Anda di halaman 1dari 20

PERDARAHAN INTRA SEREBRAL

(Intra Cerebral Hemorrhagie)

1. DEFINISI
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan
oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam dapat terjadi di bagian
manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan
selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer
(lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti
thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage)
2. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20 kasus
per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan intraserebral lebih
sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan
dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang.
3. ANATOMI
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai
sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron
yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada
orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah
total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah
dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan
dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri
cerebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian
belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri

cerebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri cerebrum posterior membentuk suatu
sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak
adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area
broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai
area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak
yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ. Jika terjadi kerusakan
gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara,
serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi
karena adanya serangan stroke.

4. ETIOLOGI
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral spontan
yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan diskrasia darah,
hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis, pengobatan dengan
antikoagulans,

gangguan

koagulasi

seperti

pada

leukemia

atau

trombositopenia,

serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.


Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :
1

Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang
memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan
menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema.
Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan sneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1
mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai
aneurisma Charcot Bouchard.

Cerebral Amyloid Angiopathy

Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai oleh
adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri kecil dan
arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri
kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di
daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan
dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan
intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab
kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.
3

Arteriovenous Malformation

Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang
hipervaskular.

Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a. lentikulostriata, a.


thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan perdarahan di serebelum
biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat pendarahan dari cabang a.
serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.

5. PATOFISIOLOGI
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa posterior (batang otak dan
serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna). Gambaran patologik
menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya
edema dalam jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan
kompresi oleh hematom dan edema pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan
penyempitan atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya,
maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh
darah otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.4
6. GEJALA KLINIS

Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi darah di
dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang.
Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya disertai dengan
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan derajatnya
tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan minimal terdapat
pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan dengan adanya
perluasan perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan prognosis yang jelek.
Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial
dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus yang disertai
dengan sakit kepala sedang muntah didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala
dan muntah tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung
diagnosis PIS atau perdarahan subarakhnoid sebab hanya 10% kasus stroke oklusif disertai
gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset PIS.

7. PEMERIKSAAN FISIK
Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya frekuensi hipertensi
berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi sistemik seperti
hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli pada kasus yang
diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati
hipertensif dan mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya darah di ruang preretina, yang
merupakan tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid) yang mempunyai korelasi dengan
ruptur aneurisma. Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus PIS.
Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah lesi, sedang
pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata dengan
deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan gerak mata
atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan kedua mata melihat ke arah
hidung. Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular
bobbing.

Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus maka pupil
anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil
miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah,
diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada
herniasi transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih
terdapat reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.5,6
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke, sedang pada lesi di
mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik. Pada lesi di
bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik. Pola pernafasan
ataksik timbul pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada
pasien dalam stadium agonal

8. KLASIFIKASI PERDARAHAN INTRASEREBRAL


Tipe perdarahan intaserebral yang tersering adalah seperti berikut :
1

Putaminal Hemorrhage
Antara sindroma klinis perdarahan yang tersering adalah disebabkan oleh
perdarahan putaminal dengan terjadinya penekanan pada daerah berdekatan dengan
kapsula interna. Gejala dan kelainan neurologic hampir bervariasi berdasarkan
kedudukan dan ukuran penekanan. Perdarahan putaminal khas dengan onset progresif
pada hampir duapertiga pasien, dan kurang dari sepertiga mempunyai gejala mendadak
dan hampir maksimal saat onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala hanya pada 14%
kasus dan pada setiap waktu hanya 28%; semua pasien menunjukkan berbagai
bentuk defisit motorik dan sekitar 65% mengalami perubahan reaksi terhadap pin-prick.
Perdarahan putaminal

kecil

menyebabkan

defisit

sedang

motorik

dan sensori

kontralateral. Perdarahan berukuran sedang mula-mula mungkin tampil dengan


hemiplegia flaksid, defisit hemisensori, deviasi konjugasi mata pada sisi perdarahan,
hemianopia homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer dominan. Progresi
menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan lalukoma, variasi respirasi, pupil tak

berreaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-okuler, postur motor abnormal, dan
respons Babinski bilateral.
Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh dengan sakit kepala
atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam waktu beberapa menit wajah
penderita akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia, lemas tangan dan
tungkai dan bola mataakan cenderung berdeviasi menjauhi daripada ekxtremitas yang
lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam di mana sangat kuat
mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi semakin memburuk
dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya dapat muncul unilateral
dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi flaksid, stimulasi nyeri
menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat kesadaran stupor.
Karekteristik tingkat keparahan paling parah adalah dengan tanda kompresi batang otak
atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular atau intermitten; pupil
dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya adanya kekakuan yang
deserebrasi.

