Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Skenario 5
Blok 5 ini.
Laporan Skenario 5 ini kami susun karena merupakan sebagian tugas yang
telah diberikan dan pada kesempatan ini kami ucapkan banyak terima kasih
kepada beberapa pihak media dan drg. Retno Kusniati selaku dosen tutorial blok
lima yang senantiasa membantu dan membimbing dalam pembuatan laporan
sekenario lima ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini pula kami susun untuk memperluas dan menambah wawasan
para pembaca khususnya mahasiswa. Untuk menunjang pemahaman dan melatih
keterampilan mahasiswa, kami lampirkan beberapa jurnal.
Dalam pembuatan laporan ini telah disadari terdapat beberapa kekurangan
dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan kepada semua
pembaca agar dapat menyampaikan saran dan kritik guna penyempurnaan laporan
tutorial ini.
Penyusun
Page 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................
1
DAFTAR ISI ............................................................................................................
2
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................
3
A. Latar
belakang
3
B. Rumusan
masalah
4
C. Tujuan
5
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................
6
BAB III PENUTUP ....................................................................................................
21
A. Kesimpulan
21
B. Saran
22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
23
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Alergi adalah penyakit atau kelainan yang tidak menular tetapi
kecenderungan seseorang mengalami alergi akan dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu genetic (keturunan) dan lingkungan sebagai faktor eksternal tubuh. Alergi
terjadi karena adanya zat yang menimbulkan reaksi yang disebut alergen.
Alergen dapat masuk dalam tubuh melalui saluran nafas (inhalan), pencernaan
(ingestan), suntikan (injektan) atau yang menempel pada kulit (kontaktan).
Alergi sebagai bentuk reaksi menyimpang dari tubuh ternyata bisa
menimpa siapa saja termasuk anak-anak. Kenyataannya, setiap orang memiliki
risiko mengidap alergi meskipun tidak ada riwayat penyakit ini dalam keluarga.
Reaksi alergi dapat digolongkan berdasarkan prinsip kerjanya menurut
Cell dan Coombs pada tahun 1968, yaitu: Tipe I, Tipe II, Tipe III dan Tipe IV.
Tipe I, II dan III tergantung pada interaksi antara antigen dan antibody
hormonal yang cenderung disebut reaksi tipe cepat. Reaksi tipe IV
membutuhkan waktu yang cukup lama maka disebut reaksi tipe lambat (Roitt,
2003). Alergi tipe I antara lain alergi makanan, asma, rhinitis, dan dermatitis
atopi.
Dalam pengobatan penyakit alergi, penderita dapat melakukan berbagai
upaya mulai dari menghindari pemicu alergi (alergen), mencari dan
mendapatkan informasi tentang alergi lewat kegiatan edukasi dan penyuluhan,
medapatkan
pengobatan
yang
tepat
atau
bahkan
terapi
kekebalan
(immunoterapi).
Kesadaran masyarakat terhadap penyakit alergi saat ini relatif masih
rendah. Banyak yang menganggap alergi hanyalah penyakit biasa, padahal
alergi dapat menimbulkan beban biaya serta acaman lebih besar bila dibiarkan
dan tidak ditangani dengan cepat. Alergi dapat berpotensi memicu penyakit
dari mulai yang kronis seperti asma, hingga yang bersifat fatal dan mematikan
seperti anafilaksis syok atau Steven Johnson Syndrome.
Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memberikan
suatu manifestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh. Salah satu
Page 3
gangguan tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap suatu obat,
terutama untuk obat dengan efek terapi sistemik.
Pemberian dengan cara sistemik di sini berarti obat tersebut masuk
melalui mulut, hidung, rektum, vagina, dan dengan suntikan atau infus.
Sedangkan reaksi alergi yang disebabkan oleh penggunaan obat dengan cara
topikal, yaitu obat yang digunakan pada permukaan tubuh mempunyai istilah
sendiri yang disebut dermatitis kontak alergi.
Tidak semua obat dapat mengakibatkan reaksi alergi. Hanya beberapa
golongan obat saja yang dapat menimbulkan reaksi alergi itupun tidak terjadi
pada semua orang. Golongan obat yang dapat menimbulkan reaksi alergi
adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS), antibiotik; misalnya penisilin
dan derivatnya, sulfonamid, dan obat-obatan antikonvulsan.
Menurut WHO, sekitar 2% dari seluruh jenis alergi obat yang timbul
tergolong serius karena reaksi alergi obat yang timbul tersebut memerlukan
perawatan di rumah sakit bahkan mengakibatkan kematian. Sindrom StevenJohnson (SSJ) dan Nekrolisis Epidermal Toksis (NET) adalah beberapa bentuk
reaksi serius dari alergi obat.
