Anda di halaman 1dari 32

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELTIAN


2.1. Kajian Pustaka
Purwati Widaningsih (2008), dalam tesisnya yang berjudul Alih Fungsi Lahan
Pertanian ke Perumahan Studi Kasus di Desa Donoharjo Kecamatan Ngaglik
Kabupaten Sleman. Kabupaten Sleman sebagian besar wilayahnya berada di hulu
yang sangat penting berfungsi sebagai daerah tangkapan air ( kawasan resapan air)
yaitu daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan,
sehingga perlu dijaga kelestariannya agar sesuai fungsinya. Untuk itu diperlukan
perencanaan tata guna tanah yang bertujuan untuk mengatur penggunaan tanah agar
terdapat keserasian. Pengaturan pemanfaatan ruang telah ada sejak tahun 1994,
namun demikian selama 6 tahun terakhir ini telah terjadi fenomena perkembangan
permukiman dengan pengurangan lahan-lahan pertanian.
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan menjelaskan alih fungsi
pada lahan-lahan pertanian yang menjadi perumahan dari sisi bagaimana
fenomenanya dan hal-hal yang melatar belakanginya tata kalimat. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif menggunakan metode
kualitatif. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Responden adalah
pemilik dan orang yang mengetahui seluk beluk lahan pertanian yang telah menjadi
perumahan di Desa Donoharjo Kecamatan Ngaglik. Analisis secara induktif untuk
memahami fenomena yang terjadi dengan menghasilkan konsep. Konsep disarikan
dari tema-tema dan unit-unit informasi yang didasarkan pada hasil wawancara.

Ada 3 (tiga) konsep dalam alih fungsi lahan pertanian ke perumahan yang
dapat diterangkan dalam penelitian ini yaitu 1) Kronologi kronologi dan tipologi alih
fungsi lahan, 2) Gejala gejala marginalisasi sektor pertanian dan lingkungan, dan 3)
Perubahan perubahan budaya dan pola pikir. Tiga kronologi dan tipologi alih fungsi
yaitu terjadi secara langsung dan melalui perubahan kepemilikan lahan, terjadi secara
tidak langsung dan melalui perubahan kepemilikan lahan, dan terjadi secara tidak
langsung tanpa perubahan kepemilikan lahan. Gejala marginalisasi sektor pertanian
dan lingkungan menyangkut pengurangan fungsi lahan sebagai penyedia sumber
pangan, penurunan kesempatan kerja, pendapatan petani dan transformasi status
petani serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan/degradasi lahan yang tidak
dapat kembali. Perubahan budaya dan pola pikir meliputi generasi kedua yang sudah
enggan/tidak mau bertani.
Dalam penelitian ini mendiskripsikan dan menjelaskan alih fungsi pada
lahan-lahan pertanian yang menjadi perumahan dari sisi bagaimana
fenomenanya dan hal-hal yang melatar belakanginya hindari pengulangan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif
menggunakan metode kualitatif. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada objek
penelitannya yaitu ruang terbuka hijau kota (RTHK) yang bukan hanya sawah atau
lahan pertanian.
Aulia Yusran (2006), dalam tesisnya Kajian Perubahan Tata Guna Lahan pada
Pusat Kota Cilegon, Fenomena alih fungsi lahan senantiasa terjadi dalam pemenuhan
aktivitas sosial ekonomi yang menyertai pertumbuhan penduduk kota.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pada koridor jalan protokol

sebagai pusat aktivitas perekonomian kota dan pelayanan regional, dan sasaran
penelitian

sasaran

yang

ingin

dicapai

dalam

penelitian

ini

adalah:

a.)

Mengidentifikasi perkembangan aktivitas perekonomian Kota Cilegon sebagai akibat


tingginya tingkat permintaan (demand) dan penawaran (supply) akan lahan serta
pelayanan terhadap kebutuhan domestik serta regional; b.)

Mengidentifikasi

perubahan penggunaan lahan dan sebaran lokasinya di pusat Kota Cilegon; c)


Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh pada perubahan penggunaan lahan di
pusat Kota Cilegon.
Dengan menggunakan analisis deskriptif, dapat diketahui bahwa perubahan
penggunaan lahan di pusat Kota Cilegon dipengaruhi pula oleh aktivitas regional
yang bersinggungan langsung dengan aktivitas perkotaan di Kota Cilegon. Tahapan
penilaian secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan tujuan dan sasaran penelitian.
Dari data yang direduksi (data primer dan data sekunder) disajikan dalam bentuk
peta, grafik, diagram atau tetap dalam bentuk deskriptif untuk data yang bersifat
kualitatif. Penyajian data deskriptif didukung oleh data foto untuk memperlihatkan
secara visual kondisi nyata di lapangan.
Hasil studi yang diperoleh menunjukkan bahwa pusat kota telah mengalami
pergeseran fungsi yang dipengaruhi adanya faktor eksternal berupa aktivitas industri
dan pariwisata dan program kebijakan pemerintah. Faktor internal yang turut
mempengaruhi perubahan ini terkait dengan perkembangan dan tingkat pelayanan
sarana prasarana serta utilitas kota dan ketersediaan lahan dan fasilitas perkotaan.
Hasil ini diharapkan dapat dijadikan input dalam perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalinan kebijaksanaan pemanfaatan lahan, sehingga segala potensi dan
permasalahan perubahan dapat diantisipasi sedini mungkin. Perbedaan dengan

10

penelitian ini adalah pada objek penelitannya yaitu perubahan penggunaan lahan di
pusat Kota Cilegon.
Penelitian yang ketiga disusun oleh Rizky Ramadhana (2005), dalam tesisnya
Perubahan Pemanfaatan Ruang Hijau. Studi Kasus Kota Palangkaraya. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menemukan dan menjelaskan penyimpangan pemanfaatan
ruang terbuka hijau, dan mengetahui faktor yang mempengaruhi penyimpangan
pemanfaatan ruang terbuka hijau di Kota Palangkaraya. Lokasi penelitian adalah
Kota Palangkaraya, di Propinsi Kalimantan Tengah yang meliputi 12 lokasi yang
terjadi penyimpangan ruang terbuka hijau.
Menggunakan analisis data dilakukan dalam kerangka berpikir induktif,
karena dengan demikian konteks lebih mudah dideskripsikan. Teknik analisa
dilakuan dengan menggunakan motode sistem perodesasi. Dimulai dengan
pengumpulan data, observasi terhadap 12 lokasi

yang berubah fungsi, tahapan

analisa serta pengelompokan data dari sub tema-sub tema yang sama menjadi satu
tema, kemudian tema-tema tersebut dibahas untuk mencari makna yang terkandung
di dalamnya dan selanjutnya dapat ditarik suatu konsep.
Penggolongan data untuk analisis dilakukan periodesasi periodisasi yang
berarti penyusunan periodesasi periodisasi atas dasar pikiran, terhadap data
(informasi) yang diperoleh. Selanjutnya menempatkan data pada periodesasi masingmasing. Sistem periodesasi data dimaksudkan agar data yang diperoleh dapat mudah
dikelompokkan serta diobservasi tiap 12 lokasi yang berubah fungsi yang
mempunyai makna untuk menjawab masalah penelitian, menemukan dan
menjelaskan penyimpangan ruang terbuka hijau di Kota Palangkaraya, dan

