PEMBIMBING :
Dr.Noer Saelan Tadjudin, Sp.KJ
Disusun oleh :
Caryn Miranda Saptari (406038032)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkanNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus Opa SS.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr.Nur Saelan Tadjudin, Sp. KJ, yang telah memberikan bimbingannya selama siklus
Kepaniteraan Klinik Geriatri periode 11 Agustus 13 September 2014.
Dalam menyusun karya tulis ini, penulis berdasarkan studi pustaka terhadap beberapa
literatur. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
yang ingin lebih memahami penyakit Parkinson, low vision, hipertensi, dan diabetes mellitus.
Penulis
KASUS GERIATRI
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Cibubur
IDENTITAS PASIEN
Nama
Tempat/tanggal lahir
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan terakhir
: SMA
Pekerjaan terakhir
Status Perkawinan
: Tidak menikah
Alamat
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
: Sulit berjalan
Gangguan penglihatan
Riwayat makan
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien makan 3x sehari dengan mengurangi
konsumsi nasi dan meningkatkan konsumsi sayur dan buah. Terkadang pasien juga
mengkonsumsi roti sebagai selingan. Pasien menghindari konsumsi udang dan ikan laut
karena alergi. Selama ini pasien minum air putih sebanyak 4-5 gelas sehari (300cc).
Riwayat BAK
Pasien biasanya BAK lebih banyak pada siang hari, tergantung banyaknya air yang
diminum. Pasien biasanya BAK 2x pada malam hari.
Riwayat BAB
Pasien biasanya BAB lancar 2-3 hari sekali. Darah(-), lendir(-).
Glaukoma
Katarak
Diabetes Mellitus
: (+) ayah
Penyakit Jantung
: (+) ayah
Hipertensi
: (-)
Asma
: (-)
: (-)/(+)
Luften 5mg
Riklona 0.5 mg
mf pulv da in caps
B complex tab
S 1 dd 1
Osteoflam 2x 1 tab
RIWAYAT KEHIDUPAN
A. Riwayat Kehidupan Masa Lalu
Pasien lahir di Surabaya, 23 Desember 1934 sebagai anak ke 12 dari 13
bersaudara. Adik bungsu pasien merupakan kembarannya. Pendidikan dari SD sampai
SMA dilaksanakan di Surabaya. Pasien pernah bekerja di KLM dan bekerja di
beberapa tempat kedutaan seperti di Tunisia, Perancis, Rusia dan Belanda. Tahun
1981 pasien pernah bekerja di Hotel Borobudur, Jakarta dan terakhir bekerja di
American Lounge Training sampai tahun 2006. Semenjak itu pasien tidak ada
aktivitas. Pasien tinggal di kos dan pindah ke rumah Tn.Amid (anak angkat) di daerah
Ciputat Baru. Pasien tidak menikah dan tidak menyesali hal ini karena ia sudah
berhasil berkeliling ke negara-negara di dunia semasa hidupnya.
: 177cm
Berat badan
: 82 kg
IMT
Tekanan Darah
: 140 / 70 mmHg
Nadi
: 80 x / menit
Pernafasan
: 18 x / menit
Suhu
: 36,5C
Status gizi
: overweight
Kesan umum
: Tampak baik
Usia klinik
: Sesuai
Kesadaran
: Compos Mentis
KEADAAN REGIONAL
Kulit
: Kulit keriput, warna kulit coklat, ikterus (-), sianosis (-), kering pada
mudah dicabut
Mata
Hidung
THORAX
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: Redup
Batas atas : ICS II parasternal line sinistra
Batas kanan : sternal line dextra
Batas kiri : ICS V midclavicula line sinistra
Auskultasi
ABDOMEN
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
9
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
EKSTREMITAS
EKSTREMITAS
SUPERIOR
INFERIOR
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Edema
Deformitas
Kesimpulan
kedua
ekstremitassuperior
tampak tremor, pada saat
Akral
Hangat hangat
Tremor
Hangat
Hangat
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran
2.
: (-)
3.
Tanda-tandapeningkatan TIK
: (-)
4.
Pupil
5.
Nn. Craniales
6.
Sistem Motorik
: Baik
7.
Sistem Sensorik
: Baik
8.
Sistem Otonom
: Baik
9.
10.
Refleksfisiologis
: Baik
: Baik
: +/+
Reflekspatologis
: -/-
12.
