Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan
inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang
usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum.
Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus
proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75%
penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai
pilorus. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, namun
patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana
Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini
disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion.
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling
sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih
banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens pada kasuskasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6%. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit
Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RS Cipto Mangunkusomo Jakarta. Data
Penyakit Hirschprung di Indonesia belum ada. Bila benar insidensnya 1 dari 5.000 kelahiran,
maka dengan jumlah penduduk di Indonesia sekitar 220 juta dan tingkat kelahiran 35 per mil,
diperkirakan akan lahir 1400 bayi lahir dengan Penyakit Hirschsprung.
Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan dengan berat
lahir 3 kg (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat
mengeluarkan tinja. Trias klasik gambaran klinis pada neonatus adalah pengeluaran

mekonium yang terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau, dan perut
membuncit keseluruhan.
Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin mengingat
berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa pasien seperti
enterokolitis, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi, dan septikimia yang dapat
menyebabkan kematian. Enterokolitis merupakan komplikasi yang amat berbahaya sehingga
mortalitasnya mencapai 30% apabila tidak ditangani dengan sempurna. Diagnosis penyakit
ini dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen dengan
enema barium, pemeriksaan manometri, serta pemeriksaan patologi anatomi.
Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung terdiri dari tindakan non bedah dan tindakan
bedah. Tindakan non bedah dimaksudkan untuk mengobati komplikasi-komplikasi yang
mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat operasi
defenitif dapat dikerjakan. Tindakan bedah pada penyakit ini terdiri dari tindakan bedah
sementara yang bertujuan untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada
kolon yang mempunyai ganglion normal di bagian distal dan tindakan bedah definitif yang
dilakukan antara lain menggunakan prosedur Duhamel, Swenson, Soave, dan Rehbein. 1 Dari
sekian banyak sarana penunjang diagnostik, maka diharapkan pada klinisi untuk segera
mengetahui gejala dan tanda pada penyakit Hirschsprung. Karena penemuan dan penanganan
yang cepat dan tepat dapat mengurangi insidensi Penyakit Hirschsprung di dunia, khususnya
di Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan
inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir,
sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif
mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana
bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior.

Gambar . Rektum dan saluran anal (anal canal).


Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi
sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi
oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rektum ke dunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling :
atas, medial dan depan.

Gambar . Pleksus autonomik intrinsik pada usus.


Fungsi Saluran Anal
Pubo-rektal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung
jawab atas penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik
yang kuat, akan menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Untuk
menghambat gerakan peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus )
maka diperlukan kontraksi spinkter eksterna dan sling yang kuat secara
sadar. Sleeve and sling dapat membedakan antara gas, benda padat,
benda cair, maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan salah satu
tanpa mengeluarkan yang lain.
Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat.
Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol

pada waktu dan tempat yang diinginkan. Koordinasi pengeluaran isi


rektum sangat kompleks, namun dapat dikelompokkan atas 4 tahapan:

Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih
proksimal ke rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik kolon dan

sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks gastrokolik.


Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory
reflex, yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi

spinkter ani interna secara involunter.


Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara
involunter. Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan
relaksasi akibat kegagalan kontraksi spinkter itu sendiri.
Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal

secara volunter dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut,


hingga defekasi dapat terjadi.
2.2 Definisi Penyakit Hisprung
Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan
inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang
usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum.
Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus
proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75%
penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai
pilorus.
2.3 Etiologi

Penyakit Hirschsprung terjadi karena tidak ada pleksus mienterikus


Auerbach dan submukosa Meissener pada rektum dan atau kolon. Neuron
enterik berasal dari neural crest dan bermigrasi secara kaudal bersama
dengan serat saraf vagus di sepanjang usus. Sel-sel ganglion tiba di kolon
proksimal pada 8 minggu usia kehamilan dan pada rektum pada 12
minggu usia kehamilan. Kegagalan migrasi neuron enterik pada kolon dan
atau

rektum

ini

akan

membentuk

segmen

aganglionik.

Hal

ini

mengakibatkan penyakit Hirschsprung klinis.

