Anda di halaman 1dari 7

Disapih/diberhentikan tetapi melelahkan : Sepertiga pasien usia dewasa yang

menggunakan ventilasi mekanik selama 7 hari atau lebih di ruang icu, memiliki
gangguan daya tahan terhadap otot pernafasan setelah selesai pemakaian/penyapihan
( dari ventilator mekanik).

Abstrak
Tujuan :
Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan apakah pasien icu memiliki daya tahan terhadap
gangguan pada otot pernafasan ( IM /inspiratory musscle) segera setelah pemakaian ventilasi
mekanik ( MV / mechanic ventilator ) secara berkepanjangan dan apakah kelemahan pada
otot pernapasan ( IM ) berkaitan dengan fungsi atau pengggunaan alat tersebut.
Latar Belakang
Gangguan pada daya tahan otot pernapasan mungkin mengganggu pemulihan dari
penggunaan ventilasi mekanik, akan tetapi belum diketahui apakah ini mempengaruhi
dengan fungsi atau tenaga yang dirasakan (perceived exertion)
Methods :
Penelitian ini menggunakan prosfektif observasional dari 43 pasien dewasa di icu setelah
pemakaian ventilasi mekanik ( durasi lebih dari 7 hari ). Ketahanan/ daya tahan otot
pernapasan diukur dengan Index Daya Tahan terhadap kelelahan/keletihan (FRI)
Hasil :
Daya tahan Otot Penrnapasan ( IM) yang telah lemah ( FRI = mean 0,90, SD 0,31), dengan
37% nilai dibawah 0,80. Kekutan otot pernapasan tidak ada hubungan yang signifikan dengan
fungsi ( r = 0,24 , p = 0, 12 ) atau penggunaan tenaga selama penggunaan ( r = -0,14, p = 0,37
).
Kesimpulan :
Daya tahan Otot prnapasan ( IM ) berkurang pada sepertiga pasien, sedangkan kelemahan
IM tidak muncul terkait dengan fungsi atau tenaga yang dirasakan (perceived exertion)
segera setelah sukses penyapihan / selesai menggunakan ventilasi mekanik..

Pendahuluan
Pasien icu sering mengalami kelelahan/kehilangan tenaga jaringan otot peripheral dan
perubahan ini bisa diketahui sangat dini dari pengakuan pasien. Proteolisis ( penguraian
senyawa protein ) yang terjadi sejak dini dan berlangsung secara cepat di otot-otot diafragma
memepengaruhi dari ventilasi pasien. Kelemehan otot inspirasi, menunjukkan pengurangan
pada tekanan inspirasi maksimal (MIP / Maximum inspiratory pressure ), juga berhubungan

dengan kelemahan otot anggota tubuh pasien di icu. Proteolisis yang terjadi pada otot skeletal
dan diafragma mungkin menyebabkan komplikasi berupa penyakit/kesakitan dan
mempengaruhi penyembuhan pada pasien icu.
Hasil yang timbul dari kondisi kelemahan diafragma adalah sebuah potensial
kesulitan menghentikan/menyapih dari penggunaan ventilasi mekanik. Namun, beberapa
studi terbaru mendapati daya tahan fungsional dari diafragma pada grup pasien ini.
Mengejutkan, ketahanan diafragma, bahkan sebaliknya, dibutuhkan untuk mencapai
kebebasan bernafas dari ventilator mekanik.
Chang dan teman-teman pada tahun 2005 mendemostrasikan bahwa daya tahan otot
pernapasan terganggu untuk beberapa waktu setelah berhasil berhenti/ menyapih dari
ventilasi mekanik. Ditambah lagi, daya tahan yang terganggu dihubungkan dengan durasi dari
ventilasi mekanik (r=-0,65, p=0,007).
Perlu diketahui, hubungan antara kelemahan otot pernapasan ( gangguan/ kelemahan
kekuatan atau daya tahan) dan global functional measures ( pengukuran fungsional global)
pada pasien di icu (eg., Barthel Index, Acute Care Index of Function) tidak pernah
ditelusuri(explore). Functional status ( kemampuan untuk kebebasan dalam transfer dan
mobilisasi) adalah penting untuk hasil jangka panjang dan hidup yang berkualitas. Masuk
akal ini menyebabkan kesulitan dalam bernafas, yang kedua residual kelemahan otot
respirasi, mungkin mempengaruhi status fungsional dari pasien yang mempertahankan hidup
di icu. Oleh karena itu, penting untuk membuktikan hubungan antara kelemahan otot respirasi
dan fungsi fisikal pada pasien ICU.
Pengerahan tenaga yang dirasakan (Perceived exertion) mungkin juga berpengaruh
pada status functional tetapi masih belum diteliti. Dalam konteks memobilisasi pasien yang
memerlukan perawatan intensif ( intensive care patient), pasien dispnea atau Perceived
exertion selama latihan kemungkianan besar dihubungkan dengan kelemahan otot
inspiratorius. Pada atlet, persepsi dari dipsnea mungkin menjadi faktor keterbatasan selama
latihan daya tahan dg intensitas tinggi. Apakah ini berkontribusi pada keterbatasan fungsional
( functional limitation) dalam mobilisasi pasien yang memerlukan perawatan intensif
,diperlukan suatu investigasi.
Jadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan berikut :
1. Pada pasien dewasa yang mendapat perawatan intensif, dan telah mendapat
penyapihan dari 7 atau lebih ventilasi mekanik, apakah daya tahan otot
inspiratorius terganggu ?
2. Apakah terdapat hubungan antara kelemahan pada otot inspiratorius , status
fungsional ( functional status ), dan Pengerahan tenaga yg dirasakan
(perceived
exertion)
berhubungan
dengn
keberhasilan
penyapihan/penyelesaian penggunaan ventilator di group ini ?
Methods
Design
Studi/penelitian Prospektif observasional adalah cabang studi trial yang menghasilkan
hasil lebih besar pada pasien yang mendapat ventilasi di ICU selama 7 hari atau lebih lama.
Studi/penelitian saat ini menganalisa data dasar yg terkumpul untuk 43 subjek memenuhi