: tidak ada
STATUS MENTALIS
Deskripsi Umum
Penampilan
Seorang laki-laki berusia 79 tahun, rambut jarang dan beruban, berpakaian bersih,
rapi, higienis diri baik.
Pembicaraan
Pasien berbicara dengan suara cukup jelas, perkataan dan kalimat jelas.
Sikap terhadap pemeriksa
Pasien bersikap sangat kooperatif terhadap pemeriksa. Bicara jujur, bersahabat.
Pengendalian Motorik
Terdapat resting tremor pada kedua ekstremitas atas pasien. Pasien dapat
menggerakkan ekstremitas superior dan inferior dengan baik, disertai dengan tremor.
Kemampuan Baca Tulis
Tidak ada kesulitan dalam hal membaca, namun pasien mengalami kesulitan saat
menulis karena terdapat tremor pada kedua tangannya.
: eutimik
Afek
: luas
Keserasian
Halusinasi Auditorik
: tidak ada
Halusinasi Visual
: tidak ada
Ilusi
: tidak ada
Depersonalisasi
: tidak ada
Apraksia
: tidak ada
Agnosia
: tidak ada
Pikiran
1. Arus Pikir
a. Produktivitas
: cukup
b. Kontinuitas pikiran
: cukup
: tidak ada
b. Ambivalensi
: tidak ada
c. Flight of Ideas
: tidak ada
d. Inkoherensi
:tidak ada
e. Verbigerasi
: tidak ada
: tidak ada
3. Isi Pikir
a. Fobia
: tidak ada
b. Obsesi
: tidak ada
c. Kompulsi
: tidak ada
d. Ideas of referance
: tidak ada
e. Waham
: tidak ada
Pengendalian Implus
Fungsi Intelektual
Memori segera
Jawaban : Benar
Jawaban : Benar
Jawaban : Benar
Jawaban : Benar
Jawaban : Benar
Jawaban : Benar
Jawaban : Benar
Jawaban : Benar
Jawaban : Benar
Jawaban : Benar
Salah 4-5
Salah 6-8
Salah 9-10
Test
ORIENTASI
Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari) apa?
Kita berada di mana? (Negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit),
(lantai/ kamar) ?
REGISTRASI
Sebutkan 3 buahnamabenda (apel, meja, koin) tiapbenda 1 detik,
Nilai
Max
Nilai
6.
buku)
7.
8.
9.
10.
11.
30
JUMLAH
Skor
: Nilai 24 30 : normal
Nilai 17 23
Nilai 0 16
30
Kadang-
Jarang
kadang
Tidak
pernah
+
+
+
Interpretasi hasil :
Penilaian frekuensi (F)
1 : sesekali kurang dari sekali dalam seminggu
2 : sering kira-kira sekali seminggu
3 : seringkali beberapa kali seminggu tapi tidak setiap hari
4 : sangat sering setiap hari atau terus menerus ada
STATUS FUNGSIONAL
A. Aktivitas kehidupan sehari hari / Indeks Katz
1. Bathing
: Mandiri
2. Dressing
: Mandiri
3. Toiletting
: Mandiri
4. Transfering
: Mandiri
5. Continence
: Mandiri
6. Feeding
: Mandiri
Kesimpulan
Mandiri
Memerlukanbantuan Bergantungpada
orang lain
Mandi
Transfer
Berpakaian
Kebersihan
Ke toilet
Makan
Menyiapkanmakanan
Mengaturkeuangan
Mengaturpengobatan
Menggunakantelepon
C. Indeks ADL Barthel
Fungsi
1. Mengontrol BAB
2. Mengontrol BAK
3. Membersihkan diri
orang lain
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Nilai
Keterangan
Incontinence
Kadang-kadang incontinence
Continence teratur
Incontinence
Kadang-kadang incontinence
Continence teratur
Butuh pertolongan orang lain
4. Toiletting
5. Makan
1
0
Mandiri
Tergantung pertolongan orang lain
Mandiri
Tidak mampu
2
0
Mandiri
Tidak mampu
Mandiri
7. Mobilisasi / berjalan
8. Berpakaian
Tidak mampu
3
0
Mandiri
Tergantung pertolongan orang lain
Sebagian dibantu
Mandiri
Tidak mampu
0
9. Naikturuntangga
1
2
10. Mandi
Total Nilai
Butuh pertolongan
Mandiri
1
17
Mandiri
Ketergantungan ringan
Nilai ADL :
20
: Mandiri
: Ketergantungan sedang
5.8
: Ketergantungan berat
0.4
: Ketergantungan total
: 10
: 15
3. Higiene personal
:0
: 10
5. Mandi
:5
: 15
:5
9. Mengenakan pakaian
: 10
: 10
: 10
100
: Mandiri
: Ketergantungan total
ASPEK SOSIAL
Psikososial
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 79 tahun dan lahir di Surabaya, 23 Desember
1934, suku bangsa Indonesia, tidak menikah. Pasien adalah anak ke 12 dari 13 bersaudara.
