Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan
dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan zat-zat
aktif lainnya, termasuk yang berasal dari dunia mineral dan
hewan. Saat ini, peranan ilmu farmakognosi sangat banyak
diperlukan terutama dalam sintesis obat.
Tidak semua tanaman dapat dijadikan sebagai bahan obat.
Tanaman-tanaman yang dijadikan obat tentu saja adalah
tanaman yang memiliki kandungan atau zat-zat yang dapat
bermanfaat bagi kesehatan dan kesembuhan tubuh. Salah
satu zat aktif yang banyak ditemukan di alam dan juga di
tumbuhan adalah tanin.
Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk
ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak di
jumpai

pada

tumbuhan.

Tanin

dahulu

digunakan

untuk

menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat


mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat
alkaloid dan glatin.
Tanin secara ilmiah
polipenol

yang

didefinisikan

mempunyai

berat

sebagai

molekul

senyawa

tinggi

dan

mempunyai gugus hidroksil dan gugus lainnya (seperti


karboksil) sehingga dapat membentuk kompleks dengan

protein

dan

makromolekul

lainnya

di

bawah

kondisi

lingkungan tertentu.
Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini
dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dai
pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat
berfungsi sebagai antioksidan biologis. Maka dari itu semua
penelitian tentang berbagai jenis senyawa tanin mulai dilirik
para peneliti sekarang.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka masalah yang akan
dibahas pada makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan tanin?
2. Bagaimana struktur tanin?
3. Bagaimana penggolongan tanin?
4. Bagaimana sifat tanin?
5. Apa manfaat tanin?
6. Apa saja contoh tanaman yang mengandung tanin?
7. Bagaimana metode ekstraksi tanin?
8. Bagaimana cara mengidentifikasi tanin?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian tanin.
2. Untuk mengetahui struktur
3. Untuk mengetahui penggolongan tanin.
4. Untuk mengetahui sifat tanin.
5. Untuk mengetahui manfaat tanin.
6. Untuk mengetahui contoh tanaman yang mengandung
tanin.
7. Untuk mengetahui metode ekstraksi tanin.
8. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi tanin.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tanin
Tanin merupakan

suatu

substansi

yang

banyak

dan

tersebar, sehingga sering ditemukan dalam tanaman. Tanin


diketahui

mempunyai

beberapa

khasiat,

yaitu

sebagai

astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan. Istilah


tanin sendiri berasal dari bahasa Perancis, yaitu tanning.
Pada mulanya senyawa tannin lebih dikenal sebagai tanning
substance dalam proses penyamakan kulit hewan untuk
dibuat sebagai kerajinan tangan.
Tanin secara ilmiah didefinisikan
polipenol

yang

mempunyai

berat

sebagai

molekul

senyawa

tinggi

dan

mempunyai gugus hidroksil dan gugus lainnya (seperti


karboksil) sehingga dapat membentuk kompleks dengan
protein

dan

makromolekul

lingkungan tertentu.

lainnya

di

bawah

kondisi

B. Struktur Tanin

Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat, biasanya mengandung 10%
H2O. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam tanat
tersusun 5-10 residu ester galat, sehingga galotanin sebagai salah satu
senyawa turunan tanin dikenal dengan nama asam tanat. Beberapa struktur
senyawa tanin adalah sebagai berikut: (Peter, 1993)
1. Asam Tanat

2. Katekin

3. Asam Galat
4

C. Penggolongan Tanin
Pada umumnya tanin merupakan senyawa polifenol yang
memiliki berat molekul (BM) yang cukup tinggi (lebih dari
1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein.
Berdasarkan strukturnya, tanin diklasifikasikan menjadi dua
yaitu : (Heinrich, 2009); (Parker, 1993)
a. Tanin Terhidrolisis
Tanin
terhidrolisis
biasanya

berikatan

dengan

karbohidrat yang dapat membentuk jembatan oksigen,


sehingga dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam
sulfat atau asam klorida. Gallotanin merupakan salah satu
contoh

tanin

terhidrolisis,

di

mana

gallotanin

ini

merupakan senyawa berupa gabungan dari karbohidrat


dan asam galat. Selain itu, contoh lainnya adalah
ellagitanin (tersusun dari asam heksahidroksidifenil).
Secara singkat, apabila tanin mengalami hidrolisis,
akan

terbentuk

fenol

polihidroksi

yang

sederhana,

misalnya piragalol, yang merupakan hasil dari terurainya


asam gallat dan katekol yang merupakan hasil dari
hidrolisis

asam

protokatekuat.

