Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Kasus
1. Definisi
Nyeri punggung bawah adalah suatu keluhan berupa nyeri pada bagian
tubuh antara thorakal sampai dengan sakrum (Sidharta, 1979). Nuartha (1989),
menambahkan bahwa pengertian nyeri punggung bawah adalah suatu gejala
berupa rasa nyeri di daerah lumbosakral dan sakroiliaka yang dapat ditimbulkan
oleh berbagai sebab, kadang-kadang disertai dengan penjalaran nyeri ke arah
tungkai dan kaki (ischialgia). Umumnya nyeri yang dirasakan menjalar dan secara
khas terasa di pantat turun ke tungkai bagian posterolateral, tendo Achilles dan
mungkin sampai kaki sesuai dengan perjalanan nervus ischiadicus.
Spondilosis lumbo-sakral adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya
degenerasi progresif diskus intervertebralis pada persendian lumbo-sakral yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada daerah perbatasan
tulang-tulang

vertebra

dan

ligamen-ligamennya.

Penyempitan

foramen

intervertebra dari depan disebabkan oleh penekanan lipatan-lipatan ligamen


longitudinal posterior atau osteofit, sedangkan dari belakang oleh lipatan-lipatan
ligamen flavum atau osteoartritis faset, yang kemudian mendasari timbulnya nyeri
radikuler pada spondilosis (Cailliet,1981).

222
2. Anatomi
a. Struktur tulang vertebra lumbal
Lumbal tersusun dari

lima

tulang

vertebra

yang

membentuk

persendian satu sama lain dan berfungsi untuk menyangga tubuh dan alat gerak
tubuh. Susunan tulang vertebra secara umum terdiri dari korpus, arkus, dan
foramen vertebra.
1) Korpus
Korpus merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang
mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu facies anterior yang berbentuk konvek
dari arah samping dan konkaf dari arah kranial ke kaudal serta facies superior
yang berbentuk konkaf pada lumbal 4-5 (Kapandji, 1990). Korpus vertebra
merupakan struktur tulang yang padat. Pada bagian depan dan belakang korpus
dilapisi oleh vertebra plateau (Borenstein dan wiesel, 1989).
2) Arkus
Arkus merupakan lengkungan simetris di kiri dan kanan yang berpangkal
pada korpus menuju dorsal pangkalnya disebut radius arkus vertebra dan ada
bagian yang menonjol disebut procesus spinosus (Kapandji, 1990).
3) Foramen vertebra
Foramen vertebra merupakan lubang yang cukup lebar dimana di kedua
belah sisinya ada lekukan yaitu recesus lateral. Bila tulang vertebra tersusun

333
secara panjang akan membentuk kanal yang di dalamnya ada saraf medula
spinalis (Kapandji, 1990).

444

6
1

4
9
5

Gambar 2.1 Tulang punggung


(Putz and Pabst, 2002)

555

11

2
3

b. Struktur vertebra7sakral
8
Vertebra sakral terdiri dari lima facies,
yaitu facies pelvina, facies dorsalis, facies

lateralis, facies superior (basis


ossis sacri) yang
9
5
menghadap ke cranial,
serta facies inferior.
10
6
Kelimanya bergabung menjadi satu membentuk
sebuah tulang berbentuk baji yang cekung di
bagian anterior.

Pada
facies superior terdapat facies
Gambar 2. 2 Vertebra lumbalis ke IV, tampak dari cranial
articularis superior yang bersendi dengan vertebra lumbalis 5. Di sebelah bawah
(Putz and Pabst, 2002)
vertebra sakral terdapat facies inferior yang merupakan bangunan yang berbentuk
oval dan bersendi dengan os cocygeus. Disebelah lateral, os sakrum bersendi
dengan dua coxae membentuk persendian sakroiliaka. Pada bagian ini terdapat
bangunan yang menyerupai daun telinga yang dinamakan facies auricularis.