syarat kriteria inklusi Post-penyapihan penelitian antara Februari 2011 dan Desember 2013.
Penelitian telah disetujui oleh The Australian Capital Territory Health Human Research
Ethnic Commitee dan pasin telah diberikan persetujuan tertulis yang ditulis oleh mereka
sendiri.
Setting
Studi/ penelitian ini berlangsung di tersier tunggal 22 bed bercampur medis/ bedah
ICU di canberra, Australia. Unit ini menerapkan sedasi minimal dan rehabilitasi awal sebagai
standar perawatan, dimana perawat dan staf fisioterapi memfasilitasi duduk dari tempat tidur
dan mobilisasi pasien sedini mungkin ( dalam keadaan tidak adanya kontraindikasi).
Peserta
Semua pasien yang mendapat ventilasi selama 7 hari atau lebih, disaring untuk
Kriteria inklusi dalam penelitian ini segera sesudah berhasil diekstubasi selama 48 jam.
Pasien disertakan jika mereka mampu memberikan informed consent, yang alert (Riker
sedation and agitation skala 4) dan mampu berpartisipasi aktif dalam pelatihan otot inspirasi
dan menilai dyspnea mereka melalui Borg Scale yang telah dimodifikasi. Pasien dikeluarkan
jika mereka umur mereka kurang dari 16 tahun, hamil, memiliki detak jantung, tingkat
pernapasan, tekanan darah atau saturasi oksigen diluar batas yang ditetapkan, memiliki
infeksi aktif atau kemungkinan besar akan dikurangi dalam waktu dekat. Pasien juga
dikeluarkan dari penelitian jika mereka telah berpartisipasi dalam penguatan otot inspirasi
selagi proses ventilasi secara spesifik. Gambar. 1 menggambarkan arus pasien lewat
penelitian. Alasan yang paling sering untuk eksklusi telah rusak/terganggunya status
neurologis dengan ketidakmampuan untuk mengikuti perintah (n 62).
Variabel dan langkah-langkah
Pengukuran pertama adalah daya tahan otot inspirasi, diukur dengan The Fatigue
Resistance Index (FRI). Menggunakan protokol yang sama dijelaskan sebelumnya oleh
Chang dan rekan-rekan, tes ini membandingkan Maksimum Inspiratory pressure (MIP)
sebelum dan setelah 2 menit pemuatan tantangan, dimana pasien bernapas melewati daya
tahan 30% dari MIP. MIP diukur dari volume residu menggunakan perangkat genggam
(MicroRPM Respiratory Pressure Meter), disesuaikan dengan protokol yang
direkomendasikan oleh American Thoracic Society dan European Respiratory Society. Ini
membutuhkan pasien untuk menghirup maksimal dari volume residu, mempertahankan upaya
untuk setidaknya selama 1 detik. Upaya diulang tiga kali untuk memastikan variabilitas
kurang dari 20% antara pengukuran. Metode pengukuran MIP ini adalah keduanya dapat
dipercaya dan valid menggunakan perangkat genggam portabel. FRI dihitung sebagai posttantangan MIP dibagi dengan pre-tantangan MIP (skor <1.00 menunjukkan terdapat
kelelahan).
Pengukuran kedua meliputi Rate of Perceived exertion (RPE) pasien menggunakan
Borg Scale (0-10) yang telah dimodifikasi, telah memiliki reliabilitas dan validitas yang dapat
diterima pada pasien ICU. Pasien melaporkan sendiri RPE mereka baik pada saat istirahat
dan selama latihan puncak. Saaat puncak latihan terdapat variasi antara pasien (misalnya, dari
duduk di tepi