Gambar. Perdarahan Putaminal

Thalamic Hemorrhage

Sindroma klinis akibat perdarahan talamus sudah dikenal. Umumnya perdarahan


talamus kecil menyebabkan defisit neurologis lebih berat dari perdarahan putaminal.
Seperti perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral terjadi bila kapsula internal
tertekan. Namun khas dengan hilangnya hemisensori kontralateral yang nyata yang
mengenai kepala, muka, lengan, dan tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan
batang otak berakibat gambaran okuler klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal, deviasi
mata kebawah, pupil kecil namun bereaksi baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya
konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi serong, defisit lapang pandang, dan nistagmus
retraksi juga tampak. Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan dan
gangguan bicara yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala
terjadi pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat terjadi akibat penekanan jalur CSS.

Gambar. Perdarahan
Thalamus

Perdarahan Pons
Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan dengan
perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan infratentorial terjadi
di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang tibatiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta progresif dan
fatal. Perdarahan ponting paling umum menyebabkan kematian dari semua perdarahan

otak. Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil pinpoint (1 mm) namun
reaktif, gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur
ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.
4

Perdarahan Serebelum
Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli superior
sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada
50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan
distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan
serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis
sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan
memburuknya keadaan umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari
hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.
Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara jelas oleh Fisher.
Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah, tidak mampu bejalan atau berdiri.
Tergantung dari evolusi perdarahan, derajat gangguan neurologis terjadi. Hipertensi
adalah faktor etiologi pada kebanyakan kasus. Duapertiga dari pasien dengan perdarahan
serebeler spontan mengalami gangguan tingkat kesadaran dan tetap responsif saat datang;
hanya 14% koma saat masuk. 50% menjadi koma dalam 24 jam, dan 75% dalam
seminggu sejak onset. Mual dan muntah tampil pada 95%, nyeri kepala (umumnya
bioksipital) pada 73%, dan pusing (dizziness) pada 55 %. Ketidakmampuan berjalan atau
berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda serebeler umum terjadi termasuk
ataksia langkah (78 %), ataksia trunkal (65 %), dan ataksia apendikuler ipsilateral (65 %).
Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer (61%), palsi gaze ipsilateral (54 %),
nistagmus horizontal (51 %), dan miosis (30%). Hemiplegia dan hemiparesis jarang, dan
bila ada biasanya disebabkan oleh stroke oklusif yang terjadi sebelumnya atau
bersamaan. Triad klinis ataksia apendikuler, palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer
mengarahkan pada perdarahan serebeler. Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan
dilema diagnostik atas pemeriksaan klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan
tampil dengan oftalmoplegia total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid.

Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit karena
disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan oftalmoplegia eksternal yang
lengkap, 53 % dengan irreguleritas pernafasan, 54 % dengan kelemahan fasial ipsilateral.
Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi pupil terhadap sinar pada 40 % pasien.
5

Perdarahan Lober
Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis. Hipertensi
kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang koma saat datang. Perdarahan
oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar mata ipsilateral dan hemianopsia yang
jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada atau dekat bagian anterior
telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran yang buruk namun repetisi relatif
baik. Perdarahan frontal menyebabkan kelemahan lengan kontralateral berat, kelemahan
muka dantungkai ringan, dan nyeri kepala frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri
kepala temporal anterior ('temple') serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh
ke garis tengah. Evolusi gejala yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak
seketika bersama dengan satu dari sindroma tersebut membantu membedakan perdarahan
lober dari stroke jenis lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki lokasi lober.

Perdarahan intraserebral akibat trauma


Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom intraserebral
pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan
atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal otak atau
kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa milimeter
sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera. Intracerebral
hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml dalam substansi otak
(hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau petechial/bercak).

9. DIAGNOSIS
Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke
non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar
sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat
membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.7
Pemeriksaan Penunjang

Kimia darah
Lumbal punksi
EEG
CT scan
Arteriografi
Pemeriksaan koagulasiharus dikerjakan pada pasien.

