1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bangunanbangunan tinggi sangat berkembang di Indonesia, hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan
ruang yang meningkat pesat sedangkan lahan yang tersedia semakin mengalami kelangkaan. Selain itu
Indonesia adalah negara yang sering mengalami gempa bumi dikarenakan letak geografisnya. Dalam segi
struktur, beban gempa menjadi aspek yang penting dalam perhitungan desain bangunan. Dalam
mengantisipasi kemungkinan terjadi keruntuhan antar bangunan tinggi yang berdekatan, maka dapat
dilakukan sistem dilatasi. Dilatasi berfungsi untuk mengantisipasi terjadinya tabrakan antara bangunan
yang berdekatan serta mencegah kerusakan bangunan akibat terjadinya penurunan bangunan yang tidak
bersamaan karena perbedaan kondisi tanah disepanjang bangunan. Dilatasi pun dapat membagi-bagi pusat
masa dan pusat kekakuan pada suatu struktur yang tidak simetris.
Dilatasi dengan balok kantilever digunakan pada bangunan yang merupakan penambahan
bangunan yang telah ada. Sehingga dilatasi dengan balok kantilever merupakan usaha perluasan dari
bangunan itu sendiri. Sehingga dalam perencanaan awal, dilatasi dengan balok kantilever ini tidak
dilakukan. Ketika suatu struktur telah ada, kemudian dilakukan penambahan luas bangunan, maka
direncanakan untuk dilakukan dilatasi guna melengkapi dan menyokong struktur yang telah ada.
Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai adalah bagaimana sistem ini berpengaruh terhadap suatu bangunan
bila terjadi gempa. Dari segi mekanika teknik, pemasangan balok kantilever adalah 1/3 dari bentang balok
induk. Sedangkan dalam segi praktek dan pelaksanaanya, akan ditinjau dalam segi Pondasi Bored Pile,
Tiang Pancang, Pondasi Sumuran.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Balok atau Beam
Balok merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai dan pengikat
kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat horizontal bangunan akan beban-beban.
Kriteria Desain Balok
Cukup kuat untuk menahan semua beban
Tidak terdeformasi berlebihan sehingga menyebabkan keruntuhan
Sesuai dengan kebutuhan bangunan terkait dengan dimensi, material, penyelesaian akhir,
dan lain-lain
Jenis Beban Pada Balok
Beban terpusat: dari komponen atau elemen balok lain atau beban terpusat dari benda
lainnya
Beban merata: dari komponen atau elemen yang menerus (dinding, lantai)
SNI beton 2002 menyajikan tinggi minimum balok sebagai berikut :
Balok diatas dua tumpuan: hmin = L/16
Balok dengan satu ujung menerus: hmin = L/18,5
Balok dengan kedua ujung menerus: hmin = L/21
Balok kantilever: hmin = L/8
Dimana L = panjang panjang bentang dari tumpuan ke tumpuan. Jika nilai tinggi minimum ini
dipenuhi, pengecekan lendutan tidak perlu dilakukan.
Pendimensian Balok didesain berdasarkan panjang bentang antar kolom atau tumpuan yaitu :
Dimana :
l = jarak antar kolom atau tumpuan
h = tinggi balok
b = lebar balok
Pondasi Dalam
Kriteria pondasi dalam diterapkan dengan angka/rasio perbandingan antara lebar pondasi dengan
kedalaman pondasi. Dimana untuk pondasi dalam ditetapkan bila kedalaman pondasi dibagi lebarnya
lebih besar dari empat. Atau D/B 4
D/B 4
3. METODOLOGI PENELITIAN
Bahan Penelitian
Dalam penelitian ini dibutuhkan beberapa jenis data pendukung diantaranya merupakan data
yang diperoleh dari studi literatur bacaan buku, refrensi, jurnal, skripsi, dan bahan bacaan lain yang
mendukung.
Metode Penelitian
Dalam Penelitian ini akan dilakukan perhitungan struktur bangunan dengan dilatasi balok
kantilever mulai dari dimensi, tulangan, serta pondasi yang sesuai. Adapun denah bangunan adalah
ekivalen, terutama dalam mendapatkan nilai angka massa danwaktu getar alami dari model struktur
gedung yang ditinjau.
