Ada 3 (tiga) konsep dalam alih fungsi lahan pertanian ke perumahan yang
dapat diterangkan dalam penelitian ini yaitu 1) Kronologi kronologi dan tipologi alih
fungsi lahan, 2) Gejala gejala marginalisasi sektor pertanian dan lingkungan, dan 3)
Perubahan perubahan budaya dan pola pikir. Tiga kronologi dan tipologi alih fungsi
yaitu terjadi secara langsung dan melalui perubahan kepemilikan lahan, terjadi secara
tidak langsung dan melalui perubahan kepemilikan lahan, dan terjadi secara tidak
langsung tanpa perubahan kepemilikan lahan. Gejala marginalisasi sektor pertanian
dan lingkungan menyangkut pengurangan fungsi lahan sebagai penyedia sumber
pangan, penurunan kesempatan kerja, pendapatan petani dan transformasi status
petani serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan/degradasi lahan yang tidak
dapat kembali. Perubahan budaya dan pola pikir meliputi generasi kedua yang sudah
enggan/tidak mau bertani.
Dalam penelitian ini mendiskripsikan dan menjelaskan alih fungsi pada
lahan-lahan pertanian yang menjadi perumahan dari sisi bagaimana
fenomenanya dan hal-hal yang melatar belakanginya hindari pengulangan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif
menggunakan metode kualitatif. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada objek
penelitannya yaitu ruang terbuka hijau kota (RTHK) yang bukan hanya sawah atau
lahan pertanian.
Aulia Yusran (2006), dalam tesisnya Kajian Perubahan Tata Guna Lahan pada
Pusat Kota Cilegon, Fenomena alih fungsi lahan senantiasa terjadi dalam pemenuhan
aktivitas sosial ekonomi yang menyertai pertumbuhan penduduk kota.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pada koridor jalan protokol
sebagai pusat aktivitas perekonomian kota dan pelayanan regional, dan sasaran
penelitian
sasaran
yang
ingin
dicapai
dalam
penelitian
ini
adalah:
a.)
Mengidentifikasi
10
penelitian ini adalah pada objek penelitannya yaitu perubahan penggunaan lahan di
pusat Kota Cilegon.
Penelitian yang ketiga disusun oleh Rizky Ramadhana (2005), dalam tesisnya
Perubahan Pemanfaatan Ruang Hijau. Studi Kasus Kota Palangkaraya. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menemukan dan menjelaskan penyimpangan pemanfaatan
ruang terbuka hijau, dan mengetahui faktor yang mempengaruhi penyimpangan
pemanfaatan ruang terbuka hijau di Kota Palangkaraya. Lokasi penelitian adalah
Kota Palangkaraya, di Propinsi Kalimantan Tengah yang meliputi 12 lokasi yang
terjadi penyimpangan ruang terbuka hijau.
Menggunakan analisis data dilakukan dalam kerangka berpikir induktif,
karena dengan demikian konteks lebih mudah dideskripsikan. Teknik analisa
dilakuan dengan menggunakan motode sistem perodesasi. Dimulai dengan
pengumpulan data, observasi terhadap 12 lokasi
analisa serta pengelompokan data dari sub tema-sub tema yang sama menjadi satu
tema, kemudian tema-tema tersebut dibahas untuk mencari makna yang terkandung
di dalamnya dan selanjutnya dapat ditarik suatu konsep.
Penggolongan data untuk analisis dilakukan periodesasi periodisasi yang
berarti penyusunan periodesasi periodisasi atas dasar pikiran, terhadap data
(informasi) yang diperoleh. Selanjutnya menempatkan data pada periodesasi masingmasing. Sistem periodesasi data dimaksudkan agar data yang diperoleh dapat mudah
dikelompokkan serta diobservasi tiap 12 lokasi yang berubah fungsi yang
mempunyai makna untuk menjawab masalah penelitian, menemukan dan
menjelaskan penyimpangan ruang terbuka hijau di Kota Palangkaraya, dan
11
terjadi
pembangunan secara sporadis yang ditentukan oleh mekanisme pasar sehingga perlu
diperhatikan aspek-aspek yang mempengarhui tata ruang tersebut, sehingga perlu
penanganan yang serius agar kota tersebut dapat dikendalikan dalam ekosistem yang
saling berhubungan antara semua komponen-komponen kota.