Perlu ditegakkan diagnosa yang tepat dari gangguan ini memberikan
manifestasi yang serupa dengan gangguan kulit lain pada umumnya.
Identifikasi dan anamnesa yang tepat dari penyebab timbulnya reaksi obat
adalah salah satu hal penting untuk memberikan tatalaksana yang cepat dan
tepat bagi penderita dengan tujuan membantu meningkatkan prognosis serta
menurunkan angka morbiditas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari alergi?
2. Bagaimana etiologi dari alergi?
3. Bagaimana patofisiologi alergi?
4. Apa saja sign and symptom dari alergi?
5. Apa saja penatalaksanaan dari alergi?
6. Bagaimana dasar imunopatologi secara umum?
7. Apa saja perbedaan reaksi hipersensitivitas dengan alergi?
8. Apa saja fenomena autoimun dan imunotoleransi?
9. Apa saja manifestasi autoimun di rongga mulut?
10. Apa saja sindroma alergi nasal?
11. Bagaimana jaringan lunak di gigi akibat alergi obat?
Page 4
C. Tujuan
1.
2.
3.
4.
alergi.
5. Mahasiswa dapat mengetahui tentang penatalaksanaan dari
alergi.
6. Mahasiswa dapat mengetahui tentang bagaimana dasar
imunopatologi secara umum.
7. Mahasiswa dapat mengetahui tentang apa saja perbedaan reaksi
hipersensitivitas dengan alergi.
8. Mahasiswa dapat mengetahui tentang bagaimana fenomena
autoimun dan imunotoleransi.
9. Mahasiswa dapat mengetahui tentang apa saja fenomena
autoimun di rongga mulut.
10. Mahasiswa dapat mengetahui tentang apa saja sindroma alergi
nasal.
11. Mahasiswa dapat mengetahui tentang bagaimana jaringan
lunak di gigi akibat alergi obat.
Page 5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Alergi
2.1.1
Definisi
Alergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak
kepekaan
terhadap
alergen
dengan
2.1.3
Etiologi
Ada beberapa jenis penyebab alergi yaitu :
1. Defisiensi limfosit T yang mengakibatkan kelebihan IgE.
2. Kelainan pada mekanisme umpan balik mediator.
3. Faktor genetic
4. Faktor lingkungan : debu, tepung sari, tungau, bulu binatang,
berbagai jenis makanan dan zat lain.
Patofisiologi
Gejala alergi timbul apabila reagin atau IgE yang melekat pada
Page 6
berwarna
merah
(eritema)
dan
gatal
karena
peningkatan
2.1.5 Penatalaksanaan
1. Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab
dan eleminasi.
2. Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian :
- Antihistamin dan obat-obat yang menghambat degranulasi sel
mast dapat mengurangi gejala-gejala alergi.
Page 7
antigen-antibodi
ditemukan
dalam
Page 8
cell
Mediated
Cytolysis
yang
terjadi
melalui
sel
Jenis Hipersensitivitas
Tipe I
Mekanisme
Patologik
IgE
Hipersensitivitas cepat
Tipe II
IgM,
Reaksi
Penyakit
Sel mast
IgG
melaluipermukaan
antibody
ImunMekanisme
matriks
ekstraseluler
Kerusakan
dan
Jaringan
mediatornya
dan
(amin
Tipe III
Kompleks imun
atau IgG)
Tipe IV (melalui sel T) CD4+ : DTH
Aktivasi
Tipe IVa
pengaruh sitokin
CD8+ : CTL
Tipe Ivb
makrofag,
inflamasi
atas
(Baratawidjaja, 2006).
2. Imunodefisiensi
Sekumpulan keadaan yang berlainan, dmana sistem kekebalan
tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi,
lebih serig berulang, dapat menginfksi cepat dan berlangsung lebih
lama dari biasanya. Imuno defisiensi terbagi menjadi 2 yaitu :
Imunodefisiensi Primer merupakan kelainan langka yang
penyebabnya bersifat genetik dan terutama ditemukan pada
Page 9
Page 10
oleh alergen spesik akan mengakibatkan reaksi silang terhadap sel mast
yang mempunyai ikatan dengan anitas kuat pada IgE. Sel mast akan
teraktivasi dengan melepaskan mediator 3 terlarut seperti histamin untuk
kemudian menuju target organ, menimbulkan gejala klinis sesuai dengan
target organ tersebut. Penyakit tersebut berhubungan erat dengan faktor
genetik dan lingkungan. Alergen dapat masuk ke dalam tubuh melalui
beberapa cara seperti inhalasi, kontak langsung, saluran cerna, atau
suntikan.