2.4 Patogenesis
Perengangan kolon sampai garis tengahnya lebih dari 6 atau 7 cm
(megakolon) dapat terjadi sebagai gangguan kongenital atau didapat.
Penyakit

Hirschsprung

(megakolon

kongenital)

terjadi

perkembangan, migrasi sel yang berasal dari neural crest

bila,

saat

ke arah kaudal

di sepanjang saluran cerna terhenti di suatu titik sebelum mencapai anus.


Oleh karena itu, terbentuk suatu segmen aganglionik yang tidak memiliki
pleksus submukosa Meissener dan pleksus mienterikus Auerbach. Hal ini
menyebabkan obstruksi fugsional dan peregangan progresif daripada
kolon yang terletak proksimal dari segmen yang terkena. Pada sebagian
besar kasus, hanya rektum dan sigmoid yang aganglionik, tetapi pada
sekitar seperlima kasus yang terkena adalah segmen yang lebih panjang,
dan bahkan keseluruhan kolon (walaupun jarang). Secara genetis,
penyakit Hirschsprung ini bersifat heterogen, dan diketahui terdapat
beberapa defek berlainan yang menimbulkan akibat yang sama. Sekitar

50% kasus terjadi akibat mutasi di gen RET dan ligan RET, karena
merupakan jalur sinyal yang diperlukan untuk membentuk pleksus saraf
mienterikus. Banyak kasus sisanya terjadi akibat mutasi di endotelin 3 dan
reseptor endotelin.
2.5 Epidemiologi
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara
5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35
permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung.
Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke
RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta.
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki.
Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini
(ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan
bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka
yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya
saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks
vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus).
2.6 Diagnosis
Berbagai teknologi tersedia untuk menegakan diagnosis penyakit Hirschsprung.
Namun demikian, dengan melakukan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang teliti,
pemeriksaan radiografik, serta pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap rectum, diagnosis
penyakit Hirschsprung pada sebagian besar kasus dapat ditegakkan.
2.7 Menifestasi Klinis

Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia, dan
gejala klinis yang mulai terlihat pada :
(i). Periode Neonatal
Manifestasi penyakit Hirschsprung yang khas biasanya terjadi pada neonatus cukup
bulan. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang
terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih
dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Pada lebih dari 90% bayi
normal, mekonium pertama keluar dalam usia 24 jam pertama, namun pada lebih dari 90%
kasus penyakit Hirschsprung mekonium keluar setelah 24 jam. Mekonium normal berwarna
hitam kehijauan, sedikit lengket dan dalam jumlah yang cukup. Swenson (1973) mencatat
angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus sedangkan Kartono mencatat angka 93,5%
untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi
abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Distensi
abdomen merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh
kelainan lain, seperti atresia ileum dan lain-lain. Muntah yang berwarna hijau disebabkan
oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan gangguan pasase usus,
seperti pada atresia ileum, enterokolitis netrotikans neonatal, atau peritonitis intrauterine.
Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar umbilicus, punggung,
dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis. Sedangkan
enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit
Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia
2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea,
distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3
kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi
meski telah dilakukan kolostomi.

(ii). Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan
gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen.
Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,
konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak
teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.
Anamnesis
a. Muntah hijau
b. mekonium terlambat keluar lebih dari 24 jam
c. distensi abdomen
d. tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam
e. Adanya obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi
semakin sering, perut kembung, dan pertumbuhan terhambat.
f. Adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa,
misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal sebelum usia 2 minggu dengan riwayat
tidak dapat defekasi
apabila pada masa neonates tidak ditemukan gejala akan bertambah berat dengan
bertambahnya usia pada masa anak-anak dengan gejala :
a. kontsipasi berat
b. pertumbuhan terhambat
c. anoreksia
d. berat badan tidak bertambah

diagnosis akhir dibutuhkan pemeriksaan patologi anatomi dari biopsy rectal yang ditemukan
aganglionik.
Pemeriksaan Fisik
a. Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi
b. Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan
menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian tampak perut anak
sudah kempes lagi

Foto pasien penyakit Hirschsprung berusia 3 hari. Tampak abdomen sangat distensi, dan
dinding abdomen kemerahan yang menandakan awal terjadi komplikasi infeksi. Pasien
tampak amat menderita akibat distensi abdomennya

Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit
Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak
rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah
barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:

10

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi.