Tanin

terhidrolisiskan

biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, berwarna

cokelat kuning yang larut dalam air (terutama air panas)


membentuk larutan koloid bukan larutan sebenarnya.
Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air
dan makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal.
b. Tanin Terkondensasi
Tanin terkondensasi biasanya tidak dapat dihidrolisis,
melainkan terkondensasi di mana menghasilkan asam
klorida.

Tanin

terkondensasi

kebanyakan

terdiri

dari

polimer flavonoid. Tanin jenis ini dikenal dengan nama


Proanthocyanidin yang merupakan polimer dari flavonoid
yang

dihubungan

contohnya

dengan

melalui

C8

dengan

C4,

Sorghum procyanidin yang tersusun dari

catechin dan epiccatechin.


D. Sifat Tanin
Untuk membedakan tanin dengan senyawa metabolit
sekunder lainnya, dapat dilihat dari sifat-sifat dari tanin itu
sendiri. Sifat-sifat tanin, antara lain:
1. Sifat Fisika
a. Apabila dilarutkan ke dalam air, tanin akan membentuk
koloid dan akan memiliki rasa asam dan sepat.
b. Apabila dicampur dengan alkaloid dan glatin, maka akan
terbentuk endapan.
c. Tanin tidak dapat mengkristal.
d. Tanin dapat mengendapkan protein dari larutannya dan
bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak
dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
2. Sifat Kimia

a. Tanin

merupakan

senyawa

kompleks

yang

memiliki

bentuk campuran polifenol yang sulit untuk dipisahkan


sehingga sulit membetuk kristal.
b. Tanin
dapat
diidentifikasi
dengan

menggunakan

kromatografi.
c. Senyawa fenol yang ada pada tanin mempunyai aksi
adstrigensia, antiseptik dan pemberi warna.
d. Membentuk warna merah tua dengan kalium ferrisianida dan amonia
serta dapat diendapkan oleh garam-garam Cu, Pb dan kalium kromat
(atau 1% asam kromat) (Fajriati, 2006).
3. Sifat Sebagai Pengkhelat Logam
a. Fenol yang ada pada tanin, secara biologis dapat berguna
sebagai

khelat

logam.

Mekanisme

atau

proses

pengkhelatan akan terjadi sesuai dengan pola subtitusi


dan pH senyawa fenol itu sendiri. Hal ini biasanya terjadi
pada tanin terhidrolisis, sehingga memiliki kemampuan
untuk menjadi pengkhelat logam.
b. Khelat yang dihasilkan dari tanin ini dapat memiliki daya
khelat yang kuat dan dapat membuat khlelat logam
menjadi lebih stabil dan aman di dalam tubuh. Namun,
dalam

mengkonsumsi

tanin

harus

sesuai

dengan

kadarnya, karena apabila terlalu sedikit (kadarnya rendah)


tidak

akan

mengkonsumsi

memberikan
terlalu

efek,

banyak

namun

(kadar

tinggi)

apabila
dapat

mengakibatkan anemia karena zat besi yang ada dalam


darah akan dikhelat oleh senyawa tanin tersebut.

E. Manfaat Tanin
1. Sebagai pelindung

pada

tumbuhan

pada

saat

masa

pertumbuhan bagian tertentu pada tanaman, misalnya buah


yang belum matang, pada saat matang taninnya hilang.
2. Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah
serangga dan fungi.
3. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu
tanaman.
4. Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup
misalnya pada gastrointestinal dan pada kulit.
5. Efek terapi yang lain sebagai antiseptik pada jaringan luka,
misalnya luka bakar, dengan cara mengendapkan protein.
6. Sebagai pengawet dan penyamak kulit.
7. Reagensia di Laboratorium untuk deteksi gelatin, protein
dan alkaloid.
8. Diantara manfaat tanin adalah proses tanning leather, yaitu pencoklatan
pada industri kulit. Menurut The American Medical Association (1989),
tanin berguna untuk menghentikan pendarahan dan diare. Dalam jumlah
besar dan penggunaan jangka waktu lama, tanin dapat menyebabkan
kerusakan hati (Fajriati, 2006).
9. Khelat yang dihasilkan dari tanin ini dapat memiliki daya khelat yang kuat
dan dapat membuat khlelat logam menjadi lebih stabil dan aman di dalam
tubuh. Namun, dalam mengkonsumsi tanin harus sesuai dengan kadarnya,
karena apabila terlalu sedikit (kadarnya rendah) tidak akan memberikan
efek, namun apabila mengkonsumsi terlalu banyak (kadar tinggi) dapat
mengakibatkan anemia karena zat besi yang ada dalam darah akan dikhelat
oleh senyawa tanin tersebut.
8