11

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpangan pemanfaatan ruang


terbuka hijau di Kota Palangkaraya. Tata kalimat
Perbedaan penelitian ini, pusat studi terfokus adalah Kota Palangkaraya,
khususnya ruang terbuka yang terjadi perubahan fungsi ruang-ruang hijau menjadi
fungsi lainnya. Perubahan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang pesat di daerah
perkotaan telah memberikan tekanan yang besar terhadap upaya mewujudkan
keterpaduan penataan ruang dan pembangunan perkotaan. Satu sisi pembangunan
perkotaan tidak dapat dilakukan secara parsial namum di sisi lain

terjadi

pembangunan secara sporadis yang ditentukan oleh mekanisme pasar sehingga perlu
diperhatikan aspek-aspek yang mempengarhui tata ruang tersebut, sehingga perlu
penanganan yang serius agar kota tersebut dapat dikendalikan dalam ekosistem yang
saling berhubungan antara semua komponen-komponen kota.
Berkaitan dengan hal tersebut, dan melihat fenomena yang berkaitan dengan
terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang terbuka hijau Kota Palangkaraya?
muncul berbagai permasalahan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian lanjut
mengenai permasalahan tersebut sebagai suatu kajian yang menyeluruh. Dengan
memperhatikan kondisi yang terjadi, maka yang menjadi fokus kajian didasarkan
pada penelitian, bagaiamana terjdi penyimpangan pemanfaatan ruang terbuka hijau
di Kota Palangkaraya dan faktor yang mempengaruhinya.
2.2. Konsep
2.2.1

Pengertian dan Tujuan Ruang Terbuka Hijau Kota


Membahas Ruang Terbuka Hijau akan selalu berhubungan dengan Ruang

dan Ruang Terbuka. Ruang tidak dapat dipisahkan dari kehiduan manusia, baik
secara psikologis mupun secara dimensional, karena manusia berada dalam ruang

12

bergerak serta

berpikir dan juga menciptakan

untuk menyatakan

dunianya

(Budihardjo. 1999). Ruang pada dasarnya terjadi oleh adanya obyek dan manusia
yang melihatnya dan ruang ini terjadi bukan secara alamiah melainkan terbentuk oleh
lingkungan luar yang dibuat oleh manusia.
Ruang umum pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung
aktivits/ kegiatan tertentu dari masyarakat, baik secara individu maupun kelompok
(Hakim, 1993). Budihardjo, 1999, membagi ruang menurut sifatnya menjadi dua
yaitu:
1. Ruang Umum Terutup, yaitu ruang umum yang terdapat di dalam suatu
bangunan.
2. Ruang Umum Terbuka, yaitu ruang umum di luar bangunan.
Ruang Terbuka secara umum mempunyai arti bermacam-macam, setiap aktor
cendrung

menterjemahkan sesuai dengan visi dan pandangan mereka masing-

masing, sebagaimana

profesi mereka masing-masing (Kaiser, Godschalk and

Chapin, 1905).
Ruang terbuka merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan
tempat-tempat pertemuan dan aktifitas bersama di ruang tebuka Shirvani (1986),
menyatakan bahwa ruang terbuka adalah semua lansekap seperti jalan, trotoar dan
semacamny, taman dan ruang rekreasi di daerah perkotaaan, tetapi tidak termasuk
superhole (ruang raksasa sisa perombakan kota)
Ruang terbuka (hijau) dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau
wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk
memanjang/jalur yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, yaitu tanpa bangunan

13

permanen (Dahlan, 1992). Ruang terbuka hijau kota wilayah/ kawasan RTHK tanpa
Bangunan ( KBD 0%) .
Simmond (1994) membedakan ruang terbuka dalam bentuk kantong dan
linier. Yang termasuk ruang terbuka dalam bentuk kantor (lot) adalah lapangan olah
raga, pust-pusat rekreasi, taman-taman pada riverfront, halaman sekolah dan insitusi,
taman parkir serta pekarangan rumah. Beberapa ahli membedakan ruang terbuka
yang berupa kantong menjadi beberapa jenis penggunaan. Penggunaan tersebut
adalah hutan, lapangan, lahan produktif, taman kota dan tempat pemakaman umum.
Yang termasuk ruang terbuka linier adalah jalur pejalan kaki, jalur jalan raya
dan jalan bebas hambatan serta jalur bersepeda. Di perkotaaan, ruang terbuka
cendrung difungsikan secara aktif

sebagai pusat rekreasi dan interaksi sosial

sehingga seringkali kurng efektif menjadi areal resapan air karena telah dipaving,
dibeton, diaspal atau bahkan dikeramik. Elemen aktifitas aktivitas pada ruang
terbuka dipusat kota lebih menonjol dibandingkan elemen lainnya. Oleh karenanya
perlu dibedakan pengertian ruang terbuka sebagai ruang terbuka yang menyeluruh
meliputi ruang hijau dan tak hijau.
Menurut Undang-undang Undang No. 24/1992 sudah diganti UU 26/2006,
dinyatakan bahwa Ruang Terbuka

sebagai wadah (Container) untuk kehidupan

manusia, baik sebagi individu maupun berkelompok, serta wadah makluk lainnya
untuk hidup dan berkembang secara

berkelanjutan. Makluk hidup lainnya

dimaksudkan sebagai vegetasi (tumbuhan) dan kehidupan berbagai jenis fauna


seperti ikan, binatang, serangga, burung dan jenis fauna lainnya yang juga
dibutuhkan oleh manusia.

14

2.2.2

Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau Kota


Ruang terbuka di perkotaan terutama ditujukan agar berfungsi sebagai areal

penghijauan kota. Dalam skala besar, secara alamiah ruang terbuka dapat berwujud
sebagai hutan kota yang memilik fungsi ekologis dan estetis. Ruang Terbuka Hijau
dapat berbentuk jalur (koridor) , bergerombol maupun menyebar.
Di dalam Inmendagri No. 14/188 dinyatakan bahwa Ruang Terbuka Hijau
Kota berfungsi sebagai areal pelindungan, penyangga, sarana untuk menciptakan
kebersihan, kesehatan, keindahan dan rekreasi, sebagai pengaman terhadap
pencemaran udara maupun air, sarana penelitian, perlindungan plasma

nutfah,

perbaikan iklim mikro dan pengatur tata air.