666
Vertebra sakral 1 bagian lateral, anterior, dan superior menonjol ke depan
sebagai margo posterior apertura pelvis superior dan dikenal sebagai
promontorium sakralis. Terdapat pula foramina vertebralis yang membentuk
canalis sakralis yang berisi radiks anterior dan posterior nervi spinalis sakralis.
Lamina vertebra sakralis kelima (kadang-kadang juga vertebra sakralis 4) tidak
mencapai garis tengah dan membentuk hiatus sakralis. Permukaan anterior dan
posterior sakrum mempunyai foramina sacralia anteriora yang bersama dengan
linea transversae menuju lateral membentuk sulcus nervi spinalis. Di setiap sisi
foramen dan sulkus ini merupakan tempat lewat rami anterior dan posterior
nervus spinalis S1-S4 (Richard, 1997). Facies dorsalis merupakan dataran
berbentuk konvek yang menhadap ke caudal dekat dengan apex ossis sacri. Pada
linea media facies ini terdapat crista sakralis mediana yang menyatu dengan
processus spinosus. Disebelah lateral facies ini terdapat crista sacralis medialis
yang menyatu dengan processus articularis.

777

888

4
5
1

6
2

999

Gambar 2.3 Vertebra Sakralis, tampak dari ventral


(Putz and Pabst, 2002)

101010

111111

1
2

3
8

9
5
10
11
6

Gambar 2.4 Vertebra Sakralis, tampak dari dorsal


(Putz and Pabst, 2002)

121212
c. Nervous ischiadicus
Nervus ischiadicus merupakan serabut saraf terbesar di dalam tubuh yang
keluar dari vertebra lumbal 4-5 dan sakral 1-3. N. Ischiadicus terdiri dari nervus
yang terpisah di dalam satu selubung, yaitu : n. peroneus communis dan n.
tibialis. Nervus ischiadikus meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadikus
major berjalan turun diantara trochantor mayor os femur dan tuberositas
ischiadikus di sepanjang permukaan posterior paha ke ruang poplitea dimana
serabut saraf ini berakhir dan bercabang menjadi n. tibialis dan n. peroneus
commuis. Pada paha, cabang n. ischiadicus mensarafi m. hamstring ( meliputi m.
semi tendinosus, m. semi membranosus, dan m. biceps femoris ). Rami dari
truncus tibialis ke m. semitendinosus dan m. semi membranosus, caput longus m.
biceps femoris dan menuju m. adductor magnus. Rami dari truncus peroneus
communis mensuplai caput brevis m. biceps femoris (Chusid, 1990).
d. Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis merupakan suatu struktur mayor yang berada di
antara korpus vertebra. Kurang lebih 33% dari panjang lumbal diisi oleh diskus
intervertebralis. Diskus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa
fibroelastik yang membungkus nukleus pulposus yang merupakan suatu cairan gel
kolloid

yang

mengandung

mukopolisakarida.

Fungsi

mekanik

diskus

intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan di antara ke dua
telapak tangan. Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebra
maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis.

131313
Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nukleus pulposus akan melawan
gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan
ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi,
laterofleksi (Cailliet, 1981). Fungsi diskus adalah sebagai bantalan sendi agar pada
tulang vertebra tidak terjadi kontak secara langsung saat menumpu berat badan
maupun saat melakukan gerakan (Borenstein dan Wiesel, 1989).

141414

1
2

Potongan melintang
3
4

6
Potongan sagital

Gambar 2.5 Discus Intervertebralis dan ligamentum,


Potongan melintang dan sagital
(Richard, 1997)

