Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN


PERTANIAN DAN PERDESAAN (PENDEKATAN
EKONOMI DAN SPASIAL)
Semester Genap 2014/2015

Judul Tugas

Kelas
Dosen

:
:

Analisis Indeks Williamson Provinsi Nusa


Tenggara Timur
Agribisnis D
Dr. Ir. Tuti Karyani, MS.
Nur Syamsiyah, SP., MP.

Disusun Oleh :
Kelompok 5
No
1.
2.
3.
4.
5.

Nama
Chairun Nisa Asnawi
Gelda Amalia
Hasanah
Luthfiyah
Devina Sela Almadia
Anita Cicilia
Harimurti

NPM
150610120127
150610120136
150610120140
150610120144
150610120154

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
JATINANGOR
2015

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya dan tanpa hambatan yang
berarti. Tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Tuti Karyani,
MS. dan Ibu Nur Syamsiyah, SP., MP. yang senantiasa mengajari dan membimbing
kami hingga selesainya makalah kami ini dengan tepat waktu.
Makalah ini dibuat dengan tujuan menyelesaikan tugas mata kuliah
Perencanaan Pembangunan Pertanian dan Perdesaan (Pendekatan Ekonomi dan
Spasial). Makalah ini memberikan pengetahuan mengenai analisis ketimpangan
berdasarkan analisis Williamson di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
selalu memberkati apa yang kita kerjakan. Amin.

Jatinangor, 30 April 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1 Provinsi Nusa Tenggara Timur................................................................................3
2.2 Produk Domestik Bruto..........................................................................................3
2.3 Disparitas Spasial....................................................................................................5
2.4 Indeks Williamson...................................................................................................6
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................8
3.1 Analisis Indeks Williamson.....................................................................................8
3.2 Upaya Menekan Ketimpangan..............................................................................11
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................15
LAMPIRAN .......................................................................................................................16

ii

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Perencanaan wilayah dan kota merupakan suatu cara merencanakan pemanfaatan
sumber daya yang ada di suatu wilayah dengan tujuan tertentu dan berorientasi di masa
depan, dimana pemanfaatan tersebut tidak terlepas dari aspek-aspek yang ada di dalam
masyarakat, seperti sosial budaya serta yang kebi pening ialah ekonomi. Keberlanjutan
kesejahteraan manusia merupakan salah satu tujuan utama dari serangkaian proses
perencanaan. Aspek kesejahteraan manusia sebagai salah satu objek perencanaan
wilayah dan kota dapat dilihat dari kondisi perekonomian di wilayah atau kota. Salah
satu aspek pendukung di dalam Perencanaan yaitu pada aspek ekonomi. Aspek
ekonomi merupakan aspek utama yang mendukung proses perencanaan wilayah dan
kota. Pada dasarnya suatu wilayah atau kota yang terencana dengan baik akan memiliki
perekonomian yang baik, karena perekonomian yang baik mampu memberikan
kesejahteraan bagi penduduk di dalamnya.
Adapun indikator pertumbuhan dan perkembangan perekonomian suatu kota dapat
dilihat dari data PDRB dan APBD. Pertumbuhan perekonomian suatu kota dapat dilihat
dari trend PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), di mana apabila PDRB kota
meningkat hal tersebut berarti pula perekonomian di kota tersebut tumbuh. Selain
PDRB, pertumbuhan perekonomian suatu kota dapat dilihat dari data APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah), di mana apabila pendapatannya lebih besar dari
pengeluaran memiliki arti bahwa perekonomian di kota tersebut mengalami
pertumbuhan Dalam kenyataannya banyak fenomena tentang pertumbuhan ekonomi
wilayah seperti Kesenjangan (ketimpangan) wilayah dan pemerataan pembangunan
menjadi permasalahan utama dalam pertumbuhan wilayah.
Dalam upaya pertumbuhan ekonomi, perbedaan pendapatan dalam suatu wilayah
timbul karena tidak meratanya pendistribusian pendapatan. Sebagai tolak ukur hasil
pembangunan, perbedaan pendapat ini dalam konteks kewilayahan disebut disparitas
spasial karena perbandingannya melibatkan lingkup wilayah/kawasan/ruang, bukan lagi
antar perorangan. Dalam hal ini, PDRB dapat menjadi gambaran pendapatan suatu
wilayah, sehingga melalui PDRB dapat diketahui tingkat kesejahteraan dan struktur
1