Menurut Sujarto, 1993 funsi ruang terbuka kota, antara lain: buat kalimat
1. Ruang terbuka berfungsi rekreatif
2. Ruang terbuka berfungsi penyangga
3. Ruang terbuka befungsi pemeliharaan
4. Ruang terbuka berfungsi pengamann dan pelestarian
5. Ruang terbuka berfungsi sosial
Di samping itu Ruang ruang Terbuka terbuka Hijau hijau dapat berperan
ganda misalnya fungsi lindung sekaligus rekreatif dan habitat ikan. Pepohonan/
tanaman (vegetasi) dalam Ruang ruang Terbuka terbuka Hijau

hijau

sangat

bermanfaat untuk merekayasa masalah lingkungan di perkotaantitik, disebutkan


bahwa vegatasi maupun merekayasa estitika, mengontrol erosi dan air tanah,
mengurani polusi udara, mengurangi kebisingan, mengendalikan air limbah,
mengontorl lalu lintas dan cahaya yang menyilaukan, serta mengurangi pantulan
cahaya (Irwan, 1996).

15

Robinatte, (1972) dalam Gey and Dekene, (1978), mengemukakan berbagai


sifat tumbuhan yang khas dan pengaruh-pengaruh dapat menolong memecahkan
masalah-masalah teknik yang berhungan dengan lingkungan, yaitu daun mengurangi
bunyi, ranting-ranting yang bergerak dan bergeser untuk menyerap dan menutupi
bunyi-bunyian, pubesen atau bulu-bulu daun dapat menjebak dan menahan partikelpartikel air; stomata daun untuk mengganti gas-gas; kumpulan bunga dan dedaunan
yang memberikan aroma yang sedap berguna untuk mengurangi bau busuk; daun dan
ranting-ranting mampu memperlambat aliran angin dan curahan hujan; akar yang
menjalar akan menahan erosi tanah baik oleh air hujan maupun angin; daun-daun
yang tebal berguna untuk menghalangi cahaya sedangkan yang tipis menyaring
cahaya.
Ruang

terbuka dapat dibuat sebagai area rekreatif yang penting untuk

kenyamanan penduduk kota. Dalam perancangan kota ruang terbuka difungsikan


sebagai area interaksi sosial warga kota sekaligus sebagai estitika untuk mewujudkan
morfologi bangunan dan wajah kota.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008, tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
tujuan penyelenggaraan Ruang Terbuka Hijau adalah: berikut dijadikan kalimat
1. Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air
2. Menciptakan aspek planologis perkotaan melelaui keseimbangan antara
lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan
masyarakat

16

3. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman


lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.
Sedangkan fungsi Ruang Terbuka Hijau memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:

Memberi jaminan pangadaan Ruang Terbuka Hijau menjadi bagian


dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota)

Pengatur iklim mikro agr sistem sirkulasi udara dan air secara alami
dapat belangsung lancar

Sebagai peneduh

Prodesun oksigen

Penyerap air hujan

Penyedia habitat satwa

Penyerap polutan medi udara, air dan tanah

Penahan angin

b. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:

Fungsi sosial dan budaya: menggambarkan ekspresi budaya lokal;


merupakan medi komunikasi warga lokal; tempat rekreasi; dan wadah
dan obyek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.

17

Fungsi Ekonomi: sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga,
buah, daun, sayur mayur; bisa menjadi bagian dari usaha pertanian,
perkebunan, kehutanan dan lain-lain

Fungsi estetika: meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan


kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman,
maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan; menstimulasi
kreativitas dan produktifitas warga kota; pembentuk faktor keindahan
arsitektural; dan menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area
terbangun dan tidak terbangun.

2.2.3

Tata Guna Lahan


Definisi lahan sendiri dapat ditinjau dari beberapa segi. Dari segi fisik

geografi, lahan merupakan wadah bagi sebuah hunian yang mempunyai kualitas fisik
yang penting dalam penggunaannya. Sedangkan ditinjau dari segi ekonomi lahan
adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam suatu produksi
(Lichfield dan Drabkin, 1980:12). Sedangkan definisi tata guna tanah/lahan adalah
pengaturan dan penggunaan yang meliputi penggunaan di permukaan bumi di
daratan dan permukaan bumi di lautan. Adapun definisi tata guna tanah perkotaan
adalah pembagian dalam ruang dari peran kota; kawasan tempat tinggal, kawasan
tempat bekerja dan rekreasi. (Jayadinata, 1999:10).
Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang langsung
berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987:24).
Penggunaan

lahan

adalah

suatu

proses

yang

berkelanjutan

dalam

pemanfaatan lahan bagi maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien

18

(Sugandhy, 1989:1). Jayadinata mengatakan bahwa penggunaan lahan adalah wujud


atau bentuk usaha kegiatan pemanfaatan suatu bidang tanah pada satu waktu.
Tata Guna Lahan (land use) menurut Edy Darmawan, (2009), merupakan
salah satu elemen kunci dalam perancangan kota, untuk menentukan perancangan
kota, untuk menentukan perencanaan dua dimensional, yang kemudian akan
menentukan ruang tiga dimensional. Penetuan land use

dapat menciptakan

hubungan antara sirkulasi atau parker, mengatur kepadatan kegiatan/penggunaan


diarea lahan kota. Terdapat perbedaan kapasitas dalam penataan ruang kota, apakah
dalam aspek percapaaian, parker, sistim trasportasi yang ada, dan kebutuhan untuk
penggunaan lahan secara individual. Pada prinsipnya pengertian land use adalah
pengaturan

penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam

mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga secara umum dapat memberikan gambaran


keseluruhan bagaimana daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.
Beberapa keuntungan dan kelemahan dalam penataan penggunaan lahan
menjadi kelompok-kelompok fungsional yaitu: kalimat ya
1) Menjamin keaman dan kenyaman atas terjadinya dapak negative karena
saling pengaruh antar zona, misalnya antar industry dan perimahan.
2) Adanya pengelompokan kegiatan, fungsi dan karakter tertentu pada setiap
zona yang terpisah akan memudahkan dalam penataan, perencanaan dan
penggunaan lahan secara mikro.
3) Memudahkan

implementasi

dalam

pengawasan

pelaksnaannya.
Dilain pihak terdapat beberapa kelemahan antara lain:

dan

control

19

4) Karena pembagian zona yang sudah sesuai fungsinya, pencapaian dari


satu tempat ketemapt lain menjadi jauh dan memerlukan waktu yang lma
5) Dibutuhkan sarana prasarana trasportasi yangb esar dan kemungkinan
terjadi kepadatan lalu lintas pada jam pulang dan pergi kerja
6) Timbulnya kesenjangan keramaian dan sepinya kegiatan dikawasan
tertentu, sehingga terdapat kawasan mati pada jam-jam tertentu
7) Kepadatan zona yang tidak seimbang menyebabkan pemanfaatan lahan
tidak optimal.
Beberapa

metode Barnett (1982) yang dapat

dapat digunakan untuk

mengendalikan perkembangan kawasan antara lain: a) Planned planned Unit unit


Development

development

(PUD)

yang

dikenal

sebagai

Cluster

Zoningzoning, digunakan pada daerah pedesaan atau sub urban

cluster
sebagai

pengembangan yang intensif, b) Urban Renewal Control yang digunakan untuk


mengatasi pertumbuhan dan perkembangan kawasa fungsional dipusat kota, c)
Zoning Incentives merupakan bonus yang diberikan kepada pengembang sebagai
imbalan disediakannya fasilitas-fasilitas untuk umum.
Pada masa lampau, terdapat dua masalah untama dalam kebijakan tata guna
lahan: kalimat bro
1) Kurangnya pembedaan penggunaan lahan dalam kawasan kota, dalam
arti pemilahan tiap bagian penggunaan lahan kota yang belum jelas.
2) Kegagalan mempertimbangka faktor lingkungan dan faktor alam. Isu
kunci untuk pengembangan tata guna lahan lebih kerah Mixing Uses,
yang akan mengoptimalkan fungsi kota

24 jam penuh, deng

meningkatkan sirkulasi penyediaan fasilitas pejalan kaki, sistim

20

infrastruktur, analisa lingkungan alam, dan peningkatan perencanaan serta


operasional yang baik.
Perbedaan fungsi jalan akan berpengaruh terhadap karakter dan kegiatan
pendukungnya sehingga akan tercipta lingkungan yang manusiawi, aman dan
menyenangkan.Pada prinsipnya land use harus dipertimbangkan dari dua
perpektif, umum dan tingkat klasifikasi jalan, yang berpengaruh terhadap
kegiatan pendukung.
Untuk menentukan Building Coverage (Hamid Shirvani, 1986), mengikuti
tata guna lahan dengan cara yang sistematik yakni: kalimat bro
a) Tipe penggunaan lahan yang diijinkan di suatu kawasan.
b) Hubungan fungsional diantara kawasan puat kota seharusnya dibedakan
dengan jelas.
c) Jumlah maksimum lantai bangunan harus di tetapkan tiap-tiap izin
penggunaan lahan
d) Skala pengembangan baru
e) Tipe insentif pembangunan yang diterapkan pada pengembangan pusat
kota harus dirinci lebih spesifik.
2.2.4. Faktor yang menyebabkan alih fungsi Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK)
Pengertian konversi lahan atau perubahan guna lahan adalah alih fungsi atau
mutasi lahan secara umum menyangkut tranformasi dalam pengalokasian sumber
daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lain (Tjahjati, 1997:505).
Namun sebagai terminologi dalam kajian-kajian Land economics, pengertiannya
terutama difokuskan pada proses dialihgunakannya lahan dari lahan pertanian atau

21

perdesaan ke penggunaan non-pertanian atau perkotaan yang diiringi dengan


meningkatnya nilai lahan(Pierce dalam Iwan Kustiwan 1997:505).
Mengutip penjelasan Bourne (1982:95), bahwa ada beberapa faktor yang
menjadi penyebab terjadinya penggunaan lahan, yaitu: perluasan batas kota;
peremajaan di pusat kota; perluasan jaringan infrastruktur tertutama jaringan
transportasi; serta tumbuh dan hilangnya pemusatan aktifitas tertentu. Secara
keseluruhan perkembangan dan perubahan pola tata guna lahan pada kawasan
permukiman dan perkotaan berjalan dan berkembang secara dinamis dan natural
terhadap alam, dan dipengaruhi oleh: kalimat
Faktor manusia, yang terdiri dari: kebutuhan manusia akan tempat tinggal, potensi
manusia, finansial, sosial budaya serta teknologi.
Faktor fisik kota, meliputi pusat kegiatan sebagai pusat-pusat pertumbuhan kota
dan jaringan transportasi sebagai aksesibilitas kemudahan pencapaian.
Faktor bentang alam yang berupa kemiringan lereng dan ketinggian lahan.
Menurut Zahnd (1999:28) dinamika perkembangan sebuah kawasan
perkotaan tergantung dari tiga hal, yaitu: kalimat
1. Perkembangan kota tidak terjadi secara abstrak. Artinya, setiap perkembangan
kota berlangsung di dalam tiga dimensi, yaitu rupa, massa dan ruang yang berkaitan
erat sebagai produknya.
2. Perkembangan kota tidak terjadi secara langsung, dimana setiap perkembangan
kota berlangsung di dalam dimensi keempat, yaitu waktu sebagai prosesnya.
3. Perkembangan kota tidak terjadi secara otomatis, karena setiap perkembangan
kota membutuhkan manusia yang bertindak. Keterlibatan manusia tersebut dapat
diamati dalam dua skala atau perspektif, yaitu dari atas serta dari bawah. Skala

22

dari atas memperhatikan aktivitas ekonomi politis (sistem keuangan, permodalan,


kekuasaan dan sejenisnya) yang bersifat abstrak. Sedangkan skala dari bawah
berfokus secara konkret pada perilaku manusia (cara, kegiatan atau pembuatannya).
Adapun faktor yang mempengaruhi perkembangan kota adalah:
1. Fisik Kota (Branch, 1995:37-43) Keadaan geografis, berpengaruh terhadap fungsi
dan bentuk kota. Kota sebagai simpul distribusi, misalnya terletak di simpul jalur
transportasi di pertemuan jalur transportasi regional atau dekat pelabuhan laut. Kota
pantai misalnya akan cenderung berbentuk setengah lingkaran dengan pusat
lingkarannya adalah pelabuhan laut.
Topografi/tapak menjadi faktor pembatas bagi perkembangan suatu kawasan karena
kondisi fisik ini tidak dapat berkembang kecuali dalam keadaan labil. Meskipun
demikian usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah topografi atau mengatasi
keadaan ketinggian, kemiringan tanah dapat dilakukan dengan menggali bukit,
menguruk tanah, reklamasi laut/rawa dapat mengurangi hambatan. Kota yang berada
pada daratan yang rata akan mudah berkembang ke segala arah dibandingkan dengan
kota yang berada di wilayah pegunungan.
Fungsi Kota, kota yang memiliki aktivitas dan fungsi yang beragam biasanya secara
ekonomi akan lebih kuat dan berkembang pesat dibanding dengan kota yang
memiliki satu fungsi.
Sejarah dan kebudayaan, penduduk kota memiliki komitmen untuk menjaga dan
melindungi bangunan atau tempat bersejarah lainnya dari perambahan perkembangan
lahan yang tidak sesuai. Meskipun lokasinya berada di tengah kota, bangunan atau
tempat tersebut akan senantiasa dilestarikan selamanya.