tempat tidur, untuk memobilisasi sekitar ruang ICU) tergantung dari kemampuan, pasien
diminta untuk melaporkan tenaga tertinggi yang mereka alami selama tiap-tiap bentuk latihan
pada hari pengukuran. Semua pengukuran MIP, FRI dan RPE diselesaikan oleh staff
penelitian yang secara khusus dilatih.
Fungsi global diukur oleh treating fisioterapis menggunakan peralatan Acute Care
Indeks of Function ( ACIF) yang memiliki inter-rater reliability dan konstruk validity di
neurologis akut
pasien.
Analisis Data
Berdasarkan penelitian sebelumnya, kami memperkirakan bahwa ukuran sampel 16
pasien akan diperlukan untuk mendeteksi perubahan dalam 10% dari MIP ketika mengukur
FRI (korelasi co-efisien> 0,6). Nilai normal untuk skor MIP dihitung dengan menggunakan
metode yang dijelaskan oleh Evans dan rekan. Korelasi parametrik dilakukan antara variabel,
dengan signifikansi statistik dianggap p <0,05. Karena sifat alami dari data RPE,
nonparametrik korelasi juga dihitung (Spearman Rho) tapi hasilnya konsisten dengan
perhitungan parametrik dan dengan demikian tidak dilaporkan. Semua analisa statistik
dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 22.
Hasil
Peserta
Karakteristik dari 43 pasien (30 laki-laki, 13 perempuan) termasuk dalam penelitian
dirangkum dalam Tabel 1. Diagnosis paling umum dalam cohort ini adalah pneumonia (n=9)
diikuti oleh sepsis (n =7) dan multitrauma (n= 6). D
Durasi rata-rata ventilasi adalah 10,8 hari (kisaran 7-26 hari) (lihatpada Tabel 2),
dengan sebagian besar pasien diventilasi spontan (dukungan tekanan/ pressure support) mode
untuk sebagian periode ventilasi mereka (rata-rata 8,9 hari, kisaran 1-24 hari). 2 mode lain
dari ventilasi digunakan adalah Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV) dan
pressure control ventilation plus (PCV+). Sedasi digunakan pada semua pasien (terutama
propofol), dengan rata-rata periode bebas sedasi 4,8 hari. Terdapat variabilitas luas ditingkat
fungsional (ACIF scores), mulai dari 8 sampai dengan 92 (mean 40,3).
Saat rata-rata FRI di bawah 1,0 (0,90, SD 0.319), ada penyebaran yang cukup besar
dalam sampel (lihat Gambar.2), 15 (37%) dari pasien nilainya kurang dari 0,80, sedangkan 4
(10%) skor di atas 1,20 termasuk satu outlier yang patut diperhatikan di 2.0.
Ada juga variabilitas luas dalam skor MIP (lihat Gambar.3), dengan skoring satu
pasien 86% dari prediksi MIP mereka. Pasien ini memiliki FRI 1,06, yaitu tidak ada bukti
fatigability. Sebaliknya, pasien dengan skor terendah MIP memiliki FRI 0,33, menunjukkan
kelemahan daya tahan yang sangat terganggu. MIP secara signifikan berkorelasi positif
dengan FRI (r =0,39, p =0,01) (lihat Gambar. 4a).
Terdapat kecenderungan kelemahan positif (lihat Gambar. 4b), tapi tidak ada yang
signifikan korelasi antara skor MIP dan fungsional (ACIF) skor (r= 0,243, p =0,121). Dari 43
pasien, 17 (40%) melaporkan RPE lebih besar dari nol pada saat istirahat. Sementara RPE
saat istirahat itu sangat berkorelasi dengan RPE selama latihan (r=0,78, p <0,01) (lihat
Gambar. 4c), tidak ada korelasi yang signifikan antara RPE dan ACIF, MIP atau FRI (lihat