Adik
bungsu
pasien
adalah
kembarannya.
Pendidikan
terakhir
pasien
adalah
SMA.Pasienbekerja di KLM, kedutaan besar Tunisia, Perancis, Rusia dan Belanda, kemudian
bekerja di Hotel Borobudur dan akhirnya di American Lounge Traning sampai tahun 2006.
Alasan pasien ingin tinggal di STW adalah atas kemauannya sendiri dan pasien tidak
menikah dan tidak ingin merepotkan saudaranya yang lain.
Sukar tidur
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Spiritual
Pasien sejak kecil beragama Islam, dan beliau masih dapat menjalankan ibadah sholat
lima waktu.
Kesimpulan : Tidak ada masalah spiritual.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM (29 November 2013)
Hematologi
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
13,6
13,2-17,3 g/dL
5 jt
41
81
27,1
33
9.900
44
0,5
4,3
52,7
33,6
6,8
348.000
139
294
128
172
40
70
1.28
: 145 mg/dL
Kesan: secara radiologis tidak dijumpai kelainan cor dan kedua paru saat ini
RESUME
: 177 cm
Berat badan
: 82 kg
Tekanan Darah
: 140 / 70 mmHg
Nadi
: 80 x / menit
Pernafasan
: 18 x / menit
Suhu
: 36,5C
Status gizi
: Obesitas Grade I
Kesan umum
: Tampak baik
Usia klinik
: Sesuai
Kesadaran
: Compos Mentis
KEADAAN REGIONAL
Mata : Bentuk simetris, konjungtiva anemis (-) , sklera ikterik (-) , palpebra
superior et inferior edema (-), kedua pupil bulat, isokor,diameter pupil
OD/OS 3mm/3mm, refleks cahaya (-) / (+), injeksi siliar -/-, arcus
senilis +/+, pseudofakia +/+,VOD = 1/300, VOS = 6/21, penyempitan
lapang pandang OS (-)
Ekstremitas: kedua ekstremitas superior tampak tremor, pada saat istirahat dan
bergerak
Status neurologis : pada pemeriksaan didapatkan pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm,
Refleks cahaya +/+, injeksi siliar -/+, pseudofakia +/+, VOD =1/300, VOS = 6/21,
penyempitan lapang pandang OS (-)
Status mental: dalam batas normal
Status fungsional : ketergantungan ringan
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
25
Masalah spiritual
PERMASALAHAN
Biologis
: gemetaran pada kedua tangan, sulit berjalan, tekanan darah tinggi, kadar
DIAGNOSA KERJA
Diagnosa Utama : Esential Tremor + Tremor at Rest et causa Sindroma Parkinson genetik
Diagnosa Tambahan :
Obesitas Grade I
Dermatitis Seboroik
RENCANA PENGELOLAAN
RENCANA PENGELOLAAN ESSENTIAL TREMOR + TREMOR AT REST ET
CAUSA SINDROMA PARKINSON GENETIC
Terapi Non Farmakologi :
Melakukan fisioterapi
Terapi Farmakologi :
Luften 5 mg 1x1
teratur
Terapi Farmakologi :
Glucovance (metformin 500mg/glibenklamid 2,5 mg) tab 1x1 pagi hari
Glucophage (metformin 500 mg) tab 1 x 1pada malam hari.
PROGNOSIS
Prognosis Essential Tremor + Tremor at rest et causa Sindroma Parkinson genetic
Ad vitam
: ad bonam
Ad functionam
: dubia ad malam
Ad sanationam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
Ad fungtionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad malam
: ad malam
Ad functionam
: ad malam
Ad sanationam
: ad malam
: dubia ad malam
Ad functionam
: dubia ad malam
Ad sanationam
: ad malam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad malam
: Dubia ad bonam
Ad Functionam
: Dubia ad bonam
Ad Sanationam
: Dubia ad malam
PARKINSON
1. Definisi
Penyakit parkinson (paralysis agitans) merupakan suatu penyakit karena
gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamin
dari substansia nigra ke globus palidus / neostriatum (striatal dopamine deficiency).
Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan
erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari
neuron dopaminergik di substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya
inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan lewy bodies.
Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus
ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, saraf
kranial, dan sistem saraf otonom.
2. Etiologi
Parkinson primer masih belum diketahui pasti penyebabnya. Terdapat
beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat
toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.2
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
30
Usia
Insiden meningkat dari 10 : 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 : 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikroglia yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit
parkinson.
Geografi
Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buenos aires 657 per 100.000 orang. Faktor
resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk adanya
perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap faktor
lingkungan.
Periode
Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin berhubungan
dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya proses infeksi,
industrialisasi ataupun gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di Minnesota, tidak
terjadi perubahan besar pada angka morbiditas antara tahun 1935 sampai tahun
1990. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang berpengaruh
Gambar.1 MPTP dan etiologi penyakit Parkinson. Toksin MPTP melintasi sawar darah-otak dan diubah
menjadi metabolit aktif MPP+ oleh enzim monoamin oksidase tipe B (MAO-B) pada sel glia. MPP+, suatu
radikal bebas, akan terkonsentrasi pada neuron dopaminergik, yang masuk melalui mekanisme pengambilan
kembali dopamin, sehingga secara selektif akan merusak sel-sel ini. MPP+ adalah racun mitokondria, yang
menghambat Kompleks I rantai respirasi, sehingga merusak produksi energi sel.
3. Epidemiologi
Penyakit parkinson cukup sering ditemukan, mungkin mengenai 1-2 % populasi
berusia lebih dari 60 tahun, dengan adanya bias jenis kelamin yang tidak begitu
signifikan. Distribusi ditemukan di seluruh dunia, walaupun tampaknya lebih sering
terjadi di Eropa dan Amerika Utara.
Penyakit parkinson dapat mengenai seluruh ras, baik pria maupun wanita dalam
perbandingan yang hampir sama, dan kecenderungan penyakit pada pria. Prevalensi
meningkat secara tajam pada kisaran usia 65 hingga 90 tahun. Kulit hitam Afrika
memiliki insidensi yang lebih rendah dibandingkan kulit hitam Amerika. Meskipun
demikian, prevalensi terdapatnya Lewy bodies dalam jaringan otak ras Nigeria tampak
sama dengan populasi ras kulit putih Amerika.
Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang diperkirakan ada
sekitar 200.000 - 400.000 penderita. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan di
beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa pada pasien dengan rentang usia 18 hingga
85 tahun, rata-rata usia penderita di atas 50 tahun. Statistik menunjukkan. Baik di luar
negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2)
dengan alasan yang belum diketahui.
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
33
(parkinsonismus juvenilis).
palidal
patofisiologis,
kerusakan
jaras
dopaminergik
menyebabkan
neurotransmiter
dan
neuropeptid
menyebabkan
perubahan
Tremor
Tremor saat istirahat Resting Tremor merupakan gejala tersering dan
mudah dikenali pada penyakit Parkinson. Tremor bersifat unilateral, dengan
frekuensi antara 4 sampai 6 Hz, dan hampir selalu terdapat di extremitas distal.
Tremor pada tangan digambarkan seperti memulung-mulung pil (pill rolling)
atau menghitung recehan logam. Resting tremor pada pasien penyakit parkinson
tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi dapat pula mengenai bibir,
dagu, rahang dan tungkai. Namun tidak seperti tremor pada umumnya, tremor
pada penyakit parkinson jarang mengenai leher atau kepala dan suara.