23

Unsur-unsur umum seperti jaringan jalan, penyediaan air bersih dan jaringan
penerangan listrik yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat.
2. Faktor Fisik Eksternal, yang meliputi :
Fungsi primer dan sekunder kota yang tidak terlepas dan keterkaitan dengan daerah
lain apakah daerah itu dipandang secara makro (nasional dan internasional) maupun
secara mikro (regional). Keterkaitan ini menimbulkan arus pergerakan yang tinggi
memasuki kota secara kontinyu.
Fungsi kota yang sedemikian rupa merupakan daya tarik bagi wilayah sekitarnya
untuk masuk ke kota tersebut (urbanisasi), karena kota adalah tempat
terkonsentrasinya kegiatan.
Sarana dan prasarana transportasi yang lancar, semakin baik sarana transportasi ke
kota maka semakin berkembang kota tersebut, baik transportasi udara, laut dan darat.
Transportasi meningkatkan aksesibilitas dari potensi-potensi sumber alam dan luas
pasar (Nasution, 2004:14). Menurut Catanese dan Snyder (1979:120) bahwa
keberadaan infrastruktur memberi dampak yang sangat besar bagi kehidupan
masyarakat, pola pertumbuhan dan prospek perkembangan ekonomi suatu kota.
3. Faktor Sosial
Ada dua faktor sosial yang berpengaruh dan menentukan dalam perkembangan kota,
yaitu:
Faktor Kependudukan, kesempatan kerja yang tersedia seiring dengan perkembangan
industrialisasi menyebabkan semakin meningkatnya penduduk kota industri (Lesley
E. White, dalam Tri Joko, 2002:34).

24

Kualitas Kehidupan bermasyarakat, semakin padatnya penduduk kota maka semakin


menurunnya pola-pola kemasyarakatan karena lingkungan kehidupan yang
mengutamakan efisiensi ekonomis telah menimbulkan berbagai segi degradasi sosial.
4. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi yang berpengaruh dan menentukan di dalam pengembangan dan
perkembangan kota dapat dikemukakan tiga hal pokok yaitu: kegiatan usaha; politik
ekonomi; dan faktor lahan yang terdiri dari pola penggunaan lahan serta harga lahan
(P.B. Desai; Ashish, 1965 dalam Tri Joko, 2002:35)
Kegiatan usaha, akan sangat menentukan kegiatan masyarakat umumnya.
Terbukanya kesempatan kegiatan usaha pada pusat-pusat atau kota-kota yang baru
akan menarik aliran penduduk ke arah tersebut ( Tri Joko, 2002:35).
Politik Ekonomi, dengan kebijakan politik ekonomi yang tepat maka akan terjadi
pertumbuhan ekonomi meliputi kenaikan pendapatan per kapita, masuknya investasi
dan tumbuhnya kegiatan usaha. T.C Peng dan N.S Verma dalam Tri Joko (2002:36)
mengatakan tiga jenis pembangunan kota yang dikembangkan dengan sistem
ekonomi terpusat; bebas; dan campuran.
Faktor Lahan, dalam Pola penggunaan lahan perkembangan, kota merupakan suatu
proyek pembangunan permukiman berskala besar yang akan memerlukan lahan yang
luas (Robin H. Best dalam Tri Joko, 2002:35).
Konsekwensi logis dari pembangunan kota adalah meningkatnya kebutuhan akan
lahan, dan terjadi proses ekstensifikasi ruang merembet hingga daerah perdesaan.
Fenomena konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun memberikan dampak
bagi perubahan sosial ekonomi di wilayah pertanian.

25

Kedatangan para petani yang telah beralih profesi berusaha mencari celahcelah
kosong kegiatan usaha/pekerjaan yang senantiasa ada di kawasan perkotaan.
Akhirnya pertimbangan dalam pola penggunaan lahan menjadi faktor penting dalam
perencanaan pembangunan kota.
Harga Lahan, menurut P. A Stone dalam Tri Joko (2002:36) bahwa kenaikan nilai
dan harga lahan umumnya merupakan suatu konsekwensi dari suatu perubahan
penggunaan dan pemanfaatan lahan yang dinilai dari segi ekonomisnya. Dalam
penelitin ini faktor yang mempengaruhi perubahan pemanfaatan alih fungsi lahan
Ruang Terbuka Hijau Kota yaitu:
1. Fisik Kota
2. Faktor Fisik Eksternal Kota
3. Faktor Sosial
4. Faktor Ekonomi
2.3.

Landasan Teori

2.3.1

Pengertian Pengendalian Pemanfaatan Ruang.


Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan kegiatan yang berkaitan dengan

pengawasan dan penertiban terhadap implementasi rencana sebagai tindak lanjut dari
penyusunan atau adanya rencana, agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata
ruang. Ibrahim (1998 : 27) mengemukakan bahwa dengan kegiatan pengendalian
pemanfaatan ruang, maka dapat diidentifikasi sekaligus dapat dihindarkan
kemungkinan terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang.
2.3.2

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kota


Kota dimanapun di belahan dunia memiliki unsur-unsur umum yang berlaku

yang mempengaruhi perkembangannya. Unsur-unsur internal ini meliputi kondisi

26

sosial, ekonomi, politik, keagamaan dan budaya serta yang tidak bisa diabaikan
adalah unsur fisik geografis (Branch, 1995:37). Menurut Zahnd (1999:28) dinamika
perkembangan sebuah kawasan perkotaan tergantung dari tiga hal, yaitu:
1. Perkembangan kota tidak terjadi secara abstrak. Artinya, setiap perkembangan
kota berlangsung di dalam tiga dimensi, yaitu rupa, massa dan ruang yang berkaitan
erat sebagai produknya.
2. Perkembangan kota tidak terjadi secara langsung, dimana setiap perkembangan
kota berlangsung di dalam dimensi keempat, yaitu waktu sebagai prosesnya.
3. Perkembangan kota tidak terjadi secara otomatis, karena setiap perkembangan
kota membutuhkan manusia yang bertindak. Keterlibatan manusia tersebut dapat
diamati dalam dua skala atau perspektif, yaitu dari atas serta dari bawah. Skala
dari atas memperhatikan aktivitas ekonomi politis (sistem keuangan, permodalan,
kekuasaan dan sejenisnya) yang bersifat abstrak.
Sedangkan skala dari bawah berfokus secara konkret pada perilaku manusia
(cara, kegiatan atau pembuatannya). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kota adalah:
1. Fisik Kota (Branch, 1995:37-43) Keadaan geografis, berpengaruh terhadap fungsi
dan bentuk kota. Kota sebagai simpul distribusi, misalnya terletak di simpul jalur
transportasi di pertemuan jalur transportasi regional atau dekat pelabuhan laut. Kota
pantai misalnya akan cenderung berbentuk setengah lingkaran dengan pusat
lingkarannya adalah pelabuhan laut.
Topografi/tapak menjadi faktor pembatas bagi perkembangan suatu kawasan karena
kondisi fisik ini tidak dapat berkembang kecuali dalam keadaan labil. Meskipun
demikian usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah topografi atau mengatasi