Waktu Getar Alami Bangunan (T)
Tx = Ty = 0,06 . H3/4 (untuk portal beton)
Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekivalen (V)
Gempa Vertikal
Unsur-unsur struktur gedung yang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap beban
gravitasi seperti balkon, kanopi dan balok kantilever berbentang panjang, balok transfer pada struktur
gedung tinggi yang memikul beban gravitasi dari dua atau lebih tingkat diatasnya serta balok beton
pratekan berbentang panjang, harus diperhitungkan terhadap komponen vertikal gerakan tanah akibat
pengaruh Gempa Rencana, berupa beban gempa vertikal nominal statik ekuivalen yang harus ditinjau
bekerja ke atas atau ke bawah yang besarnya harus dihitung sebagai perkalian Faktor Respons Gempa
vertikal Cv dan beban gravitasi, termasuk beban hidup yang sesuai.
Gaya gempa vertikal dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Faktor Respons Gempa vertikal Cv yang disebut dalam Pasal 4.8.1 harus dihitung menurut
persamaan :
Cv = .Ao.I
Dimana koefisien bergantung pada Wilayah Gempa tempat struktur gedung berada dan Ao
adalah percepatan puncak muka tanah, sedangkan I adalah Faktor Keutamaan gedung.
Setelah semua elemen struktur dihitung, dilakukanlah analisa untuk memilih pondasi yang
sesuati dengan sistem dilatasi ini. Pondasi akan diinjau dari segi peralatan dilapangan, dimensi, dan jarak
antar pondasi
c. Balok
Adapun dimensi balok yang direncanakan adalah
Bangunan I dan Bangunan II
Dimensi Balok Arah Memanjang Dimensi Balok Arah Melintang
Atap
30/50
25/40
Lantai 3
30/50
25/45
Lantai 2
30/50
25/45
Balok
20/30
Anak
Beban Lateral Gempa
Dengan menggunakan rumus diatas, didapatkan hasil sebagai berikut :
Beban Gempa Bangunan I
Tingkat Hi (m)
Atap
12
Lantai 3
8
Lantai 2
4
Wi (kN)
1645,295
1689,005
1689,005
5023,304
WiHi
19743,54
(kg.m)
13512,04
6756,02
40011,6
Fi
Fx
Fy
338,008 84,502 84,502
231,325 57,831 57,831
115,663 28,916 28,916
WiHi
14593,12
9999,248
(kN.m)
Fi
249,883
Fx
Fy
62,471 83,294
171,2206
85,61032
42,805
21,403
Tingkat
Lantai 3
Hi (m)
12,00
Wi (kg)
1216,093
Lantai 2
Lantai 1
8,000
4,000
1249,906
1249,906
3715,904
4999,624
29591,99
57,074
28,537
F
v
1,5 m
Lendutan Ijin =
Driver (HSDP) dan drop hammer, alat tersebut tidak menimbulkan kebiingan dan getaran besar karena
prosesnya adalah dengan menekan tiang pancang dengan tenaga hidraulik.
Alat ini, tidak menimbulkan getaran, akurasi pemancangan lebih tepat (kemungkinan miring
kecil), sehingga design jarak antar tiang bisa minimal, yang menyebabkan banyaknya besi pilecap dan
volume beton pilecap bisa diminimalkan. Akan tetapi, alat ini tidak dapat digunakan untuk lahan yang
sempit. Jarak bebas alat pancang ketembok harus 2,5m-5m (tergantung alat).
diperlukan beberapa metode konstruksi, bisa menggunakan Alat berat atau hanya menggunakan peralatan
konvensional. untuk peralatan konvensional, perangkat yang digunakan sama sekali tidak menggunakan
alat berat. Motor utama hanya menggunakan mesin diesel berbahan bakar solar, berfungsi untuk
menggerakkan tiang bor bergerak Vertikal, dan menggerakkan mesin penggerak arah horizontal yang
memutar tiang bor pada atas tiang bor, dan memiliki 2 gagang kontrol yang berfungsi sebagai menekan
dan memutar tiang bor.
