C. Miller


menguraikan lima gaya kepemimpinan, yaitu:
1. Memerintah (tell). Contoh: Berdasarkan keputusan saya, ini adalah
apa yang saya ingin Anda lakukan.
2. Membujuk (sell). Contoh: Berdasarkan keputusan, sya ingin Anda
lakukan, karena
3. Berkonsultasi (consult). Contoh: Sebelum saya membuat keputusan,
saya menginginkan masukan dari Anda.
4. Meminta Partisipasi (participative). Contoh: Kita perlu membuat
suatu keputusan bersama.
5. Mendelegasikan (delegate). Contoh: Anda saja yang membuat
keputusan.
Dalam penggunaannya sehari-hari, gaya kepemimpinan William C.
Miller tersebut dimodifikasi menjadi tiga gaya saja, yaitu tell,
participative, dan delegate. Gaya tersebut dapat digunakan oleh
pemimpin untuk menilai staf/bawahannya satu per satu \, apakah si A
termasuk jenis tell, pegawai yang setiap saat harus diarahkan secara
detail dalam melakukan tugas. Bila demikian, pemimpin akan
menggunakan tell kepada si A tersebut. Akan tetapi bila si B adalah
pegawai yang dapat memberikan masukan-masukan kepada pemimpin,
maka si B termasuk dalam golongan participative sehingga
pemimpin dapat menggunakan gaya partisipatif dalam memberikan
tugas kepada si B, dan seterusnya.
C. Teori munculnya kepemimpinan
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat
diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini.
1. Teori Genetis (Keturunan).

121

Inti dari teori ini menyatakan bahwa Leader are born and nor made
artinya bahwa pemimpin itu dilahirkan (bakat lahir bukannya dibuat).
Para penganut aliran teori ini menyatakan pendapatnya, bahwa seorang
pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan
bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang
ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali
kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Teori ini berbahaya bagi
perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang pantas
menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan
sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin
tidak memiliki kesempatan menjadi pemimpin. Disebutkan pula bahwa
gen sifat kepemimpinan diturunkan oleh orang tuanya yang juga
seorang pemimpin.
2. Teori Sosial.
Inti dari teori sosial ini ialah bahwa Leader are made and not born
artinya pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya lahir secara kodrati.
Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan
bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan
pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3. Teori Ekologis
Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung
kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah
aliran teori ketiga yaitu teori ekologis Teori ini pada intinya
menanggap bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin
yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat

122

tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan


pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut.
Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu
sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati
kebenaran.
D. Model Kepemimpinan.
Model kepemimpinan didasarkan pada pendekatan yang mengacu
kepada hakikat kepemimpinan yang berlandaskan pada perilaku dan
keterampilan

seseorang

yang

berbaur

kemudian

membentuk

gaya

kepemimpinan yang berbeda. Beberapa model yang menganut pendekatan


ini, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Model Kepemimpinan Kontinum (Otokratis-Demokratis).
Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994)
berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui
beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut
dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi
ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku
otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa
atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas
berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan
keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh,
sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman.
Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat
antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan
pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi

123

bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah
pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh
sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi
jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan
kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work
untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran,
pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka
bagi diskusi dan keputusan kelompok. Namun, kenyataannya perilaku
kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model perilaku kepemimpinan
yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan yang terdapat di
antara dua sisi ekstrim tersebut.
2. Model Kepemimpinan Ohio.
Dalam penelitiannya, Universitas Ohio melahirkan teori dua faktor
tentang gaya kepemimpinan yaitu struktur inisiasi dan konsiderasi
(Hersey dan Blanchard, 1992). Struktur inisiasi mengacu kepada perilaku
pemimpin dalam menggambarkan hubungan antara dirinya dengan
anggota kelompok kerja dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran
komunikasi, dan metode atau prosedur yang ditetapkan dengan baik.
Adapun konsiderasi mengacu kepada perilaku yang menunjukkan
persahabatan, kepercayaan timbal-balik, rasa hormat dan kehangatan
dalam hubungan antara pemimpin dengan anggota stafnya (bawahan).
Adapun contoh dari faktor konsiderasi misalnya pemimpin menyediakan
waktu untuk menyimak anggota kelompok, pemimpin mau mengadakan
perubahan, dan pemimpin bersikap bersahabat dan dapat didekati.
Sedangkan contoh untuk faktor struktur inisiasi misalnya pemimpin