2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi.
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Terlihat gambar barium enema penderitaHirschsprung. Tampak rektum yang mengalami


penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48
jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium
yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan
Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di
daerah rektum dan sigmoid.
Biopsy Rectal

11

Metode definitif untuk mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah dengan biopsy
rectal full-thickness.

Spesimen yang harus diambil minimal berjarak 1,5 cm diatas garis dentata karena
aganglionosis biasanya ditemukan pada tingkat tersebut.

Kekurangan pemeriksaan ini yaitu kemungkinan terjadinya perdarahan dan


pembentukan jaringan parut dan penggunaan anastesia umum selama prosedur ini
dilakukan.

Simple Suction Rectal Biopsy

Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai teknik mengambil
jaringan untuk pemeriksaan histologist

Mukosa dan submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus
memotong jaringan yang diinginkan.

Manometri Anorektal

Manometri anorektal mendeteksi refleks relaksasi dari internal sphincter setelah


distensi lumen rektal. Refleks inhibitorik normal ini diperkirakan tidak ditemukan
pada pasien penyakit Hirschsprung.

Swenson pertama kai menggunakan pemeriksaan ini. Pada tahun 1960, dilakukan
perbaikan akan tetapi kurang disukai karena memiliki banyak keterbatasan. Status
fisiologik normal dibutuhkan dan sedasi seringkali penting. Hasil positif palsu yang
telah dilaporkan mencapai 62% kasus, dan negatif palsu dilaporkan sebanyak 24%
dari kasus.

12

Karena keterbatasan ini dan reliabilitas yang dipertanyakan, manometri anorektal


jarang digunakan di Amerika Serikat

Keunggulan pemeriksaan ini adalah dapat dengan mudah dilakukan diatas tempat
tidur pasien.

Akan tetapi, menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung secara patologis dari


sampel yang diambil dengan simple suction rectal biopsy lebih sulit dibandingkan
pada jaringan yang diambil dengan teknik full-thickness biopsy

Kemudahan mendiagnosis telah diperbaharui dengan penggunaan pewarnaan


asetilkolinesterase, yang secara cepat mewarnai serat saraf yang hipertropi sepanjang
lamina propria dan muskularis propria pada jaringan.

Penemuan Histologis
Baik pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus submukosa (Meissner) tidak
ditemukan pada lapisan muskuler dinding usus. Serat saraf yang mengalami hipertropi yang
terlihat dengan pewarnaan asetilkolinesterase juga ditemukan sepanjang lamina propria dan
muskularis propria. Sekarang ini telah terdapat pemeriksaan imunohistokimia dengan
calretinin yang juga telah digunakan untuk pemeriksaan histologis usus aganglionik, dan
terdapat penelitian yang telah menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini kemungkinan lebih
akurat dibandingkan asetilkolinesterase dalam mendeteksi aganglionosis.
2.8 Diagnosis Banding.
Kegagalan bayi cukup bulan yang sihat mengeluarkan mekonium
pada waktu 24 jam pertama setelah lahir dapat dicurigai adanya obstruksi
pada usus bayi tersebut. Diagnosis banding untuk obtsruksi usus besar
adalah seperti penyakit Hirschprung sendiri dan beberapa penyakit lain

13

seperti malformasi anorektal dan Meconium Plug syndrome. Untuk


membedakan ketiga jenis penyakit ini, maka harus dilakukan pemeriksaan
radiologi yang tepat.