Berkaitan dengan hal tersebut, dan melihat fenomena yang berkaitan dengan
terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang terbuka hijau Kota Palangkaraya?
muncul berbagai permasalahan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian lanjut
mengenai permasalahan tersebut sebagai suatu kajian yang menyeluruh. Dengan
memperhatikan kondisi yang terjadi, maka yang menjadi fokus kajian didasarkan
pada penelitian, bagaiamana terjdi penyimpangan pemanfaatan ruang terbuka hijau
di Kota Palangkaraya dan faktor yang mempengaruhinya.
2.2. Konsep
2.2.1
dan Ruang Terbuka. Ruang tidak dapat dipisahkan dari kehiduan manusia, baik
secara psikologis mupun secara dimensional, karena manusia berada dalam ruang
12
bergerak serta
untuk menyatakan
dunianya
(Budihardjo. 1999). Ruang pada dasarnya terjadi oleh adanya obyek dan manusia
yang melihatnya dan ruang ini terjadi bukan secara alamiah melainkan terbentuk oleh
lingkungan luar yang dibuat oleh manusia.
Ruang umum pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung
aktivits/ kegiatan tertentu dari masyarakat, baik secara individu maupun kelompok
(Hakim, 1993). Budihardjo, 1999, membagi ruang menurut sifatnya menjadi dua
yaitu:
1. Ruang Umum Terutup, yaitu ruang umum yang terdapat di dalam suatu
bangunan.
2. Ruang Umum Terbuka, yaitu ruang umum di luar bangunan.
Ruang Terbuka secara umum mempunyai arti bermacam-macam, setiap aktor
cendrung
masing, sebagaimana
Chapin, 1905).
Ruang terbuka merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan
tempat-tempat pertemuan dan aktifitas bersama di ruang tebuka Shirvani (1986),
menyatakan bahwa ruang terbuka adalah semua lansekap seperti jalan, trotoar dan
semacamny, taman dan ruang rekreasi di daerah perkotaaan, tetapi tidak termasuk
superhole (ruang raksasa sisa perombakan kota)
Ruang terbuka (hijau) dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau
wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk
memanjang/jalur yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, yaitu tanpa bangunan
13
permanen (Dahlan, 1992). Ruang terbuka hijau kota wilayah/ kawasan RTHK tanpa
Bangunan ( KBD 0%) .
Simmond (1994) membedakan ruang terbuka dalam bentuk kantong dan
linier. Yang termasuk ruang terbuka dalam bentuk kantor (lot) adalah lapangan olah
raga, pust-pusat rekreasi, taman-taman pada riverfront, halaman sekolah dan insitusi,
taman parkir serta pekarangan rumah. Beberapa ahli membedakan ruang terbuka
yang berupa kantong menjadi beberapa jenis penggunaan. Penggunaan tersebut
adalah hutan, lapangan, lahan produktif, taman kota dan tempat pemakaman umum.
Yang termasuk ruang terbuka linier adalah jalur pejalan kaki, jalur jalan raya
dan jalan bebas hambatan serta jalur bersepeda. Di perkotaaan, ruang terbuka
cendrung difungsikan secara aktif
sehingga seringkali kurng efektif menjadi areal resapan air karena telah dipaving,
dibeton, diaspal atau bahkan dikeramik. Elemen aktifitas aktivitas pada ruang
terbuka dipusat kota lebih menonjol dibandingkan elemen lainnya. Oleh karenanya
perlu dibedakan pengertian ruang terbuka sebagai ruang terbuka yang menyeluruh
meliputi ruang hijau dan tak hijau.
Menurut Undang-undang Undang No. 24/1992 sudah diganti UU 26/2006,
dinyatakan bahwa Ruang Terbuka
manusia, baik sebagi individu maupun berkelompok, serta wadah makluk lainnya
untuk hidup dan berkembang secara
14
2.2.2
penghijauan kota. Dalam skala besar, secara alamiah ruang terbuka dapat berwujud
sebagai hutan kota yang memilik fungsi ekologis dan estetis. Ruang Terbuka Hijau
dapat berbentuk jalur (koridor) , bergerombol maupun menyebar.
