Anda di halaman 1dari 12

Mengapa Ada Gas Metan Di Tambang Bawah Tanah

Metan adalah gas yang lebih ringan dari udara, tak berwarna, tak berbau, dan tak beracun.
Metan terdapat di semua lapisan batubara, terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara
itu sendiri.
Di tambang batubara bawah tanah, udara yang mengandung 5-15% metan dan sekurangnya
12.1% oksigen akan meledak jika terkena percikan api.
Jumlah metan dalam suatu lapisan amat bervariasi. Konsentrasi metan akan meningkat seiring
peningkatan kualitas batubara dan kedalaman cadangan.
Metan terkandung dalam lapisan pori batubara dan terkompresi disana. Saat lapisan tersebut
ditambang,
metan
yang
bersemayam
di
pori
lantas
terlepas.
Sebanyak 70-80% kadar metan justru bukan berasal dari lapisan yang sedang ditambang.
Sebagian besar metan berasal dari lapisan sekelilingnya (atas/bawah, kiri/kanan) yang belum
ditambang.
Ini bisa terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara metan di pori-pori batubara (tekanan
tinggi) dengan tekanan udara terowongan (lebih rendah). Gas bertekanan tinggi akan selalu
mencari udara dengan tekanan lebih rendah.
Di awal perkembangan tambang batubara, sirkulasi udara yang tidak cukup, kegagalan deteksi
atas keberadaan metan, penggunaan api, merokok, atau penggunaan bahan peledak (black
powder) yang tidak tepat, menjadi penyebab utama ledakan di tambang batubara bawah tanah.
Cara yang paling umum digunakan untuk mengurangi kadar metan adalah dengan merancang
suatu sistem sirkulasi udara (ventilasi) yang baik. Udara yang cukup dan sirkulasi yang lancar
diharapkan mampu mengurangi kadar gas berbahaya ini.
Dalam membahas ventilasi tambang akan tercakup tiga hal yang saling berhubungan, yaitu :
1. Pengaturan atau pengendalian kualitas udara tambang, Dalam hal ini akan dibahas
permasalahan persyaratan udara segar yang diperlukan oleh para pekerja bagi pernafasan
yang sehat dilihat dari segi kualitas udara (quality control).
2. Pengaturan/pengendalian kuantitas udara tambang segar yang diperlukan oleh pekerja
tambang bawah tanah. Dalam hal ini akan dibahas perhitungan untuk jumlah aliran udara
yang diperlukan dalam ventilasi dan pengaturan jaringan ventilasi tambang sampai
perhitungan kapasitas dari kipas angin.

3. Pengaturan suhu dan kelembaban udara tambang agar dapat diperoleh lingkungan kerja
yang nyaman. Dalam hal ini akan dibahas mengenai penggunaan ilmu yang mempelajari
sifat-sifat udara atau psikometri (psychrometry)
Hanya saja, terkadang ventilasi saja tidak mencukupi. Ada kalanya jumlah udara yang melimpah
tetap tidak mampu mengurangi kadar metan. Jika ini yang terjadi, pengurangan kandungan
metan mesti dilakukan sebelum penambangan itu sendiri dimulai.
http://artikelbiboer.blogspot.com/2010/01/mengapa-ada-gas-metan-di-tambangbawah.html

VENTILASI TAMBANG
Adalah;
Suatu proses pengaliran udara bersih dari permukaan/luar ke dalam tambang bawah tanah
Tujuan Ventilasi Tambang
1. Menyediakan udara bersih dan oksigen yang cukup untuk kebutuhan pernapasan pekerja
tambang dan proses kegiatan didalam tambang
2. Mengencerkan konsentrasi gas-gas beracun dan berbahaya dan debu di dalam tambang
sampai dibawah NAB dan mengeluarkannya dari dalam tambang
3. Menjaga suhu dan kelembaban udara tambang sehingga dapat menjaga kenyamanan
pekerja.