Pada foto polos penderita dengan kelainan

Meconium Plug syndrome, tampak distensi daripada

bagian usus kecil

dan usus besar yang mengisi seluruh bagian abdomen, namun tidak
terlihat air fluid level. Sementara pada pemeriksaan barium enema, akan
tampak gambaran meconium plug. Pemeriksaan ini dikatakan memiliki
efek terapeutik apabila mekonium keluar dengan sendirinya setelah
beberapa waktu kemudian. Pada sebagian bayi, stimulasi pada bagian
rektum dengan menggunakan termometer rektal, pemeriksaan rectal
touch, dan pemberian saline enema biasanya

akan menginduksi

keluarnya mekonium terebut. Bagaimanapun, bayi dengan kelainan


organik

seperti

penyakit

Hirschsprung

ini

juga

terkadang

akan

mengeluarkan meconium plug dan selanjutnya akan menjadi normal


untuk sementara. Oleh karena ini, harus dilakukan observasi secara terus
menerus untuk bayi yang meskipun telah mengeluarkan meconium plug
mereka. Apabila gejala obstruksi menetap, maka pemeriksaan lebih lanjut
harus dilakukan.
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan medis
Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama:
1. Penanganan komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi,
Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan elektrolit,
menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi sistemik, seperti sepsis. Maka

14

dari itu, hidrasi intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika diindikasikan, pemberian
antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam penatalaksanaan medis awal.
2. Penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif dilakukan,
Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube berlubang
besar

dan

cairan

untuk

irigasi.

Cairan

untuk

mencegah

terjadinya

ketidakseimbanganelektrolit.
Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik prophylaksis telah menjadi prosedur untuk
mengurangi resiko terjadinya enterocolitis

3. untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi.


.Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola pergerakan usus yang
normal pada pasien post-operatif.
Tindakan bedah
Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil yang
sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis teknik yang sering
digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang dilakukan,
membersihan kolon sebelum operasi definitif sangat penting.
1. Prosedur Swenson
Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk

menangani penyakit Hirschsprung


Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis oblique

dilakukan antara kolon normal dengan rektum bagian distal


2. Prosedur Duhamel

15

Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi

prosedur Swenson
Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian rektum

yang aganglionik dipertahankan.


Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rektum dan rektum dijahit. Usus bagian
proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rektum dan sakrum),
kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa

3. Prosedur Soave
Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa
dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik ke arah ujung muskuler

rektum aganglionik.
Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung dari
pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang aganglionik.
Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer

pada anus.
2.10 Komplikasi
1. Enterokolitis
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat berakibat kematian.
Mekanisme timbulnya enterokolitis karena adanya obstruksi parsial. Obstruksi usus
pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganglionik
yang tersisa masih spastic. Manifestasi klinik dari enterokolitis berupa distensi
abdomen diikuti tanda obstruksi seperti; muntah hijau, feses keluar secara eksplosif
cair dan berbau busuk. Enterokolitis nekrotikan merupakan komplikasi parah yang
dapat menyebabkan nekrosis dan perforasi
2. Kebocoran Anastomose
Kebocoran dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose,
vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan
abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang

16

dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Terjadi peningkatan suhu tubuh terdapat
infiltrat atau abses rongga pelvis.
3. Stenosis
Stenosis dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah anastomse,
infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang
dipergunakan. Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi, distensi
abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal.
2.11 Prognosis
Secara umum prognosis baik. 90% pasien yang segera dilakukan tindakan
pembedahan akan mengalami penyembuhan

17

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Penyakit Hirschprung adalah kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan
tidak danya sel ganglion (aganglionik) parasimpatik pada pleksus mesentrikus
aurbach dan pleksus submukosa meissner mengaikbatkan terhambatnya gerakan
peristaltik sehingga terjadi obstruksi fungsional dan hipertrofi serta dilatasi dari
kolon proksimal.
2. Gejala klinis pada masa neonatus berupa pengeluaran mekonium yang terlambat,
muntah hijau, distensi abdomen. Sedangkan pada masa anak-anak berupa konstipasi
berat dan kurang asupan gizi.
3. Pemeriksaan penunjang radiologi foto polos abdomen dan barium enema penting
dalam mengeakkan diagnosis berupa gambaran kolon yang mengalami dilatasi serta
pemeriksaan biopsy rectal yang ditemukan secara histology tidak ditemukannya selsel ganglion (aganglionik).
4. Penatalaksanaan berupa tindakan pengobatan dan pembedahan dengan membuang
bagian kolon yang aganglion dengan beberapa prosedur yaitu Swenson, Duhamel,
soave
5. Komplikasi penyakit hisrschprung yang paling berat adalah enetrokolitis, diikuti
dengan kebocoran anastomose, stenosis.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Budi Irawan , Bab 1 dan Bab 2 dalam; Pengamatan fungsi anorektal
pada penderita penyakit Hirschprung pasca operasi pull- through
.Bagian ilmu bedah fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara
2003. Halaman 1,3,4,5,6,7,8,9,10,11 dan 15.
2. Samuel Nurko MD, MPH, Hirschprung Disease dalam; American Motility
Society