124

menugaskan tugas tertentu kepada anggota kelompok, pemimpin meminta


anggota kelompok mematuhi tata tertib dan peraturan standar, dan
pemimpin memberitahu anggota kelompok tentang hal-hal yang
diharapkan dari mereka.
Kedua faktor dalam model kepemimpinan Ohio tersebut dalam
implementasinya mengacu pada empat kuadran, yaitu : (a) model
kepemimpinan yang rendah konsiderasi maupun struktur inisiasinya, (b)
model

kepemimpinan

yang

tinggi

konsiderasi

maupun

struktur

inisiasinya, (c) model kepemimpinan yang tinggi konsiderasinya tetapi


rendah struktur inisiasinya, dan (d) model kepemimpinan yang rendah
konsiderasinya tetapi tinggi struktur inisiasinya.
3. Model Kepemimpinan Likert (Likerts Management System).
Likert dalam Stoner (1978) menyatakan bahwa dalam model
kepemimpinan dapat dikelompokkan dalam empat sistem, yaitu sistem
otoriter, otoriter yang bijaksana, konsultatif, dan partisipatif. Penjelasan
dari keempat sistem tersebut adalah seperti yang disajikan pada bagian
berikut ini.
a. Sistem Otoriter (Sangat Otokratis). Dalam sistem ini, pimpinan
menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan
memerintahkan semua bawahan untuk menjalankannya. Untuk itu,
pemimpin juga menentukan standar pekerjaan yang harus dijalankan
oleh bawahan. Dalam menjalankan pekerjaannya, pimpinan cenderung
menerapkan ancaman dan hukuman. Oleh karena itu, hubungan antara
pimpinan dan bawahan dalam sistem adalah saling curiga satu dengan
lainnya.
b. Sistem Otoriter Bijak (Otokratis Paternalistik). Perbedaan dengan
sistem sebelumnya adalah terletak kepada adanya fleksibilitas

125

pimpinan dalam menetapkan standar yang ditandai dengan meminta


pendapat kepada bawahan. Selain itu, pimpinan dalam sistem ini juga
sering memberikan pujian dan bahkan hadiah ketika bawahan berhasil
bekerja dengan baik. Namun demikian, pada sistem inipun, sikap
pemimpin yang selalu memerintah tetap dominan.
c. Sistem Konsultatif. Kondisi lingkungan kerja pada sistem ini dicirikan
adanya pola komunikasi dua arah antara pemimpin dan bawahan.
Pemimpin dalam menerapkan kepemimpinannya cenderung lebih
bersifat menudukung. Selain itu sistem kepemimpinan ini juga
tergambar pada pola penetapan target atau sasaran organisasi yang
cenderung bersifat konsultatif dan memungkinkan diberikannya
wewenang pada bawahan pada tingkatan tertentu.
d. Sistem Partisipatif. Pada sistem ini, pemimpin memiliki gaya
kepemimpinan yang lebih menekankan pada kerja kelompok sampai di
tingkat bawah. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemimpin biasanya
menunjukkan keterbukaan dan memberikan kepercayaan yang tinggi
pada bawahan. Sehingga dalam proses pengambilan keputusan dan
penentuan target pemimpin selalu melibatkan bawahan. Dalam sistem
inipun, pola komunikasi yang terjadi adalah pola dua arah dengan
memberikan kebebasan kepada bawahan untuk mengungkapkan
seluruh ide ataupun permasalahannya yang terkait dengan pelaksanaan
pekerjaan.
Dengan demikian, model kepemimpinan yang disampaikan oleh
Likert ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari model-model
yang dikembangkan oleh Universitasi Ohio, yaitu dari sudut pandang
struktur inisasi dan konsiderasi.
4. Model Kepemimpinan Managerial Grid.

126

Jika dalam model Ohio, kepemimpinan ditinjau dari sisi struktur


inisiasi dan konsideransinya, maka dalam model manajerial grid yang
disampaikan

oleh

Blake

dan

Mouton

dalam

Robbins

(1996)

memperkenalkan model kepemimpinan yang ditinjau dari perhatiannya


terhadap tugas dan perhatian pada orang. Kedua sisi tinjauan model
kepemimpinan ini kemudian diformulasikan dalam tingkatan-tingkatan,
yaitu antara 0 sampai dengan 9. Dalam pemikiran model managerial grid
adalah seorang pemimpin selain harus lebih memikirkan mengenai tugastugas yang akan dicapainya juga dituntut untuk memiliki orientasi yang
baik terhadap hubungan kerja dengan manusia sebagai bawahannya,
artinya bahwa seorang pemimpin tidak dapat hanya memikirkan
pencapaian tugas saja tanpa memperhitungkan faktor hubungan dengan
bawahannya, sehingga seorang pemimpin dalam mengambil suatu sikap
terhadap tugas, kebijakan-kebijakan yang harus diambil, proses dan
prosedur penyelesaian tugas, maka saat itu juga pemimpin harus
memperhatikan pola hubungan dengan staf atau bawahannya secara baik.
Menurut Blake dan Mouton ini, kepemimpinan dapat dikelompokkan
menjadi empat kecenderungan yang ekstrim dan satu kecenderungan yang
terletak di tengah-tengah keempat gaya ekstrim tersebut. Gaya
kepemimpinan tersebut adalah :
a. Grid 1.1 disebut Impoverished leadership (Model Kepemimpinan yang
Tandus), dalam kepemimpinan ini si pemimpin selalu menghidar dari
segala bentuk tanggung jawab dan perhatian terhadap bawahannya.
b. Grid 9.9 disebut Team leadership (Model Kepemimpinan Tim),
pimpinan menaruh perhatian besar terhadap hasil maupun hubungan
kerja, sehingga mendorong bawahan untuk berfikir dan bekerja

