PERSARAFAN; EPILEPSI
KELOMPOK IIIB :
LINDA
LISA KRISTIANI
LISKA PRATIWI
MUH. ABDILLAH YAHYA
pada
makalah
ini
penyusun
ingin
mencoba
memaparkan
tentang
beberapafaktor penyebab dari epilepsi yang salah satu penyebabnya yaitu idiopatik yang
biasanya terjadi pada anak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun.
Epilepsi digolongkan menjadi 2 yaitu epilepsi primer dan epilepsi sekunder dibagi menjadi
4 serangan yaitu serangan partral, serangan umum, serangan unilateral dan serangan
epilepsi tidak lengkap.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan kasus epilepsi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian pada anak dengan kasus epilepsi.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan dengan kasus epilepsi.
c. Membuat intervensi keperawatan.
d. Membuat implementasi keperawatan.
e. Membuat evaluasi keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
ASKEP ANAK EPILPSI
A.
Pengertian
Epilepsi ialah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik
abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat resersibel dengan berbagai etiologi. Serangan
ialah suatu gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.
Epilepsi adalah gejala komplek dari banyak gangguan fungsi otak berat yang
dikarakteristikkan oleh kejang berulang keadaan ini dapat dihubungkan dengan
kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan
gangguan berlaku, alam perasaan, sensasi, persepsi. Sehingga epilepsy bukan penyakit
tapi suatu gejala.
Status epileptikus adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus menerus lebih
dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran. Dalam praktek klinis lebih baik
mendefinisikannya sebagai setiap aktivitas serangan kejang yang menetap selama lebih
dari 10 menit. Status mengancam adalah serangan kedua yang terjadi dalam waktu 30
menit tanpa pulihnya kesadaran di antarserangan.
B.
Etiologi
1) Idiopatik; sebagian besar epilepsy pada anak adalah epilepsi idiopatik
2) Faktor herediter; adalah beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti sklerotis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis
3)
4)
5)
6)
toksolakmosis
7) Trauma; kontosio serebri, hematoma subraknoid, hematema subdural
8) Neoplasma otak dan selaputnya
9) Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
Faktor Presipitasi
Factor presipitasi ialah factor yang mempermudah terjadinya serangan, yaitu:
1) Faktor sensoris: cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan air panas
2) Faktor sintemis: demam, penyakit infeksi, otot-otot tertentu misalnya golongan
fenotiazin, klorpropamid, hipoglikimia, kelelehan fisik
3) factor mental: stress, gangguan emosi
D.
Patofisiologi
Secara umun epilepsy terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf
akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau toksis, yang selanjutnya
menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut
Beberapa penyelidikan menunjukkan peranan asetilkolin sebagai zat yang
merendahkan potensi membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang
terjadi sewaktu-waktu saja sehingga menifestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu.
Bila asetilkolin sudah cukup tertimbun dipermukaan otak, maka pelepasan muatan
listrik sel-sel saraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf
kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak. Pada kesadaran awas-waspada
lebih banyak asetilkolin yang merembes keluar dari permukaan otak dari pada selama
tidur. Pada jejas otak lebih banyak asetilkolin daripada dalam otak sehat. Pada tumor
serebri atau adanya sikatrits setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari
meningitis, ensefalitis, kontusio, serebri atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan
setempat dari asetilkolin. Oleh karena itu pada tempat itu akan terjadi lepas muatan
listrik sal-sal saraf. Penimbunan asetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi
tertentu untuk daspat merendahkan potensi membran sehingga lepas muatan listrik
dapat terjadi. Hal ini merupakan mekanis epilepsy fokal yang biasanya simptomatik.
Pada epilepsy idiomatic, tipe grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan
oleh Nuklei intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti centrecephalic. Inti ini
E.
Manifestasi Klinis
Menurut Commusion of Classification andf Terminologi of the International
League against Epilepsi (ILAE), klasifikasi epilepsy sebagai berikut:
1. Sawan parsial (fokal,local)
a. Sawan parsial sederhana: sawan parsial dengan tetap kesadaran normal
1) Dengan gejala motorik
a) Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja
b) Fokal motorik menjalar: sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas kebagian lain. Disebut juga epilepsi Jacksen
c) Versif: sawan disertai gerakan memutar kapala, mata, tubuh
d) Postural sawan disertaidengan lengat atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu
e) Disertai gangguan fonasi: sawan disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
2) Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial: sawan disertai
halusinasi sederhana yang mengenai kalima panca indra dan bangkitan yang
disertai vertigo
a) somatosensorik: timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk jarum
b) visual: terlihat cahaya
c) auditoris: terdengar sesuatu
d) olfaktoris: terhidu sesuatu
mendengar,
mnegalami,mendangar,
melihat,atau
melihat,
sebaliknya
mengetahui
tidak
sesuatu.
pernah
Mungkin
Sawan ini sering dijumpai pada umur diatas balita yang terkenala dengan
nama grandmal. Serangan dapat diawali dengan aura yaitu tanda-tanda yang
mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan
kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira - menit diikuti kejang otot-otot
seluruh badang. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan nafas menjadi
dlam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat,
mulut menjadi berbusa karena hembusan nafas. Mungkin pula pasien kencing
ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya,
dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah atau langsung menjadi
sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
f. Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan melemas sehingga pasien
terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama
sekali dijumpai pada anak.