Tabel 3). Durasi dari ventilasi dan skor APACHE II tidak berkorelasi dengan ACIF, MIP atau
FRI (lihat Tabel 3).
Diskusi
Hasil penelitian ini memberikan bukti lebih lanjut bahwa ketahanan otot inspirasi
sering terganggu pada pasien ICU yang telah baru-baru disapih dari ventilasi mekanik
minimal 7 hari durasi, bahkan jika pasien telah ventilasi terutama dengan mode spontan
(misalnya dukungan tekanan). Namun ada tidak muncul untuk menjadi hubungan yang erat
antara kelemahan inspirasi otot dan fungsi salah satu atau tenaga yang dirasakan dalam
kelompok ini.
Temuan kami tentang perlawanan gangguan kelelahan (FRI 0,90) dalam waktu 48 jam
dari penyapihan dari ventilasi mekanis konsisten dengan temuan sebelumnya. Chang dan
rekan menunjukkan FRI rata-rata 0,88 dalam kelompok 20 subjek yang telah ventilasi selama
rata-rata 4,6 hari dan ditindaklanjuti rata-rata 7 hari (kisaran 2-16) setelah penyapihan.
Konsistensi dalam besarnya FRI defisit diamati menunjukkan bahwa gangguan di FRI
mungkin sebagian disebabkan perubahan yang terjadi dalam beberapa hari pertama ventilasi,
daripada mengikuti penyapihan. Perubahan awal ini akan konsisten dengan studi klinis
menunjukkan proteolisis terjadi dalam 69 jam ventilasi terkontrol dan studi fisiologis terbaru
menunjukkan penurunan area crosssectional serat otot dan mengurangi protein untuk rasio
DNA (29%) di otot rangka dalam 3 hari pertama masuk ICU.
Namun, fakta bahwa durasi yang relatif lama ventilasi dalam kelompok kami (berarti
10,5 hari) tidak menghasilkan nilai FRI rendah ini berbeda dengan temuan oleh Chang et al
bahwa FRI berkorelasi negatif dengan durasi ventilasi (r = 0.65, p = 0,007). Dalam penelitian
ini hanya ada hubungan negatif tidak signifikan antara FRI dan durasi ventilasi (r = 0,20, p =
0,20). Hal ini dapat dijelaskan oleh dominasi mode spontan (misalnya tekanan-dukungan
ventilasi) yang digunakan dalam penelitian ini (lihat Tabel 1), sedangkan pasien di kelompok
Chang yang didominasi ventilasi menggunakan metode dikendalikan ( controled).
. Hal ini tidak mengherankan bahwa skor RPE saat istirahat yang sangat berkorelasi
dengan skor RPE selama latihan. Sebuah perasaan pernapasan singkat pasien saat istirahat
sangat mungkin merasakan tekanan lebih exertional saat mereka latihan sebagai permintaan
metabolisme untuk meningkatkan oksigen. Dalam penelitian ini, 40% dari pasien melaporkan
RPE lebih besar dari nol pada saat istirahat menunjukkan peningkatan kerja pernapasan.
Namun tak terduga bahwa skor RPE hanya lemah berkorelasi dengan daya tahan kelemahan
atau skor fungsional, seperti yang kita harapkan bahwa tidak bagusnya daya tahan inspirasi
terhadap kelemahan akan bermanifestasi sebagai peningkatan tenaga dianggap sebagai
peningkatan kerja pernapasan selama latihan. Ada kemungkinan bahwa beberapa subyek
kesulitan menggunakan Skala Borg yang telah dimodifikasi untuk menilai tenaga yang
dirasakan dan dyspnea, atau bahwa skala adalah kurang mencukupi untuk mendeteksi
hubungan pada tingkat ini. Namun untuk pengetahuan kita tidak ada alat standar tersedia
lainnya untuk mengukur tenaga dirasakan atau dyspnea dalam konteks ini. Pengembangan
alat standar yang sensitif untuk mengukur tenaga pada pasien kritis bisa membantu di masa
depan.