Karakteristik resting tremor adalah tremor akan menghilang ketika penderita
melakukan gerakan, juga selama tidur. Beberapa pasien mengatakan adanya
internal tremor yang tidak dikaitkan dengan tremor yang terlihat. Pada
awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit
tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
Rigidity
Rigiditas ditandai dengan adanya peningkatan tahanan otot, biasanya
disertai oleh adanya cogwheel phenomenon yang secara khusus dihubungkan
dengan adanya tremor. Terdapat melalui pergerakan pasif extremitas baik flexi,
extensi atau rotasi sendi. Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan
(oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan,
terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergerigi sehingga
gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Rigiditas dapat terjadi di tubuh
Disfungsi Otonom
Kegagalan fungsi otonom saat ini merupakan gejala klinik penyakit
parkinson, meskipun secara tipikal sering dihubungkan dengan MSA. Gejalanya
antara lain: hipotensi ortostastik, disfungsi dalam sekresi keringat, disfungsi
proses miksi dan disfungsi ereksi.1
Gangguan Tidur
Meskipun gangguan tidur (misalnya : tidur yang berlebihan, serangan
tidur) untuk sebagian besar dianggap berasal dari efek terapi farmakologis,
II. 7. Diagnosis
Diagnosis penyakit parkinson ditegakkan berdasarkan adanya tiga gambaran
klinis. Asimetri tanda-tanda penyakit saat onset merupakan hal yang penting. Jika
diagnosis masih diragukan, maka respons pasien terhadap terapi medikamentosa dapat
berguna untuk membantu diagnosis.3
II. 7. 1. Kriteria Diagnostik oleh UK Parkinsons Disease Society Brain Bank
Step 1
Bradikinesia
Setidaknya 1 dari kriteria di bawah ini :
Step 2
Singkirkan penyebab lain Parkinsonism
Step 3
Setidaknya tiga dari faktor pendukung di bawah ini :
Onset unilateral
Resting tremor
Kerusakan progresif
Asimetris primer persisten sejak onset
Respon sempurna (70-100%) dengan levodopa
Chorea (diskinesia) berat diakibatkan penggunaan levodopa
Respons terhadap levodopa dalam 5 tahun atau lebih
Terdapat gejala klinis selama 10 tahun atau lebih
pertama
Demensia yang mendahului gejala motorik atau terdapat pada tahun
pertama
Supranuclear gaze palsy
Disautomonia simptomatik yang tidak terkait medikasi
Adanya kondisi yang dapat menimbulkan gejala parkinsonism (lesi
otak fokal atau penggunaan obat neuroleptika dalam 6 bulan terakhir)
Levodopa
merupakan
prekursor
dopamin,
diyakini
merupakan
obat
antiparkinsonian yang paling efektif. Di dalam otak, levodopa dirubah menjadi dopamin. Ldopa akan diubah menjadi dopamin pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam
amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa
memasuki
neuron
dopaminergik.
Sisanya
dimetabolisme
di
sembarang
tempat,
mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi
pembentukan L-Dopa endogen.
Levodopa dalam penggunaannya dikombinasikan dengan peripheral decarboxylase
inhibitor seperti carbidopa, untuk mengurangi terjadinya dekarboksilasi levodopa sebelum
mencapai neuron dopaminergik di otak. Tersedia dalam bentuk immediate-release dan
controlled-release. Carbidopa plus levodopa dikombinasikan dengan catechol Omethyltransferase inhibitor, entacapone, merupakan satu preparat lain yang di produksi
untuk menciptakan suatu prolong aksi dengan mencegah terjadinya metilasi.1
Dalam percobaan yang membandingkan efektivitas levodopa dan agonis dopamin
yang dilakukan secara random, menunjukkan peningkatan Activities of Daily Living (ADL)
dan motorik sebanyak 40-50% dengan penggunaan levodopa. Levodopa mengurangi
tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang
dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi
dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektivitas levodopa berkaitan
dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar darah otak dan memasuki
susunan saraf pusat dan mengalami perubahan enzimatik menjadi dopamin. Dopamin
menghambat aktivitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa :
1) Nausea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
44
Aturan Pemakaian
Keterangan
levodopa
(dikombinasikan
dengan karbidopa)
Setelah beberapa
tahun digunakan,
efektivitasnya bisa
berkurang
bromokriptin atau
pergolid
Jarang diberikan
sendiri
Selegilin
Bisa meningkatkan
aktivitas levodopa
di otak
Obat antikolinergik
(benztropin &
triheksifenidil),
obat anti depresi
tertentu,
antihistamin
(difenhidramin)
Amantadin
Terapi Pembedahan
Terapi Neuroprotektif
Saat ini, belum ditemukan bukti yang mendukung bahwa pemberian
Terapi Psikis
Dukungan dan edukasi merupakan hal sangat kritis saat seorang pasien
perawatan,
gangguan
pada
setiap
pasien
berbeda-berbeda.
Merupakan
konsekuensi
sosioekonomi
dari
disability.
Biasanya
digambarkan dengan usaha keras yang harus dilakukan pasien untuk mencapai tujuan yang
sama dengan orang-orang normal.