(AMS)

and

the

International

Foundation

For

Functional

Gastrointestinal Disorders (IFFGD)


3. Hye Jin Kim, MD, Ah Young Kim,MD, Choong Wok Lee, MD, Chang Sik Yu,
MD,Jung Sun Kim, MD, Pyo Nyun Kim,MD, Moon Cayu Lee, MD and Hyun
Kwon Ha, MD .Hirschprung Disease and Hypoaganglionosis In Adults.
May 2008.
4. Kumar Abbas, and Fausto Mitchell, Chapter 15,

Developmental

Anomalies dalam Robin Pathologic Basis of Disease 8 th Edition 2005.


Halaman 601.
5. Puri and M.Hollwarth dalam ; Pediatric Surgery. Springer-Verby Berlin
2006. Halaman 275.
6. Frank H. Netter, MD ;Atlas of Netter 4th Edition 2006. Plate 312, Plate
369, plate 371, dan plate 386
7. Holly L Neville, MD; Chief Editor: Carmen Cuffari, MD. Penyakit
Hirschprung

Pediatric,

updated

on

Jul

13,

2010..

Diundah

www.emedicine.com
8. Pediatric Surgical Problem, Chapter 18.Colon and Rectal Surgery.Marwin
L.Corman. Edisi ke 5. Lippincott Williams and Wilkins 2005. Halaman
559 dan 560.

19

9. Pediatric

Radiology

Chapter

52

,Pediatric

Abdomen

and

PelvisFundamentals of Diagnostic Radiology dalam 3rd Edition ditulis


oleh William E. Brant MD, FACR dan Clyde A. Helms MD. Halaman 1293.
10.

Ciro Yoshida, Jr, MD ; Hirschprung Disease Imaging, dalam Medscape

Referrence, Drug. Disease and Procedure updated on May 25,2011.


Diundah dari www.emedicine. medscape.com
11.

Teresa Berrocal, MD, Manuel Lamas, MD, Julia Gutierrez, MD, Isabel

Torres, MD, Consuelo Prieto, MD, and Maria Luisa del Hoyo, MD.
Congenital anomalies of the small intestine, colon, and rectum.
Diundah dari Radiographics.rsna.org. September 1999.
12.

Alberto Pena dan Marc A Levitt, Surgical Therapy of Hirschprung

Disease dalam Constipation Etiology, Evaluation and Management.


Ditulis oleh; Steven Wexner dan Graeme S. Duthie. Springer- Verlag
London Limited 2006. Pediatric Surgical Problem Chapter 18 dalam
Colon and Rectal Surgery ditulis oleh Marwin L.Corman. Edisi ke 5.
Lippincott Williams and Wilkins 2005.
13.

Penatalaksanaan Pasien dengan penyakit Hirschprung, diundah di

www.infokedokteran.com.
14.

Vera Loening-Baucke ,MD and Ken Kimura,MD, Failur to Pass

meconium: Diagnosing Neonatal Intestinal Obstruction 1999, diundah


dari website www.American Family Physician.com
15.

Megacolon Kongenital/Hirschprung Disease , 2010 diundah dari

website www.infokedokteran UGM.com.


16.

Alpha Fardah A, IG.M Reza Gunadi Ranuin Sulajanto Marto Sudarno,

Penyakit Hirschprung , 2011 diundah dari www.pediatric.com.

20

17.

Jon A. Vanderhoof And Rosemary J. Young, Chapter 130, Hirschprung

Disease dalam Current Pedaitric Therapy 18th Edition. Saundey 2006.

21

Anda mungkin juga menyukai