4. Sawan tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang
ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil atau pernafasan
yang mendadak berhenti sementara.
F.
Pemeriksaan Penunjang
Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang
informative yang dapat memastikan diagnosis epilepsi bila ditemukan pola EEG yang
bersifat khas epileptik baik terekam saat serangan maupun di luar serangan berupa
gelombang runcing, gelombang paku, runcing lambat, paku lambat.
Pemeriksaan tambahan lain yang juga bermanfaat adalah pemeriksaan foto polos
kepala, yang berguna untuk mendeteksinya adanya fraktur tulang tengkorak; CT-Scan,
G.
Diagnosis Banding
Sinkop, gangguan jantung, gangguna sepintas peredaran darah otak,
hipoglikemia, keracunan, breath holding spells, hysteria, narkolepsi, pavor nokturnus,
paralysis tidur, migren.
H.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa mengganggu
kapasitas dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan medikamentosa
fan pengobatan psikososial.
1) Pengobatan medikamentosa
Pada epilepsi yang simtomatis di mana sawan yang timbul adalah manifestasi
penyebabnya seperti tumor otak, radang otak, gangguan metabolic, mka di samping
pemberian obat anti-epilepsi diperlukan pula terapi kausal. Beberapa prinsip dasar
yang perlu dipertimbangkan:
a) Pada sawan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor pencetusnya,
pemberian obat harus dipertimbangkan.
b) Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien mengalami
lebih dari dua kali sawan yang sama.
c) Obat yang diberikan sisesuaikan dengan jenis sawan.
d) Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini toksisitas akan
berkurang, mempermudah pemantauan, dan menghindari interaksi obat.
e) Dosis obat disesuaikan secara individual.
f) Evaluasi hasilnya.
2) Pengobatan Psikososial.
Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal
sebagian besar akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh dalam menjalani
pengobatannya sehingga dapat bebas dari sawan dan dapat belajar, bekerja dan
bermasyarkat secara normal.
3) Penatalaksanaan status epileptikus
a) Lima menit pertama
Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu serangan
berikutnya.
Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala dan jalan nafas,
I.
Prognosis
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan terbebas serangan paling sedikit 2
tahun dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan, pasien tidak
mengalami sawan lagi, dikatkan telah menglami remisi. Diperkirakan 30 % pasien tidak
akan menglami remisi meskipun minum obat teratur.
Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapat
pada sawan tonik-klonik dan sawan paarsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih
mudah menglami relaps sesudah remisi.
J.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data fokus yang perlu dikaji
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian
2) Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk RS (apa yang terjadi selama serangan )
3) Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi, pada usia
berapa serangan pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah faktor presipitasi
seperti demam, kurang tidur emosi, riwayat sakit kepala berat, pernah
menderita cidera otak, operasi atau makan obat-obat tertentu/alkoholik)
4) Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh
anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik
maupun tidak
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan Persistem
a) Sistem Persepsi dan Sensori
Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot
sakit, adakah halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan muka
berubah warna, mata dan kepala menyimpang pada satu posisi, berapa
lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu
posisi/keduanya
b) Sistem Persyarafan
Selama serangan:
Penurunan
kesadaran/pingsan?
Kehilangan
Rencana Keperawatan
No. Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Keperawatan
1.
Resiko
aspirasi
tingkat
sekunder
kejang
mengalami aspirasi.
N.O.C :
procedure
(1814)
Self care oral hi-giene
(0308)
pernapasan,
Dengan kriteria :
Klien
mengatakan
cara-cara
untuk
mencegah aspirasi
Kebersihan
mulut
kolien terjaga
Tidak ada tanda-tan-da
tejadinya aspirasi
sebelum
dilakukan
status
oksigen
hemodinamik klien
6. Hentikan suction
tambahan
oksigen
dan
dan
beri
jika klien
bradikardi
7. Kirim bahan sekret untuk kultur
dan tes sensitifitas
8. Jelaskan pada klien dan keluarga
mengenai prosedure dan manfaat
suction
Positioning (0840)
1. Tempatkan klien pada posisi
yang tera-peutik : Pertahankan
pada posisi miring jika tidak
merupakan kontra indikasi cidera
2. Pertahankan posisi miring setelah
makan
2.