Sistem Ventilasi Tambang


Ventilasi Alam

Prinsip ventilasi alam ini adalah udara dari atmosfer dapat mengalir dengan sendirinya ke
dalam tambang

Pengaliran udara tersebut disebabkan tekanan udara di luar lebih besar dari pada udara di
dalam tambang

Ventilasi Bantu (Buatan).

Prinsip ventilasi buatan ini, udara dari luar dapat mengalir ke dalam tambang dengan
bantuan Fan atau mesin ventilasi

Ventilasi buatan ini dilakukan dengan cara/ system tekan, yaitu dipasang Fan pada "Down
Cast Shaft dan system hisap, yaitu dengan memasang Fan pada "Up Cast Shaft.

Ventilasi Buatan Sistem Hembus/Tekan (Forcing System)

Memasang Fan pada Down Cast


Shaft

Operator tambang mendapat udara


segar

Semua jenis angin dapat dipakai

Dilusi gas lebih cepat

Pengecekan kebocoran lebih mudah

Keburukannya: Debu menyebar


dalam tambang

Ventilasi Buatan Sistem Hisap (Exhausting


System)

tube)

Debu dapat tertampung dengan "Dust Collector

Gas-gas dalam tambang belum terdilusi

Kebocoran pipa angin sulit terdeteksi

KUALITAS UDARA TAMBANG


a. Gas
b. Debu

Memasang Fan pada Up Cast Shaft

Debu terkumpul dalam pipa (vent.

c. Suhu
d. Kelembaban
Komposisi Gas Dalam Udara
No. Jenis Gas %Volume %Berat
1. Nitrogen 78,09 75,55
2. Oksigen 20,95 23,13
3. CO2 00,03 00,05
4. Argon 00,93 01,27
GAS TAMBANG DAN ALAT DETEKSI
NAB DAN PENGARUH GAS TAMBANG
Gas SG NAB Fatal Point Pengaruh
%%
O2 1,16 19,6 6,0 Tidak Beracun
N2 0,97 80,0 - Tidak Beracun
CO2 1,53 00,5 18,0 Menyesakkan
CH4 0,55 01,0 5 15 Meledak
CO 0,99 00,01 0,03 Racun, Meledak
NO2 1,59 00,0005 0,005 Beracun
H2S 1,19 00,02 0,1 Racun, Meledak
SO2 2,26 00,0005 0,1 Beracun
ALAT/METODE DETEKSI GAS TAMBANG
Gas Alat/Metode Deteksi
CH4 Flame Safety Lamp/Oxidation Catalyc
O2 Sda + Liquid Obs. Stain Tube/Oxytec
CO2 Liquid Abs. Stain Tube
CO Liquid Abs. Stain Tube
Nox Electrochemical Sensor Stain Tube
H2S Electrochemical Sensor Stain Tube
SO2 Electrochemical Sensor Stain Tube
H2 Electrochemical Sensor Stain Tube
Radon Radiation Detector
CARBON DIOKSIDA (CO2)

Diproduksi melalui pernapasan, pembakaran, peledakan dan dipancarkan dari lap


batubara, tingkat karbonat, Type batuan lain

Tidak berwarna, lebih berat dari pada udara, memiliki rasa asam pada konsentrasi tinggi

Konsentrasi di udara 0,03%

CARBON MONOKSIDA (CO)

