A. DEFINISI
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini
merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai sel
(cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi
kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang
efektif.1, 2
B. INSIDEN
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun
2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus
TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per
100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu
350 per 100.000 pendduduk. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000
setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan
bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu
625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.
Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk,
dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat
kasus TB yang muncul.3
D. CARA PENULARAN
Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+). Pada
waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain
bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman tuberkulosis yang masuk ke dalam
tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran pernafasan,
atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.1
E. PATOGENESIS
Tuberkulosis Primer 1, 3
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius
oleh
kelenjar
hilus
yang
membesar
sehingga
secara
hematogen
dan
limfogen.
Kejadian
Landouzy.
Penyebaran
ini
juga
dapat
Meninggal
Tuberkulosis Post-Primer 1, 3
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat
menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini,
yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib
sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan
cacat
2. Sarang
tadi
mula-mula
meluas,
tapi
segera
terjadi
proses
suara pekak, auskultasi memberikan suara yang lemah sampai tidak terdengar
sama sekali. Dalam penampilan klinis TB sering asimtomatik dan penyakit
baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada
pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.1, 5
c. Pemeriksaan radiologis
Lokasi lesi TB umumnya di daerah apex paru tetapi dapat juga mengenai
lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat
lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologinya
berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas.
Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan
dengan batas yang tegas dan disebut tuberkuloma.1, 3
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas dengan
penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu
bagian paru. Gambaran tuberkulosa milier terlihat berupa bercak-bercak halus
yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang
sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun
atelektasis dan emfisema.1, 5
BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto
rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.1
Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita
TB BTA negatif rontgen positif
Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan
TB.
Darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit masih
di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke normal dan jumlah limfosit masih
tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain juga
didapatkan: anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer, gama
globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun.1
Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Sedangkan pada dewasa tes
tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah seorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. tuberculosis atau Mycobacterium patogen.3
Tes tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin
P.P.D (Purified Protein Derivative) secara intrakutan. Dasar tes tuberkulin ini
adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan,
akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit
yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin.3
Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam (Bahar,
2007): a). Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan no
sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol. b). Indurasi 6-9
mm : Hasil meragukan = golongan normal sensitivity. Di sini peran antibodi
humoral masih menonjol. c). Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan
low grade sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang. d). Indurasi > 15
mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di sini peran antibodi
seluler paling menonjol.1
berdasarkan: 4
Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi:
a.
b.
klinis; ATAU
bila HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui tetapi tinggal
di daerah dengan prevalens HIV rendah), tidak respons dengan
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan dapat
diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat lini pertama dan obat lini
kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil,
pengurangan basil dormant dan pencegahan resistensi.1, 3, 6
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 7
Obat yang dipakai:
1.
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
Kanamisin
Kuinolon
: 600 mg
BB 40 60 kg : 450 mg
BB <40kg
: 300 mg
: 1500 mg
BB 40-60 kg : 1 000 mg
BB < 40 kg
: 750 mg
Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB,
30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :
BB >60kg
: 1500 mg
BB 40 60 kg : 1000 mg
BB <40kg
: 750 mg
: 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg
: sesuai BB
Paduan
Pasien TB
pengobatan
alternatif
Fase awal
TB
Fase lanjutan
(setiap hari / 3 x
I
II
seminggu)
2 EHRZ
6 HE
(SHRZ)
4 HR
2 EHRZ
4 H 3 R3
(SHRZ)
2 EHRZ
ekstra-pulmonal berat
Kambuh, dahak positif;
(SHRZ)
2 SHRZE / 1
5 H3R3E3
pengobatan
HRZE
5 HRE
gagal;
TB
pengobatan
III
2 SHRZE / 1
terputus
HRZE
2 HRZ atau
dahak
2H3R3Z3
negatif
(selain
2 HRZ atau
baru
2H3R3Z3
TB
pulmonal
IV
setelah
ekstra-
yang
tidak
2HRZ atau
6 HE
2 HR/4H
2 H3R3/4H
berat
Kasus
kronis
(dahak
2H3R3Z3
TIDAK DIPERGUNAKAN
masih
positif
setelah
menjalankan pengobatan
ulang)
Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program
penanggulangan tuberkulosis di Indonesia adalah : 1, 6
Kategori I : 2HRZE (S) / 6HE.
Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari selama
2 bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah 2 bulan
diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau
4 H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase
intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi tanpa melihat apakah sputum sudah
negatif atau tidak.
Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE yaitu R dengan H, Z, E,
setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila
sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum
BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1
bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih positif, semua obat
dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan, obat
dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5 HRE.
a. Sembuh
Pasien TB paru dengan konfirmasi bakteriologis pada awal pengobatan
dan apusan dahak BTA negative atau biakan negative pada akhir
pengobatan dan / atau sebelumnya.
b. Pengobatan lengkap
Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu karena jenis obatnya
yang kurang atau karena dilingkungan tersebut telah terdapat resistensi
yang tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan
rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua
obat tersebut sudah cukup tinggi
Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga
minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter
dan mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi,
demikian seterusnya
Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara
baik, sehingga mengganggu bioavailability iobat
Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang kesuatu daerah
kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan
Pemakaian obat anti tuberculosis cukup lama, sehingga kadang
menimbulkan kebosanan
Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB
Secara in vitro fluorokuinolon dapat digunakan untuk kuman TB yang
resisten terhadap lini-1 yaitu moksifloksasin konsentrasi hambat minimal paling
rendah
dibandingkan
gatifloksasin,
fluorokuinolon
sparfloksasin,
lainnya
levofloksasin,
dengan
ofloksasin
urutan
dan
berikutnya
siprofloksasin.
Siprofloksasin harus dihindari pemakainnya karena efek samping pada kulit yang
berat (fotosensitif).3
Pengobatan MDR-TB hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang
distandarisasi. Pemberian pengobatan pada dasarnya bergantung dari hasil uji
resistensi dengan menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitive dan obat
tambahan
lain.Obat
tambahan
yang
dapat
digunakan
yaitu
golongan
sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa
sampai 24 bulan.3
Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus: 1, 4
1. TB milier
a. Rawat inap
b. Obat : 2 RHZE/ 4 HR
2. Efusi Pleura TB
a. Obat : 2 RHZE/ 4 HR
b. Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien
dan dapat diberikan kortikosteroid.
c. Evakuasi cairan dapat dilakukan berulang bila diperlukan.
3. TB dengan DM
a. OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat kadar
gula darah terkontrol
b. Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, pengobatan dilanjutkan
sampai 9 bulan
c. Hati-hati pemberian etambutol, karena berefek samping pada mata,
sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi pada mata
d. Rifampisin dapat mengurangi efektivitas OHO (sulfonil urea)
4. TB pada kehamilan dan menyusui
a. OAT dapat diberikan kecuali streptomisin, karena berefek pada
gangguan pendengaran janin
b. Pada pasien yang menyusui,
OAT
dan
ASI
tetap
dapat
BTA mikroskopis negatif 2 kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan)
Pada foto thoraks, gambaran radiologi serial tetap sama/perbaikan
Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.
Komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Perhimpunan
Dokter
Paru
Indonesia; 2006.
8.