F. Contoh Tanaman Yang Mengandung Tanin


Hampir setiap famili tanaman mengandung tanin seperti yang terdapat
pada buah-buahan dan sayuran. Apabila tanin terbentuk dalam jumlah yang
cukup, biasanya ditempatkan di daun, buah, kulit kayu atau batang (Fajriati,
2006).
1. Organ

Tanaman

yang

Mengandung

Tannin

Terkondensasi :
a. Daun
Contoh: Camelia sinensis (theaceae) daun teh, Psidium
guajava, dan Rubus idaeus (Rosaceae) Raspberry
b. Biji
Contoh: Biji anggur, Coklat
c. Buah
Contoh : Chamaerops humilis (palmae), Aesculus
hippocastanum (Hippocastanaceae)
d. Akar
Contoh : Ephedra spp (Ephedraceae), Agrimonia pilosa,
A. japonica, Potentilla kleiniana (Rosaceae)
e. Kulit Kayu
Contoh
:
Chincona
succirubra
(Rubiaceae),
Cinnamomum

cassia

(Lauraceae),

Kandelia

candel

(Rhizophoraceae).
2. Organ Tanaman yang Mengandung Tannin
Terhidrolisa :
a. Daun
Contoh : Liquidambar formosana (Hamamelidaceae),
Coriaria

japonica

(Coriariaceae),

(Anacardiaceae), Acer. Sp (Aceraceae)


b. Kulit Kayu

Poupartia

fordii

Contoh : Oak ( Quercus subra ), Chestnut ( Castanea. Sp


), Witch hazel ( Hamamelis virginia )
c. Buah
Contoh
:
Phyllanthus
emblica

(Euphorbiaceae),

Termminalia chebula (Combretaceae), Alnus sieboldiana


(Betulaceae), Caesalpinia Coriaria
d. Akar
Contoh : Agrimonia pilosa, A. japonica, Potentilla
kleiniana (Rosaceae)
e. Pucuk
Contoh : Syzygium aromaticum (Myrtaceae)
f. Daun Bunga
Contoh : Rosa rugosa, Filipendula ulmaria (Rosaceae)
Salah satu contoh tanaman yang mengandung senyawa
tannin adalah jambu biji.
1. Klasifikasi Jambu Biji
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis
: Dicotyledoneae
Ordo
: Myrtales
Familia
: Myrtaceae
Genus
: Psidium
Species
: Psidium guajava L
Jambu biji (Psidium guajava L) tersebar meluas
hingga Asia Tenggara termasuk Indonesia, Asia Selatan,
India dan Srilanka. Jambu biji termasuk tanaman perdu
yang memiliki banyak cabang dan ranting serta batang
pohonnya keras. Permukaan kulit luarnya berwarna coklat
dan licin. Bila kulit kayu jambu biji dikelupas akan terlihat
permukaan

batang

kayunya

basah.

Bentuk

daunnya

bercorak bulat telur dengan ukuran agak besar dan

10

bunganya kecil-kecil berwarna putih dan muncul dari ketiak


daun. Tanaman ini dapat tumbuh subur di daerah dataran
rendah sampai ketinggian 1200 meter di atas permukaan
laut. Pada umur 2-3 tahun jambu biji sudah mulai berbuah
dan bijinya banyak terdapat pada daging buahnya. Daun
jambu biji (Psidium guajava L) merupakan daun tunggal
bertangkai pendek dengan letak berhadapan dan panjang
tangkai daun 0,5-1 cm. Helaian daun bulat memanjang
agak jorong, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata
agak menekuk ke atas, pertulangan menyirip dengan
panjang 6-14 cm dan lebar 3- 6 cm berwarna hijau. Ibu
tulang daun dan tulang cabang menonjol pada permukaan
bawah, bertulang menyirip.
2. Manfaat senyawa tanin pada tanaman jambu biji
Senyawa tannin bersifat sebagai astringent, yaitu
melapisi

mukosa

usus,

khususnya

usus

besar

dan

menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak.


Serta sebagai penyerap racun dan dapat menggumpalkan
protein. Oleh Karena itu senyawa tannin dapat membantu
menghentikan diare.
3. Kandungan Dari Tanaman Jambu Biji Pada Tanin
Senyawa aktif pada daun jambu biji yang berfungsi
sebagai anti diare adalah tannin. Ekstrak daun jambu biji
dapat

digunakan

penyebab

diare

untuk

membasmi

(Salmonella

11

typhii,

bakteri/mikroba
E.

coli,

Shigella

dysentriae). Komposisi kimia di dalam daun jambu biji


adalah tannin 9 - 12%, minyak atsiri, minyak lemak dan
asam

malat,

asam

ursolat,

asam

psidiolat,

asam

kratogolat, asam oleanolat, asam guajavarin dan vitamin.