Resiko
saat
trauma
serangan
penurunan
1. Kaji
sejauhmana
kebutuhan
keamanan klien
2. Modifikasi lingkungan
NOC :
untuk
Safety
status
Dengan kriteria :
(pasang
pagar
pengaman,
hematom)
Tdak terjadi luka bakar Teaching : disease process (5602)
askan
resiko
jika
mengantisipasi-
serangan
nya
epilepsi
pada
klien
untuk
3.
Koping
defensif
NOC:
identifikasi
tus (1300)
Coping (1302)
Self-asteem (1205)
nilai
yang
perasaan
dirinya
4. Beri fasilitas
mengidentifikasi
tentang
klien
untuk
pola
respon
Dengan kriteria :
Klien
mampu
me-
ngenal
pola
koping
efektif
dan
tidak
efektif
Klien lebih tenang
Klien mengakui realita
situasi kesehatannya
Klien mampu mengekspresikan emosi de-
ungkapkan
cara
verbal
situasi
yang
ngan positif
Coping enhancement (5230)
Klien mampu meng1. Hargai penyesuaian diri klien
ungkapkan penerimaan
untuk merubah body image
diri terhadap keter2. Dorong
klien
untuk
batasan diri
mengidentifikasi
penjelasan
realitas dari perubahan peran
3. Ciptakan lingkungan yang tenang
4. Gunakan pendekatan agama /
keyakinan jika perlu
5. Beri pujian tindakan positif yang
dilakukan klien
4.
Defisit
pengetahuanSetelah
ten-tang
penyakit,penjelasan
pengobatan
perawatan
keterbatasan
danpertemuan,
klien
b.dklien
...x
pe-ngetahuan
tentang
pe-nyakit,
1. Tentukan
kebutuhan
pembelajaran klien
2. Kaji tingkat pengetahuan dan
pemahaman
klien
tentang
epilepsi
3. Kaji tingkat pendidikan
4. Kaji kesiapan klien
mudah lupa
dalam
NOC :
tujuan pembelajaran
dengan
Knowledge : Disease
process (1803)
Knowladge : Illness
care (1824)
yang sesuai
7. Sediakan
lingkungan
yang
Klien
dan
mam-pu
menjelaskan
penger-tian,
penyakit,
keluarga
pada klien
informasi
9. Sediakan waktu untuk bertanya
tindakan
pencegahan,
pe-
ngobatan
dan
perawatan epilepsi
yang
mencegah
gaya
mungkin
dapat
komplikasi
dimasa
pengobatan
yang
direkomendasikan
8. Kaji sumber-sumber pendukung
yang memungkinkan
5
jam
kejang.
perawat
akan
tindakan
episode kejang
diambil
Jika
ya,
beri-tahu
pengamanan
jika
aura
untuk
tersebut
kejang terjadi,
urine
atau
e. Durasi
f. Ketidaksadaran
(durasi)
pasca-taktile)
(progresi
dapat
aktivitas
kejang
membantu
dalam
mengidentifikasi
fokus
privasi
selama
dan
untuk
menjamin
ventilasi
adekuat
(misal-nya
dengan
melepaskan
pakaian).
Jangan
coba
memaksa
jalan
dapat
menyebabkan
cidera)
5. Selama aktivitas kejang, bantu
gerakan secara hati-hati untuk
mencegah cidera. Jangan coba
membatasi
fisik
gerakan.
dapat
(restrain
mengakibatkan
yang
lunak
dibawah
oksigen
melalui
kanul nasal
d. Awali untuk pemberian infus
10. Pertahankan tempat tidur pada
posisi
rendah
dengan
pagar
atau truma)
11. Jika kondisi
klien
kronis,
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
penatalaksanaan
diri
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan gejala-gejala yang kompleks dari beberapa
gangguan fungsi otak yang cirinya adalah serangan berulang-ulang. Bangkitkan kejang
merupakan satu manifestasi daripada muatan listrik yang berlebihan disel neuron saraf
pusat. (Helwiyah, S.Kp, Gangguan Konduksi, 77).
Penyebabnya idiopatik sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.
Faktor herediter : ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan.
Faktor genetic : pada kejang demam dan breath holding spells.
Penanggulangan penderita epilepsi tidak hanya bersifat pemberian obat-obatan untuk
mencegah terjadinya serangan, akan tetapi juga memperhatikan aspek-aspek lain,
diantaranya aspek psikososial, keluarga, pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya.
B. Saran
Diharapkan kepada bagi mahasiswa/i dapat menambah wawasan dan pengetahuan
khususnya dengan masalah keperawatan tentang penyakit Epilepsi dan juga dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ginsberg, Lionel, Lecture Notes Neurologi, 2008. Erlangga Medical Series, Yogyakarta.
Suddarth and Brunner, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3. EGC : Jakarta.