151515
e. Stabilitas
Menurut Kapandji (1990) stabilitas vertebra ditunjang oleh stabilisator
aktif maupun pasif. Stabilitator aktif mencakup otot-otot yang berada di sebelah
antrerior, posterior, maupun lateral serta berfungsi untuk menunjang pergerakan
vertebra.
1) Otot-otot di sebelah anterior dan lateral
Otot-otot di sebelah anterior dan lateral terdiri dari (1) m. rectus
abdominis yang berfungsi untuk gerakan fleksi dari thorak dan lumbal, (2) m.
obliqus externus dan internus yang berfungsi untuk gerakan fleksi thorak dan
lumbal jika bekerja secara bilateral, sedangkan bila bekerja secara unilateral akan
terjadi gerakan rotasi lumbal ke samping berlawanan, dan untuk m. obliqus
abdominis internus bila bekerja secara unilateral menimbulkan gerakan latero
fleksi pada sisi yang sama, (3) m. psoas mayor dan m. quadratus lumborum bila
bekerja secara bilateral terjadi fleksi lumbal dan bila bekerja secara uni lateral
terjadi lateral fleksi.
2) Otot-otot bagian posterior
Otot-otot bagian posterior pada umumnya berfungsi untuk ekstensi lumbal
saat bekerja secara bilateral dan jika bekerja secara unilateral berfungsi untuk
side-fleksi. Otot-otot tersebut antara lain (1) m. interspinosus, (2) m.
transversospinalis, selain untuk ekstensi juga untuk lateral fleksi, (3) m.
sacraspinalis.

161616
Sedangkan untuk stabilisator pasif yang berperan adalah ligamen yang
terdiri dari (1) ligamen longitudinal anterior berjalan di bagian anterior korpus
vertebra, berukuran besar dan kuat, berfungsi sebagai stabilisator antara vertebra
yang satu dengan yang lainnya, (2) ligamen longitudinal posterior yang melekat
pada bagian posterior diskus dan tepi korpus bagian tengah. Ligamen ini berfungsi
untuk mengontrol gerakan fleksi, (3) ligamen flavum terletak di dorsal vertebra
berfungsi melindungi medula spinalis, (4) ligamen transversum melekat pada tiap
prosessus transversus yang berfungsi mengontrol gerakan lateral fleksi.
d. Biomekanik vertebra lumbal
Biomekanik columna vertebralis regio lumbal faset sendinya memiliki
arah sagital dan medial sehingga memungkinkan gerakan fleksi-ekstensi, lateral
fleksi, dan rotasi (Kapandji, 1990).
1). Gerak fleksi
Gerak fleksi vertebra terjadi pada bidang sagital dan sudut normal gerakan
ini adalah sekitar 80. Khusus untuk lumbal, sudut gerakan normalnya adalah
sekitar 40 (Borenstein dan Wiesel, 1989). Otot penggerak utamanya adalah m.
rectus abdominis, dibantu oleh m. obliqus externus abdominis, m. obliqus internus
abdominis, m. psoas mayor, dan m. psoas minor (Hislop dan Jaqueline, 1995).
Pada gerakan ini, korpus vertebra superior terangkat dan bergeser
perlahan ke anterior hingga diskus bagian anterior berkurang ketebalannya,
sedangkan bagian posterior bertambah ketebalannya. Nukleus pulposus bergerak

171717
ke posterior mengulur serabut posterior dari annulus fibrosus. Pada saat yang
bersamaan, prosessus interartikularis inferior dari vertebra bergeser ke superior
dan bergerak dari prosessus artikularis inferior vertebra di bawahnya. Akibatnya,
ligamen yang melekat pada persendian di antara prosessus artikularis menjadi
terulur maksimal. Ligamen yang membatasi gerakan ini adalah ligamen
supraspinosus, ligamen longitudinal posterior, serta ketegangan otot ekstensor
(kapandji, 1990).
2) Gerak ekstensi
Gerakan ekstensi terjadi pada bidang sagital dengan sudut normal yang
dibentuk sekitar 25 dengan otot penggerak utama adalah kelompok otot-otot
ekstensor yaitu m. longismus thoracalis, m. illiocostalis