4. Mekanisme Penyembuhan Diare Oleh Tanin
Jambu biji atau jambu batu (Psidium guajava L.)
termasuk tanaman yang mudah didapat. Selain buahnya
sebagai sumber vitamin C, hampir semua bagian tanaman
ini, terutama daun dan buah muda, dapat mengobati
mencret lantaran sifat mengelat yang dimilikinya.
Hasil penelitian in vitro terhadap kontraksi usus dengan
menggunakan usus marmut menunjukkan, rebusan daun
jambu

biji

konsentrasi

5%,

10%,

dan

20%

dapat

mengurangi kontraksi usus halus (Natsir, 1986). Sedang


penelitian terhadap kemampuan rebusan daun jambu biji
dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia colli
dan Staphylococcus aureus menunjukkan, kadar terendah
2% dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan dalam
kadar 10% dapat menghambat pertumbuhan E. colli. Hasil
penelitian itu dapat digunakan sebagai dasar penggunaan
daun jambu biji sebagai obat diare akibat infeksi.
Zat aktif dalam daun jambu yang dapat mengobati
diare adalah tanin. Dalam penelitian terhadap daun kering
jambu

biji

yang

digiling

halus

diketahui,

kandungan

taninnya sampai 17,4%. Makin halus serbuk daunnya,

12

makin tinggi kandungan taninnya. Senyawa itu bekerja


sebagai astringent, yaitu melapisi mukosa usus, khususnya
usus besar. Tanin juga menjadi penyerap racun dan dapat
menggumpalkan protein.
Untuk memanfaatkan jambu biji sebagai obat diare
dapat dilakukan dengan merebus 15 30 g daun kering
jambu biji dalam air sebanyak 150 300 ml. Perebusan
dilakukan selama 15 menit setelah air mendidih. Hasil
rebusan disaring dan siap untuk diminum sebagai obat
diare. Bila ingin memanfaatkannya dalam bentuk segar,
diperlukan 12 lembar daun segar, dicuci bersih, ditumbuk
halus,

ditambah

secukupnya.
diminum.

Hasil

Supaya

cangkir
tumbukan

terasa

air

masak

diperas,

enak,

ke

dan

garam

disaring,

lalu

dalamnya

bisa

ditambahkan madu.
G. Metode Ekstraksi Tanin
Tanin bersifat polar dalam bentuk glikosidanya. Tanin juga
mengendap dengan protein dan logam-logam berat. Kedua
sifat ini sangat berpengaruh terhadap cara ekstraksi dan
identifikasi senyawa tanin.
Adapun cara ekstraksinya adalah sabagai berikut:
1. Serbuk simplisia diekstraksi dengan etanol 80%. Kenapa
etanol? Karena TM nya cukup rendah sehingga mudah
diuapkan. Etanol juga merupakan pelarut yang polar
sehingga efektif dalam menarik tanin.
2. Ekstrak etanol kemudian diuapkan di atas waterbath.

13

3. Sisa penguapan kemudian dilarutkan dalam air panas dan


diaduk. Kenapa air panas? Karena untuk meningkatkan
kelarutan tanin tersebut, selain itu untuk menyari senyawa
yang lebih polar lagi dalam ekstrak tersebut
4. Dinginkan dan kemudian disentrifuge, lalu lapisan diatas
didekantasi.
5. Tambahkan NaCl 10%, saring. Kenapa NaCl? Karena untuk
memisahkan pengotor yang berupa protein atau senyawa
amida. NaCl membuat larutan menjadi jenuh sehingga
protein-protein mengendap.
H. Identifikasi Tanin
Dalam melakukan identifikasi senyawa tanin dari suatu
tanaman, dapat dilakukan dengan beberapa cara. Untuk
menganalisa secara kulitatif senyawa tanin, dapat dilakukan
dengan metode sebagai berikut :
a)Memberikan larutan FeCl3 yang berwarna biru tua / hitam
kehijauan.
b) Menambahkan

Kalium

Ferrisianida

yang

ditambahkan

dengan amoniak berwarna cokelat.


c) Mengendapkan dengan garam Pb, Sn, Cu, dan larutan
Kalium Bikromat berwarna cokelat
Untuk menganalisis senyawa tanin secara kuantitatif
dapat diguanakan metode sebagai berikut :
a) Metode analisis umum phenolik, karena tanin merupakan senyawa
phenolik (Metode blue prussian dan Metode Folin).
b) Metode analisis berdasarkan gugus fungsinya.
c) Dengan menggunakan kromatografi, seperti HPLC dan UVVis.