27

keadaan ketinggian, kemiringan tanah dapat dilakukan dengan menggali bukit,


menguruk tanah, reklamasi laut/rawa dapat mengurangi hambatan. Kota yang berada
pada daratan yang rata akan mudah berkembang ke segala arah dibandingkan dengan
kota yang berada di wilayah pegunungan.
Fungsi Kota, kota yang memiliki aktivitas dan fungsi yang beragam biasanya secara
ekonomi akan lebih kuat dan berkembang pesat dibanding dengan kota yang
memiliki satu fungsi.
Sejarah dan kebudayaan, penduduk kota memiliki komitmen untuk menjaga dan
melindungi bangunan atau tempat bersejarah lainnya dari perambahan perkembangan
lahan yang tidak sesuai. Meskipun lokasinya berada di tengah kota, bangunan atau
tempat tersebut akan senantiasa dilestarikan selamanya.
Unsur-unsur umum seperti jaringan jalan, penyediaan air bersih dan jaringan
penerangan listrik yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat.
2. Faktor Fisik Eksternal, yang meliputi :
Fungsi primer dan sekunder kota yang tidak terlepas dan keterkaitan dengan daerah
lain apakah daerah itu dipandang secara makro (nasional dan internasional) maupun
secara mikro (regional). Keterkaitan ini menimbulkan arus pergerakan yang tinggi
memasuki kota secara kontinyu.
Fungsi kota yang sedemikian rupa merupakan daya tarik bagi wilayah sekitarnya
untuk masuk ke kota tersebut (urbanisasi), karena kota adalah tempat
terkonsentrasinya kegiatan.
Sarana dan prasarana transportasi yang lancar, semakin baik sarana transportasi ke
kota maka semakin berkembang kota tersebut, baik transportasi udara, laut dan darat.
Transportasi meningkatkan aksesibilitas dari potensi-potensi sumber alam dan luas

28

pasar (Nasution, 2004:14). Menurut Catanese dan Snyder (1979:120) bahwa


keberadaan infrastruktur memberi dampak yang sangat besar bagi kehidupan
masyarakat, pola pertumbuhan dan prospek perkembangan ekonomi suatu kota.
3. Faktor Sosial
Ada dua faktor sosial yang berpengaruh dan menentukan dalam perkembangan kota,
yaitu:
Faktor Kependudukan, kesempatan kerja yang tersedia seiring dengan perkembangan
industrialisasi menyebabkan semakin meningkatnya penduduk kota industri (Lesley
E. White, dalam Tri Joko, 2002:34).
Kualitas Kehidupan bermasyarakat, semakin padatnya penduduk kota maka semakin
menurunnya pola-pola kemasyarakatan karena lingkungan kehidupan yang
mengutamakan efisiensi ekonomis telah menimbulkan berbagai segi degradasi sosial.
4. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi yang berpengaruh dan menentukan di dalam pengembangan dan
perkembangan kota dapat dikemukakan tiga hal pokok yaitu: kegiatan usaha; politik
ekonomi; dan faktor lahan yang terdiri dari pola penggunaan lahan serta harga lahan
(P.B. Desai; Ashish, 1965 dalam Tri Joko, 2002:35)
Kegiatan usaha, akan sangat menentukan kegiatan masyarakat umumnya.
Terbukanya kesempatan kegiatan usaha pada pusat-pusat atau kota-kota yang baru
akan menarik aliran penduduk ke arah tersebut ( Tri Joko, 2002:35).
Politik Ekonomi, dengan kebijakan politik ekonomi yang tepat maka akan terjadi
pertumbuhan ekonomi meliputi kenaikan pendapatan per kapita, masuknya investasi
dan tumbuhnya kegiatan usaha. T.C Peng dan N.S Verma dalam Tri Joko (2002:36)

29

mengatakan tiga jenis pembangunan kota yang dikembangkan dengan sistem


ekonomi terpusat; bebas; dan campuran.
Faktor Lahan, dalam Pola penggunaan lahan perkembangan, kota merupakan suatu
proyek pembangunan permukiman berskala besar yang akan memerlukan lahan yang
luas (Robin H. Best dalam Tri Joko, 2002:35).
Konsekwensi logis dari pembangunan kota adalah meningkatnya kebutuhan akan
lahan, dan terjadi proses ekstensifikasi ruang merembet hingga daerah perdesaan.
Fenomena konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun memberikan dampak
bagi perubahan sosial ekonomi di wilayah pertanian.
Kedatangan para petani yang telah beralih profesi berusaha mencari celahcelah
kosong kegiatan usaha/pekerjaan yang senantiasa ada di kawasan perkotaan.
Akhirnya pertimbangan dalam pola penggunaan lahan menjadi faktor penting dalam
perencanaan pembangunan kota.
Harga Lahan, menurut P. A Stone dalam Tri Joko (2002:36) bahwa kenaikan nilai
dan harga lahan umumnya merupakan suatu konsekwensi dari suatu perubahan
penggunaan dan pemanfaatan lahan yang dinilai dari segi ekonomisnya.
2.3.3

Ruang Lingkup dan Batasan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan


Ruang, Pasal 17 pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan
pengawasan dan penertiban. Uraian berikut ini meliputi penjelasan kegiatan
pengendalian pemanfaatan sebagai piranti manajemen dan kegiatan pengendalian
yang terkait dengan mekanisme perijinan. Ruang lingkup dan batasan pengendalian
pemanfaatan ruang dapat dilihat pada Gambar 2.1.

30

Gambar 3.1
Diagram Lingkup Kegiatan Pengendalian
a. Pengawasan
Suatu usaha atau kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang
dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilakukan dalam
bentuk :

Pelaporan adalah usaha atau kegiatan memberi informasi secara obyektif mengenai
pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.