Tiang Bor menggunakan Baja atau Besi penampang Hollow dan diutamakan baja dan besi
tersebut mampu menahan gaya puntir, tekan dan tarik yang dihasilkan ketika melakukan pemboran,
panjang tiang sesuai dengan kebutuhan kedalaman pemboran. biasanya panjang tiang 3m yang bisa
disambung. Mata bor memiliki dua jenis yaitu mata bor Spiral, biasanya 2 tingkat. Metode Dry Drilling
biasanya menggunakan mata bor. Mata bor ini bekerja dengan cara, mata bor akan menggali tanah pada
kedalam tertentu dan kemudian mata bor diangkat dari kedalaman tertentu ke permukan tanah sekaligus
mengangkut tanah galian. Bor ini di gunakan untku metode wash boring, bedanya dengan bor spiral mata
bor ini membor tanah sekaligus menyedot air yang bercampur tanah akibat pemboran, kemudian air yang
disedot dialirkan melalui selang air yang dipasang diatas tiang bor yang terhubung pada mata bor. Dengan
alat ini, luas pengoperasian alat sangat minimal, karena tidak menggunakan alat berat.
Maka dari segi peralatan, bisa dipastikan yang paling cocok untuk bangunan dilatasi dengan
balok kantilever adalah pondasi bored pile. Jarak antar tiang dapat diminimalkan sesuai syarat yaitu 0,6 m
dan dengan peralatan bor yang digunakan memungkinkan untuk dilakukan dengan bangunan ekisting
yang hanya berjarak 1,5 meter. Tiang pancang dengan system hydraulic juga dapat dilakukan
pemancangan dengan jarak antar tiang 0,6 m, hanya saja dalam pelaksanaan dibutuhkan luas
pengoperasian 2-3 meter, yang tidak cocok dengan bangunan eksisting yang ada. Sumuran yang
digunakan, dari segi peralatan bisa saja tidak mengganggu bangunan eksisting, hanya saja, jarak antar
pondasi sumuran, dibatasi antara 4-7 meter. Dan biasanya memiliki dimensi yang cukup besar untuk
Lantai 3
Lantai 2
Lantai 1
0,371
0,304
0,082
Tingkat
Lantai 3
Lantai 2
Lantai 1
12,602
8,88
3,731
drift s
antar
tingkat
0,067
0,222
0,082
drift s
antar
tingkat
3,722
5,149
3,731
Syarat
21,81818
21,81818
21,81818
Keterangan
OK
OK
OK
Arah y
m
1,428
1,1704
0,3157
syarat
Keterangan
21,81818
21,81818
21,81818
OK
OK
OK
48,5177
34,188
14,364
drift m
antar
tingkat
0,258
0,855
0,3157
drift m
antar
tingkat
14,329
19,824
14,364
Syarat
Keterangan
80
80
80
OK
OK
OK
syarat
Keterangan
80
80
80
OK
OK
OK
Lantai 3
Lantai 2
Lantai 1
1,579
0,906
0,287
Tingkat
Lantai 3
Lantai 2
Lantai 1
15,106
10,909
4,788
drift s
antar
tingkat
0,673
0,619
0,287
drift s
antar
tingkat
4,197
6,121
4,788
Syarat
Keterangan
21,81818
21,81818
21,81818
OK
OK
OK
Arah y
6,079
3,488
1,105
syarat
Keterangan
21,81818
21,81818
21,81818
OK
OK
OK
58,158
41,999
18,434
drift m
antar
tingkat
2,591
2,383
1,105
drift m
antar
tingkat
16,159
23,565
18,434
Syarat
Keterangan
80
80
80
OK
OK
OK
syarat
Keterangan
80
80
80
OK
OK
OK
Dari tabel diatas dapat diperhitungkan jarak dilatasi yang dibutuhkan dengan menjumlahkan s
Bangunan I dan Bangunan II didapatkan hasil sebesar 1,95 mm.
Syarat dilatasi antar bangunan
d 4(1 maks + 2 maks) = 7,8 mm
d 0,004 h = 16 mm
d 7,5 cm = 75 mm
Maka, jarak sela dilatasi yang dibutuhkan sebesar 75 mm
30
35
100
3
5
30
35
50
30
35
100
30
L=150 cm
Gambar 10. Jarak antar tiang
Tanah Lunak
Tanah Keras
10
5. KESIMPULAN
a.