Kurangnya korelasi antara MIP dan fungsi bisa juga sebagian dijelaskan oleh defisit
dalam kontrol motorik. Sementara tidak aktif menyebabkan proteolisis otot awal, sangat
mungkin bahwa aktivitas juga mempengaruhi pemrograman saraf. Dalam penelitian pelatihan
otot inspirasi tertentu, awal perbaikan nyata dalam skor MIP (misalnya : dalam 2 minggu
pelatihan) dapat dikaitkan dengan lebih efisien program motorik daripada hipertrofi otot. Jadi
ada kemungkinan bahwa tidak ada hubungan linear sederhana antara kekuatan dan fungsi,
dan faktor saraf harus dipertimbangkan dalam studi masa depan.
60% pasien dalam penelitian ini dinilai tenaga mereka dianggap nol selama latihan,
juga mungkin bahwa 'latihan puncak' (misalnya mobilisasi dengan bantuan dari ruang tidur)
adalah dariintensitas cukup untuk menguji otot inspirasi. Jika pasien yang baru-baru disapih
tidak merasakan apapun tenaga mengangkat, intensitas pelatihan mungkin tidak memadai.
Bahkan di sebuah ICU di mana awal mobilisasi adalah standar perawatan, kita mungkin
belum menentukan keterbatasan latihan di sakit kritis. Namun, tenaga yang dirasakan pasien
kemungkinan menjadi faktor penting dalam kapasitas latihan. Pada atlet bekerja di latihan
puncak, kinerja olahraga dapat dibatasi oleh persepsi tenaga, bahkan saat tidak adanya
biomarker perifer kelelahan. Bukti bahwa persepsi tenaga ini adalah dapat dimodifikasi pada
atlet dengan pelatihan otot-otot pernafasan mungkin juga memiliki implikasi untuk barubaru ini pasien perawatan intensif disapih. Hal ini dimungkinkan bahwa 37% pasien
mendemonstrasikan berkurangnya FRI dalam penelitian ini dapat bermanfaat dari pelatihan
yang ditargetkan dari otot inspirasi mereka. IMT dapat mempercepat penyapihan pada pasien
ICU yang lebih tua tetapi untuk pengetahuan kita ini tetap belum diinvestigasi pada periode
pasca-sapih. Ini merupakan area yang penting dari penelitian di masa depan.
Keterbatasan penelitian ini meliputi fakta bahwa hasil ini mungkin hanya berlaku
untuk pasien perawatan intensif yang telah disapih di unit mana sedasi minimal dan
mobilisasi dini adalah norma. Hal ini masuk akal bahwa FRI, MIP dan ACIF skor akan sangat
berbeda pada pasien yang menjalani sedasi dalam dan istirahat pada awal sedasi mendalam
independen penundaan ekstubasi dan meningkat mortality. Selanjutnya, kegagalan untuk
menemukan korelasi antara variabel-variabel ini mungkin disebabkan oleh relatif kecil
ukuran sampel, meskipun penelitian ini lebih besar daripada studi sebelumnya.
Meskipun terdapat keterbatasan ini, the consistency of the primary measure (FRI)
dengan penelitian sebelumnya menegaskan bahwa daya tahan kelemahan yang terganggu
terdeteksi dalam setidaknya sepertiga pasien perawatan intensif dengan beberapa hari
pertama setelah penyapihan. Hasil ini memiliki implikasi untuk semua dokter bekerja dengan
pasien ICU langsung pada periode pasca-sapih. Medis dan keperawatan staf dapat
meyakinkan pasien bahwa itu adalah umum untuk melatih meningkatkan persepsi tenaga
setelah penyapihan, bahkan pada saat istirahat, karena ini adalah konsekuensi mendatang dari
ventilasi mekanik yang berkepanjangan. Seperti dyspnea adalah kompleks dan multifaktorial
dari penyapihan ventilasi mekanik, manfaat psikologis dari pengakuan dan jaminan mungkin
penting untuk latihan pasien.
Selanjutnya, dokter harus menyadari bahwa pasien yang baru disapih dapat
melaporkan tingkat RPE tinggi selama latihan, terutama jika RPE dinaikkan saat istirahat.

Namun, dalam pengalaman kami, mengangkat RPE tidak selalu penghalang untuk partisipasi
dalam rehabilitasi awal ICU dan fisioterapi dan perawat dapat bekerja sama untuk
mengoptimalkan kapasitas latihan pasien bahkan saat adanya inspirasi kelemahan otot.
kesimpulan
Pada pasien ICU baru disapih dari ventilasi mekanik durasi 7 hari atau lebih,
gangguan daya tahan pernapasan terdeteksi pada sepertiga pasien. Gangguan daya tahan otot
pernapasan dikaitkan dengan kelemahan otot inspirasi. Kelemahan otot inspirasi tidak tampak
erat kaitannya dengan tindakan fungsional atau persepsi tenaga 48 jam setelah sukses
menyapih di ICU di mana mobilisasi dini dan sedasi minimal adalah perawatan standar.
Ucapan Terima Kasih
Kami mengucapkan terima kasih kepada staf Intensive Care Research Office and
Physiotheraphy Department Of Canberra Hospital untuk bantuan mereka dengan
pengumpulan data

Anda mungkin juga menyukai