perekonomian di wilayah tersebut. Kabupaten Cilacap merupakan Kabupaten yang


terletak di bagian Barat dan Selatan Provinsi Jawa Tengah dan memiliki wilayah terluas
di provinsi Jawa Tengah. Dalam makalah ini kelompok kami akan menganalisi
mengenai tingkat disparitas spasial Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui perhitungan
Indeks Williamson pengaruhnya terhadap perkembangan Provinsi Nusa Tenggara
Timur di masa yang akan datang.
1.2

Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini yaitu untuk menganalisis Indeks Williamson
Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB II
2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Provinsi Nusa Tenggara Timur

Gambar 1. Peta Nusa Tenggara Timur


Nusa Tenggara Timur adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di
bagian tenggara Indonesia. Provinsi ini terdiri dari beberapa pulau, antara lain Pulau
Flores, Pulau Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor, Pulau Lembata, Pulau Rote, Pulau
Sabu, Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Komodo dan Pulau Palue. Ibukotanya
terletak di Kupang, di bagian barat pulau Timor.
Provinsi ini terdiri dari kurang lebih 550 pulau, tiga pulau utama di Nusa
Tenggara Timur adalah Pulau Flores, Pulau Sumba dan Pulau Timor Barat (biasa
dipanggil Timor). Provinsi ini menempati bagian barat pulau Timor. Sementara bagian
timur pulau tersebut adalah bekas provinsi Indonesia yang ke-27, yaitu Timor Timur
yang merdeka menjadi negara Timor Leste pada tahun 2002.
2.2 Produk Domestik Bruto
2.2.1 Pengertian PDRB
PDRB merupakan penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang
ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu (provinsi dan
kabupaten /kota), dan dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun kalender).

Kegiatan ekonomi yang dimaksud kegiatan pertanian, pertambangan, industri


pengolahan, sampai dengan jasa.
2.1.2 Pembagian PDRB
PDRB secara berkala dapat disajikan dalam 2 bentuk, yaitu atas dasar harga
berlaku dan atas dasar harga konstan pada suatu tahun dasar, yang dapat di
jelaskan berikut ini :
1. PDRB atas dasar harga berlaku
Merupakan nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi
dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga
tahun

yang

bersangkutan.

PDRB

atas

dasar

harga

berlaku

yaitu

mengambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan


harga pada setiap tahun. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk
melihat pergeseran dan struktur ekonomi. Penghitungan dengan metode
langsung menggunakan pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan
pendekatan

pendapatan.

Sedangkan

metode

tidak

langsung

dengan

menggunakan alokator antara lain berupa nilai produk bruto/netto setiap


sektor, jumlah produk fisik, tenaga kerja, penduduk dan lainnya yang cocok/
sesuai.
2. PDRB atas dasar harga konstan
Menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga
pada tahun tertentu sebagai tahun dasar.Penghitungan atas dasar konstan
berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara kesuluruhan atau
sektoral. Juga untuk melihat perubahan struktur perekonomian suatu daerah
dari tahun ke tahun.
2.1.3

Ukuran-ukuran PDRB
Ukuran-ukuran penting lainnya dari penurunan PDRB, yaitu:
1. Produk Regional Bruto merupakan produk domestik regional bruto
ditambah dengan pendapatan neto dari luar propinsi. Pendapatan neto ini
sendiri merupakan pendapatan atas faktor produksi (tenaga kerja dan
modal) milik penduduk suatu propinsi yang diterima dari luar propinsi
dikurangi pendapatan propinsi lain/asing yang diperolah di propinsi
tersebut.
2. Produk Regional Netto merupakan produk regional bruto dikurangi dengan
seluruh penyusutan atas barang-barang modal tetap selama setahun.
4