Di dalam Inmendagri No. 14/188 dinyatakan bahwa Ruang Terbuka Hijau
Kota berfungsi sebagai areal pelindungan, penyangga, sarana untuk menciptakan
kebersihan, kesehatan, keindahan dan rekreasi, sebagai pengaman terhadap
pencemaran udara maupun air, sarana penelitian, perlindungan plasma
nutfah,
hijau
sangat
15
16
Pengatur iklim mikro agr sistem sirkulasi udara dan air secara alami
dapat belangsung lancar
Sebagai peneduh
Prodesun oksigen
Penahan angin
17
Fungsi Ekonomi: sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga,
buah, daun, sayur mayur; bisa menjadi bagian dari usaha pertanian,
perkebunan, kehutanan dan lain-lain
2.2.3
geografi, lahan merupakan wadah bagi sebuah hunian yang mempunyai kualitas fisik
yang penting dalam penggunaannya. Sedangkan ditinjau dari segi ekonomi lahan
adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam suatu produksi
(Lichfield dan Drabkin, 1980:12). Sedangkan definisi tata guna tanah/lahan adalah
pengaturan dan penggunaan yang meliputi penggunaan di permukaan bumi di
daratan dan permukaan bumi di lautan. Adapun definisi tata guna tanah perkotaan
adalah pembagian dalam ruang dari peran kota; kawasan tempat tinggal, kawasan
tempat bekerja dan rekreasi. (Jayadinata, 1999:10).
Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang langsung
berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987:24).
Penggunaan
lahan
adalah
suatu
proses
yang
berkelanjutan
dalam
18
dapat menciptakan
implementasi
dalam
pengawasan
pelaksnaannya.
Dilain pihak terdapat beberapa kelemahan antara lain:
dan
control
19
development
(PUD)
yang
dikenal
sebagai
Cluster
cluster
sebagai
20
21
22
23
Unsur-unsur umum seperti jaringan jalan, penyediaan air bersih dan jaringan
penerangan listrik yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat.
2. Faktor Fisik Eksternal, yang meliputi :
Fungsi primer dan sekunder kota yang tidak terlepas dan keterkaitan dengan daerah
lain apakah daerah itu dipandang secara makro (nasional dan internasional) maupun
secara mikro (regional). Keterkaitan ini menimbulkan arus pergerakan yang tinggi
memasuki kota secara kontinyu.
Fungsi kota yang sedemikian rupa merupakan daya tarik bagi wilayah sekitarnya
untuk masuk ke kota tersebut (urbanisasi), karena kota adalah tempat
terkonsentrasinya kegiatan.
Sarana dan prasarana transportasi yang lancar, semakin baik sarana transportasi ke
kota maka semakin berkembang kota tersebut, baik transportasi udara, laut dan darat.
Transportasi meningkatkan aksesibilitas dari potensi-potensi sumber alam dan luas
pasar (Nasution, 2004:14). Menurut Catanese dan Snyder (1979:120) bahwa
keberadaan infrastruktur memberi dampak yang sangat besar bagi kehidupan
masyarakat, pola pertumbuhan dan prospek perkembangan ekonomi suatu kota.
3. Faktor Sosial
Ada dua faktor sosial yang berpengaruh dan menentukan dalam perkembangan kota,
yaitu:
Faktor Kependudukan, kesempatan kerja yang tersedia seiring dengan perkembangan
industrialisasi menyebabkan semakin meningkatnya penduduk kota industri (Lesley
E. White, dalam Tri Joko, 2002:34).
24
25
Kedatangan para petani yang telah beralih profesi berusaha mencari celahcelah
kosong kegiatan usaha/pekerjaan yang senantiasa ada di kawasan perkotaan.
Akhirnya pertimbangan dalam pola penggunaan lahan menjadi faktor penting dalam
perencanaan pembangunan kota.
Harga Lahan, menurut P. A Stone dalam Tri Joko (2002:36) bahwa kenaikan nilai
dan harga lahan umumnya merupakan suatu konsekwensi dari suatu perubahan
penggunaan dan pemanfaatan lahan yang dinilai dari segi ekonomisnya. Dalam
penelitin ini faktor yang mempengaruhi perubahan pemanfaatan alih fungsi lahan
Ruang Terbuka Hijau Kota yaitu:
1. Fisik Kota
2. Faktor Fisik Eksternal Kota
3. Faktor Sosial
4. Faktor Ekonomi
2.3.