10. KOMPLIKASI
o Stroke hemoragik
o Kehilangan fungsi otak permanen
o Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi

11. PENANGANAN PERDARAHAN INTRASEREBRAL


Semua penderita yang dirawat dengan intracerebral hemorrhage harus mendapat
pengobatan untuk :
1

Normalisasi tekanan darah

Pengurangan tekanan intrakranial

Pengontrolan terhadap edema serebral

Pencegahan kejang.

Hipertensi

dapat

dikontrol

dengan

obat,

sebaiknya

tidak

berlebihan

karena

adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi karena
cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran
darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan intrakranial
yang meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia
pada miokard, ginjal dan otak.
Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui hubungan
tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79 penderita dengan PISH, mereka
menemukan penambahan volume hematoma pada 16 penderita yang secara bermakna
berhubungan dengan tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik 160 mmHg tampak
berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan darah
sistolik 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan :
1

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors

Angiotensin Receptor Blockers

Calcium Channel Blockers


Tindakan segera terhadap pasien dengan PIS ditujukan langsung terhadap pengendalian

TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya. Tindakan medis seperti


hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid (bila perdarahan tumoral) digunakan
untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang disebabkan oleh efek massa perdarahan.
Sudah dibuktikan bahwa evakuasi perdarahan yang luas meninggikan survival pada pasien
dengan koma, terutama yang bila dilakukan segera setelah onset perdarahan.
Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien
memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera dari
hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan kelainan vaskuler. Adalah sangat
serius untuk memikirkan pengangkatan PIS yang besar terutama bila ia bersamaan dengan
hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit neurologis walau
telah diberikan tindakan medis maksimal.

Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan neurologis
memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan terpilih. Beratnya perdarahan inisial
menggolongkan pasien ke dalam tiga kelompok :
1

Perdarahan progresif fatal.


Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat tekanan
darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya, gangguan elektrolit
umum terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek serebral dari perdarahan
serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan. Perburukan dapat diikuti sejak saat
perdarahan dengan bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan gangguan batang otak.
Pengelolaan inisial pada kasus berat ini adalah medikal dengan mengontrol tekanan darah
ke tingkat yang tepat, memulihkan kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan
menurunkan tekanan intrakranial dengan manitol, steroid ( bila penyebabnya perdarahan
tumoral) serta tindakan hiperventilasi. GCS biasanya kurang dari 6.

Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).

Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit


neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan
hidup (GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia keluar dari keadaan
berbahaya, namun keadaan neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada
keadaan ini pengangkatan hematoma dilakukan secara bedah.

12. PENGOBATAN DENGAN CARA OPERASI


Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :
1

Massa hematoma kira-kira 40 cc

Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm

IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS 8
atau kurang.

Konstusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau
pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.

Pasien-pasien

yang

menurun

kesadarannya

dikemudian

waktu

disertai

berkembangnya tanda- tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25
mmHg.

MALFORMASI ARTERI VENA


1

Definisi
Malformasi arteriovena (arteriovenous malformation, AVM) ialah satu keabnormalan

pada pembuluh darah di mana arteri bersambung terus dengan vena tanpa melalui jaringan
kapilari terlebih dahulu. Arteriovenous Malformation adalah kelainan kongenital dimana
arteri dan vena pada permukaan otak atau di parenkim saling berhubungan secara langsung
tanpa melalui pembuluh kapiler.
2

Patofisiologi
AVM umumnya terbentuk akibat malfungsi diferensiasi pembuluh darah primitive pada

embrio berusia 3 minggu, dapat terbentuk di bagian otak manapun dan melibatkan regio
permukaan otak dengan substansia alba. Pada gestasi minggu ke-3, mulai tampak sistem
vaskuler yang terdiri dari jaringan yang menjalin ruang-ruang darah pada mesenkim primitif.
Saat ini darah belum bersirkulasi dan pembuluh arteri dan vena belum dapat
diidentifikasi.Selanjutnya sistem vaskuler berkembang secara bertahap dengan proses
penggabungan dan diferensiasi seluler dan sebagai klimaks terjadi pemisahan arteri-vena.

Capillary malformation

Microfistulous AV malformation

Macrofistulous AV malformation

Gambar. Malformasi kapiler, mikrofistul malformasi arteri vena, dan makrofistul arteri
vena
AVM terdiri atas tiga bagian yaitu feeding arterti, nidus dan draining vein. Nidus
disebut juga sarang karena tampak seperti pembuluh darah yang berbelit belit. Feeding
artery memiliki lapisan otot yang tidak adekuat dan draining vein cenderung mengalami
dilatasi karena kecepatan aliran darah yang melaluinya. Beberapa orang lahir dengan nidus
yang seiring dengan waktu cenderung melebar karena tekanan yang besar pada pembuluh
arteri tidak dapat dikendalikan oleh vena yang mengalirkannya. Mengakibatkan kumpulan
pembuluh darah besar yang tampak seperti cacing dapat mengalami perdarahan di masa
yang akan datang.