3. Produk Regional Bruto atas dasar biaya faktor produksi (pendapatan


regional) Adalah produk regional netto atas dasar harga pasar dikurangi
dengan pajak tidak langsung netto. Pajak tidak langsung netto merupakan
pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi subsidi
pemerintah. Pajak tidak langsung maupun subsidi, keduanya dikenakan
pada barang dan jasa yang diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung
bersifat menaikkan harga jual. Sedangkan subsidi adalah kebalikkannya.
4. Angka-angka perkapita Adalah ukuran-ukuran indikator ekonomi seperti
pada butir-butir diatas dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun.
2.3 Disparitas Spasial
Menururt Thee Kian Wie, (1981) ketidakmerataan distribusi pendapatan dari sudut
pandangan ekonomi dibagi menjadi :
1. Ketimpangan pembangian pendapatan antar golongan penerima pendapatan (size
distribution income);
2. Ketimpangan pembagian pendapatan antar daerah perkotaan dan daerah pedesaan
(urban-rural income disparities);
3. Ketimpangan pembagian pendapatan antar daerah (regional income disparities);
Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah dengan
daerah lain adalah merupakan suatu yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber
daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah (Williamson, 1965). Analisis yang
menghubungkan tahap pembangunan ekonomi dan distribusi pendapatan serta ungkapan
pertumbuhan versus pemerataan sebenarnya dipicu oleh sebuah penemuan yang dimulai
oleh Simon Kuznet (1955). Simon Kuznet menghubungkan laju pertumbuhan berbagai
negara maju dan negara sedang berkembang dengan mengamati data time series untuk
Amerika, Inggris dan Jerman serta data cross section yang mencakup tiga negara tersebut
ditambah India, Srilangka serta Puerto Rico dan pada hasil pengamatan tersebut Kuznet
menemukan sebuah pola yang berbentu U terbalik. Pola tersebut mensyaratkan bahwa
pada tahap awal perkembangan (diwakili oleh PDB per kapita yang masih rendah), maka
proses pertumbuhan diikuti oleh semakin memburuknya distribusi pendapatan dan setelah
mencapai titik tertentu, pembangunan akan diikuti oleh membaiknya pemerataan.
Pembangunan dengan hasil seperti yang digambarkan oleh hipotesisi U terbalik, sebagian
besar didasarkan pada model pembangunan Dualistik (Munawar Ismail, 1995). Faktorfaktor penyebab ketimpangan:
5

1. Migrasi penduduk produktif yang memiliki skill/terdidik ke daerah-daerah


yang telah berkembang, karena disana mereka dapat memperoleh
upah/gaji yang lebih besar
2. Investasi cenderung berlaku di daerah yg telah berkembang karena faktor
market, dll, dimana keuntungan relatif lebih besar demikian pula risiko
kerugian relatif lebih kecil pada umumnya
3. Kebijakan pemerintah cenderung mengakibatkan terkonsentrasinya social
dan ekonomi kapital di daerah yang telah berkembang karena kebutuhan
yg lebih besar Disparitas spasial ini juga dapat digunakan untuk ukuran
hasil pembangunan suatu wilayah. Alat ukur dari disparitas spasial ada 3,
yaitu: Kurva Lorenz, Koefisien Gini, dan Indeks Williamson.
2.4 Indeks Williamson
Salah satu model yang cukup representatif untuk mengukur tingkat ketimpangan
pembangunan antar wilayah adalah indeks williamson yang dikemukakan oleh
Williamson (1965). Williamson mengemukakan model Vw (indeks tertimbang atau
weighted index terhadap jumlah penduduk) dan Vuw (tidak tertimbang atau unweighted index) untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan per kapita suatu
negara pada waktu tertentu. Walaupun indeks ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu
antara lain sensitive terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam perhitungan,
namun demikian indeks ini lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan
pembangunan ekonomi, yaitu:
1. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
2. Alokasi investasi
3. Tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah
4. Perbedaan sumber daya alam antar wilayah
5. Perbedaan kondisi demografis antar wilayah
6. Kurang lancaranya perdagangan antar wilayah
Ukuran ketimpangan pendapatan yang lebih penting lagi untuk menganalisis
seberapa besarnya kesenjangan antarwilayah/daerah adalah dengan melalui perhitungan
indeks Williamson. Dasar perhitungannya adalah dengan menggunakan PDRB per
kapita dalam kaitannya dengan jumlah penduduk per daerah. Kesenjangan pendapatan
antar kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dilakukan dengan menggunakan
Indeks Williamson. Rumus dari Indeks Williamson adalah sebagai berikut:

Vw = Indeks Williamson
yi = PDRB per kapita daerah i
y = PDRB per kapita rata-rata seluruh daerah
fi = Jumlah penduduk daerah i
n = Jumlah penduduk seluruh daerah
0 < Vw < 1

Pengertian indeks tersebut adalah bila mendekati 1 berarti

sangat timpang dan bila mendekati nol berarti sangat merata.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Indeks Williamsons Provinsi Nusa Tenggara Timur
7

Tahun 2010
Kabupaten
Sumba Barat
Sumba Timur
kKupang
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Lembata
Flores Timur
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Rote Ndao
Manggarai Barat
Sumba Tengah
Sumba Barat Daya
Nagekeo
Manggarai Timur
Sabu Raijua
Malaka
Kota Kupang

Yi
(Yi-)
(Yi-)2
fi
fi/n
(Yi-)2 fi/n
6,460144063 0,859313 0,738419
110993 0,022405
0,01654418
6,470963808 0,870133 0,757131
227732
0,04597 0,034805028
6,922548104 1,321717 1,746936
304548 0,061476 0,107393903
5,063570604
-0,53726 0,288649
441155 0,089051 0,025704422
4,064348768
-1,53648 2,360778
229803 0,046388 0,109510989
5,260233553
-0,3406 0,116007
352297 0,071114 0,008249711
4,398976508
-1,20185 1,444454
190026 0,038358 0,055406886
3,476095953
-2,12474 4,514499
117829 0,023785 0,107376358
6,067532512 0,466701
0,21781
232605 0,046953 0,010226906
5,541616499
-0,05921 0,003506
300328 0,060624 0,000212569
6,556028702 0,955198 0,912403
260605 0,052605 0,047997224
6,696036603 1,095206 1,199475
142393 0,028743 0,034476788
4,219810498
-1,38102 1,907218
292451 0,059034 0,112590122
4,982386913
-0,61844 0,382473
119908 0,024204 0,009257549
4,581081943
-1,01975 1,039888
221703 0,044753 0,046537723
4,806132032
-0,7947 0,631547
62485 0,012613 0,007965775
3,266795927
-2,33404
5,44772
284903
0,05751
0,31329877
5,355360821
-0,24547 0,060256
130120 0,026266 0,001582664
3,427526311
-2,1733 4,723254
252744 0,051019 0,240973343
4,485245751
-1,11559 1,244531
72960 0,014728 0,018328937
0
-5,60083 31,36931
0
0
0
13,92661292 8,325782 69,31864
336239 0,067873
4,70484188
5,600831057
n=
4953967 =
6,013281726

Indeks Williamsons Tahun 2010

Indeks ketimpangan Williamson (VW) yang diperoleh terletak antara 0 (nol) sampai
1 (satu). Jika VW mendekati 0 maka ketimpangan distribusi pendapatan antar
kabupaten/kota di provinsi Nusa Tenggara Timur adalah rendah atau pertumbahan antar
daerah merata. Jika VW mendekati 1 maka ketimpangan distribusi pendapatan antardaerah
(kabupaten) di provinsi Nusa Tenggara Timur adalah tinggi atau atau pertumbuhan
ekonomi antar daerah tidak merata. Berdasarkan hasil analisis Indeks ketimpangan
Williamson (VW).
8

Berikut indikator Williamson (VW), dengan warna biru menyatakan ketimpangan


yang rendah (< 0,35), warna hijau menyatakan ketimpangan yang sedang (0,35-0,5),
sedangkan warna merah menyatakan ketimpangan yang tinggi yakni > 0,5.
< 0,35
0,35 0,5
> 0,5
Dapat dilihat bahwa hasil Indeks Williamson pada tahun 2010 sebesar
, dengan kata lain masih dibawah 0,5 dan mengindikasikan berdasarkan
ketentuan ketimpangan Williamson, pada tahun 2010 di Provinsi Nusa Tenggara Timur
terjadi ketimpangan distribusi yang sedang yaitu terjadinya pertumbuhan ekonomi antara
daerah memang tidak merata namun ketimpangannya tidak terlalu tinggi.
Tahun 2013
Kabupaten
Sumba Barat
Sumba Timur
Kupang
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Lembata
Flores Timur
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Rote Ndao
Manggarai Barat
Sumba Tengah
Sumba Barat Daya
Nagekeo
Manggarai Timur
Sabu Raijua
Malaka
Kota Kupang