Landasan Teori
2.3.1
pengawasan dan penertiban terhadap implementasi rencana sebagai tindak lanjut dari
penyusunan atau adanya rencana, agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata
ruang. Ibrahim (1998 : 27) mengemukakan bahwa dengan kegiatan pengendalian
pemanfaatan ruang, maka dapat diidentifikasi sekaligus dapat dihindarkan
kemungkinan terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang.
2.3.2
26
sosial, ekonomi, politik, keagamaan dan budaya serta yang tidak bisa diabaikan
adalah unsur fisik geografis (Branch, 1995:37). Menurut Zahnd (1999:28) dinamika
perkembangan sebuah kawasan perkotaan tergantung dari tiga hal, yaitu:
1. Perkembangan kota tidak terjadi secara abstrak. Artinya, setiap perkembangan
kota berlangsung di dalam tiga dimensi, yaitu rupa, massa dan ruang yang berkaitan
erat sebagai produknya.
2. Perkembangan kota tidak terjadi secara langsung, dimana setiap perkembangan
kota berlangsung di dalam dimensi keempat, yaitu waktu sebagai prosesnya.
3. Perkembangan kota tidak terjadi secara otomatis, karena setiap perkembangan
kota membutuhkan manusia yang bertindak. Keterlibatan manusia tersebut dapat
diamati dalam dua skala atau perspektif, yaitu dari atas serta dari bawah. Skala
dari atas memperhatikan aktivitas ekonomi politis (sistem keuangan, permodalan,
kekuasaan dan sejenisnya) yang bersifat abstrak.
Sedangkan skala dari bawah berfokus secara konkret pada perilaku manusia
(cara, kegiatan atau pembuatannya). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kota adalah:
1. Fisik Kota (Branch, 1995:37-43) Keadaan geografis, berpengaruh terhadap fungsi
dan bentuk kota. Kota sebagai simpul distribusi, misalnya terletak di simpul jalur
transportasi di pertemuan jalur transportasi regional atau dekat pelabuhan laut. Kota
pantai misalnya akan cenderung berbentuk setengah lingkaran dengan pusat
lingkarannya adalah pelabuhan laut.
Topografi/tapak menjadi faktor pembatas bagi perkembangan suatu kawasan karena
kondisi fisik ini tidak dapat berkembang kecuali dalam keadaan labil. Meskipun
demikian usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah topografi atau mengatasi
27
28
29
30
Gambar 3.1
Diagram Lingkup Kegiatan Pengendalian
a. Pengawasan
Suatu usaha atau kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang
dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilakukan dalam
bentuk :
Pelaporan adalah usaha atau kegiatan memberi informasi secara obyektif mengenai
pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.
31
Evaluasi adalah usaha atau kegiatan untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan
ruang secara keseluruhan setelah terlebih dahulu dilakukan kegiatan pelaporan dan
pemantauan dalam mencapai tujuan rencana tata ruang. Inti evaluasi adalah menilai
kemajuan seluruh kegiatan pemanfaatan dalam mencapai tujuan rencana tata ruang.
Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan membuat potret tata ruang. Setiap
tahunnya hal ini dibedakan dengan kegiatan peninjuan kembali yang diamanatkan
UU Penataan Ruang. Peninjauan kembali adalah usaha untuk menilai kembali
kesahihan rencana tata ruang dan keseluruhan kinerja penataan ruang secara berkala,
termasuk mengakomodasi pemuktahiran yang dirasakan perlu akibat paradigma serta
peraturan atau rujukan baru dalam kegiatan perencanaan tata ruang yang dilakukan
setelah dari kegiatan suatu evaluasi ditemukan permasalahan-permasalahan yang
mendasar.
b. Penertiban
Penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan terhadap pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana dapat terwujud. Tindakan penertiban
dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas semua pelanggaran atau
kejahatan yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang. Penertiban terhadap pemanfaatan ruang dilakukan oleh
pemerintah daerah melalui aparat yang diberi wewenang dalam hal penertiban
pelanggaran pemamnfaatan ruang termasuk aparat kelurahan. Bentuk pengenaan
sanksi ini dapat berupa sanksi administrasi, sanksi pidana, maupun sanksi perdata
yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.