(Hislop and

Jaqueline,1995). Pada gerakan ini korpus dari vertebra superior terangkat dan
bergerak ke posterior sehingga diskus bagian anterior ketebalannya bertambah
sedangkan di bagian posterior berkurang ketebalannya. Nukleus pulposus
menekan ke anterior mengulur serabut anterior dan terjadi relaksasi dari ligamen
longitudinal posterior. Gerakan ini dibatasi oleh ligamen longitudinal anterior
(Kapandji, 1990).
3) Gerakan lateral fleksi
Gerakan ini terjadi pada bidang frontal dan sudut normal yang dibentuk
adalah sekitar 25. Otot penggeraknya adalah m. obliqus internus abdominis, m
obliques externus abdominis, m. rectus abdominis, dan m. psoas (Hislop dan
Jaqueline, 1995). Korpus vertebra superior terangkat ke arah ipsilateral sehingga

181818
diskus tertekan pada sisi kontralateral. Ligamen intertransversum kontralateral
terulur sedangkan pada sisi ipsilateralnya kendor. Bila dilihat dari posterior,
prosessus artikularis bergerak meluncur ke sisi yang lainnya. Prosessus
artikularis ipsilateral dari vertebra di atasnya terangkat, sementara prosessus
artikularis kontralateral-nya ke bawah. Gerakan ini dibatasi oleh ligamen flavum
dan otot-otot lateral fleksor sisi yang berlawanan (Kapandji, 1990).
4) Gerak rotasi
Gerakan ini terjadi di bidang horizontal dengan aksis melalui prosessus
spinosus dengan sudut normal yang di bentuk 45o dengan otot penggerak utama
m. illiocostalis lumborum untuk rotasi ipsilateral dan kontralateral. Bila otot
berkontraksi terjadi rotasi ke pihak berlawanan oleh m. obliqus ekternus. Gerakan
ini dibatasi otot penggerak rotasi sisi yang berlawanan dan juga ligamen
interspinosus (Kapandji, 1990).

191919

10
11

12

3
4
5
6
13

7
14
17
16

15

Gambar 2.6 Segmen pergerakan Lumbal, skema, potongan medial


(Putz and Pabst, 2002).

202020

Gambar 2.7 Otot-otot perut


(Putz and Pabst, 2002 )

212121

Gambar 2.8 Otot otot punggung


(Putz and Pabst, 2002 )

222222
3. Etiologi
Menurut Sidharta (1979), penyebab ischialgia dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Ischialgia sebagai perwujudan dari entrapment neuritis
Ischialgia ini terjadi karena n. Ischiadicus terperangkap oleh proses
patologis yang terjadi di berbagai jaringan yang dilewatinya. Jaringan tersebut
antara lain: (1) Pleksus lumbosakralis yang diinfiltrasi oleh sel-sel sarcoma
reproperitonial, karsinoma uteri dan ovarii, (2) Garis persendian sakroiliaka
dimana bagian-bagian dari pleksus lumbosakralis sedang membentuk n.
Ischiadikus mengalami proses radang (sakrolitis), (3) Bursitis di sekitar
trochantor mayor femoris, (4) Bursitis pada bursa m. piriformis (5) Adanya
metatasis karsinoma prostat di tuber ischii.
Tempat dari proses patologi primer dari Ischialgia ini dapat diketahui
dengan adanya nyeri tekan dan nyeri gerak. Nyeri tekan dapat dilakukan dengan
penekanan langsung pada sendi panggul, trochantor mayor, tuber ischii dan spina
ischiadika. Sedangkan nyeri gerak dapat diprovokasi dengan cara melakukan tes
Patrick dan tes kontra Patrick. Cara pelaksanaan dari tes Patrick adalah pasien
tidur terlentan, dengan knee fleksi dan tumit diletakkan diatas lutut tungkai yang
satunya. Kemudian lutut yang fleksi tadi ditekan kebawah. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk merangsang nyeri pada sendi panggul. Sedangkan tes kontra
Patrick kebalikan dari tes Patrick, caranya knee fleksi dengan arah gerakan

232323
endorotasi dan adduksi, kemudian knee didorong ke medial. Tes ini untuk
membuktikan adanya kelainan pada sendi sakroilliaka.