Tidak berbau

Tidak berasa dan berwarna

Dapat dihasilkan dalam ruang terbatas

Hasil dari pembakaran, ledakan, batubara, kondisi suhu kamar tertentu

Lebih ringan dari udara

Menghalangi pembawaan jumlah O2 dari darah

Bisa terdapat dalam tubuh untuk beberapa hari

PENGARUH KONSENTRASI CO/CH4


Konsentrasi CO (%) Pengaruh Pada Manusia
0,02 Sedikit Sakit Kepala
0,04-0,05 Terasa Sakit + Telinga Bunyi
0,08-0,10 Hilang Kesadaran
0,15-0,20 Pingsan
> 0,4 Fatal
Konsentrasi CH4 (%) Pengaruh Negatif
1,0 Maksimum NAB
5 15 Meledak
9 10 Paling Kuat Daya Ledaknya
Karakteristik Gas Methane - CH4
a. Gas Yang Tidak Berbau dan Tidak Berasa
b. Methane Tidak Beracun dan Tidak berwarna, mudah larut dalam air
c. Spesific Gravity 0,5545
d. Terdapat pada lapisan batubara, sering dijumpai di bagian atap bukaan tambang
e. Pada konsentrasi 0,1 5 % campuran antara methan dan oxygen akan terjadi combustion
f. Pada konsentrasi 5 -15 % campuran antara methan dan oxygen akan terjadi explosion
g. Konsentrasi > 15 % methan tidak akan terjadi explosion, tetapi berpengaruh terhadap
pernapasan
KARAKTERISTIK/PENGARUH H2S
a. H2S Merupakan gas tidak berwarna
b. H2S Berasa asam & berbau telur busuk (Stink damp = H2S + O2)
c. Gas beracun dan bisa meledak pada konsentrasi 4-44 %
d. Terdapat pada gengangan air tambang/ pelapukan penyanggan
Konsentrasi H2S (%) Pengaruh Negatif
0,0001 NAB Maksimum
0,005 Fatal Point
4 44 Meledak

PENGENDALIAN GAS TAMBANG


1. Isolasi Daerah Bekas Tambang
2. Gunakan Handak Permissible Exp.
3. Hindari Genangan Air/penyangga Yang lapuk
4. Hindari mesin tambang menghasilKan Gas beracun
5. Larutkan dengan Air
6. Gunakan Ventilasi Yang efektif
7. Pedomani Dan Patuhi Peraturan
PEDOMAN KUALITAS UDARA TAMBANG SESUAI KEPMEN PE 555 K/26/MPE/1995
1. Temp udara tambang 18-24 C
2. Kelembaban Relatif maks. 85 %
3. CO maks. 00,005 %
4. Methane maks. 0,25%
5. H2S maks. 0,001 %
6. NO2 maks. 0,0003 %
7. Kecepatan Udara ventilasi min. 7 m/dtk
8. KTT harus menunjuk petugas mengawasi dan mengukur kondisi ventuilasi/udara
9. Lokasi pengujian udara tambang pada jalan masuk/keluar udara, dekat persimpangan, 50
m dari tempat kerja,
10. Lain-lain lihat pasal 523, 525, 369, 370
KLASISFIKASI DEBU TAMBANG
1. Debu Fibrogenic, Silica dan batubara Merusak Pernapasan
2. Debu Carcinogenic, Radon dan Asbestos Merusak Pernapasan
3. Debu Toxic, Lead dan Arsenic, Uranium Meracuni tubuh dan aliran darah
4. Debu Radioactive, Uranium dan Thorium Bahaya Radiasi
5. Debu Eksplosive, besi, seng dan batubara Bisa meledak/terbakar
6. Debu Nuisance, gypsum, kaolin dan kapur Sesak napas/mengganggu pernapasan
7. Debu Inert
FAKTOR BAHAYANYA DEBU TAMBANG
1. Komposisi Kimia/mineral
2. Konsentrasi, >60 gr/m3 udara debu batubara bisa meledak NAB 10 mg/m3 udara
(Kepmen Kes 260/MEN/KES/1998)
3. Ukuran Partikel, <20 mesh debu batu bara bisa meledak < 5-7 micron mudah terhisap
4. Exposure time
5. Daya Tahan/Kesehatan Seseorang
PENGENDALIAN DEBU TAMBANG