DISORDER
IMPAIRMENT
DISABILITY
ORGAN
Anatomic
HANDICAP
PATIENT
Functional changes
Socioeconomic
affected
consequences
changes
EXAMPLES
Inflamation
Visual acquity
Reading
Extra effort
Atrophy
Visual field
Writing
Loss of independent
Scar
Contrast sensitivity
Daily living
Mobility
Bagan 1. Aspek-aspek Low Vision (from Fig 1-1: Flecther DC. Low Vision Rehabilitation Ophthalmology
Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1992, p.2)
Definisi low vision Berdasarkan kuantitas pengukuran tajam penglihatan dan lapang
pandang. World Health Organization (WHO) mendifinisikan low vision pada tahun 1992
sebagai berikut:
A person with low vision is one has impairment of visual functioning even after
treatment and/or standard refractive correction, and has a visual acuity of les then 6/18
(20/60) to light perception or a visual field of less than 10 degree from the point of fixation,
but who uses or is potentially able to use, vision for the planning and/or execution of a task.
Dari pengertian WHO di atas tentang Low Vision dapat ditangkap hal sebagai berikut:
Setelah diobati dan dikoreksi dengan kacamata, masih memiliki kelainan pada fungsi
penglihatannya.
skotoma sentral atau parasentral3 serta keluhan peningkatan kepekaan terhadap cahaya,
kelaianan persepsi warna, adaptasi gelap, motilitas mata dan fusi.
2 Klasifikasi
The International Classification of Disease, 9th Revision, Clinicil Modification (ICD9-CM) membagi low vision atas 5 kategori, sebagai berikut :
1. Moderate visual impairment. Tajam penglihatan yang paling baik dapat dikoreksi kurang
dari 20/60 sampai 20/160.
2. Severe visual impairment. Tajam penglihatan yang paling baik dapat dikoreksi kurang
dari 20/160 sampai 20/400 atau diameter lapang pandangan adalah 20 atau kurang
(diameter terbesar dari isopter Goldmann adalah III4e, 3/100, objek putih)
3. Profound visual impairment. Tajam penglihatan yang paling baik dapat dikoreksi kurang
dari 20/400 sampai 20/1000, atau diameter lapang pndangan adalah 10 atau kurang.
4. Near total vision loss. Tajam penglihatan yang paling baik dapat dikoreksi 20/1250 atau
kurang.
5. Total blindness. No light perception.
3 Etiologi dan Gejala Klinis
Low vision dapat diakibatkan oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi mata dan
sIstem visual. Kelainan-kelainan ini dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian besar yang dapat
membantu
dalam
memahami
kesulitan
dan
keluhan
pasien
serta
memilih
dan
2.
3.
Memicingkan mata atau mengerutkan dahi ketika melihat di bawah cahaya yang terang
4.
5.
Kondisi mata tampak lain, misalnya terlihat berkabut atau berwarna putih pada bagian
luar.
Gambar. 3 Contrast
Sensitivity Chart
Pemeriksaan lapang
pandangan
Perimetri
merupakan
makular
salah
satu pengukuran
aspek-aspek
penilaian
vision,
low
tetapi
Kelebihan:
a.
b.
c.
d.
e.
Mudah dibawa
Tersedia kekuatan rendah sampai tinggi
Murah
Dapat dipakai pada posisi dan sudut apapun
Memungkinkan memantulkan sinar ke tulisan atau benda
Kekurangan:
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
58
Kekurangan:
a.
b.
c.
d.
e.
benar. Peresepan lensa tanpa instruksi yang jelas hanya berhasil pada 50% kasus, sedangkan
dengan instruksi angka keberhasilannya meningkat sampai 90%.
Pasien menggunakan alat di bawah pengawasan seorang instruktur terlatih sampai
tercapai kecakapan dan efikasi. Dilakukan pembahasan tentang mekanika alat-alat bantu,
semua pertanyaan pasien dijawab, tujuan pemakaian alat diperjelas dan pasien diberi cukup
waktu dalam keadaan tenang untuk mencoba ketrampilan yang baru mereka peroleh. Hal ini
mungkin berlangsung dalam satu sesi atau lebih karena sebagian pasien memerlukan
percobaan pemakaian alat bantu di rumah atau pekerjaan sebelum mereka yakin.7
Dokter harus terbiasa dengan alat-alat yang tersedia serta keunggulan dan kekurangan
masing-masing alat agar dapat memberi petunjuk yang sesuai bagi instruktur memahami
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
59
5 Rehabilitasi
5.1 Pelayanan low vision klinis
a. Pelatihan penggunaan alat bantu
b. Oftalmologis, optometris, ahli rehabilitasi
5.2 Pelatihan rehabilitasi
a. Pelatihan kegiatan sehari-hari
b. RTs, RTAs, VRAs
5.3 Pelatihan orientasi dan mobilitas
a. Pelatihan kemandirian
b. O & M
5.4 Konseling
a. Individu atau kelompok
b. Badan psikososial
Low vision specialist/low vision care adalah optometri atau dokter spesialis mata yang
telah berpengalaman untuk melakukan pemeriksaan, terapi dan memanajemeni pasien dengan
kegagalan visus yang tidak selalu memberikan terapi dengan obat-obatan, pembedahan dan
kaca mata/lensa kontak. Mereka ini mempunyai lisensi untuk memeriksa, mendiagnosa, dan
merehabilitasi beragam penyakit yang berhubungan dengan mata.