b. Ischialgia

sebagai

perwujudan

entrapment

radikulitis

dan

radikulopati.
Ischialgia ini dapat terjadi karena nucleus pulposus yang jebol ke dalam
kanalis vertebralis, yang sering disebut hernia nucleus pulposus (HNP), ostefit
(Spondylosis), herpes zoster (peradangan) atau karena adanya tumor pada kanalis
vertebralis.
Pada kasus ini pasien akan meraskan nyeri hebat, dimulai dari daerah
lumbosakral menjalar menurut perjalanan n. ischiadikus dan lanjutannya pada n.
peroneus communis dan n. tibialis. Makin ke distal nyeri akan berkurang, ini
disebabkan karena radiks saraf yang terangsang sehingga nyeri yang dirasakan
pada radiks saraf yang bersangkutan. Ischialgia ini dikenal sebagai Ischialgia
disgonik.
Data-data yang dapat diperoleh untuk mengetahui adanya Ischialgia
radikulopati, antara lain : (1) Nyeri punggung bawah (low back pain), (2) Adanya
peningkatan tekanan didalam ruang arachnoidal, seperti : batuk, bersin dan
mengejan, (3) Faktor trauma, (4) Lordosis lumbosakral yang berkurang, (5)
Adanya keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) lumbosakral, (6) Nyeri tekan
pada lamina L4, L5 dan S1, (7) Tes Laseque selalu positif, (8) Tes Naffiger
hampir selalu positif.

242424

c. Ischialgia sebagai perwujudan neuritis primer.


Ischialgia sebagai perwujudan neuritis primer adalah adanya peradangan
pada saraf ischiadikus. Ischialgia ini sering berhubungan dengan diabetes meilitus
(DM), masuk angin, flu, sakit kerongkongan dan nyeri pada persendian.
Ischialgia ini dapat disembuhkan dengan menggunakan NSAID (non-steroid anti
inflammatory drugs). Gejala utama neuritis Ischiadikus primer adalah adanya
nyeri yang dirasakan berasal dari daerah antara sacrum dan sendi panggul,
tepatnya pada foramen infrapiriforme atau incisura ishiadika dan menjalar
sepanjang perjalanan n. ischiadikus dan lanjutannya pada n. peroneus communis
dan n. tibialis. Neuritis ischiadikus primer timbul akut, sub akut dan tidak
berhubungan dengan nyeri punggung bawah kronik. Neuritis ischiadikus dapat
diketahui dengan adanya nyeri tekan positif pada n. ischiadikus, m. tibialis
anterior dan m. peroneus longus
Dalam karya tulis ilmiah ini penulis membahas ischialgia yang disebabkan
oleh radikulitis atau radikulopati yang disebabkan oleh spondilosis. Penyebab
spondilosis yang terbanyak adalah proses degeneratif dari diskus intervertebralis.
Pada degenerasi diskus terjadi pemipihan berangsur-angsur dari diskus dan
pergeseran sendi-sendi permukaan posterior (Nuartha, 1989).
Pada semua bentuk ligamen otot, tulang, dan persendian ada yang sensitif
terhadap rangsang nyeri karena ada saraf sensoris yang menjaganya kecuali
ligamen flavum, ligamen interspinosus dan diskus intervertebralis yang resisten