2.4 Fenomena autoimun
Reaksi autoantibody dan autoantigen yang menimbulkan kerusakan
jaringan disebut fenomena autoimun. Fenomena autoimun spesifik terjadi
dengan frekuensi yang lebih besar pada keluarga tertentu, yang
menunjukkan gangguan genetik yang dihubungkan dengan gangguan
gangguan dasar kontrol imun timik. Fenomena autoimun sering terjadi
dalam lingkup keluarga. Dalam artian,hubungan darah terdekat (misalnya
antara orangtua dengan anak), memiliki insidens subklinik yang tinggi
TOLERANSI IMUN
Toleransi
atau
kegagalan
membentuk
antibodi
atau
mengembangkan repon imunseluler pasca pajanan dengan imunogen atau
antigen terjadi hanya terhadap antigen tertentu saja dan tidak disertai
gangguan terhadap respon antigen yang lain. Tubuh mempunyai
mekanisme kuat utuk mencegah terjadinya autoimunitas. Antigen yang
menimbulkan toleransi disebut tolerogen. Toleransi spesifik dapat di
temukan pada sel T, sel B atau keduanya. Toleransi sel T berlanjut lebih
lam adi banding sel B. Menginduksi toleransi sel T juga lebih mudah dan
memerlukan lebih sedikit tolerogen di banding sel B.
Untuk
Page 11
dengan
self-antigen
(self-peptida)
yang
mengikat
molekul
ekstraselular
dan
Page 12
Page 13
dengan
latar
belakang
kondisi
imunologis
yang
Page 14
Page 15
pagi hari.
Hidung meler dan postnasal drip. Cairan yang keluar dari
hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan
encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau
kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi
Page 16
infeksi.
Terdapat
edema
konka
yang
Page 17
Page 18
dan disebut apatogen. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka
kuman-kuman yang apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan
gangguan atau menyebabkan berbagai penyakit/infeksi.
Daya tahan mulut dapat menurun karena gangguan mekanik
(trauma,
cedera),
gangguan
kimiawi,
termik,
defisiensi
vitamin,
kekurangan darah (anemi), dsb. Pada individu tertentu dapat terjadi reaksi
alergi terhadap jenis makanan tertentu sehingga dapat mengakibatkan
gangguan pada mukosa mulut, begitu juga dengan faktor psikis dan
hormonal. Ini semua dapat terjadi pada suatu gangguan mulut yang disebut
stomatitis.
Page 19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Alergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak pada
suatu zat(alergen) yang memberi reaksi terbentuknya antigen dan antibodi.
Secara umum penyakitalergi digolongkan dalam beberapa golongan, yaitu:
alergi atopik, alergi obat, dandermatitis kontak.
Alergen dapat masuk dalam tubuh melalui saluran nafas (inhalan),
pencernaan (ingestan), suntikan (injektan) atau yang menempel pada kulit
(kontaktan).
Reaksi alergi dapat digolongkan berdasarkan prinsip kerjanya menurut
Cell dan Coombs pada tahun 1968, yaitu: Tipe I, Tipe II, Tipe III dan Tipe IV.
Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi
alergi timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Pada reaksi tipe I,
alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa
produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi, asma, dan dermatitis
atopi. Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik atau sitotoksik terjadi karena
dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian
dari sel pejamu. Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila
kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam sirkulasi/pembuluh darah atau
jaringan dan mengaktifkan komplemen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi
dalam DTH (Delayed Type Hypersensitivity) yang terjadi melalui sel
CD4+ dan
cell
Mediated
Cytolysis
yang
terjadi
melalui
sel
Page 20
Untuk
Page 21
DAFTAR PUSTAKA
Stiehm ER. 1989. Immunologic disorders in infants and children. Edisi ke-3.
Philadelphia: WB Saunders
Wistiani. 2011. Jurnal Hubungan pajanan alergen terhadap kejadian alergi .
Semarang : FK UNDIP
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Tarigan, Ravina Naomi dan Titiek Setyawati. 2009. Tantangan Dalam Perawatan
Oral Lichen Planus. Jakarta: FKG UI.
Ibaad, Akrom. 2008. Profil Status Kesehatan Gigi Mulut Penderita Systemic
Lupus Erythematosus (SLE) di Yayasan Lupus Indonesia. Jakarta: FKG
UI.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Subowo. 2010. Imunologi Klinik, Ed. 2. Jakarta : Sagung Seto.
Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke- 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
I Ketut Sudiana. 2013. Imunopatologi. Jakarta : Gramedia.
Huriyati Effy, dkk. 2009. Jurnal Diagnosis dan Penatalaksanaan Rhinitis Alergi
yang Disertai Asma Bronkial. FK ANDALAS
Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Page 22