127

(bertugas) serta terciptanya hubungan yang serasi antara pimpinan dan


bawahan.
c. Grid 1.9 disebut Country Club leadership (Model Kepemimpinan
Perkumpulan), pimpinan lebih mementingkan hubungan kerja atau
kepentingan bawahan, sehingga hasil/tugas kurang diperhatikan.
d. Grid 9.1 disebut Task leadership (Model Kepemimpinan Tugas),
kepemimpinan ini bersifat otoriter karena sangat mementingkan
tugas/hasil dan bawahan dianggap tidak penting karena sewaktu-waktu
dapat diganti.
e. Grid 5.5 disebut Middle of the road (Model Kepemimpinan Jalan
Tengah),

di

mana

si

pemimpin

cukup

memperhatikan

dan

mempertahankan serta menyeimbangkan antara moral bawahan dengan


keharusan penyelesaian pekerjaan pada tingkat yang memuaskan, di
mana hubungan antara pimpinan dan bawahan bersifat kebapakan.
Berdasakan uraian di atas, pada dasarnya model kepemimpinan
manajerial

grid

ini

relatif

lebih

rinci

dalam

menggambarkan

kecenderungan kepemimpinan. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri


bahwasanya model ini merupakan pandangan yang berawal dari
pemikiran yang relatif sama dengan model sebelumnya, yaitu seberapa
otokratis dan demokratisnya kepemimpinan dari sudut pandang
perhatiannya pada orang dan tugas.
5. Model Kepemimpinan Kontingensi.
Model kepemimpinan kontingensi dikembang-kan oleh Fielder.
Fielder dalam Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1995) berpendapat
bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bagi sebuah organisasi
bergantung pada situasi di mana pemimpin bekerja. Menurut model
kepemimpinan ini, terdapat tiga variabel utama yang cenderung

128

menentukan apakah situasi menguntukang bagi pemimpin atau tidak.


Ketiga variabel utama tersebut adalah : hubungan pribadi pemimpin
dengan para anggota kelompok (hubungan pemimpin-anggota); kadar
struktur tugas yang ditugaskan kepada kelompok untuk dilaksanakan
(struktur tugas); dan kekuasaan dan kewenangan posisi yang dimiliki
(kuasa posisi).
Berdasar ketiga variabel utama tersebut, Fiedler menyimpulkan
bahwa : para pemimpin yang berorientasi pada tugas cenderung
berprestasi terbaik dalam situasi kelompok yang sangat menguntungkan
maupun

tidak

menguntungkan

sekalipun;

para

pemimpin

yang

berorientasi pada hubungan cenderung berprestasi terbaik dalam situasisituasi

yang

cukup

menguntungkan.Dari

kesimpulan

model

kepemimpinan tersebut, pendapat Fiedler cenderung kembali pada konsep


kontinum perilaku pemimpin. Namun perbedaannya di sini adalah bahwa
situasi yang cenderung menguntungkan dan yang cenderung tidak
menguntungkan dipisahkan dalam dua kontinum yang berbeda.
6. Model Kepemimpinan Tiga Dimensi.
Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh Redin. Model tiga
dimensi ini, pada dasarnya merupakan pengembangan dari model yang
dikembangkan oleh Universitas Ohio dan model Managerial Grid.
Perbedaan utama dari dua model ini adalah adanya penambahan satu
dimensi pada model tiga dimensi, yaitu dimensi efektivitas, sedangkan
dua dimensi lainnya yaitu dimensi perilaku hubungan dan dimensi
perilaku tugas tetap sama.
Intisari dari model ini terletak pada pemikiran bahwa kepemimpinan
dengan kombinasi perilaku hubungan dan perilaku tugas dapat saja sama,
namun hal tersebut tidak menjamin memiliki efektivitas yang sama pula.