252525
terhadap rasa nyeri. Walau tidak ada ujung saraf sensoris dalam diskus
intervertebralis, tapi ligamen longitudinal posterior yang peka terhadap nyeri
berada di dekat protusio intervertebralis yang akhirnya menimbulkan nyeri
(Cailliet, 1981).
4. Patologi
Spondilosis termasuk penyakit degenerasi yang proses terjadinya
umumnya disebabkan karena berkurangnya kekenyalan diskus yang kemudian
menipis diikuti dengan lipatan ligamen longitudinal. Selanjutnya pada lipatan ini
terjadi pengapuran dan terbentuk osteofit. Osteofit yang prominan dari dua tulang
vertebra dapat menyatu dan membentuk jembatan osteofit (Murtagh, 1995).
Menurut Cailliet (1981), proses degenerasi dimulai dari nukleus yang mengeras
dan kekurangan elastisitasnya. Anulus fibrosus juga menjadi mudah sobek atau
menonjol keluar dari persendian. Sendi apofiseal menjadi sempit, kartilago
menipis atau hilang sama sekali, sehingga sendi menjadi kaku. Bila degenerasi
berjalan terus, maka nukleus mengecil. Annulus fibrosus tertekan dan sering
menonjol ke belakang lateral. Penonjolan tulang ini menyebabkan tekanan pada
dura dari medulla spinalis atau juga menekan serabut saraf dari pleksus lumbal.
Spur menjadi lebih panjang lagi dan disebut osteofit. Osteofit dari korpus vertebra
kadang-kadang bersambung dengan osteofit korpus vertebra yang berada di
dekatnya, akibatnya gerakan sendi menjadi terbatas.
5. Tanda dan gejala klinis

262626
Tanda-tanda yang sering ditemukan dalam ischialgia akibat spondilosis
adalah rasa nyeri pada punggung bawah serta morning stiffnes. Nyeri biasanya
timbul segera setelah trauma dan bersifat radikuler dan

menjalar. Nyeri

radikuler timbul bila terjadi tekanan atau traksi pada akar saraf oleh karena
prolapsus diskus intervertebralis (Murtagh,1995). Nyeri pada ischialgia berasal
dari tulang vertebra daerah lumbosakral dan menjalar menurut perjalanan n.
ischiadicus dan selanjutnya pada n. tibialis dan n. peroneus communis. Pusat nyeri
dapat terjadi pada tingkat L4, L5 dan S1 (Sidharta, 1979).
Adanya perasaan nyeri pada punggung bawah tersebut menyebabkan
penderita enggan bergerak sehingga otot-otot paravertebra rentan untuk terjadi
spasme yang biasanya mengenai m. erector spine dan pada m. quadratus
lumborum. Selain itu, sering ditemukan pula gejala keterbatasan gerak punggung
maupun kelemahan otot abdominal dan gluteus, serta otot-otot tungkai yaitu m.
quadriceps, hamstring, gastrocnemius, maupun soleus.
6. Diagnosa
Mendiagnosa nyeri punggung bawah harus sesuai keadaan sebenarnya
yang dapat diungkapkan oleh anamnesa dan tindakan pemeriksaan (diagnostik
fisik). Pada penderita dengan ischalgia akibat spondilosis memperlihatkan
pembatasan lingkup gerak fleksi-ekstensi trunk, namun lingkup gerak lateralnya
masih cukup baik. Untuk lingkup gerak tungkai, biasanya tungkai yang terkena
mengalami keterbatasan gerak sesuai dengan fungsi otot yang diinervasi oleh n.
Ischiadicus.

272727
7. Diagnosis banding
Dalam melakukan diagnosis nyeri punggung bawah karena spondilosis,
penting untuk kita mengetahui tanda maupun gejala NPB yang lainnya secara
menyeluruh agar tidak terjadi kekeliruan dalam melakukan intervensi. Hal ini
menuntut terapis untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, mengingat
tanda maupun gejala spondilosis sangatlah mirip dengan spondilolisthesis maupun
Hernia nukleus pulposus (HNP). Pemeriksaan radiologi merupakan cara yang
lazim digunakan untuk menegakkan diagnosis secara pasti. HNP merupakan
herniasi nukleus pulposus melewati serabut dari annulus fibrosus. HNP banyak
terjadi pada usia 35 tahun. Biasanya pasien mengeluh nyeri yang tajam pada
punggung bawah dan dapat menjalar sampai tungkai bawah. HNP juga
mempunyai gejala keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) trunk seperti halnya
spondilosis. Pasien biasanya mengompensasikan badannya ke samping untuk
melakukan gerakan menekuk punggung ke depan (Borenstein dan Wiesel, 1989).
Sedangkan spondilolisthesis adalah bergesernya sebagian atau keseluruhan
vertebra satu dengan vertebra di bawah maupun di atasnya. Nyeri pada
spondilolisthesis bertambah saat melakukan gerakan ekstensi dan berkurang saat
gerakan fleksi. Pasien juga biasanya mengeluh nyeri pada tungkai (Borenstein dan
Wiesel, 1989).
Pada pemeriksaan roentgen, HNP memperlihatkan penampakan yang sama
dengan spondilosis. Diagnosis banding HNP dengan spondilosis dapat ditegakan
dengan data sebagai berikut:

282828

TABEL 2.1
PERBANDINGAN DIAGNOSIS HNP DENGAN SPONDILOSIS
Pembanding

HNP

Spondilosis

Usia

dewasa, muda, tua

usia 50 tahun keatas

iskhialgia

unilateral, tegas terbatas,

unilateral, bilateral, difus,

monoradikuler

multiradikuler

jarang terkena

sering terkena

radiks L3-L4

(Sumber: Sidharta, 1979)


8. Prognosis
Dengan penanganan yang teratur kesembuhan pada penderita nyeri
punggung bawah diperkirakan 70% dalam 1 bulan, 90% dalam 3-6 bulan dan 4%
sembuh setelah lebih dari 6 bulan (Cailliet, 1981). Kesembuhan mutlak pada
penderita nyeri punggung bawah karena spondilosis lumbal tidak bisa diharapkan
karena spondilosis adalah degeneratif sekitar annulus fibrosus, lamina dan
artikularis yang mengeras karena terjadinya kalsifikasi (Sidharta, 1979).
9. Komplikasi

292929
Skoliosis serta atrofi otot tungkai merupakan komplikasi yang paling
sering ditemukan pada penderita ischialgia karena Spondilosis. Skoliosis terjadi
karena pasien selalu memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa
mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini didukung oleh ketegangan otot pada
sisi vertebra yang sakit. Atrofi otot tungkai terjadi pada otot-otot yang dilewati n.
Ischiadicus.
B. Problematik Fisioterapi
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan sistem saraf untuk
mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi
yang dijalarkan ke sistem saraf pusat. Input serabut aferen dan organ viseral, kulit,
sendi, tendon, otot-otot atau impuls dan otak mempengaruhi rangsangan
(exitability), alpha dan gamma motorneurons yang berakibat kekakuan otot
(muscle stiffness) (Purbo, 2003).
Berdasarkan gambaran klinis di atas, maka dapat kita simpulkan
problematik fisioterapi pada kasus nyeri punggung bawah akibat spondilosis
adalah:
1. Impairement
Gangguan tingkat impairement yang biasanya dikeluhkan pasien adalah
adanya nyeri pada punggung bawah yang bersifat radikuler. Nyeri tersebut
menyebabkan penderita enggan untuk menggerakkan punggung serta tungkai
yang terkena, sehingga terjadi spasme otot-otot erektor spine, penurunan
kekuatan otot-otot paravertebralis maupun abdominal dan otot-otot tungkai, serta

303030
penurunan lingkup gerak sendi (LGS) trunk dan persendian hip dan knee.
Keadaan yang demikian bila berlangsung lama akan potensial menyebabkan atrofi
otot yang di inervasi nervus ischiadicus.

2. Functional limitantion
Gangguan tingkat functional limitation yang biasanya dikeluhkan pasien
adalah rasa tidak nyaman saat duduk, berdiri dan berjalan dikarenakan adanya
nyeri pada punggung bawah yang menjalar ke tungkai..
3. Participational restriction
Keadaan penyakit NPB yang berkepanjangan tentu tentu saja potensial
mengurangi produktivitas dari penderita.
C. Teknologi Intervensi Fisioterapi
Modalitas fisioterapi yang dapat diberikan pada kasus nyeri punggung
bawah karena spondilosis antara lain short wave diathermy (SWD) dan terapi
latihan dengan metode William Flexion Exercise. Dalam sub bab ini, penulis akan
menjabarkan kedua modalitas tersebut.
1. Short wave diatrhermy (SWD)