Yi
8,945170435
8,750696449
9,091432301
7,197912228
5,335459138
7,094417221
6,013165101
4,874894794
8,0529334
7,487270232
9,325433725
8,88905131
5,704176911
5,892561633
5,687343517
6,635019302
4,634373422
7,221024882
4,927007838
6,445879946
6,070213945
19,72957998

8,168261599

(Yi-)
0,776909
0,582435
0,923171
-0,97035
-2,8328
-1,07384
-2,1551
-3,29337
-0,11533
-0,68099
1,157172
0,72079
-2,46408
-2,2757
-2,48092
-1,53324
-3,53389
-0,94724
-3,24125
-1,72238
-2,09805
11,56132

(Yi-)2
0,603587
0,33923
0,852244
0,941578
8,02477
1,153142
4,644441
10,84626
0,013301
0,463749
1,339047
0,519538
6,071713
5,17881
6,154955
2,350832
12,48837
0,897257
10,50573
2,966599
4,401804
133,6641
n=

Indeks Williamsons Tahun 2013


9

fi
117787
240190
328688
451922
239503
199990
196613
126704
241590
309008
266909
150186
309614
137182
240905
66314
306195
136201
264979
80897
174391
368199
4953967

fi/n
0,023776
0,048484
0,066348
0,091224
0,048346
0,04037
0,039688
0,025576
0,048767
0,062376
0,053878
0,030316
0,062498
0,027691
0,048629
0,013386
0,061808
0,027493
0,053488
0,01633
0,035202
0,074324
=

(Yi-)2 fi/n
0,014351073
0,016447372
0,056545073
0,085894752
0,387963109
0,046551949
0,184328531
0,277407005
0,00064863
0,028926762
0,072144967
0,015750469
0,37947113
0,143408214
0,299307468
0,03146833
0,771881427
0,024668585
0,561932842
0,048443787
0,154953595
9,934458907
13,53695398

Dapat dilihat bahwa hasil Indeks Williamson pada tahun 2013 sebesar

dengan kata lain masih dibawah 0,5 dan mengindikasikan berdasarkan ketentuan
ketimpangan Williamson, pada tahun 2013 di Provinsi Nusa Tenggara Timur terajadi
ketimpangan distribusi yang sedang yaitu terjadinya pertumbuhan ekonomi antara daerah
memang tidak merata namun ketimpangannya tidak terlalu tinggi
Jika dibandingkan, ketimpangan pembangunan ekonomi provinsi NTT mengalami
kenaikan pada tahun 2010 yakni sebesar

dan pada tahun 2013 sebesar

Kenaikan Indeks williamson bisa disebabkan oleh beberapa hal. Ada


beberapa faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan ekonomi, yaitu:
1. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
2. Alokasi investasi
3. Tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah
4. Perbedaan sumber daya alam antar wilayah
5. Perbedaan kondisi demografis antar wilayah
6. Kurang lancaranya perdagangan antar wilayah
Untuk Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, Ekonomi dari daerah (kabupaten)
dengan konsentrasi tinggi cenderung tumbuh pesat dibandingkan daerah dengan tingkat
konsentrasi ekonominya rendah.
Untuk Alokasi investasi, Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari Harrord
Domar bahwa adanya korelasi positif antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi.
Artinya rendahnya investasi di suatu wilayah (kabupaten) membuat pertumbuhan ekonomi
dan tingkat pendapatan per kapita masyarakat di wilayah (kabupaten) tersebut rendah karena
tidak ada kegitan kegiatan ekonomi yang produktif.
Faktor lain yang menyebabkan ketimpangan yakni tingkat mobilitas faktor produksi
yang rendah antar wilayah, hubungan antar faktor produksi dan kesejangan pembangunan
atau pertumbuhan antar propinsi dapat dijelaskan dengan pendekatan mekanisme pasar.
10

Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan perbedaan pendapatan perkapita


antar wilayah dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output atau input bebas. (tanpa distorsi
atau rekayasa).
Selain itu

untuk faktor perbedaan sumber daya alam antar wilayah yakni jika

perpindahan faktor produksi (sumber daya alam) antar daerah tidak ada hambatan, maka
pada akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan semua
daerah akan lebih baik (Pareto Optimum atau better off). Mobilitas tenaga kerja cenderung
bergerak dari daerah yang tingkat upahnya rendah ke daerah yang tingkat upahnya lebih
tinggi. Dengan asumsi ada lowongan kerja.
Faktor keempat yaitu adanya perbedaan sumber daya alam (SDA) antar wilayah,
Menurut kaum klassik pembangunan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan
masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin SDA. Dalam arti SDA
dilihat sebagai modal awal untuk pembanggunan yang selanjutnya harus dikembangkan
selain itu diperlukan faktor-faktor lain yang sangat penting yaitu teknologi dan SDM.
Semakin pentingnya penguasaan teknologi dan peningkatan SDM, faktor endowment lambat
laun akan tidak relevan.
Dan faktor terakir ketimpangan ini disebabkan adanya perbedaan kondisi demografi
antar wilayah (kabupaten), Terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat
kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Dilihat dari
sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan
kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan
kesehatan yang baik, disiplin yang tinggi, etos kerja tinggi merupakan aset penting bagi
produksi.
3.2 Upaya Menekan Ketimpangan
Diperlukan upaya pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang dapat dilakukan dalam
rangka penanggulangan ketimpangan pembangunan antar daerah dalam Provinsi NTT,
diantaranya yaitu:
a. Penyebaran Pembangunan Prasarana Perhubungan
Mobilitas faktor produksi antar daerah juga turut mendorong terjadinya ketimpangan
wilayah tersebut. Karena itu, kebijakan dan upaya yang dapat dilakukan untuk

11

mengurangi ketimpangan tersebut adalah dengan mempelancar mobilitas barang dan


faktor produksi antar daerah.
Upaya utuk mendorong kelancaran mobilitas barangdan faktor produksi antar daerah
dapat dilakukan melalui penyebaran pembangunan prasarana dan sarana perhubungan
keseluruh pelosok wilayah. Prasarana perhubungan yang dimaksudkan disini adalah
fasilitas jalan, terminal dan pelabuhan laut guna mendorong proses perdagangan antar
daerah. Sejalan dengan hal tersebut jaringan dan fasilitas telokomunikasi juga sangat
penting untuk dikembangkan agar tidak ada daerah yang terisolir dan tidak dapat
berkomunikasi dengan daerah lainnya. Disamping itu pemerintah perlu pula
mendorong berkembangnya sarana perhubungan seperti perusahaan angkutan antar
daerah dan fasilitas telekomunikasi. Bila hal ini dapat dilakukan, maka ketimpangan
pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan
mobilitas faktor produksi, khususnya investasi akan dapat lebih diperlancar. Dengan
cara demikian, daerah yang kurang maju akan dapat pula meningkatkan kegiatan
perdagangan dan investasi didaerahnya, sehingga kegiatan produksi dan penyediaan
lapangan kerja akan dapat pula ditingkatkan. Semua ini akan mendorong proses
pembangunan pada daerah yang kurang maju.
b. Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan
Untuk mengurangi kepentingan pembangun antar wilayah, kebijakan dan upaya
lain yang dapat dilakukan adalah mendorong pelaksanaan transmigrasi dan migrasi
spontan. Transmigrasi adalah pemindahan penduduk ke daerah kurang berkembang
dengan menggunakan fasilitas dan dukungan pemerintah. Sedangkan migrasi spontan
adalah perpindahan penduduk yang dilakukan secara sukarela menggunakan biaya
sendiri. Melalui proses transmigrasi dan migrasi spontan ini, kekurangan tenaga kerja
yang dialami oleh daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga prosees
pembangunan daerah bersangutan akan dapat pula digerakan.
c. Pengembangan Pusat Pertumbuhan
Kebijakan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan
pembangunan antar wilayah adalah melalui pengembangan pusat pertumbuhan
12