129

Hal ini terjadi karena perbedaan kondisi lingkungan yang terjadi dan
dihadapi oleh sosok pemimpin dengan kombinasi perilaku hubungan dan
tugas yang sama tersebut memiliki perbedaan. Secara umum, dimensi
efektivitas lingkungan terdiri dari dua bagian, yaitu dimensi lingkungan
yang tidak efektif dan efektif. Masing-masing bagian dimensi lingkungan
ini memiliki skala yang sama 1 sampai dengan 4, dimana untuk
lingkungan tidak efektif skalanya bertanda negatif dan untuk lingkungan
yang efektif skalanya bertanda positif.
E. Peran dan Fungsi Pemimpin
a. Peran Pemimpin
Pengambil Keputusan
Komunikator
Evaluator
Fasilitator
Pengambil resiko
Penasihat
Penambah semangat
Instruktur
Konselor
Pengajar
Pemikir kritis
Buffer (penengah)
Advokat
Berpandangan ke depan
Mampu meramal
Berpengaruh
Penyelesaian masalah yang kreatif
Agen pengubah
Diplomat
Model peran
b. Fungsi/Tugas Pemimpin
Merencanakan dan mengorganisir
Menyediakan informasi yg diperlukan oleh atasan maupun staf

130

Membuat penugasan, memberi pengarahan dan bimbingan


Bertanggungjawab atas pekerjaannya dan pekerjaan orang lain
Mendukung kooperatif dan partisipasi dari staf
Mengevaluasi hasil dan menganalisa kekuatan dan kelemahan.

F. Kriteria Pemimpin yang Baik


10
sifat
yang
perlu
dimiliki
seorang
(Ordway Tead)
1) Memiliki kekuatan fisik dan mental
2) Paham arah dan tujuan
3) Antusiasme
4) Ramah tamah dan efektif
5) Memiliki integritas (terpercaya)
6) Memiliki keahlian tehnis
7) Cepat dan tepat dalam pengambilan keputusan
8) Cerdas
9) Cakap mengajar
10)
Setia

G.Kompetensi Kepemimpinan

pemimpin

Suatu persyaratan penting bagi efektivitas atau kesuksesan


pemimpin dalam mengemban peran, tugas, fungsi, atau pun tanggung
jawabnya masing-masing adalah kompetensi mereka dalam bekerja.
Konsep mengenai kompetensi untuk pertama kalinya dipopulerkan oleh
Boyatzis (1982) yang didefinisikan kompetensi sebagai kemampuan
yang dimiliki seseorang yang nampak pada sikapnya yang sesuai dengan
kebutuhan kerja dalam parameter lingkungan organisasi dan memberikan
hasil yang diinginkan.
Dalam hubungan ini Kouzes dan Posner (1995) meyakini bahwa
suatu kinerja yang memiliki kualitas unggul berupa barang atau pun jasa,
hanya dapat dihasilkan oleh para pemimpin yang memiliki kualitas prima.
Berdasarkan penelitiannya, ditemukan bahwa terdapat 5 (lima) praktek

131

mendasar pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan unggul, yaitu;


(1) pemimpin yang menantang proses, (2) memberikan inspirasi wawasan
bersama, (3) memungkinkan orang lain dapat bertindak dan berpartisipasi,
(4) mampu menjadi penunjuk jalan, dan (5) memotivasi bawahan.
Sedangkan Burwash (1996) menyatakan bahwa, beberapa kriteria kualitas
kepemimpinan manajer yang baik antara lain, memiliki komitmen
organisasional yang kuat, visionary, disiplin diri yang tinggi, tidak
melakukan kesalahan yang sama, antusias, berwawasan luas, kemampuan
komunikasi yang tinggi, manajemen waktu, mampu menangani setiap
tekanan, mampu sebagai pendidik atau guru bagi bawahannya, empati,
berpikir positif, memiliki dasar spiritual yang kuat, dan selalu siap
melayani.
Berikut ini merupakan penjelasan dari 10 ketrampilan untuk menjadi seorang
pemimpin yang sukses
1. Tentukan Visi Anda
Visi adalah sesuatu hal yang sederhana tetapi idealistis. Visi merupakan
idealisme dari suatu organisasi, harus menantang tapi tetap realistis.Visi
dapat berupa harapan atau nilai yang ingin dicapai. Seorang pemimpin
harus mempunyai visi yang jelas. Ini yang membedakan pemimpin
dengan manajer. Pemimpin bekerja berdasarkan visi, sedang manajer
bekerja berdasarkan visi orang lain. Harold Geneen seorang pendiri ITT
mengatakan Jika Anda membaca buku, bacalah dari awal sampai akhir.
Jika Anda memimpin organisasi, lakukan dengan cara yang berbeda
dengan merenencanakan tujuan akhir, dan lakukan sebisa Anda
meraihnya