Gambar. Perbedaan antara aliran darah pada AVM dan yang normal

Gambar. Nidus, draining vein, feeding arteries


AVM mengakibatkan disfungsi neurologis melalui 3 mekanisme utama. Yang pertama,
perdarahan terjadi di ruang subarahnoid, ruang intraventrikular atau yang paling sering pada
parenkim otak. Jika ruptur atau pendarahan terjadi, darah mungkin berpenetrasi ke jaringan
otak (cerebral hemorrhage) atau ruang subarachnoid (subarachnoid hemorrhage) yang
terletak di antara meninges yang menyelaputi otak. Sekali pendarahan AVM terjadi,
kemungkinan terjadinya pendarahan berulang menjadi lebih besar. Perdarahan umumnya
muncul pada usia 55 tahun. Kira-kira 40% kasus dengan AVM cerebral diketahui melalui
gejala pendarahan yang mengarah ke kerapuhan struktur pembuluh darah yang abnormal di
dalam otak.
Kedua, pada pasien yang tidak mengalami perdarahan mungkin akan mengalami
kejang. Sekitar 15-40 % pasien mengalami kejang. AVM yang tidak mengalami pendarahan
menyebabkan gejala langsung dengan menekan jaringan

otak atau menurunkan aliran

darah ke jaringan sekitar (iskemia). Faktor mekanik maupun iskemik dapat menyebabkan
kerusakan sel saraf (neuron) secara permanen.

Klasifikasi
Berdasarkan alirannya, MV digolongkan menjadi dua kelompok:
- High flow malformation: apabila MV terjadi pada arteri dan arteri-vena
- Low flow malformation: apabila MV terjadi pada vena, kapiler, atau limfe
Selain itu MV juga dikelompokkan berdasarkan lokasi pembuluh yang mengalami kelainan
seperti dalam Hamburg Classification of Vascular Anomalies and Malformations.
Tabel Hamburg Classification of Vascular Anomalies and Malformations
MAIN CLASS
Arterial

SUBCLASS
Truncular
Extratruncular

Venous

Truncular
Extratruncular

Arteriovenous

Truncular
Extratruncular

Combined, mixed

Truncular
Extratruncular

Gejala

SUBGROUP
Obstructive
Dilating
Diffuse
Limited (localized)
Obstructive
Dilating
Diffuse
Limited/localized
Deep
Superficial
Diffuse/infiltrating
Limited/localized
Venous and arterial
Hemolymphatic
Diffuse
Limited/localized

Masalah yang paling banyak dikeluhkan penderita AVM adalah nyeri kepala dan
serangan kejang mendadak dimana setidaknya 15% dari populasi tidak menunjukan gejala
apapun. Gejala lain yang sering ditemukan berupa vertigo, pulsing noise dikepala, tuli
progresif, penurunan penglihatan, confusion, dementia dan halusinasi. Dan jika AVM
terjadi pada lokasi kritis maka AVM dapat menyebabkan sirkulasi cairan otak terhambat,
yang dapat menyebabkan akumulasi cairan di dalam tengkorak yang beresiko
hidrosefalus.1,3,4 Kaku kuduk mungkin terjadi akibat penikatan tekanan intracranial dan
rangsangan pada meningen. Pada kasus yang lebih berat dapat berupa ruptur pembuluh
darah sehingga menimbulkan intracranial hemorrhage. Setidaknya lebih dari setengah
pasien dengan AVM menunjukan gejala hemorrhage sebagai penyebab utama sehingga
menimbulkan gejala klinik lain berupa kehilangan kesadaran, sakit kepala yg tiba-tiba dan
hebat, nausea, vomiting, incontinence dan gangguan penglihatan. Kerusakan lokal pada
jaringan otak akibat perdarahan mungkin terjadi yang dapat menyebabkan kelemahan otot,
paralysis, hemiparesis, afasia dan lainnya. Perdarahan minor tidak menunjukan gejala yang
berarti.
5