Kegiatan penertiban dapat dilakukan dalam bentuk penertiban langsung dan
penertiban tidak langsung. Penertiban langsung yaitu melalui mekanisme penegakan
32
2.3.4
melestarikan
pemanfaatan,
fungsi
pengembangan,
hidup
yang
meliputi
pemeliharaan,
kebijaksanaan
pemulihan,
penataan,
pengawasan,
dan
33
34
keindahan/estitika; ruang terbuka hijau untuk rekreasi; ruang terbuka hijau yang
dapat dikomersialkan.
c) Peran Serta Masyarakat:
Peran serta masysrakat, baik secara individu maupun kelembagaan terhadap
ruang terbuka hijau lebih terbatas pada pemanfaatan dan pemeliharaan. Dari segi
perencanaan maupun pengadaannya, peran serta masyarakat sangat kecil sekali. Hal
ini disebabkan keberadaan ruang hijau kota biasanya terbentuk oleh adanya tanah
kosong yang belum/tidak dimanfaatkan. Kelangsungan keberadaannya tidak dapat
dijamin, sehubungan dengan sifat penguasaan tanahnya yang lebih banyak bersifat
individu.
d) Media Massa:
Media massa, baik media elektronik maupun media cetak, ikut berperan
sebagi pelaku dalam pengelolaan ruang terbuka hijau, khususnya dalam menciptakan
opini publik terhadap pentingnya keberadaan ruang terbuka hijau di perkotaan. Di
samping hal tersebut, fungsi media massa juga bermanfaa untuk ikut mengawasi
perkembangan ruang terbuka hjau.
2.3.6
35
lahan di perkotaan. Perubahan pemanfaatan lahan dapat mengacu kepada kedua hal,
yaitu perubahan pemanfaatan lahan sebelumnya, atau perubahan pemanfaatan yang
mengacu kepada rencana
yang mengancu
pada
pemanfaatan lahan sebelumnya adalah suatu pemanfaatan baru atas lahan yang
berbeda dengan pemanfaatan lahan sebelumnya, sedangkan perubahan yang
mengacu pada rencana penataan ruang adalah pemanfaatn baru atas lahan tidak
sesuai dengan yang ditentukan dalam Rencana Penataan Ruang Wilayah yang telah
disahkan atau yang ditetapkan.
2.3.7
perubahan. Jenis perubahan pemanfaatan lahan Zulkaidi (1999), antara lain yaitu: 1)
Perubahan fungsi (use); perubahan fungsi adalah perubahan jenis kegiatan, 2)
Perubahan intensitas mencakup perubahan KDB, KLB, kepadatan bangunan, dan 3)
Perubahan teknis masa bangunan (bulk) mencakup perubahan Garis Sepadan
Bangunan (GSB), tinggi bangunan, dan perubahan minor lainnya yang tanpa
mengubah fungsi dan intensitasnya.
2.3.8
36
Konsep Partisipasi
Partisipasi masyarakat adalah suau bentuk interaksi sosial terhadap suatu
terkecil Rukun
Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW), yang merupakan bagian dari komunitas skala
perkotaan dapat dijadikan suatu komunitas yang dinamis maka tujuan pembangunan
ruang terbuka kota dapat lebih cepat terlaksana serta merta. Oleh karena itu,
diperlukan suatu sistem serta upaya yang efektif dan efisien guna mengaktifkan
partisipasi pada tingkat komunitas spatial.
37
Migrasi
Pertumbuhan
Penduduk Alami
Pertumbuhan
Penduduk Kota
Pemusatan Kegiatan
Ekonomi
Perkembangan
Tuntutan Masyarakat
(Sosial)
Peningkatan
Kegiatan Kota
Kedudukan Kota
Dalam Perwilayahan
PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN KOTA
Lahan
JENIS RTHK
FUNGSI RTHK
oleh
Fungsi Ekologis;
Fungsi Sosial Budaya;
Fungsi Ekonomi;
Fungsi Estetika.
Perubahan Fung;
Perubahan Blok Peruntukan;
Perubahan Persyaratan Teknis.
(RTRW Kotamadya Dati. II
Denpasar Tahun 1999-2004)
FAKTOR-FAKTOR PENGARUH ALIH
FUNGSI RTHK
Fisik Kota
Faktor Eksternal Fisik Kota
Faktor Sosial
Faktor Ekonomi
38