132

2. Jelaskan Visi Anda


Pemimpin

harus

dapat

menggunakan

imajinasinya

untuk

dapat

menjelaskan visinya kepada orang lain. Jelaskan visi Anda pada semua
lini dalam organisasi. Penyebaran visi ini dapat dilakukan secara formal
ataupun informal, lewat diskusi perorangan atau saat makan diruang
makan. Jika visi ini dapat disosialisasikan dengan baik, akan lebih mudah
menjalankan organisasi sampai ke tujuan yang diinginkan
3. Kenali Gaya Kepemimpinan Anda
Setiap pemimpin mempunyai gaya natural yang berbeda. Seperti tipe
fasilitatif yang dimiliki Bill Clinton, atau autocratic seperti Margaret
Thatcher, dan atau tipe karismatik seperti J.F Kennedy. Pemimpin yang
sukses, dapat menggunakan berbagai gaya kepemimpinan sesuai situasi
yang ada.
4. Bedakan Kepemimpinan dengan Manajemen
Tugas pemimpin dan manajer berbeda. Pemimpin yang sukses dapat
membedakan kedua tugas ini dengan baik. Kepemimpinan termasuk
didalamnya bagaimana mengkomunikasikan visinya, sedang manajemen
bertugas mengimplementasikan visi. Cara membedakannya juga dengan
melihat bagaimana mereka menilai resiko dari pekerjaan dan organisasi.
Pemimpin yang sukses mempunyai kemampuan memperhitungkan semua
resiko dari setiap kebijakan yang akan berimplikasi pada organisasi dan
jika diperlukan harus mengambil resiko demi tujuan organisasi. Manajer
yang sukses mempunyai kompetensi untuk meminimalisir semua resiko
yang ada. Pemimpin yang sukses harus dapat menjaga keseimbangan
antara keduanya. Mereka harus dapat mengkonsep organisasi ke arah
yang lebih baik dan tidak perlu mengerjakan pekerjaan yang sifatnya

133

harian atau rutinitas. Mereka harus dapat memahami visi dalam konteks
organisasi, mengarahkan organisasi agar dapat mencapai visi.
5. Pelajari dan Taati Aturan
Pemimpin yang sukses harus mengetahui semua peraturan yang ada.
Peraturan -peraturan ini dapat digunakan untuk mengetahui batasan
kekuasaan, pengambilan keputusan. Mengetahui peraturan organisasi dan
menghormatinya

adalah

salah

satu

cara

pemimpin

membangun

kepercayaan terhadap bawahan. Tanpa kepercayaan, kesuksesaan


pemimpin adalah sebuah hal yang mustahil.
6. Jaga Kepercayaan Kolega Anda
Pemimpin yang sukses selalu membangun kepercayaan baik dengan
bawahan maupun dengan kolega atau pihak eksternal. Mereka adalah
pendengar yang baik, sedikit berbicara dan selalu konsisten dengan nilainilai yang ada.
7. Pahami Aturan Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dan
pastikan semua ide-ide kita sudah dimasukan dalam suatu keputusan kita.
Kekuasaan itu berasal dari persetujuan dari yang dipimpin (bawahan).
8. Bertindaklah seperti Seorang Pemimpin
Semua yang dilakukan oleh seorang pemimpin selalu diamati oleh
bawahannya. Mereka menentukan apa yang akan terjadi dengan melihat
perilaku pemimpin mereka. Maka sebagai seorang pemimpin, mereka
harus selalu mengingat setiap saat atas peran-perannya karena semua
orang melihatnya. Seorang pemimpin harus menentukan contoh-contoh
tentang nilai, pola kerja dan tindakan-tindakan individu. Pemimpin yang
baik datang lebih awal, bekerjasama dengan baik, tanggap terhadap opini

134

kolega dan selalu membawa ide-ide baru dalam organisasi. Mereka adalah
sebagai model yang baik yang ingin dilihat dalam suatu organisasi.
Pemimpin harus berada di manapun. Mereka harus menghadiri
pertemuan-pertemuan yang penting baik yang bersifat internal maupun
ekstrenal. Disisi lain, pemimpin adalah seseorang yang membawa pesanpesan organisasi kepada pihak luar. Di sisi internal pemimpin sebagai
pembuat keputuan penting dan dia harus bisa menjadi seorang
pembimbing.
9. Kaderisasi kepemimpinan
Salah satu tugas penting pemimpin adalah bagaimana dia menjadikan
bawahannya kelak dapat menjadi pemimpin juga. Dalam hal ini, merekrut
personal dengan potensi yang baik dapat membantu proses kaderisasi ini.
10.

