Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.

)
TERHADAP KEMAMPUAN HIDUP DAN
PERKEMBANGAN PRADEWASA NYAMUK AEDES
AEGYPTI
20 Jun
ABSTRAK
Keberadaan nyamuk berdekatan dengan kehidupan manusia dan hewan. Hal ini menimbulkan
masalah yang cukup serius dikarenakan nyamuk bertindak sebagai vektor beberapa penyakit
yang sangat penting dengan tingginya tingkat kesakitan dan kematian yang ditimbulkan. Salah
satu jenis nyamuk yang perlu diperhitungkan yakni nyamuk Aedes aegypti yang merupakan
vektor penyakit demam berdarah. Keberadaan nyamuk ini perlu ditekan semaksimal mungkin
mengingat jumlah korban yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Salah satu
cara untuk menekan angka kematian yang disebabkan oleh nyamuk tersebut yaitu dengan
memberantas siklus hidunya. Insektisida nabati merupakan langkah tepat untuk diterapkan.
Salah satu jenis tanaman yang berpotensi sebagai insektisida nabati yakni tanaman sirih (Piper
betle L.). Ekstrak daun sirih mengandung zat yang dapat berfungsi sebagai larvasida dan
puspasida nyamuk Aedes aegypti. Makalah ini disusun sesuai hasil penelitian yang telah
dilakukan, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dan keefektifan ekstrak daun sirih dalam
pelarut metanol, air dan etanol kemampuan hidup dan perkembangan pradewasa nyamuk Aedes
aegypti.
Metodologi penelitian dalam makalah ini dimulai dari persiapan alat dan bahan, prosedur kerja
pemeliharaan nyamuk dan pembuatan ekstrak daun sirih, pengujian, pengamatan dan anlisis
data. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih yang dilarutkan dalam metanol,
air dan etanol dapat berfungsi sebagai larvasida dan puspasida nyamuk Aedes aegypti. Dari
ketiga pelarut yang digunakan, pelarut metanol memiliki efektivitas yang lebih tinggi dalam
menekan pertumbuhan siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dibandingkan pelarut air dan etanol.
PENDAHULUAN
Keberadaan nyamuk berdekatan dengan kehidupan manusia dan hewan. Hal ini menimbulkan
masalah yang cukup serius dikarenakan nyamuk bertindak sebagai vektor beberapa penyakit
yang sangat penting dengan tingginya tingkat kesakitan dan kematian yang ditimbulkannya.
Penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk antara lain : malaria, demam kuning, cikungunya,
demam berdarah, filariasis (demam kaki gajah) dan radang otak atau juga demam Nil Barat
(Borror et al., 1992; Womack, 1993; Aninomous, 2003).
Dari subfamili Culicinae hanya dua genus nyamuk yang penting yaitu Aedes dan genus Culek.
Nyamuk yang termasuk dalam genus Aedes yang paling penting di Indonesia adalah Aedes
aegypti dan Aedes albopictus, dikarenakan keduanya adalah vektor penyakit demam berdarah