Panjang balok kantilever dalam system dilatai ini dipengaruhi oleh jarak antar pondasi, peralatan
pekerjaan pondasi, dimensi pondasi, dan jenis pondasi.
b. Bentang kantilever yang dianggap aman adalah 2/3 bentang balok induk, maka dipilih bentang
sepanjang 1,5 meter. Yang mana dengan bentang ini, pondasi yang paling memenuhi adalah
pondasi Bored Pile.
c. Pondasi Tiang Pancang memiliki kekurangan dalam hal besar luasan pengoperasian alat dan
Pondasi Sumuran memiliki jarak minimum antar pondasi yang mana keduanya tidak dapat
diterapkan dalam sistem seperti ini dengan jarak antar pondasi yang hanya 1,5 meter.
d. Jika jarak kolom dengan kolom terlalu dekat, akan menimbulkan luasan plat fondasi yang
dibutuhkan akan saling menutup (overlapping), sehingga jarak minimal antar pondasi harus
diperhitungkan dengan seksama.
e. Balok kantilever yang didesain memiliki lendutan sebesar 0,6989 mm < lendutan ijin sebesar 10
mm.
f.
Setelah dianalisa berdasarkan simpangan, maka bangunan ini didesain dengan gap (sela) dilatasi
sebesar 75 mm.
Saran
a. Untuk gedung yang berhimpit karena dilatasi, desain gap bangunan dirancang sedemikian
sehingga apabila terjadi gempa, bangunan tersebut tidak saling bertubrukan. Dan perancangan
pondasi pun dilakukan secara terpisah.
b. Bentang dari balok kantilever harus diperhatikan agar tidak terjadi lendutan yang berlebihan.
c. Pemilihan pondasi haruslah sesuai dengan keadaan disekitarnya. Apakah bangunan tersebut
berdekatan atau tidak. Dan jika berdekatan, apakah akan mengganggu bangunan disekitarnya.
d. Untuk selanjutnya, analisa ini dapat diteliti dengan gedung tidak beraturan.
Daftar Pustaka
Asiyanto. 2009. Metode Konstruksi untuk Pekerjaan Pondasi. Penerbit Universitas Indonesia.
Badan Standarisasi Nasional, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung
dan non gedung SNI 03 1726 2002
Badan Standarisasi Nasional, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung
dan non gedung SNI 03 1726 2010
Dipohusodo,Istimawan.1996. Struktur Beton Bertulang. Gramedia
Frick, Ir. Heinz & Puja L. Setiawan. 2001. Seri Konstruksi Arsitektur 4: Ilmu Konstruksi Struktur
Bangun. Kanisius.
Wijaya, Geraldie Lukman. 2011. Studi Perbandingan Gaya Gempa pada Bangunan Tingkat Rendah di
Jakarta Berdasarkan SNI 03-1726-1989, SNI 03-1726-2002, dan SNI 03-1726-2011. Depok.
HS, Ir. Sardjono. 1991. Pondasi Tiang Pancang I. CV Sinar Wijaya. Surabaya.
Hardiyatmo, Hary Christady. 2011. Analisis dan Perancangan Fondasi II. Gadjah Mada University Press.
Juwana, Ir. Jimmy S. 2005. Sistem Bangunan Tinggi.
Kementrian Pekerjaan Umum. 2010. Peta Hazard Gempa Indonesia 2010. Jakarta.
11
Khozin, Nur dan Saryono Andi Darmawan. Perencanaan Struktur Gedung Apartemen Permata Berlian
Jakarta.
Kurniawan, Rendy dan Rudy Raharja. 2009. Perencanaan Struktur Gedung Bank NISP Jalan
Sisingamangaraja Nomor 78-80 Semarang. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.
McCormac, Jack C. 1986. Desain Beton Bertulang. Erlangga.
Schodek, Daniel L. 1998. Struktur. PT Refika Aditama.
Setiyarto, Y. Djoko. Komputer Aplikasi Sipil 7 (SAP2000). Fakultas Teknik & Komputer UNIKOM.
T, Ir. Gunawan & Ir. Margareth S. Teori Soal dan Penyelesaian Mekanika Teknik I.
Tarigan, Johannes. 2007. Kajian Struktur Bangunan Di Kota Medan Terhadap Gaya Gempa Di Masa
Yang Akan Datang. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Wibowo, Amdhani Prihatmoko. 2012. Perencanaan Struktur Gedung Beton Bertulang Dengan Sistem
Rangka Pemikul Momen Khusus (SPRMK) Dan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah
(SPRMM). Universitas Negeri Yogyakarta.
12