Jaga Keseimbangan Hidup Anda

Pemimpin yang baik dapat menjaga keseimbangan dalam hidup mereka.


Mereka harus belajar mengatakan tidak.Mereka mempunyai waktu
untuk keluarga dan organisasi. William A Cohen, penulis Seni dalam
Kepemimpinan, Kesuksesan tidak datang dari bekerja keras. Sukses
datang dari playing hard. Jika ingin sukses harus dapat memposisikan
dirimu pada tugas, tidak peduli pada kesulitan atau tantangan, anggap
sebagai permainan, bukan sebagai pekerjaan. Jika anda melakukan ini,
tidak hanya sukses yang datang, tetapi juga kesenangan dalam
melakukannya.
H.Perbedaan Kepemimpinan dengan Manajemen
Hubungan antara kepemimpinan dan manajemen terus menjadi
bahan perdebatan, meskipun literature menunjukkan bahwa keduanya

135

diperlukan. Kepemimpinan diartikan oleh banyak orang sebagai satu dari


banyak

fungsi

kepemimpinan

manajemen,
memerlukan

sebagian

lain

keterampilan

menganggap

yang

lebih

bahwa

kompleks

dibandingkan dengan manajemen, dan manajemen merupakan bagian


dari peran kepemimpinan, sisanya menyatakan di antara keduanya
(Marquis & Huston, 1998). Akan tetapi, jika seorang manajer
mendampingi, mengarahkan dan memotivasi dan seorang pemimpin
menguatkan yang lainnya, kemudian dapat dikatakan bahwa setiap
manajer pasti seorang pemimpin.
Manajemen menekankan pada pengendalian (waktu, biaya, gaji,
lembur, waktu izin karena sakit, inventaris dan kekayaan), kepemimpinan
meningkatkan produktivitas dengan memaksimalkan efektivitas kerja.
Jabatan saja belum tentu membuat seseorang menjadi pemimpin. Hanya
perilaku seseorang yang menentukan jika ia berposisi menjadi seorang
pemimpin. Manajer adalah seseorang yang membawa sesuatu, seseorang
yang menyempurnakan, memiliki tanggung jawab, dan melaksanakan.
Pemimpin adalah seseorang yang berpengaruh dan mengarahkan,
beropini dan bertindak.
Lalu, apa hubungan antara kepemimpinan dan manajemen? Dalam
usaha

untuk

memahami

secara

lebih

baik

hubungan

antara

kepemimpinan dan manajemen, mengkaji bagaimana perbedaannya


marupakan hal yang dapat membantu.
Manajer
Memiliki posisi yang ditugaskan dalam organisasi formal
Memiliki legitimasi sumber kekuasaan sehubungan dengan otoritas
yang didelegasikan sesuai posisinya

136

Diharapkan dapat melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab


khusus
Menekankan pada pengendalian, pengambilan keputusan, analisis
keputusan, dan hasil
Memengaruhi orang, lingkungan, uang, waktu dan sumber lain
untuk mencapai tujuan organisasi
Memiliki tanggung jawab formal dan tanggung gugat terhadap
rasionalitas dan pengendalian lebih besar daripada pemimpin
Mengarahkan subordinatnya, baik diminta maupun tidak diminta
Berikut ini adalah tingkatan manajer mulai dari bawah ke atas:
1. Manajer lini garis-pertama (first line) adalah tingkatan manajemen
paling rendah dalam suatu organisasi yang memimpin dan mengawasi
tenaga-tenaga operasional. Dan mereka tidak membawahi manajer
yang lain (bertugas memimpin dan mengawasi karyawan nonmanajerial yang terlibat dalam proses produksi). Mereka sering
disebut penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer
kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman).
2. Manajer menengah (Middle Manager) adalah manajemen menengah
dapat meliputi beberapa tingkatan dalam suatu organisasi. Para
manajer menengah membawahi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan
para manajer lainnya kadang-kadang juga karyawan operasional.
Manajer menengah berada di antara manajer lini pertama dan
manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara
keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya
kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
3. Manajer Puncak (Top Manager) terdiri dari kelompok yang relative
kecil,

manager

puncak bertanggung

jawab atas

manajemen

137

keseluruhan dari organisas dikenal pula dengan istilah executive


officer. Bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan
secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top
manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief
Information Officer), dan CFO (Chief Financial Officer).

I. Ketrampilan Managerial
Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap
manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga
keterampilan tersebut adalah:
1. Keterampilan konseptual (conceptional skill)
Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk
membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan
atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi
suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu.
Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu
biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh
karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan
untuk membuat rencana kerja.
2. Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill)
Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi
dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan
dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan.