Diagnosis
Diagnosa AVM ditegakkan dengan menggunakan neuroimaging setelah pemeriksaan
terhadap saraf dan pemeriksaan fisik dilakukan. Terdapat 3 teknik utama untuk menegakkan
diagnosa AVM yaitu Computed Tomography (CT), Magnetic Resonance Imaging (MRI),
Cerebral Angiography. CT-scan kepala biasanya merupakan pemeriksaan awal yang
dilakukan karena dapat menunjukan perkiraan dari lokasi perdarahan. Namun MRI lebih
sensitif dari CT-scan karena dapat memberikan informasi yang lebih baik tentang lokasi dari
malformasi tersebut. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih spesifik dari pembuluh darah
AVM dapat menggunakan zat kontras radioaktif yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah
yang disebut Computed Tomography Angiogram dan Magnetic Resonance Angiography.
Gambaran terbaik untuk AVM melalui Cerebral Angiography.

Penatalaksanaan
a Farmakologis

Pengobatan farmakologis dilakukan untuk mengatasi gejala yang dialami pasien


seperti sakit kepala atau kejang. Terapi ini juga diberikan pada pasien yang tidak dapat
melakukan terapi operatif karena resiko yang terlalu besar. Fenitoin dapat diberikan
untuk mengontrol kejang.
b Non Farmakologis
Operasi Reseksi
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada AVM yang ruptur dan diperkirakan
memberikan hasil yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan unruptured AVM.
Intervensi bedah merupakan terapi definitif pada AVM. Ukuran, lokasi, perlekatan
dengan daerah sekitarnya, serta konfigurasi vaskular menentukan pertimbangan
perlunya intervensi bedah. Skala Spetzler Martin digunakan sebagai pertimbangan
risiko dan manfaat operasi. Skala Spetzler Martin yang terdiri atas tiga parameter yaitu
ukuran nidus, drainase vena dan kelancaran berbicara (eloquence). Derajat rendah bila
grade 1,2. Derajat tinggi grade 4,5 dan inoperable grade 6.
Tabel 1 Kalsifikasi AVM berdasarkan Spetzler Martin
Parameter
Skor
Ukuran nidus
< 3 cm
1
6 Cm
2
>6 cm
3
Drainase Vena
superfisial
0
Profunda
1
Kelancaran berbicara
Tidak lancar
0
Lancar
1
Radiosurgery
Radiosurgery dilakukan dengan mengunakan alat yang disebut dengan gamma-knife,
efektif pada AVM yang berukuran < 2 cm, sedangkan pada lesi yang lebih besar terapi ini
kurang responsif. Paling tidak, malformasi dapat hilang selama dua tahun.
Terapi konservatif
Bila alternatif terapi tidak dapat dilakukan atau risiko terapi terlalu besar, tindakan
konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat dilakukan pada pasien. Berbagai

keluhan non-hemoragik, seperti sakit kepala ataupun kejang, umumnya berespons baik
terhadap terapi medikamentosa.
Pada berbagai literatur, terapi simptomatik pada unruptured AVM menjadi pilihan,
mengingat risiko pasca-operasi tidak menghilangkan gejala, bahkan dapat memperberat
keluhan pasien. Aminoff membuat suatu skema risiko dan manfaat tindakan operatif
sebagai pertimbangan tatalaksana pada pasien dengan unruptured AVM. 2,3
Insidens perdarahan intrakranial akibat ruptur AVM per tahunnya adalah sekitar 12%, dan angka kecacatan akibat tindakan operatif juga tinggi, bahkan mempercepat
timbulnya disabilitas pada pasien.Selain itu, keluhan pasien adalah sakit kepala. Menurut
literatur, sakit kepala dan kejang bukan merupakan indikasi tindakan operatif pada pasien
dengan unruptured AVM, karena tidak menghilangkan keluhan sakit kepala atau
menghilangkan kejang pada pasien.
7

Prognosis
Risiko kejadian ruptur pada kasus AVM yang belum pecah berkisar antara 1 dan
2% setiap tahunnya, dan sekitar 10% perdarahan intrakranial akibat ruptur. Semua AVM
di otak sangat berbahaya. Resiko terjadinya hemoragi pertama adalah seumur hidup,
meningkat sesuai usia (2-4% per tahun, kumulatif). Sebagian besar akan menimbulkan
gejala seumur hidup pasien. Sembuh spontan sangat jarang terjadi (< 1% kasus). 75 %
merupakan lesi kecil (< 3cm) aliran vena tunggal dan 75 % memiliki spontanneous
ICH.

Anda mungkin juga menyukai