MALANG
2015
A. Definisi
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut
yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala gejala atau
tanda tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa
disfungsi
sistolik
maupun
diastolik,
abnormalitas
irama
jantung,
atau
C. Klasifikasi
terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila
curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal
untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem
adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi
akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya
telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar
tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai
ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga
muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF.
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi
miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan
penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di
daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini
disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan
venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan
darah di paru paru. Bendungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan
dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan
menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak
mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu
penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke
ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron.
Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan
tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume
cairan yang berujung pada oedema perifer.
E. Manifestasi Klinis
a. Sesak nafas ( dyspnea)
Muncul saat istirahat atau saat beraktivitas (dyspnea on effort)
b. Orthopnea yaitu sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur
setengah duduk dengan menggunakan bantal lebih dari satu.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk- batuk.
d. Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat
peningkatan tonus simpatik
e. Batuk- batuk terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh
atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan berbusa,
f.
bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan dan batuk.
g. Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat dilatasi
bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
h. Oedema (biasanya pitting edema) yang dimulai pada kaki dan tumit dan secara
i.
j.
F. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada kriteria utama dan atau
tambahan.
1. Kriteria Utama
Ortopneu
Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
Kardiomegali
Gallop
Peningkatan JVP
Refleks hepatojuguler
2. Kriteria Tambahan
Edema pergelangan kaki
Batuk malam hari
Dyspneu on effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Takhikardi
Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya 2 kriteria utama,atau 1 kriteria utama
disertai 2 kriteria tambahan.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
b. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
2.
3.
4.
5.
6.
ventrikel kiri)
h. Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner
H. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan
farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet
dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya ).
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
FC I
Non farmakologi
FC II & III
FC IV
dan
juga
menyebabkan
vasodilatasi
sehingga
mengakibatkan
DATA SUBYEKTIF
Aktivitas/
sepanjang hari.
Sulit tidur
Sakit pada dada saat
beraktivitas
Sesak nafas saat
istirahat
DATA OBYEKTIF
MASALAH
Gelisah.
Perubahan status
Intoleransi
Aktivitas
Ggn pola
saat beraktivitas
tidur
Ansietas
Perubahan
tidur
Riwayat hipertensi ,
(AMI )
Bengkak pada telapak
kaki, kaki,perut
Perubahan tekanan
darah ( rendah atau
Perfusi
tinggi)
Takikardi
Disritmia
Bunyi jantung ( S3 /
jar.perifer
Resti
gallop, S4 )
Murmur sistolik dan
integritas kulit
PK :
diastolic
Perubahan denyutan
Hipertensi
PK : Syok
kardiogenik
PK :
kerusakan
embolisme
pulmonal
punggung kuku
Integritas
ego
Cemas, takut,
khawatir
lambat
Teraba pembesaran
Hepar
Ada refleks
hepatojugularis
Bunyi nafas krekels
atau ronchi
Edema khususnya
pada ekstremitas
Distensi vena
jugularis
Marah, mudah
tersinggung
Ansietas
Stres yang
berhubungan dengan
Eliminasi
penyakit
Kencing sedikit
Kencing berwarna
gelap
Berkemih malam hari
pola eliminasi
(nokturia)
Makanan /
Kehilangan nafsu
Penambahan berat
makan
Mual/ muntah
Perubahan berat
badan cepat
Distensi abdomen
(asites ),
Edema ( umum,
ekstremitas bawah
Pakaian / sepatu
cairan
dependent, pitting,
sensori
Nyeri /
keamanan
Pernafasan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Intoleransi
aktivitas
Letargi, disorientasi
Perubahan prilaku
Intoleransi
aktivitas
Ansietas
Nyeri akut
( mudah tersinggung
Tidak tenang,
kanan atas
Sakit pada otot
Sesak saat aktivitas
Tidur sambil duduk
Tidur dengan
gelisah
Tampak meringis
Takikardia
Takipnea
Napas dangkal
Penggunaan otot
beberapa bantal
Batuk dengan atau
tanpa dahak
cairan
Resti
perubahan
tekanan )
Kelelahan selama
diri
Keletihan , pening
ginjal
Perubahan
volume
aktivitas perawatan
Neuro
urine
PK : gagal
kelebihan
terasa sesak
Higiene
Perubahan
aksesori
-
Kerusakan
pertukaran
gas
Perubahan
pernapasan
Batuk kering atau
kelebihan
nonproduktif atau
volume
sputum
Sputum mungkin
bersemu darah
merah muda/berbuih
cairan
Perubahan
perfusi
jaringan
perifer
wheezing
Fungsi mental
mungkin menurun;
letargi; kegelisahan
Warna kulit
pucat/sianosis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d dispneu,
ortopneu.
b. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan,
kelemahan d/d pasien mengatakan letih terus menerus sepanjang hari, sesak nafas
saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktifitas.
c. Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung
sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites,
hepatomegali, bunyi nafas krekels, wheezing.
d. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah didaerah perifer
sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna
kuku pucat atau sianosis.
e. Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit
f.
berkeringat, pucat
Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.Selingi periode
4. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah didaerah perifer
sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna
kuku pucat atau sianosis.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi
jaringan perifer dapat diperbaiki ( adekuat ) dengan kriteria evaluasi :
Rencana tindakan :
Pantau tanda vital, capillary refill, warna kulit, kelembaban kulit, edema, saturasi
O2 di daerah perifer
Tingkatkan tirah baring selama fase akut
Tekankan pentingnya menghindari mengedan khususnya selama defikasi
Kolaborasi dalam pemberian oksigen dan obat-obatan inotropik
5. Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit
pada otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x 24 jam
diharapkan nyeri hilang atau berkurang, dengan kriteria evaluasi
Melaporkan keluhan nyeri berkurang
Pasien tampak tenang dan rileks
Rencana tindakan :
Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat tentang nyeri
Pantau karakteristik nyeri
Bantu pasien melaksanakan teknik relaksasi
Istirahatkan pasien selama nyeri
Pertahankan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung bila perlu
Kolaborasi untuk pemberian morfin sulfat dan memamntau perubahan seri EKG
6. Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut,
khawatir, stress yang berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah
tersinggung.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 124 jam diharapkan
pasien tidak merasa cemas dengan kriteria evaluasi :
Pasien mengatakan kecemasan menurun sampai tingkat yang dapat diatasi
Pasien menunjukkan keteramplan pemecahan masalah dan mengenal
perasaannya.
Rencana tindakan :
pengunjung.
Kolaborasi untuk pemberian sedatif dan tranquiliser
7. Perubahan pola tidur b/ d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan
( sesak, batuk) d/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatn selama 324 jam diharapkan
pasien bisa tidur dengan lebih nyaman.
Rencana tindakan :
Naikkan kepala tempat tidur 20 -30 cm. Sokong lengan bawah dengan bantal
Pada pasien yang ortopnoe , pasien didudukkan di sisi tempat tidur dengan
kedua kaki disokong di kursi, kepala dan diletakkan di meja tempat tidur dan
vertebra lumbosakral disokong dengan bantal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK
Padjajaran Bandung, September 2005, Hal. 443 450
2. Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit
Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 64 & 240 249.
3. Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 2000, EGC, Jakarta
4. Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 2001, Hal.206 208
5. Nursalam. M. Nurs, Managemen keperawatan ; aplikasi dalam praktik
keperawatan professional, 2002, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
6. Russel C Swanburg, Pengantar keperawatan, 2000, ECG, Jakarta.
7. Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku
2, Edisi 4, Tahun 2003, Hal ; 704 705 & 753 763.