138

Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer


terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang
persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa
dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan.
Keterampilan

berkomunikasi

diperlukan,

baik

pada

tingkatan

manajemen atas, menengah, maupun bawah.


3. Keterampilan teknis (technical skill)
Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada
tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan
kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya
menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi,
akuntansi dan lain-lain.

Selain tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin


menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:
1. Keterampilan manajemen waktu
Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang
manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana.
Hal ini penting untuk efektifitas pekerjaan yang akan dilakukan oleh
organisasi
2. Keterampilan membuat keputusan
Merupakan

kemampuan

untuk

mendefinisikan

masalah

dan

menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan

139

membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer,


terutama bagi kelompok manajer atas (top manager).
Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan.
Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari
berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya.
Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan
memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik.
Dan ketiga, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah
ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di
jalur yang benar.
Pemimpin
Sering kali tidak memiliki otoritas delegasi, tetapi mengedepankan
kekuasaan melalui cara lain, misalnya pengaruh
Memiliki banyak peran yang lebih luas dibandingkan dengan yang
dilakukan manajer
Tidak terpisahkan dengan organisasi formal
Berfokus pada proses kelompok, mengumpulkan informasi, umpan
balik dan pemberdayaan informasi lainnya
Menekankan hubungan interpersonal
Mengarahkan pengikutnya
Memiliki tujuan yang dapat atau tidak dapat merefleksikan
organisasinya
Secara historis, keterampilan manajemen yang kuat memiliki nilai
lebih dibandingkan dengan keterampilan kepemimpinan yang kuat
dalam

industry

pelayanan kesehatan.

Meskipun

penekanan

diletakkan pada keterampilan kepemimpina dalam manajemen pada


akhir decade ini, penelitian yang dilakukan oleh Misener dan rekan

140

(1997) menjelaskan bahwa kepemimpinan dapat menjadi tidak


bernilai dalam kurikulum keperawatan dan bahwa internalisasi nilai
kepemimpinan harus ditingkatkan. National Lenguage for Nursing
(1997) juga ,mendukung pernyataan bahwa kepemimpinan harus
diinternalisasi oleh perawat professional dan kepemimpinan
sebagai kriteria akreditasi program kesarjanaan dalam keperawatan
telah diakui.

Referensi
Gustiarti, 2002. Stress dan Kepuasan Kerja. http library.usu.ac.id, diperoleh tanggal 28
Oktober 2007, pada pukul 11.41
Huber, D (2000). Leadership and Nursing Care Management , 2 Ed, Philadelpia. WB
Saunders Company
Houston, (2000). Leadership roles and management function in nursing; theory and

141

application. Third edition. Philadelphia: Lippincott


Hidayat, AAA. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Irwan (2004). Dinamika kelompok. Diambil tanggal 24 Sept 2007
http://www.unsoed.ac.id/cmsfak/userfiles/file/PSKp/Dinamikakelompok.doc

dari

Luthans F. (2006). Perilaku Organisasi Edisi 10. Penerbit : Andi Yogyakarta.


Marriner-Tomey, (2003). Guide to nursing management and leadership. Sixth edition.
Philipines: Elsevier science (Singapore) PTE LTD under special arrangement with
Mosby

1.3 Peran Kepala Ruangan


Tanggung jawab kepala ruangan menghasilkan pelayanan keperawatan yang
berkwalitas,

dan

menghindari

terjadinya

kebosanan

perawat

serta

menghindari kemungkinan terjadinya saling melempar kesalahan (Gillies,


1994)

142

Kepala ruangan disebuah ruangan keperawatan, perlu melakukan kegiatan


koordinasi kegiatan unit yang menjadi tanggung jawabnya dan melakukan
kegiatan

evaluasi

kegiatan

penampilan

kerja

staf

dalam

upaya

mempertahankan kualitas pelayanan pemberian asuhan keperawatan.


Adapun fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (2000) adalah
sebagai berikut:
1. Perencanaan
a. dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, sasaran, kebijaksanaan, dan
peraturan peraturan,
b. membuat perencanaan jangka pendek dan jangka panjang untuk
mencapai visi, misi, dan tujuan, organisasi,
c. menetapkan biaya biaya untuk setiap kegiatan serta merencanakan
dan pengelola rencana perubahan.
2. Pengorganisasian: meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan
perencanaan, menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien yang paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai
tujuan unit serta melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan
menggunakan power serta wewengan dengan tepat.
3. Ketenagaan: pengaturan ketegagaan dimulai dari rekruetmen, interview,
mencari, dan orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf,
dan sosialisasi staf.
4. Pengarahan : mencangkup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya
manusia

seperti

motivasi

untuk

semangat,

manajemen

konflik,

pendelegasian, komunikasi, dan memfasilitasi kolaborasi.


