Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien laki-laki berusia 52 tahun dengan diagnosis tumor
konjungtiva bulbi akan dilakukan rencana pembedahan eksisi . Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ditemukan dalam keadaan baik, tidak
tampak cemas dengan operasi yang akan dilakukan. Pada pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain seperti foto toraks tidak ditemukan
adanya kelainan. Diagnosis anastesi atau status fisik pasien adalah ASA 1 (tanpa
penyulit airway). Pada kasus ini teknik anestesi yang dilakukan berupa anestesi
umum dengan LMA. Alasan memilih teknik anestesi ini adalah karena waktu
yang diperlukan untuk melakukan pembedahan relatif singkat (kurang dari 2 jam),
faktor risiko operasinya lebih rendah, tidak adanya manipulasi posisi kepala,
posisi pasien saat pembedahan terlentang, lambung dalam keadaan kosong dan
tidak ditemukan adanya kontraindikasi pada pasien untuk dilakukan anestesi
umum dengan LMA.
Obat yang dipilih pada anestesi umum ini adalah :
1. Midazolam : dengan pertimbangan untuk sedasi dari pasien dan juga ada
salah satu keuntungan dari midazolam adalah dapat membuat pasien
mendapat amnesia anterograd yang berarti pasien akan lupa dengan kejadian
setelah ia diberikan midazolam sampai pasien tersadar kembali. Dosis yang
digunakan untuk sedasi ini adalah 0,07 0,1 mg/kgBB, dan dosis yang
digunakan pada pasien adalah 5 mg. Onset dari midazolam sangat cepat yaitu
2-3 menit. Durasinya adalah 20 40 menit.
2. Fentanyl : dengan pertimbangan untuk mendapatkan efek analgesia bagi
pasien karena pada saat disuntik propofol pasien juga akan merasakan
kesakitan, sehingga fentanyl dimasukkan untuk memberikan efek analgesia
pada pasien. Dosis yang diberikan untuk analgesia adalah 1-2 mcg/kgBB, dan
dosis yang diberikan pada pasien ini adalah 100 mcg. Fentanyl juga dapat

32

membuat pasien beresiko rendah terkena thrombosis dari vena. Onset dari
fentanyl adalah 30 detik sampai 1 menit. Durasinya adalah 30 - 60 menit.
3. Propofol : dengan pertimbangan untuk induksi sehingga pasien masuk ke
dalam sedasi yang lebih dalam lagi dibandingkan hanya dengan midazolam
dosis sedasi. Dosis yang digunakan untuk propofol ini adalah 2-2,5 mg/kgBB.
Pada pasien ini dosis propofol yang digunakan adalah 15 mg dengan. Onset
dari propofol sangat cepat yaitu 30 45 detik dengan durasi 20 75 menit.
4. Isoflurane : digunakan untuk maintenance dari pasien agar pasien tidak
terbangun pada saat operasi berlangsung. Isoflurane yang digunakan hanya
1,5 vol %.
Pada pasien ini tidak didapatkan komplikasi atau efek samping dari
anestesi umum. Untuk mencegah terjadinya efek samping seperti mual dan
muntah pada post operatif diberikan Ondansteron dengan dosis 4 mg melalui IV.
Selama proses pembedahan, kondisi tanda-tanda vital pasien stabil. Tekanan darah
stabil dan saturasi O2 yang berkisar antara 92-100%.
Pemberian obat-obatan analgesik tetap dilanjutkan hingga pasien kembali di
ruangan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri pada luka pasca operasi. Selain
obat-obatan, terapi cairan juga diberikan secara tepat untuk mengoreksi
kehilangan darah selama operasi.
a
b