Pemantauan adalah usaha atau kegiatan mengamati, mengawasi dan memeriksa


dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang. Pemantauan rutin terhadap perubahan tata ruang dan
lingkungan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota masing-masing dengan
mempergunakan semua laporan yang masuk, baik yang berasal dari individu
masyarakat. Organisasi kemasyarakatan, aparat RT, RW, kelurahan dan kecamatan.
Pemantauan ini menjadi kewajiban perangkat Pemerintah Daerah sebagai kelanjutan
dari temuan pada proses pelaporan yang kemudian ditindak lanjuti bersama-sama
berdasarkan proses dan prosedur yang berlaku.

31

Evaluasi adalah usaha atau kegiatan untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan
ruang secara keseluruhan setelah terlebih dahulu dilakukan kegiatan pelaporan dan
pemantauan dalam mencapai tujuan rencana tata ruang. Inti evaluasi adalah menilai
kemajuan seluruh kegiatan pemanfaatan dalam mencapai tujuan rencana tata ruang.
Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan membuat potret tata ruang. Setiap
tahunnya hal ini dibedakan dengan kegiatan peninjuan kembali yang diamanatkan
UU Penataan Ruang. Peninjauan kembali adalah usaha untuk menilai kembali
kesahihan rencana tata ruang dan keseluruhan kinerja penataan ruang secara berkala,
termasuk mengakomodasi pemuktahiran yang dirasakan perlu akibat paradigma serta
peraturan atau rujukan baru dalam kegiatan perencanaan tata ruang yang dilakukan
setelah dari kegiatan suatu evaluasi ditemukan permasalahan-permasalahan yang
mendasar.
b. Penertiban
Penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan terhadap pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana dapat terwujud. Tindakan penertiban
dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas semua pelanggaran atau
kejahatan yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang. Penertiban terhadap pemanfaatan ruang dilakukan oleh
pemerintah daerah melalui aparat yang diberi wewenang dalam hal penertiban
pelanggaran pemamnfaatan ruang termasuk aparat kelurahan. Bentuk pengenaan
sanksi ini dapat berupa sanksi administrasi, sanksi pidana, maupun sanksi perdata
yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.
Kegiatan penertiban dapat dilakukan dalam bentuk penertiban langsung dan
penertiban tidak langsung. Penertiban langsung yaitu melalui mekanisme penegakan

32

hukum yang diselenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang


berlaku, sedangkan penertiban tidak langsung yaitu pengenaan sanksi disinsentif
pemanfaatan ruang yang dapat diselenggarakan antara lain melalui pengenaan
retribusi secara progresif atau membatasi sarana dan prasarana dasar lingkungannya.

2.3.4

Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK)


Dalam konteks pemanfaatan, pengertian ruang terbuka hijau kota mempunyai

lingkup lebih luas dari sekedar pengisian hijau tumbuh-tumbuhan, sehingga


mencangkup pula pengertian dalam bentuk pemanfaatan ruang terbuka bagi kegiatan
masyarakat. Ruang terbuka hijau kota dapat diklasifikasikan, baik dalam tata letak
dan fungsinya. Berdasarkan tata letaknya, ruang terbuka hijau kota bisa berwujud
ruang terbuka kawasan pantai, dataran banjir sungai, ruang terbuka pengaman jalan
bebas hambatan, dan ruang terbuka pengemanan kawasan bahaya kecelakaan di
ujung landasan Bandar udara.
Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup menyatakan bahwa
untuk

melestarikan

pemanfaatan,

pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu

fungsi

pengembangan,

hidup

yang

meliputi

pemeliharaan,

kebijaksanaan

pemulihan,

penataan,

pengawasan,

dan

pengendalian lingkungan hidup. Secara umum, pengelolaan merupakan terjemahan


dari manajemen yang mencakup beberpa pokok kegiatan, yakni perencanaan dan

33

pengendalian, kelembagaan/pengorganisasian, sumber daya manusia, koordinasi, dan


pendanaan.
2.3.5

Pelaku pengelolaan RTHK


Pelaku-pelaku yang terlibat dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota

(Aca Sugandhy, 2007) terdiri atas sebagai berikut.


a) Pemerintah:
Kewajiban pemerintah kota, dalam hal ini instansi/lembaga dinas
pertamanan, dinas pertanian, dan dinas kehutanan dalah mengadakan dan
menyelenggarakan pembangunan secara adil untuk peningkatan kehidupan
masyarakat kota, termasuk didalamnya bidang keamanan, kenyamana, dan
keserasian. Apabila hal ini dikaitkan dengan jenis ruang terbuka hijau yang ada maka
ruang terbuka hijau yang harus disediaakan oleh pemerintah adalah ruang terbuka
hijau koridor yang meliputi jalar hijau kota dan jalar hijau jalan; ruang terbuka hijau
produktif yang meliputi kawasan pertanian kota, perairan/tambak; ruang terbuka
hijau konservasi yang meliputi kawasan cagar alam dan hutan kota; runag terbuka
hijau lingkungan yang meliputi kawasan taman lingkungan dan bangunan, serta
taman kota; ruang terbuka hijau khusus yang meliputi kawasan permakaman,
perkantoran, dan kebun binatang.
b) Swasta:
Peranan swasta sebagai pelaku ekonomi kota, yang bergerak di sector formal
maupun informal, tidaksecara mutlsk berkewajiban untuk melaksanakan pengadaan

34

ruang terbuka hijau kota. Melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu serta


pengkajian dari sudut pandang swasta, dapat disediakan ruang terbuka hijau yang
memungkinkan

untuk dikelola oleh swasta, yaitu ruang terbuka hijau untuk

keindahan/estitika; ruang terbuka hijau untuk rekreasi; ruang terbuka hijau yang
dapat dikomersialkan.
c) Peran Serta Masyarakat:
Peran serta masysrakat, baik secara individu maupun kelembagaan terhadap
ruang terbuka hijau lebih terbatas pada pemanfaatan dan pemeliharaan. Dari segi
perencanaan maupun pengadaannya, peran serta masyarakat sangat kecil sekali. Hal
ini disebabkan keberadaan ruang hijau kota biasanya terbentuk oleh adanya tanah
kosong yang belum/tidak dimanfaatkan. Kelangsungan keberadaannya tidak dapat
dijamin, sehubungan dengan sifat penguasaan tanahnya yang lebih banyak bersifat
individu.
d) Media Massa:
Media massa, baik media elektronik maupun media cetak, ikut berperan
sebagi pelaku dalam pengelolaan ruang terbuka hijau, khususnya dalam menciptakan
opini publik terhadap pentingnya keberadaan ruang terbuka hijau di perkotaan. Di
samping hal tersebut, fungsi media massa juga bermanfaa untuk ikut mengawasi
perkembangan ruang terbuka hjau.
2.3.6