Tujuan utama dari rehabilitasi ini adalah untuk meminimalisasi handicap yang
disebabkan oleh suatu kelainan. Visual impairment ini diminimalisasi dengan pengobatan
medis yang teratur dan pembedahan pada mata, sedang visual disability direduksi dengan
pemakaian alat bantu dan terapi latihan dan visual induced handicap direduksi dengan
intervensi oleh petugas rehabilitasi profesional
Sejumlah rehabilitasi profesional mengadakan layanan untuk pasien low vision
termasuk terapi okupasi (occupational therapists/OTs), spesialis orientasi dan mobilisasi
DIABETES MELLITUS
Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980
dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi
yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin. 4
Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA), 2005,
yaitu :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan
dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam
hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya
normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur
hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat
normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa
tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan
dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
DM TIPE 1:
DM TIPE LAIN :
DM TIPE 2 :
A
Defisiensi
Defisiensi
insulin absolut
relatif :
akibat destuksi
1, defek sekresi
sel beta,
insulin lebih
karena:
dominan daripada
Pankreatektomy
1.autoimun
resistensi insulin.
2. idiopatik
2. resistensi insulin
hipertiroidisme
lebih dominan
daripada defek
sekresi insulin.
Prevalensi
insulin
DM
GESTASIONAL
Patogenesis
Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas
sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya
masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
63
Manifestasi Klinik
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa
yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga
keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan
terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
64
(dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan.
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan dalam
250 ml air dan diminum dalam 5 menit.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa
darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl
GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl
Komplikasi
a.
1.
Penyulit akut
Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon
pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan
penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia.
Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan
3.
b.
1.
Penyulit menahun
Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis
Retinopati Diabetik
retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens vasa.
Kapiler
membentuk
kantung-kantung
kecil
menonjol
seperti
titik-titik
kerusakan retina.
Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada
minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat
hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi
nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan
menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis
nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila
terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah
Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi
distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering
dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam
hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining
untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi
sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.
2.
Makroangiopati
Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama
untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM
Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi
dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala. Terkadang
ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
2.7
Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup
dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan
orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari :
1.
Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat.
2.
Koreksi :
umur
40-59 th
: -5%
60-69
: -10%
>70%
: -20
aktivitas
Istirahat
: +10%
Aktivitas ringan
: +20%
Aktivitas sedang
: +30%
Aktivitas berat
: +50%
berat badan
Kegemukan
: - 20-30%
Kurus
: +20-30%
stress metabolik
: + 10-30%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan
makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.
Berdasarkan IMT dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan
kuadrat (m2).
Kualifikasi status gizi :
BB kurang : < 18,5
BB normal : 18,5 22,9
BB lebih : 23 24,9
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
71
Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi resiko
kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan
peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular menjadi
lebih rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk
kualitas hidup penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa
meningkat dan ini akan menurunkan kadar gula darah.
Aktivitas latihan :
Lemak
juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40%
Interval,
Progressive,
Endurance.
Continous
maksudnya
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian
diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO
dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja
menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan
pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan
dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan
kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat
badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan
kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi
penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya
pencegahan primer6.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan
penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak
pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian
antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada
penyandang Diabetes.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut.
Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga
kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai
kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin
sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari
untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di
HIPERTENSI
DEFINISI DAN PENGERTIAN HIPERTENSI
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
76
(2)
hipertensi primer.
Penyebab-penyebab dari hipertensi sekunder adalah kelainan ginjal, kelainan
endokrin, koartasi aorta dan juga obat-obatan. Penyebab-penyebab tersebut akan dibicarakan
pada bagian berikut.