1. Pencegahan
2. Removal/Pembersihan
3. Suppression/Penekanan
4. Isolasi/Covering
5. Dillution/Pengenceran/Ventilasi
6. Teknologi
7. Mutasi
FAKTOR PENGARUH SUHU TAMBANG
1. Gradien Geothermal
2. Suhu di Permukaan
3. Mesin
4. Pernapasan Manusia
5. Oksidasi Batubara
6. Gesekan Aliran
PERMISSIBLE HEAT EXPOSURE IN UNDERGROUND
No. WORK LOAD ENERGY TLV
1. Very Light 130 Kcal/h 31,5
2. Light 190 Kcal/h 30,0
3. Light Moderate 250 Kcal/h 28,5
4. Moderate 310 Kcal/h 27,5
5. Heavy 370 Kcal/h 27,0
HUMIDITY (KELEMBABAN) :
a. Jumlah kandungan uap air yang ada di udara tambang
b. Relative Humidity Kenyamanan
c. Temperatur Efektif (Te)
d. Diagram Psikometrik Sling Psychrometer
e. Kelembaban Relatif : 65 85 %
f. Te dipengaruhi oleh : Tw Td - V
KUANTITAS UDARA TAMBANG
Jumlah Udara bersih dialirkan kedalam tambang aman dan nyaman 02 in 02 consume = 02
downstrem
axQb=cxq
a = % O2 udara luar (20-21%)
b =Jumlah Ox dibutuhkan/org,m3/dt
c =Ox min.dalam tambang,19,5%
q =Jumlah Ox dibutuhkan/org kerja, m3/dt
http://infotambang.com/ventilasi-tambang-bawah-tanah-p333-86.htm

Beberapa cara penanganan/ pengendalian yang dapat dilakukan terhadap gas gas pada tambang
bawah tanah antara lain:
1. Pencegahan ( Preventation)

a.) Menerapkan prosedur peledakan yang benar


b.) Perawatan dari motor motor bakar yang baik
c.) Pencegahan terhadap adanya api
2. Pemindahan ( Removal )
a.) Penyaliran ( drainade ) gas sebelum penambangan
b.) Penggunaan ventilasi isap local dengan kipas
3. Absorbsi ( Absorption )
a.) Penggunaan reaksi kimia terhadap gas yang keluar dari mesin
b.) Pelarutan dengan percikan air tehadap gas hasil peledakan
4. Isolasi ( Isolation)
a.) Memberi batas sekat terhadap daerah kerja yang terbakar
b.) Penggunaan waktu waktu peledakan pada saat pergantian gilir atau waktu waktu
tertentu
5. Pelarutan
a.) Pelarutan lokal dengan menggunakan ventilasi local
b.) Pelarutan dengan aliran udara utama
Read this: http://fikrintambang08.blogspot.com/2013/04/beberapa-cara-pengendalian-gasgas.html

Slagging dan Fouling*

Potensi Bahaya Tambang Batubara Bawah Tanah:


Pelajaran Dari Sijunjung
Posted by imambudiraharjo on June 17, 2009
Peristiwa ledakan gas metana di tambang rakyat di Sijunjung, Sumatera Barat pada tanggal 16
Juni lalu yang menelan korban tewas sebanyak 33 orang, boleh jadi merupakan catatan terburuk
kecelakaan tambang batubara di Indonesia. Kejadian ini menurut penulis adalah puncak dari
keteledoran pihak pihak berwenang sehubungan dengan tidak tuntasnya penanganan masalah
keselamatan tambang batubara bawah tanah yang pernah terjadi beberapa waktu sebelumnya,
diantaranya adalah kebakaran di tambang dalam PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Unit
Pertambangan Ombilin di Sawahlunto pada pertengahan Januari 2006, serta ledakan gas yang
mengguncang kota Sawahlunto hingga radius 20 km pada tahun 2002.
Beberapa kejadian di atas serta berita berita tentang kecelakaan tambang batubara bawah tanah
di Cina, mungkin akan memunculkan persepsi yang kurang baik di masyarakat tentang tambang
dalam (underground). Padahal, tambang dalam merupakan alternatif metode penambangan yang
diharapkan apabila cadangan yang dapat ditambang secara ekonomis melalui penambangan
terbuka (open cut) semakin menipis. Melalui pelajaran dari beberapa bencana yang telah terjadi,
tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan karakteristik tambang dalam, sehingga masyarakat
mendapatkan gambaran mendasar tentang operasional tambang dalam yang benar.
Gas gas di Tambang Dalam