Perubahan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK)


Perkembangan kota yang cepat menyebabkan kebutuhan akan lahan

perkotaan meningkat, ini sering ditandai dengan perubahan terhadap pemanfaatan

35

lahan di perkotaan. Perubahan pemanfaatan lahan dapat mengacu kepada kedua hal,
yaitu perubahan pemanfaatan lahan sebelumnya, atau perubahan pemanfaatan yang
mengacu kepada rencana

penataan ruang. Perubahan

yang mengancu

pada

pemanfaatan lahan sebelumnya adalah suatu pemanfaatan baru atas lahan yang
berbeda dengan pemanfaatan lahan sebelumnya, sedangkan perubahan yang
mengacu pada rencana penataan ruang adalah pemanfaatn baru atas lahan tidak
sesuai dengan yang ditentukan dalam Rencana Penataan Ruang Wilayah yang telah
disahkan atau yang ditetapkan.
2.3.7

Jenis Perubahan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK)


Gejala perubahan pemanfaatan lahan perkotaan terdiri atas beberapa jenis

perubahan. Jenis perubahan pemanfaatan lahan Zulkaidi (1999), antara lain yaitu: 1)
Perubahan fungsi (use); perubahan fungsi adalah perubahan jenis kegiatan, 2)
Perubahan intensitas mencakup perubahan KDB, KLB, kepadatan bangunan, dan 3)
Perubahan teknis masa bangunan (bulk) mencakup perubahan Garis Sepadan
Bangunan (GSB), tinggi bangunan, dan perubahan minor lainnya yang tanpa
mengubah fungsi dan intensitasnya.
2.3.8

Konsep Identifikasi Persoalan RTHK


Konsep-konsep identifikasi persoalan dimaksud adalah sebagai landasan

dalam menemukenali persoalan kebijakan pengelolaan ruang terbuka hijau kota,


yang terdiri dari penyebab kegagalan pasar dan penyebabab kegagalan pemerintah.
Landasan teoritis (konsep) dari analisis kebijakan ini bersumber dari David L.
Weimer dalam bukunya Policy Analilysis, Consept and Pratics (Aca Sugandhy, 207)
yang menyatakan menyatakan bahwa faktor penyebab kegagalan pasar terdiri dari

36

dua bagian, 1) Kegagalan pasar tradisional, dan 2) Kegagalan pasar kompetitif.


Faktor penyebab kegagalan pemerintah adalah sebagai berikut: kegagalan demokrasi,
birokrasi, perilaku birokrat, dan kegagalan desentralisasi.
2.3.9

Konsep Partisipasi
Partisipasi masyarakat adalah suau bentuk interaksi sosial terhadap suatu

kegiatan. Dalam wilayah perkotaan, yang biasanya mempunyai masyarakat yang


komplek, sulit untuk menggerakkan partisipasi masyarakat sekaligus pada level
kota. Oleh karena itu, pertumbuhan partisipasi masyarakat harus dimulai dari suatu
unit tertentu. Suatu masyarakat yang komplek terdapat tiga jenis komunitas, yaitu
sebagai berikut: 1) Komunitas Primodial, 2) Komunitas Profesional, dan 3)
Komunitas Spatial.
Apabila setiap komunitas spatial, khususnya pada skala

terkecil Rukun

Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW), yang merupakan bagian dari komunitas skala
perkotaan dapat dijadikan suatu komunitas yang dinamis maka tujuan pembangunan
ruang terbuka kota dapat lebih cepat terlaksana serta merta. Oleh karena itu,
diperlukan suatu sistem serta upaya yang efektif dan efisien guna mengaktifkan
partisipasi pada tingkat komunitas spatial.

37

2.4. Model Penelitian

Migrasi

Pertumbuhan
Penduduk Alami

Pertumbuhan
Penduduk Kota

Pemusatan Kegiatan
Ekonomi

Perkembangan
Tuntutan Masyarakat
(Sosial)

Peningkatan
Kegiatan Kota

Kedudukan Kota
Dalam Perwilayahan

PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN KOTA

TATA GUNA LAHAN

Pengaturan Hukum Pemilikan


Lahan, dan Sertifikat Tanah
Pengaturan
Perijinan,
Ijin
Prinsip, Ijin Usaha/Tetap, IMB,
dan Ijin Penghunian (IPB)
Pajak
Lahan/PBB,
Pengembangan
Lahan,
Baliknama/ Jual Beli Lahan
Retribusi Perubahan
Guna
Lahan
Kompensasi
Penguasaan
Pemerintah

Lahan

ALIH FUNGSI LAHAN/


PERUBAHAN PEMANFAATAN
RTHK

JENIS RTHK

IDENTIFIKASI ALIH FUNGSI RTHK

Ruang Terbuka Hijau (RTH);


Ruang Terbuka Non Hijau;
Ruang Terbuka Hijau Privat;
Ruang Terbuka Hijau Publik.
(Permen PUNomor: 05/PRTM/2008)

FUNGSI RTHK

oleh

Fungsi Ekologis;
Fungsi Sosial Budaya;
Fungsi Ekonomi;
Fungsi Estetika.

Perubahan Fung;
Perubahan Blok Peruntukan;
Perubahan Persyaratan Teknis.
(RTRW Kotamadya Dati. II
Denpasar Tahun 1999-2004)
FAKTOR-FAKTOR PENGARUH ALIH
FUNGSI RTHK

(Permen PU. Nomor:05/PRT/M/2008)

ATURAN TATA GUNA LAHAN

UU No 4 Tahun 198 tentang


Lingkungan Hidup
UU No 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman
UU No 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
Permen PU No:05/PRT/M/208
tentang Pedoman Penyediaan
dan
Pemanfaatan
RH
di
Kawasan Perkotaan
Perda N0 3 Tahun 2005 RTRW
Propinsi Bali
RTRW
Kotamadya
Dati.II
Denpasar Tahun 1999-2004

Identifikasi Jenis Alih Fungsi dan


Faktor Mempengaruhi Alih Fungsi
RTHK KDB 0 %
Di Kota Denpasar

Faktor Dominan Mempengaruhi Alih


Fungsi RTHK KDB 0 %
di Kota Denpasar

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Fisik Kota
Faktor Eksternal Fisik Kota
Faktor Sosial
Faktor Ekonomi

38

Gambar 2.11. Model Peneltian

Sederhanakan, makin sederhana makin baik.


Ulas terlebih dahulu modelnya baru dituangkan dalam diagram.
Kajian jangan ke mana-mana, focus pada alih fungsi rth saja.

Anda mungkin juga menyukai