5. Pengawasan meliputi penampilan kerja, pengawasan umum, pengawasan
etika aspek legal, dan pengawasan professional. Seorang manajer dalam
mengerjakan kelima fungsinya tersebut sehari sehari akan bergerak

143

dalam berbagai bidang penjualan, pembelian, produksi, keuangan,


personalia dan lain lain.

1.5 Kepala Ruangan Sebagai Manager Keperawatan


Sebagai manajer keperawatan, uraian tugas kepala ruangan menurut depkes
(1994), adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan fungsi perencanaan, meliputi:
1) Merencanakan jumlah dan kategori tenaga perawatan serta tenaga lain
sesuai kebutuhan.
2) Merencanakan jumlah jenis peralatan perawatan yang diperlukan.
3) Merencanakan dan menentukan jenis kegiatan/ asuhan keperawatan
yang akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien.
b. Melaksanakan fungsi pergerakan dan pelaksanaan, meliputi:
1) Mengatur dan mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang
rawat.
2) Menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga lain
sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan / peraturan yang berlaku
(bulanan, mingguan, harian).
3) Melaksanakan program orientasi kepada tenaga keperawatan satu atau
tenaga lain yamg bekerja di ruang rawat.
4) Memberi pengarahan dan motivasi kepada tenaga perawatan untuk
melaksanakan asuhan perawatan sesuai standart.

144

5) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja


sama dengan sebagai pihak yang terlibat dalam pelayanan ruang rawat.
6) Mengenal jenis dan kegunaan barang peralatan serta mengusahakan
pengadaannya sesuai kebutuhan pasien agar tercapainya pelayanan
optimal.
7) Menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat, dan bahan
lain yang diperlukan di ruang rawat.
8) Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan peralatan agar selalu
dalam keadaan siap pakai.
9) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan inventaris peralatan.
10)Melaksanakan program orientasi kepada pasien dan keluarganya
meliputi tentang peraturan rumah sakit, tata tertib ruangan, fasilitas
yang ada dan cara penggunaannya.
11) Mendampingi dokter selama kunjungan keliling untuk memeriksa
pasien dan mencatat program.
12)Mengelompokkan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat
untuk tingkat kegawatan, injeksi dan non injeksi, untuk memudah
pemberian asuhan keperawatan.
13)Mengadakan pendekatan kepada setiap pasien yang dirawat untuk
mengetahui keadaan dan menampung keluhan serta membantu
memecahkan masalah berlangsung.
14)Menjaga perasaan pasien agar merasa aman dan terlindungi selama
pelaksanaan pelayanan berlangsung.
15)Memberikan penyuluhan kesehatan terhadap pasien / keluarga dalam
batas wewenangnya.
16)Menjaga perasaan petugas agar merasa aman dan terlindungi serlama
pelaksanaan pelayanan berlangsung.
17)Memelihara dan mengembangkan sistem pencatatan data pelayanan
asuhan keperawatan dan kegiatan lain yang dilakuakan secara tepat dan
benar.

145

18)Mengadakan kerja sama yang baik dengan kepala ruang rawat inap
lain, seluruh kepala seksi, kepala bidang, kepala instansi, dan kepala
UPF di Rumah Sakit.
19)Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antara petugas,
pasien dan keluarganya, sehingga memberi ketenangan.
20)Memberi motivasi tenaga nonkeperawatan dalam

memelihara

kebersihan ruangan dan lingkungan.


21)Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien ruangan.
22)Memeriksa dan meneliti pengisi daftar pemintaan

makanan

berdasarkan macam dan jenis makanan pasien kemudian memeriksa /


meneliti ulang saat pengkajiannya.
23)Memelihara buku register dan bekas catatan medis.
24)Membuat laporan harian mengenai pelaksanaan kegiatan asuhan
keperawatan serta kegiatan lain di ruangan rawat.

c. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penelitian, meliputi:


1) Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah
ditentukan, melaksanakan penilaian terhadap uapaya peningkatan
pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan.
2) Melaksanakan penilaian dan mencantumkan kedalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai (D.P.3) bagi pelaksana keperawatan
dan tenaga lain di ruang yang berada di bawah tanggung jawabnya
untuk berbagai kepentingan (naik pangkat / golongan, melanjutkan
sekolah) mengawasi dan mengendalikan pendayagunaan peralatan
perawatan serta obat obatan secara efektif dan efisien.
3) Mengawasi pelaksanaan system pencatatan dan pelaporan kegiatan
asuhan keperawatan serta mencatat kegiatan lain di ruang rawat.

146

Anda mungkin juga menyukai