Batubara terbentuk dari tumbuhan purba yang berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia
yang berlangsung selama jutaan tahun, dapat berjenis lignit, sub-bituminus, bituminus, atau
antrasit, tergantung dari tingkat pembatubaraan yang dialami. Konsentrasi unsur karbon akan
semakin banyak seiring dengan tingkat pembatubaraan yang semakin berlanjut. Adapun gas
gas yang terbentuk yaitu metana, karbon dioksida serta karbon monoksida, dan gas gas lain
yang menyertainya akan masuk dan terperangkap di celah celah batuan yang ada di sekitar
lapisan batubara. Secara teoretis, jumlah gas metana yang terkumpul pada proses terbentuknya
batubara bervolume 1 ton adalah 300m3. Kondisi terperangkapnya gas ini akan terus berlangsung
sampai ketika lapisan batubara atau batuan di sekitarnya tersebut terbuka akibat pengaruh alam
seperti longsoran, atau karena penggalian (penambangan).
Gas gas yang muncul di tambang dalam (underground) terbagi menjadi gas berbahaya
(hazardous gas) dan gas mudah nyala (combustible gas). Gas berbahaya adalah gas yang dapat
mempengaruhi kesehatan bahkan sampai menyebabkan kondisi yang fatal pada seseorang,
sedangkan gas mudah nyala adalah gas yang berpotensi menyebabkan kebakaran dan ledakan di
dalam tambang.
Pada tambang dalam, gas berbahaya yang sering dijumpai adalah karbon monoksida (CO),
sedangkan yang dapat muncul tapi jarang ditemui adalah hidrogen sulfida (H2S), sulfur dioksida
(SO2), dan nitrogen dioksida (NO2).
CO adalah gas tak berwarna, tak berasa, tak berbau, dan memiliki berat jenis sebesar 0.967. Pada
udara biasa, konsentrasinya adalah 0 sampai dengan beberapa ppm, dan menyebar secara merata
di udara. CO timbul akibat pembakaran tak sempurna, ledakan gas dan debu, swabakar
(spontaneous combustion), kebakaran dalam tambang, peledakan (blasting), pembakaran internal
pada mesin, dan lain lain. Gas ini sangat beracun karena kekuatan ikatan CO terhadap
hemoglobin adalah 240 ~ 300 kali dibandingkan ikatan oksigen dengan hemoglobin. Selain
beracun, gas ini sebenarnya juga memiliki sifat meledak, dengan kadar ambang ledakan adalah
13 ~ 72%.
Untuk gas mudah nyala pada tambang batubara, sebagian besar adalah gas metana (CH4).
Metana adalah gas ringan dengan berat jenis 0.558, tidak berwarna, dan tidak berbau. Gas ini
muncul secara alami di tambang batubara bawah tanah sebagai akibat terbukanya lapisan
batubara dan batuan di sekitarnya oleh kegiatan penambangan. Dari segi keselamatan tambang,
keberadaan metana harus selalu dikontrol terkait dengan sifatnya yang dapat meledak. Gas
metana dapat terbakar dan meledak ketika kadarnya di udara sekitar 5 ~ 15%, dengan ledakan
paling hebat pada saat konsentrasinya 9.5% dan ketika terdapat sumber api yang memicunya.
Ketika meledak di udara, gas metana akan mengalami pembakaran sempurna pada saat
konsentrasinya antara 5% sampai dengan 9.5%, menghasilkan gas karbon dioksida dan uap air.
Jika volume udara pada saat itu konstan, maka suhu udara akan mencapai 22000C dengan
tekanan 9 atm. Sebaliknya, bila tekanannya konstan maka suhunya hanya akan mencapai 18000C
saja. Sedangkan angin ledakan yang timbul, biasanya berkecepatan sekitar 300m/detik. Dari
keadaan ini dapatlah dipahami bila para korban ledakan gas metana biasanya tubuhnya akan
hangus terbakar.
Jika ledakan terjadi ketika kadar gas metana lebih dari 9.5%, akan berlangsung pula pembakaran
tidak sempurna yang menghasilkan karbon monoksida (CO), yang akan menyebar ke seluruh
lorong penambangan mengikuti arah angin ventilasi. Bencana seperti ini akan berdampak lebih
buruk bila dibandingkan dengan sekedar ledakan gas saja, karena munculnya bencana susulan