(Soedarto, 1989). Selain itu juga sebagai vektor penyakit demam kuning (yellow fever)
( Soedarto, 1989; Borror et al, 1992). Di Asia, Aedes aegypti juga sebagai vektor utama virus
Cikunguya (Womack, 1993). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia Tenggara
memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat sekitar 50-100 juta kasus demam berdarah dan tidak
kurang dari 500.000 kasus demam berdarah memerlukan perawatan di rumah sakit. Dalam kurun
waktu 10-25 tahun ini, demam berdarah merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian
anak di Asia Tenggara (Lawuyan, 2003). Sampai saat ini penyakit demam berdarah belum
ditemukan vaksinnya. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
Back to nature telah menjadi trend baru masyarakat dunia di abad 21 ini, mengingat cukup
parahnya dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida sintetis, dengan demikian
penggunaan bahan-bahan alami sebagai pestisida nabati akan lebih bijaksana.(Aninomous,
2002). Hal ini dikarenakan pestisida nabati bersifat mudah terurai di alam (biodegradable),
sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan hewan, karena
residunya mudah hilang.
Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati adalah
Meliacea, Annonaceae, Astraceae, Piperaceae dan Rutaceae (Kardinan, 2002). Daun sirih
(Piper betle L.) yang termasuk famili piperaceae (sirih-sirihan) mengandung minyak atsiri,
senyawa fenolik, glikosida, saponin dan terpenoida (Anonimous, 1998). Menurut Aminah (1995)
senyawa-senyawa seperti sianida, saponin, tanin, flafonoid, steroid, alkanoid dan minyak atsiri
diduga dapat berfungsi sebagai insektisida. Menurut Maheswari (2002), daun sirih dapat
digunakan sebagai antiseptik. Ada pula yang mengatakan bahwa daun sirih selain memiliki
kemampuan antiseptik, juga memiliki kemampuan sebagai antioksida dan fungisida
(Aninomous, 1996).
Tujuan penelitian dalam makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan keefektifan ekstrak
daun sirih dalam pelarut metanol, air dan etanol terhadap kemampuan hidup dan perkembangan
pradewasa nyamuk Aedes aegypti
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini dimulai dari persiapan alat dan bahan, prosedur kerja pemeliharaan
nyamuk dan pembuatan ekstrak daun sirih, pengujian, pengamatan dan anlisis data. Bahan-bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih, air, etanol, metanol, air gula, kapas, pelet
ikan, marmot dan larva insar III dari nyamuk Aedes aegypti. Sedangkan alat-alat yang digunakan
dalam penelitian ini yakni nampan plastik, gelas plastik, kandang nyamuk, blender, spoit, pipet
tetes, kandang jepit marmot, botol kecil kertas dan timbangan.
Adapun langkah-langkah kerja pemeliharaan nyamuk dalam penelitian ini yakni sebagai berikut :
telur nyamuk ditetaskan dalam nampan plastik yang berisi air dan diberi makanan berupa
rebusan hati ayam. Telur menetas menjadi larva instar I,II,III dan IV. Larva yang telah menjadi
pupa dipindahkan kedalam gelas plastik yang berisi air bagian dan dimasukkan ke dalam
kandang nyamuk. Persediaan makanan bagi nyamuk jantan dewasa diberikan air gula yang
dimasukkan ke dalam botol kecil. Sedangkan nyamuk betina dewasa diberi makanan berupa

darah segar dengan cara memasukkan kandang jepit berisi marmot yang telah dicukur sebagian
bulu-bulu punggungnya ke dalam kandang nyamuk. Nyamuk betina yang telah menghisap darah
marmot akan bertelur dengan cara meletakannya pada dinding bagian dalam gelas plastik yang
telah ditempeli kertas. Larva yang telah berkembang menjadi larva instar III digunakan untuk
pengujian.
Prosedur kerja pembuatan ekstrak daun sirih dalam penelitian ini yakni sebagai berikut : Daun
dicuci terlebih dahulu, kemudian dilayukan selama semalam untuk mengurangi kandungan air di
dalamnya. Daun yang telah layu ditimbang kemudian dihaluskan dan dicampur dengan pelarut
air, metanol dan etanol dengan perbandingan 1 gram : 1 ml. Campuran ini kemudian disaring dan
dimasukan kedalam botol. Penentuan Berat kering (BK) diperoleh dengan mengeringkan
beberapa ml filtrat. X ml yang diletakkan di atas cawan petri kemudian ditimbang. Hasil yang
didapat (B gram) kemudian dikurangi dengan berat cawan petri (A gram). Perhitungannya
sebagai berikut:
BK (gram) = B gram A gram = C gram

Untuk mendapatkan konsentasi yang digunakan, maka digunakan rumus :


C1 x V1 = C2 x V2
Keterangan:
C1 : Konsentrasi ekstrak daun sirih dalam pelarut air, metanol dan etanol (BK gram/x ml)
C2 : Konsentrasi ekstrak daun sirih yang digunakan untuk pengujian (%)
V1 : Volume ekstrak daun sirih yang akan ditambahkan ke dalam 250 ml air
V2 : Volume tetap air 250 ml
Pengujian dalam penelitian ini dilakukan pada gelas plastik yang diisi air 250 ml dan larutan
penguji. Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5%, 4%,3%, 2%, 1%, 0.5%,
0% (kontrol) dalam tiap larutan yang dilakukan lima kali ulangan. Setelah air dan larutan penguji
tercampur dimasukkan 25 ekor larva instar III menggunakan pipet tetes dan diberi makan
rebusan hati ayam. Pengamatan dilakukan setiap enam jam sekali setelah larva instar III
dikontakkan dengan ekstrak daun sirih. Pengamatan yang dilakukan adalah jumlah kematian
larva, jumlah keberhasilan larva menjadi pupa, lama perkembangan larva menjadi pupa, jumlah
kematian pupa, jumlah pupa menjadi dewasa dan lama perkembangan pupa menjadi dewasa.
Kemudian dilakukan analisis, seperti penentuan LC50 dengan analisis probit.
PEMBAHASAN

Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Larva Aedes aegypti Tiap
Konsentrasi dalam Pelarut Metanol, Air dan Etanol
Kematian Larva Aedes agypti
Berdasarkan hasil penelitian yang tertera pada Tabel 1, dapat dijelaskan bahwa pelarut metanol
menunjukkan kematian larva lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut etanol dan air.
Keberhasilan kematian larva 100% dengan pelarut metanol diperoleh pada konsentrasi 2 %,
sedangkan pada pelarut etanol dan air masing-masing pada konsentrasi 4 % dan lebih dari 5 %.
Efektifitas daun sirih dalam pelarut metanol lebih tinggi dari pelarut etanol dan air. Hal ini
menunjukkan bahwa pelarut metanol mempunyai daya kerja sebagai larvasida lebih tinggi dari
pelarut etanol dan air.
Senyawa-senyawa yang terkandung dalam daun sirih diantaranya adalah senyawa alkaloid,
minyak atsiri dan tanin. Selain itu juga daun sirih mengandung senyawa fenolik, glikosida,
saponin dan terpenoida. Senyawa alkaloid merupakan senyawa yang dalam bentuk bebas
merupakan basa lemah yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam pelarut organik
(Anonimous,1996). Senyawa ini bekerja terhadap susunan saraf pusat (Anonimous, 2003). Sifat
yang dimiliki senyawa alkaloid inilah yang memberikan pengaruh terhadap kematian larva
Aedes aegypti, di mana kematian larva yang efektif terjadi pada pelarut organik, seperti metanol
dan etanol.
Menurut Aminah (1995), minyak atsiri yang terkandung dalam daun urang-aring berfungsi
sebagai larvasida, dimana LC50 dari ekstrak urang-aring adalah 0,3 Ug. Menurut Kardinan
(2002), minyak atsiri yang terkandung dalam daun jukut mampu membunuh larva Aedes aegypti
dan menurut Safitri dkk., (2000) dalam Aminah (1995), ekstrak minyak atsiri daun legundi
dengan konsentrasi 2 % dapat digunakan sebagai senyawa pengusir serangga seperti Stomaxys
calcitrans dan culex Sp. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas maka dapat dikatakan
bahwa kematian larva Aedes aegypti dengan pemaparan ekstrak daun sirih disebabkan oleh
minyak atsiri yang terkandung dalam daun sirih.
Selain itu, kematian larva juga disebabkan oleh senyawa tanin yang terkandung dalam daun sirih.
Hal ini dilaporkan oleh Aminah (1995) bahwa senyawa tanin yang dikeluarkan oleh eksudasi
akar Salvinia natans dapat membunuh larva Cx.quinquefasciatus. Saponin juga merupakan
senyawa yang memegang peranan penting terhadap kematian larva Aedes aegypti. Saponin
merupakan deterjen alami yang salah satunya terdapat dalam daun sirih, sifat khas yang dimiliki
saponin adalah apabila dikocok dengan air akan menimbulkan busa dan larut dalam pelarut
organik (Anonimous, 2003). Menurut Aminah (1995), saponin mengandung hormon steroid yang
berpengaruh di dalam pertumbuhan larva nyamuk. Kematian larva disebabkan adanya kerusakan
taktus digestivus, di mana saponin dapat menurunkan tegangan permukaan traktus digestivus
larva sehingga dinding traktus digestivus menjadi korosif.
Berdasarkan hasil analisis probit diperoleh LC50 pada kematian larva terhadap pemberian ekstrak
daun sirih dalam pelarut air adalah 8,75668 %; dalam pelarut metanol 0,30314 % dan dalam
pelarut etanol 0,87945 %. Ekstrak daun sirih dalam pelarut metanol memiliki LC50 yang terendah
dibandingkan dengan kedua pelarut lainnya, sehingga metanol merupakan pelarut yang efektif