Defisit cairan karena puasa 6 jam : 2cc x 55kg x 6jam = 660 cc


Kebutuhan cairan selama operasi sedang selama 1/2 jam = kebutuhan
dasar selama operasi + kebutuhan operasi ringan = (2cc x 55kg x 1/2

jam) + (4cc x 55kg x 1/2 jam) = 165 cc


Perdarahan yang terjadi kira-kira 50 cc
EBV = 70 cc x 55kg = 3850 cc.
Darah yang hilang =50/3850 x 100% = 1,29 % EBV
Bila perdarahan 10% pertama dari EBV maka dapat diberikan
kristaloid subsitusi dengan perbandingan 1 : 2-4 ml cairan kristaloid.
Jadi pada pasien ini :
= 1 : 2-4 ml
= 50 : 100 cc 200 cc kristaloid
Jadi perdarahan saat operasi yang keluar sekitar 50 cc dapat diganti
dengan kristaloid sebesar 100 cc - 200 cc

33

Kebutuhan cairan total = ((660 cc + 165 cc) + (100 cc 200 cc)) =

e
f

925 cc 1025 cc
Cairan yang sudah diberikan
Pra anestesi = 100 cc
Saat operasi = 150 cc
Total cairan yang masuk = 250 cc
Jadi kekurangan cairan sebesar 675 cc 775 cc, maka penambahan
cairan masih diperlukan saat pasien dibangsal ditambah kebutuhan
cairan per hari selama 24 jam.

g.

Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatif

Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan


Kebutuhan cairan pasien post operasi 50 cc /kgBB/24 jam
50 cc x 50 kg = 2500 cc/24 jam.
Pada pasien post operasi yang tidak puasa, pemberian cairan
diberikan berupa cairan maintenance selama di ruang pulih sadar
(RR). Apabila keluhan mual, muntah, dan bising usus sudah ada
maka pasien dicoba untuk minum sedikit-sedikit. Setelah kondisi
baik dan cairan oral adekuat sesuai kebutuhan, maka secara
perlahan cairan maintenance parenteral dikurangi. Apabila sudah
cukup cairan hanya diberikan lewat oral saja.

BAB V
KESIMPULAN
Pasien laki-laki usia 52 tahun berat badan 55 kg dengan diagnosa tumor
konjungtiva bulbi oculi sinistra dan dilakukan tindakan eksisi. Tindakan anestesi
34

yang dilakukan adalah anestesi umum dengan LMA. Anestesi umum ini dipilih
karena waktu yang diperlukan untuk melakukan pembedahan relatif singkat
(kurang dari 2 jam), faktor risiko operasinya lebih rendah, tidak adanya
manipulasi posisi kepala, posisi pasien saat pembedahan terlentang, lambung
dalam keadaan kosongdan tidak ditemukan adanya kontraindikasi pada pasien
untuk dilakukan anestesi umum dengan LMA.
Evaluasi pre operasi (pre anestesi) pada pasien dalam keadaan normal.
Tidak ditemukan kelainan lain yang menjadi penyulit dalam anestesi umum.
Selama durasi operasi, kondisi pasien realtif stabil, tidak terjadi komplikasi
maupun perdarahan masif. Evaluasi post operatif, didapatkan kondisi pasien
cukup stabil, dengan aldrette score 9/10 sehingga bisa dikembalikan ke ruang
perawatan bedah.
Kebutuhan cairan pre operasi, durantee operasi dan pasca operasi dihitung
untuk mengoreksi defisit cairan yang harus dipenuhi pada saat perawatan di ruang
perawatan pasca operasi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Muhardi, M, dkk. 1989. Anestesiologi dan Terapi Intensif. FKUI. CV


Infomedia, Jakarta.

35

2.

Mutasimbillah, Gh. : Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 1996.

3.

Departemen Anestesiologi dan Intensive Care. Buku Ajar Anestesiologi.


Jakarta: FKUI; 2012.

4.

Latief S.A dkk. Petunjuk praktis Anestesiologi Edisi 2. Jakarta; FKUI;2007

5.

Gwinnutt, Carl L. Catatan Kuliah Anestesi Klinis. Edisi 3. Jakarta: EGC;


2011.

6.

Edward, Morgan G. Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York: McGrawHill; 2006.

7.

Peter F Dunn.Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts


General Hospital . Lippincot Williams & Wilkins. 2007 : 213 -217.

8.

Tim Cook, Ben Walton. The Laryngeal Mask Airway. In : Update in


Anaesthesa : 32 42.

36

Anda mungkin juga menyukai