berupa keracunan gas CO. Peristiwa ini pernah terjadi di tambang batubara Mitsui Miike di
Jepang pada awal November 1963, dengan korban mencapai 458 orang. Dari jumlah itu, korban
langsung akibat ledakan itu hanya beberapa puluh saja, sedangkan sisanya adalah akibat
keracunan gas CO. Selain itu, tidak sedikit pula pekerja yang mengalami kerusakan jaringan otak
sehingga mengalami gangguan fungsi saraf seumur hidupnya.
Ventilasi Tambang Dalam
Untuk menangani permasalahan gas yang muncul di tambang dalam, perencanaan sistem
ventilasi yang baik merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Selain untuk mengencerkan dan
menyingkirkan gas gas yang muncul dari dalam tambang, tujuan lain dari ventilasi adalah
untuk menyediakan udara segar yang cukup bagi para pekerja tambang, dan untuk memperbaiki
kondisi lingkungan kerja yang panas di dalam tambang akibat panas bumi, panas oksidasi, dan
lain lain.
Dengan memperhatikan ketiga tujuan di atas, maka volume ventilasi (jumlah angin) yang cukup
harus diperhitungkan dalam perencanaan ventilasi. Secara ideal, jumlah angin yang cukup
tersebut hendaknya terbagi secara merata untuk lapangan penggalian (working face), lokasi
penggalian maju (excavation/development), serta ruangan mesin dan listrik

Gambar 1. Perhitungan Ventilasi di Tambang


Taiheiyo, Hokkaido, Jepang
(Sumber: Dr. Masahiro Inoue, Universitas Kyushu)

Gambar 2. Tampilan 3D Sistem Ventilasi di


Tambang Taiheiyo, Hokkaido, Jepang
(Sumber: Dr. Masahiro Inoue, Universitas Kyushu)
Jumlah angin yang terlalu kecil akan menyebabkan gas gas mudah terkumpul sehingga
konsentrasinya meningkat, jumlah pasokan oksigen berkurang, dan lingkungan kerja menjadi
panas. Sebaliknya, bila volume anginnya terlalu besar, maka hal ini dapat menimbulkan masalah
serius pula yaitu swabakar batubara.