Short wave diathermy merupakan alat terapi yang menggunakan


gelombang elektromagnet yang dihasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi tinggi.
Frekuensi yang diperbolehkan dalam pemakaian SWD adalah 13,66 MHz, 27,33

313131

MHz, dan 40,98 MHz. Untuk pengobatan, frekuensi SWD yang sering digunakan
adalah 27,33 MHz dengan panjang gelombang 11m atau sering disebut energi
elektromagnetik 27 MHz (Sujatno et al, 2002). Untuk menghantarkan gelombang
elektromagnet ke tubuh, SWD mempunyai suatu elektroda atau magnetoda yang
jenisnya glass elektroda dan rubber pad elektroda.
Short wave diathermy dapat melakukan penetrasi ke tipe saraf bermielin
tebal dan memblokade kerja noxe, A gamma dan A alfa secara spinal dan
supraspinal serta memotivasi fungsi P, histamin, dan prostaglandin E secara
lokal maupun spinal segmental dalam rangka proses reparasi cedera jaringan
(Myke-Hunt, Suto-Sith, F. Koelmens, 1971, dikutip oleh Aras ,1991). Proses
timbulnya panas oleh karena pembersihan gelombang elektromagnet (SWD)
dinamakan disipasi.
a) Efek Fisiologis
Efek fisiologis SWD antara lain (1) meningkatkan metabolisme sel-sel
lokal lebih kurang 13% tiap kenaikan temperatur 1oC, (2) meningkatkan sirkulasi
darah perifer, (3) meningkatkan elastisitas jaringan akibat menurunnya viskositas
matrik dan menurunya tonus lewat normalisasi nocisensorik, (4) meningkatkan
ambang rangsang dan meningkatkan konduktivitas saraf.
b) Efek Teraputik
Efek teraputik SWD antara lain (1) mempercepat penyembuhan luka atau
reparasi jaringan secara fisiologis, (2) menetralisir fungsi nocisensorik untuk
mempercepat pengurangan nyeri, (3) normalisasi tonus otot lewat efek sedatif, (4)

323232
pemberian SWD akan menurunkan kadar gula darah sedangkan pemberian SWD
pada daerah pangkreas akan meningkatkan kadar gula darah.
c) Dosis
Pemberian dosis dibedakan pada kondisi akut, subakut, dan kronis. Pada
kondisi akut: intermiten, submitis, waktu 15 menit, frekuensi pengobatan 2-3 kali
sehari. Pada kondisi kronik: kontinyu, normalis, waktu 15-30 menit, frekuensi
pengobatan 2-3 kali per minggu (Mihlovitz,1990).
2. William Flexion Exercise
Secara umum, tujuan pemberian latihan pada NPB adalah (1) Mengurangi
hiperlordosis lumbal / memperbaiki postur tubuh, (2) Membiasakan diri untuk
melakukan gerakan-gerakan yang sesuai dengan biomekanik tulang punggung.
William Flexion Exercise meliputi penguluran otot-otot paravertebra daerah
punggung. Latihan ini pertama kali dipublikasikan oleh Dr. Paul Williams pada
tahun 1937 pada pasien LBP kronis yang mayoritas penyebabnya adalah penyakit
degenerasi diskus. Latihan ini memiliki enam bentuk gerakan yang didesain untuk
mengulur otot ekstensor punggung dan fleksor hip. Dengan latihan tersebut
diharapkan ketegangan otot dapat berkurang saat diberikan penguluran sehingga
nyeri berkurang. Latihan ini juga dapat menambah kekuatan otot perut dan gluteal
serta dapat memobilisasi posterior fiksasi pada persendian lumbosakral. Dr. Paul
William juga menyatakan bahwa posisi pelvic tilting dapat menghasilkan efek
yang optimal (Blackburn, 1981).

Anda mungkin juga menyukai