14

d) Metode

presipitasi

dengan

menggunakan

protein

(Hangerman, 2002).
Beberapa

metode

telah

dikembangkan

dalam

penentuan

tanin,

diantaranya adalah metode folin fenol dan metode spektrofotometri serapan


atom. Metode Folin Fenol menggunakan reagen na-tungstat serta asam
fosfomolibdat sebagai pengkompleks yang memberikan warna biru,
mengabsorbsi pada panjang gelombang 600-700 nm. Metode ini tidak hanya
mendeteksi senyawa tanin melainkan semua senyawa fenol dalam sampel.
Adanya senyawa anorganik seperti Mn(II), nitrit, sulfit dapat rnengganggu
pengukuran absorbansi karena turut mereduksi reagen pengkompleks
(Clecseri et al,1989). Sedangkan metode spektrofotometri serapan atom
mengukur secara tak langsung dari kelebihan kompleks Cu yang tidak
terendapkan oleh tanin (Iswahyutin, 1998). Penentuan tanin menggunakan
orto fenantrolin merupakan alternasi dari metode yang telah ada melalui
pembentukan senyawa kompleks tanin-orto fenantrolin warna merah yang
stabil. Wah lau, 1989 menjelaskan bahwa iarutan Fe(III) dapat tereduksi
menjadi Fe(II) oleh tanin setelah dipanaskan pada suhu tertentu. Fe(II) akan
bereaksi dengan orto fenenttolin membentuk kompleks Fe(II) - orto
fenantrolin yang menyerap pada panjang gelombang tampak (400-600 nm).
Banyaknya Fe(III) yang tereduksi membentuk kompleks Fe(II) orto
fenantrolin analogi dengan jumlah tanin dalam Iarutan.

15

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tanin merupakan

suatu

substansi

yang

banyak

dan

tersebar, sehingga sering ditemukan dalam tanaman. Tanin


diketahui

mempunyai

beberapa

khasiat,

yaitu

sebagai

astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan. Istilah


tanin. Tanin memiliki sifat yang khas baik fisik maupun
kimianya.
Tanin diklasifikasikan

menjadi

dua

jenis

yaitu

tanin

terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Masing-masing jenis


memiliki struktur dan sifat yang berbeda. Untuk tanin yang
tehidrolisis memiliki ikatan glikosida yang dapat dihidrolisis
oleh asam. Kalau tanin terkondensasi biasanya berbentuk
polimer,

jenis

ini

didominasi

dengan

flavonoid

sebagai

monomernya. Beberapa cara mengujinya bergantung pada


tujuanya apakah kualitatif

atau kuantitatif, masing-masing

dapat dilakukan dilab dengan reagen dan metode tertentu.


B. Saran

16

Penulis menyadari bahwa makalah ini pasti ada kekurangannya, maka dari
itu penulis sangat berharap kritik dan saran dari semua pihak untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim B.2009.Tannin.http://id.wikipedia.org/wiki/Tannin.
Clecseri et al, Standard Methode For the Examination of Water and Wastewater,
17th ed., (Washington: American Public Health Association, 1989)p. 567568.
Fajriati. 2006. Optimasi Metode Penentuan Tanin (Analisis Tanin Secara
Spektrofotometri dengan Pereaksi Orto-Fenantrolin). Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga.
Iswahyutin, D., Penentuan Tantn Secara Tidak Langsung dengan Metode
Spektrofotometri Serapan Atom, (Malang: Skripsi FMIPA Univ. Brawijaya,
1998).
Parker, S., Endclopedta of Chemistry, 2nd ed. (New York: Me Graw Hill Book
Co., 1993), p. 981.
Peter R C., Natural Toxicants in Feed and Poisoning Plants, (New York: Avi
Publishing Inc., 1993), p. 336.
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, edisi keenam, 71-72
Penerbit ITB, Bandung.
Sudjadi, 2010, Kimia Farmasi Analisis, 91, 122, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Sukrasno, dkk.2005. Detail Penelitian Obat Bahan Alam. http://bahan-alam.fa.itb.
ac.id /detail.php?id= 103.Diakses pada tanggal 26 Mei 2015.
Wah Lau, Shiu-Fai Luk, Hsiao-Lan Huang, "Spectrophotometric Determination of
Tannin in Tea and Beer Samples with Tron(III) and 1,10-Phenan.throtine as
Reagents" in Analyst 114, 1989.

17

Anda mungkin juga menyukai