Swabakar batubara terjadi akibat proses oksidasi batubara. Dalam kondisi normal, batubara akan
menyerap oksigen di udara dan menimbulkan proses oksidasi perlahan, sehingga terjadi panas
oksidasi. Karena nilai konduktivitas panas batubara adalah 1/4 dari konduktivitas panas batuan,
maka panas oksidasi sulit berpindah ke batuan di sekitarnya, sehingga akan terus terakumulasi di
dalam batubara secara perlahan. Bila sistem ventilasi yang baik untuk menangani hal ini tidak
dilakukan, maka suhunya akan terus meningkat dan dapat mencapai titik nyala, dan akhirnya
menimbulkan kebakaran.
Apabila kegiatan penggalian batubara di suatu zona sudah selesai dan akan berpindah ke
lapangan penggalian berikutnya, maka lorong atas lapangan (tail gate) dan lorong bawah
lapangan (main gate) harus disekat (sealing) sempurna, untuk mencegah masuknya aliran udara
segar sehingga proses oksidasi batubara terhenti. Pada bagian dalam lorong yang telah disekat,
kadar metana akan terus bertambah, sedangkan oksigen akan menurun.
Kasus kasus Bencana Tambang Dalam
Kebakaran atau lebih tepatnya swabakar di tambang batubara bawah tanah Ombilin yang terjadi
lagi pada pertengahan Januari 2006 dimulai dari lorong tambang yang telah disekat rapat yang
kemudian terbuka akibat kegiatan penambangan liar (illegal mining). Minimnya pengetahuan
teknologi ventilasi yang dimiliki oleh para penambang liar mengakibatkan sekat yang harus
dijaga rapat akhirnya dibongkar untuk mengambil batubara yang masih tersisa di dalam.
Akibatnya, lorong yang telah disekat tadi terbuka sehingga proses oksidasi batubara berlangsung
kembali yang berujung pada kebakaran. Pada saat itu, kadar metana yang sangat tinggi ketika
lorong disekat akan menurun. Apabila kadar metana mencapai nilai ambang ledakan yaitu
5~15% dan swabakar berlangsung terus hingga menimbulkan nyala api, maka bencana ledakan
gas metana dapat terjadi.
Kemudian untuk ledakan gas di Sijunjung pada 16 Juni lalu, faktor penyebab yang dominan
menurut pengamatan penulis adalah rencana penggalian yang serampangan disertai sistem
ventilasi yang buruk. Hal ini dapat dibuktikan dari berita di beberapa media yang melaporkan
kesulitan evakuasi para korban akibat lorong yang berbelok belok. Dapat dipastikan bahwa
kondisi berbelok belok disini adalah akibat dari sistem penggalian yang tidak memenuhi
kaidah penambangan bawah tanah yang benar. Dan rupanya keadaan ini tidak didukung oleh
sistem ventilasi yang baik pula, sehingga gas metana sampai terakumulasi pada tingkat yang
dapat meledak. Dengan sedikit percikan api, entah itu dari benturan antara linggis dengan batuan
atau dari terkelupasnya kabel listrik, maka ledakan gas metana tidak akan terhindarkan. Itulah
yang kemungkin besar terjadi di sana.
Penutup
Berbeda dengan tambang permukaan (open cut) yang lebih terfokus pada manajemen mobilisasi
alat berat, tambang dalam jauh lebih banyak memerlukan perhitungan baik dari segi perencanaan
penambangan maupun keselamatan, karena kondisi kerjanya yang lebih ekstrim. Sehingga
sangatlah tidak masuk akal apabila operasional tambang bawah tanah sampai dilakukan oleh
pihak pihak yang tidak berkompeten, dalam hal ini adalah pelaku tambang rakyat ilegal.
Kejadian di Ombilin misalnya, seharusnya sudah menjadi peringatan bagi pihak pihak
berwenang untuk bertindak tegas, karena tambang tambang ilegal itu menyimpan potensi
bencana yang lebih besar. Dan akhirnya terbukti di Bukit Bual, Sijunjung tanggal 16 Juni yang
lalu.

Oleh karena itu, sudah seharusnya instansi yang berwenang benar benar memahami
karakteristik metode penambangan bawah tanah ini, sehingga tindakan antisipatif dapat
dilakukan untuk mencegah timbulnya bencana di tambang dalam. Kemudian yang jauh lebih
penting lagi adalah aparat harus berani melarang kegiatan penambangan tanpa ijin (PETI) karena
terbukti lebih banyak menimbulkan kerugian bagi banyak pihak, disamping aktivitas itu sendiri
sudah jelas jelas melanggar hukum
https://imambudiraharjo.wordpress.com/2009/06/17/potensi-bahaya-tambang-batubara-bawahtanah/
http://infotambang.com/ventilasi-tambang-bawah-tanah-p333-86.htm

Anda mungkin juga menyukai