Kelainan Ginjal
Hipertensi yang diakibatkan oleh kelainan ginjal dapat berasal dari perubahan sekresi
zat-zat vasoaktif yang menghasilkan perubahan tonus dinding pembuluh darah atau berasal
dari kekacauan dalam fungsi pengaturan cairan dan natrium yang mengarah pada
meningkatnya volume cairan intravaskular. Pembagian lebih lanjut dari kelainan ginjal yang
menyebabkan hipertensi adalah kelainan renovaskular dan kelainan parenkim ginjal.
Kelainan renovaskular disebabkan oleh rendahnya perfusi dari jaringan ginjal oleh
karena stenosis yang terjadi pada arteri utama atau cabangnya yang utama. Hal ini
menyebabkan sistem renin-angiotensin teraktivasi. Angiotensin II yang merupakan produk
dari sistem renin-angiotensin, akan secara langsung menyebabkan vasokonstriksi atau secara
tidak langsung melalui aktivasi sistem saraf adrenergik. Selain itu angiotensin II juga akan
merangsang sekresi aldosteron yang mengakibatkan terjadinya retensi natrium.
Aktivasi sistem renin-angiotensin juga merupakan penjelasan dari hipertensi yang
diakibatkan kelainan parenkim ginjal. Perbedaannya adalah penurunan perfusi jaringan ginjal
pada kelainan parenkim ginjal disebabkan oleh peradangan dan proses fibrosis yang
mempengaruhi banyak pembuluh darah kecil di dalam ginjal.
Kelainan Endokrin
Kelainan endokrin dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini disebabkan banyak
hormon-hormon yang mempengaruhi tekanan darah. Beberapa kelainan endokrin ini antara
lain adalah :3
1. Hiperaldosteronism primer
2. Cushing syndrome
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
80
dari
terapi
farmakologis.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
85
Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik yang mengenai daerah kepala dan
badan di mana terdapat glandula sebasea1. Prevalensi dermatitis seboroik sebanyak 1% - 5%
populasi2. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita1. Penyakit ini dapat mengenai
bayi sampai dengan orang dewasa. Umumnya pada bayi terjadi pada usia 3 bulan sedangkan
pada dewasa pada usia 30-60 tahun.
Dermatitis seboroik dan Pityriasis capitis (cradle cap) sering terjadi pada masa kanak-kanak.
Berdasarkan hasil suatu survey terhadap 1116 anak-anak yang mencakup semua umur
didapatkan prevalensi dermatitis seboroik adalah 10% pada anak laki-laki dan 9,5% pada
anak perempuan. Prevalensi tertinggi pada anak usia tiga bulan, semakin bertambah umur
anaknya prevalensinya semakin berkurang. Sebagian besar anak-anak ini menderita
dermatitis seboroik ringan.
Secara internasional frekuensinya sebanyak 3-5%. Ketombe yang merupakan bentuk ringan
dari dermatitis ini lebih umum dan mengenai 15 - 20% populasi.
A. Definisi
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh
berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial5, didasari
oleh faktor konstitusi.
B. Etiologi
Etiologi dermatitis seboroik masih belum jelas, meskipun demikian berbagai macam faktor
seperti faktor hormonal1, infeksi jamur, kekurangan nutrisi, faktor neurogenik diduga
berhubungan dengan kondisi ini3. Menurut Djuanda (1999) faktor predisposisinya adalah
kelainan konstitusi berupa status seboroik.
Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat mengenai bayi,
menghilang secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah pubertas3. Pada bayi
dijumpai kadar hormon transplansenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan
penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
Faktor lain yang berperan adalah terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan proliferasi
spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal3. Ragi genus ini dominan
Kepaniteraan Klinik Geriatri
STW Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
89
2.Seboroik muka
Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain terdapat makula eritem,
yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Bila sampai
palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bisa didapati di daerah
berambut, seperti dagu dan di atas bibir, dapat terjadi folikulitis. Hal ini sering dijumpai pada
laki-laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah jenggot
disebut sikosis barbe.
3.Seboroik badan dan sela-sela
Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama, umbilicus, krural
(lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada permukaannya
ada skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah badan, lesinya bisa
berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo, kadangkadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi sekunder.
D. Diagnosis
1. Anamnesis
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2001.
Jakarta : 2002.
2. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et all, editors. Harrisons principle of internal
medicine. 16th edition. New York : McGraw Hill; 2005. p. 1463-80.
3. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure. National Institute of Health : 2004.