untuk melarutkan zat-zat dalam daun sirih pada konsentrasi yang rendah, sehingga efektivitas
kematian larva Aedes aegypti lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut air dan etanol.
Keberhasilan Larva aedes aegypti Menjadi Pupa
Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa rata-rata persentase keberhasilan larva
menjadi pupa pada setiap pemaparan ekstrak daun sirih dengan pelarut air, metanol dan etanol
semakin menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi yang dipaparkan. Penurunan ini
memberikan gambaran adanya hubungan antara kematian larva dengan persentase keberhasilan
larva menjadi pupa, dengan kematian larva yang meningkat menyebabkan peluang keberhasilan
larva menjadi pupa menurun.
Pemaparan ekstrak daun sirih dengan pelarut air memberikan peluang keberhasilan larva menjadi
pupa lebih besar dari kedua pelarut lainnya. Dari ketiga pelarut, yang mempunyai peluang
terendah untuk keberhasilan larva menjadi pupa adalah pelarut metanol, sehingga dapat
dikatakan bahwa pelarut metanol merupakan pelarut yang efektif untuk melarutkan zat-zat yang
terkandung dalam daun sirih yang menjadikannya insektisida nabati (alami). Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa penggunaan metanol sebagai pelarut ekstrak daun sirih mampu
menghambat perkembangan larva Aedes aegypti menjadi pupa, sehingga persentase kematian
larva Aedes aegypti juga meningkat.
Perubahan pada stadium larva (Moulting) dipengaruhi oleh Prothoracicothropicn Hormon
(PTTH) dan hormon ekdison yang bekerja secara sinergis. PTTH disekresikan oleh kedua pasang
sel di dalam otak larva, sedangkan hormon ekdison dihasilkan oleh dua kelenjar prothoracis
yang dipengaruhi oleh PTTH. Kelenjar tersebut terletak di dalam thoraks serangga. Moulting
juga dipengaruhi oleh hormon juvenil yang disekresikan oleh kelenjar di belakang otak larva
(Anonimous, 2002).
Lama Perkembangan Larva Aedes aegypti Menjadi Pupa
Proses Moulting pada nyamuk Aedes aegypti akan berjalan dengan baik pada kondisi normal.
Dengan pemaparan ekstrak daun sirih ini, akan menjadikan kondisi tidak normal sehingga akan
berpengaruh terhadap perkembangan larva menjadi pupa, baik dipercepat ataupun diperlambat.
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 3, diketahui bahwa pemaparan ekstrak
daun sirih dalam pelarut metanol dan etanol dengan peningkatan konsentrasi menyebabkan
waktu yang dibutuhkan untuk berubah menjadi larva juga dipercepat. Berbeda dengan pelarut air
yang menunjukkan perbedaan dari kedua pelarut tersebut, di mana hal ini diduga adanya
perbedaan kemampuan untuk bertahan hidup dari setiap individu larva. Akibat perbedaan larva
tersebut sehingga dapat memperpanjang atau mempercepat masa pematangannya.
Hasil dalam penelitian ini juga memaparkan bahwa ekstrak daun sirih diduga mempunyai
pengaruh pada hormon pengatur pertumbuhan serangga (Unsect Growth Regulators). Hormon
ini bertugas mengontrol proses metamorfosis larva menjadi pupa dan mengatur reproduksi
serangga (nyamuk). Dengan demikian, penggunaan ekstrak daun sirih dapat mempengaruhi
perkembangan larva Aedes aegypti menjadi pupa, sehingga perkembangan tersebut menjadi
abnormal dan mempengaruhi siklus kehidupan nyamuk Aedes aegypti.

Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Pupa Aedes aegypti Tiap
Konsentrasi dalam Pelarut Metanol, Air dan Etanol
Kematian Pupa Aedes aegypti
Seperti halnya kematian pada larva Aedes aegypti, kematian pada stadium pupa juga meningkat
seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak daun sirih yang dipaparkan pada masingmasing pelarut. Hal ini menandakan ekstrak daun sirih dapat juga bertindak sebagai puspasida.
Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 4, diketahui bahwa dari ketiga pelarut
yang digunakan, pelarut metanol menunjukkan kematian pupa Aedes aegypti yang tinggi dengan
konsentrasi yang rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa pelarut metanol lebih efektif sebagai
larvasida dan puspasida dibandingkan dengan ekstrak daun sirih pada pelarut air dan etanol.
Pelarut metanol dan etanol merupakan pelarut organik yang dapat melarutkan zat-zat aktif yang
terkandung dalam daun sirih (Anonimous, 1996). Sedangkan pelarut air kurang dapat melarutkan
zat-zat yang terkandung dalam daun sirih sebaik pelarut metanol dan etanol, sehingga daya
puspasidanya lebih rendah dari kedua pelarut tersebut.
Keberhasilan Pupa aedes aegypti Menjadi Dewasa
Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat dijelaskan bahwa semakin bertambah konsentrasi yang
dipaparkan maka semakin meningkat pula kematian pupa, sehingga peluang untuk
perkembangan pupa menjadi dewasa akan menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi
yang dipaparkan. Dari perbandingan ketiganya, pada pelarut metanol hanya memerlukan
konsentrasi yang kecil untuk menekan perkembangan pupa menjadi dewasa.
Lama Perkembangan Pupa Aedes aegypti Menjadi Dewasa
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 6, dapat dijelaskan bahwa pada pelarut
metanol dan etanol menunjukkan lama perkembangan pupa Aedes aegypti menjadi dewasa
dipercepat seiring meningkatnya konsentrasi yang dipaparkan. Hal ini berarti mempengaruhi
siklus kehidupan nyamuk Aedes aegypti itu sendiri, dimana perkembangan nyamuk tersebut
menjadi abnormal dan biasanya tidak bertahan hidup lebih lama sehingga angka kematian
nyamuk Aedes aegypti meningkat.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
(1)
Ekstrak daun sirih dengan menggunakan pelarut metanol, air dan etanol dapat berfungsi
sebagai pengendali populasi larva nyamuk Aedes aegypti
(2)
Berdasarkan analisis probit yang dilakukan, diperoleh bahwa LC50 ekstrak daun sirih
dalam pelarut air ada;ah 8,75668%; dalam pelarut metanol sebesar 0,30314% dan dalam pelarut
etanol sebesar 0,87945%. Pelarut metanol memiliki LC50 yang terendah sehingga efektivitas

kematian larva Aedes aegypti lebih tinggi pada penggunaan konsentrasi yang kecil dibandingkan
pelarut air dan etanol.
(3)
Metanol dan etanol merupakan pelarut yang sangat baik untuk melarutkan zat-zat aktif
dalam daun sirih dibandingkan pelarut air sehingga penggunaannya lebih efektif sebagai pelarut
ekstrak daun sirih yang berfungsi sebagai larvasida dan puspasida.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, S. N. 1995. Evaluasi Tiga Jenis Tumbuhan Sebagai Insektisida dan Repelan Terhadap
Nyamuk di Laboraturium. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anonimous.1996. Mendepak Sariawan dengan Tanaman.
http://www.indomedia.com/intisari/1996/des/sriawan.htm.
Anonimous. 2002. Insect Hormones.
http://user.rcn.com/jkimbal.ma.ultranet/BiologyPage/I/InsectHormones.html
Anonimous. 2003. Info Penyakit Menular. http://ppmplp.depkes.go.id/detil.asp?m=1&s=2&I=19
Borror, D.J.C.a Triplehorn and N. F. Johnson.1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi ke-6.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Kardinan, A.2002. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Lawuyan, S.M. P. H., 2003. Kontaminasi Program Pengasapan dengan Insektisida.
http://www.kompas.com/kompascetak/0312/08/inspirasi/709653.htm.
Maheswari, H. 2002. Pemanfaatan Obat alami : Potensi dan Prospek Pengembangannya.
http:/rudyct.tripod.com/sem2_012/hera_maheswari.htm.
Soedarto, 1989. Entomologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Surabaya
Womack, M. 1993. The Yellow Fever Mosquito, Aedes aegypti. Wing Beats, vol. 5(4):4.
http://rci.rutgers.edu/~insect/sp5.htm.

Anda mungkin juga menyukai