(Growth Poles) secara tersebar. Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi
ketimpangan pembangunan antar wilayah karena pusat pertumbuhan tersebut
menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi secara sekaligus. Aspek konsentrasi
diperluka agar penyebaran kegiatan pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan
masih terus mempertahankan tingkat efesiensi usaha yang sangat diperlukan untuk
mengembangkan usaha tersebut. Sedangkan aspek desentralisasi diperlukan agar
penyebaran kegiatan pembangunan antar daerah dapat dilakukan sehingga
ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi. Penerapan konsep
pusat pertumbuhan ini untuk mendorong proses pembangunan daerah dan sekaligus
untuk dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat dilakukan
melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan pada kota-kota skala kecil dan
menengah.

Pemerintah Indonesia telah melakukan otonomi daerah dan desentralisasi


pembangunan mulai tahun 2001 yang lalu. Melalui kebijakan ini, pemerintah daerah
diberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan
didaerahnya masing-masing (desentralisasi pembangunan). Sejalan dengan hal
tersebut, masing-masing darah juga diberikan tambahan alokasi dana yang diberikan
dalam bentuk Block Grant berupa dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi
Hasil Pajak dan Sumberdaya Alam, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi
Khusus (DAK). Dengan cara demikian diharapkan pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi pembangunan akan dapat berjalan dengan baik sehingga proses
pembangunan daerah dapat ditingkatkan dan ketimpangan pembangunan antar
wilayah secara bertahap akan dapat dikurangi.

BAB IV
KESIMPULAN

13

Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 11 pulau, antara lain Pulau Flores, Pulau
Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor, Pulau Lembata, Pulau Rote, Pulau Sabu, Pulau
Adonara, Pulau Solor, Pulau Komodo dan Pulau Palue. Analisis disparitas spasial di
Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dilakukan dengan menggunakan perhitungan
Indeks Williamson yaitu dengan menghitung Indeks Williamson seluruh sektor.
Setelah melakukan perhitungan Indeks Williamson seluruh sektor Provinsi Nusa Tenggara Timur,
didapatkan hasil Indeks Williamson pada tahun 2010 sebesar
tahun 2013 sebesar

dan pada

Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2010

dan 2013 , Provinsi Nusa Tenggara Timur terjadi ketimpangan distribusi yang sedang
yaitu terjadinya pertumbuhan ekonomi antara daerah memang tidak merata namun
ketimpangannya

tidak

terlalu

tinggi.

Apabila

dibandingkan,

ketimpangan

pembangunan ekonomi provinsi NTT mengalami kenaikan pada tahun 2010 yakni
sebesar

dan pada tahun 2013 sebesar


Ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat ini bisa

diiakibatkan oleh konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, alokasi investasi, tingkat


mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah, perbedaan sumber daya alam
antar wilayah perbedaan kondisi demografis antar wilayah, kurang lancaranya
perdagangan antar wilayah, dsb. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya
adalah dengan adanya penyebaran pembangunan prasarana perhubungan, pengembangan
pusat pertumbuhan, dan mendorong transmigrasi dan migrasi spontan.

DAFTAR PUSTAKA
14

BPS NTT. 2013. Jumlah Penduduk NTT per Kabupaten/Kota Tahun 1980, 1990, 2000, 2008, 2009,
2010, 2011, 2012 dan 2013. Tersedia: http://ntt.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/18 [28 April

2015]
BPS NTT. 2013. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Kabupaten/Kota, 2004-2013.
Tersedia: http://ntt.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/43 [ 28 April 2015 ]
BPS NTT. 2013. Pendapatan Regional dan Angka per Kapita Nusa Tenggara Timur (rupiah), 2011
2013. Tersedia: http://ntt.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/310 [28 April 2015]

Sunaryo, Broto. 2014. Analisis Disparitas Spasial Kabupaten Cilacap dengan Menggunakan
Rumus Indeks Williamson. Semarang.

15

LAMPIRAN

16

17

Anda mungkin juga menyukai