pembangunan
agar
mampu
mengakomodir
kebutuhan
dilaksanakan
dengan
penatagunaan
tanah,
penatagunaan
air,
dan
Borobudur dan Ngayogyakarta diapit oleh dua sungai besar, yaitu di ring paling
luar, sungai Opak dan sungai Progo, dan di ring paling dalam adalah sungai
Code dan Winongo. Puncak gunung menurut mitologi Hindu merupakan tempat
bersemayamnya para dewa yang di Yogyakarta diwakili dengan Gunung Merapi.
Kondisi tata ruang wilayah dan lokasi mulai mengalami perubahan
sehingga tidak sesuai lagi dengan landasan filosofi dan unsur utama pembentuk
kawasan sehingga perlu dikembalikan dan diatur dengan tegas dalam sebuah
Perda yang bersinergis dengan Perda lain untuk materi terkait.
Keistimewaan Yogyakarta dapat dilihat juga dari dimensi tata ruang kota
yang sejak awal terbentuknya sudah mencerminkan catur gatra tunggal (kraton,
masjid, alun-alun, pasar). Konsep ini memiliki nilai filosofis yang tinggi terkait
dengan perkembangan kota ke depan yang memperhitungkan segala aspek
yaitu fisik, ekonomi, sosial, agama, dan infrastuktur.
Kekuatan catur gatra tunggal didukung pula oleh konsep pertahanan
suatu kota dari pengaruh luar. Konsep ini diwujudkan dengan pertahanan fisik
(beteng dan jagang) dan pertahanan non fisik (masjid pathok negara) sebagai
pertahanan yang melibatkan peran aktif masyarakat.
Konsep tata ruang kota Yogyakarta berawal pada Sumbu Filosofi
sebagaimana telah dijelaskan di depan. Dengan sumbu filosofi tersebut,
kawasan Jeron Beteng menjadi pusat pengembangan kota Yogyakarta. Jeron
Beteng merupakan inti kehidupan masyarakat karena daerah ini pada mulanya
hanya dihuni oleh Sultan beserta sentana/keluarganya dan para Abdi Dalem nya.
Seperti Kampung Gamelan yang dihuni abdi dalem Gamel (petugas pemelihara
kuda kerajaan), atau kampung Siliran yang dahulunya dihuni para abdi dalem
Silir (para petugas lampu kerajaan).
Sedang di luar beteng dalam formasi tapal kuda terdapat perkampungan
Angkatan Perang Kerajaan yang terdiri atas 8 (delapan) kompi tentara Raja, 1
(satu) kompi tentara Kepatihan, 1 (satu) kompi milik Putera Adipati Anom dan 1
(satu) kompi milik Komandan Batalyon.
Para tentara tersebut menghuni kampung Wirobrajan (prajurit Wirabraja),
Daengan (prajurit Daeng), Patangpuluhan (prajurit Patangpuluh), Jagakaryan
3
Tengen
(Menteri
Kepamongprajaan),
Gedong
Kiwa
(Menteri
Yogyakarta
tersebut,
tetap
dikelola
dan
dilestarikan
dengan
di
Wilayah
Provinsi
DIY
yang serasi,
2009-2029,
tentu
selaras dan
saja
dalam
B. Identifikasi Masalah
1. Permasalahan yang muncul terkait dengan pentingnya segera melakukan
pengaturan yang komprehensif mengenai Tata Ruang Tanah Kasultanan
dan Tanah Kadipaten Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disusun
untuk melaksanakan mandat dari Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012
tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Permasalahan yang muncul berkenaan dengan Tata Ruang Tanah
Kasultanan dan Tanah Kadipaten Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) Istimewa Yogyakarta yaitu:
a) Letak tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten tidak berada pada satu
lokasi melainkan ada di beberapa tempat, sehingga penyusunan dan
pengaturannya harus disesuaikan dengan kondisi tata ruang yang ada
disekitar letak tanah tersebut.
b) Kondisi tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten tidak memiliki sifat
yang serupa, sehingga pemanfaatannya harus disesuaikan dengan
sifat dan jenis tanah, agar menjadi maksimal.
3. Perlunya pengaturan segera dalam bentuk Perda baru yang didasari oleh
pertimbangan filosofis, sosiologis dan yuridis.
Sejalan dengan falsafah Hamemayu Hayuning Bawana, yang
menghendaki adanya keserasian, keselarasan dan kesimbangan perilaku
manusia, maka adanya upaya pelestarian dan pengelolaan cagar budaya
merupakan bagian dari pengejawantahan nilai filosofis itu. Ketentuan ini
dibuat dalam rangka menghilangkan berbagai perilaku bermasalah yang
berkaitan dengan upaya melestarikan cagar budaya dan mengelolanya
sesuai dengan tujuan dan fungsinya.
keterpaduan,
perkembangan
antar
kawasan
keterkaitan
&
keseimbangan
wilayah
Provinsi
DIY,
Tanah
2.
dan
dan
pembahasan
Tanah
Raperdais
Kadipaten
Tata
Provinsi
Ruang
Daerah
Tanah
Istimewa
pemanfaatan
ruang
dalam
ruang
lingkup
tanah
Yogyakarta
(DIY).
Sekaligus
dikaji
kekurangan
atau
2.
1)
2)
3)
b.
Analisis Data
Dalam penelitian hukum normatif ini pengolahan data dilakukan
secara diskriptif-kualitatif. Bahan-bahan hukum tertulis yang telah
terkumpul diuraikan dan dianalisis dengan menggunakan content
analysis secara sistematis dengan membuat klasifikasi muatannya dan
dikomparasikan.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN KAJIAN EMPIRIS
Adapun keterkaitan antara Raperdais dengan aturan-aturan baik secara
vertikal maupun horizontal yaitu:
10
11
A.KAJIAN TEORITIS
Di dalam pasal 7 ayat (2) undang-undang nomor 13 tahun 2012 tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta disebutkan bahwa ada beberapa
kewenangan dalam urusan keistimewaan yang meliputi :
1. Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur
dan Wakil Gubernur;
2. Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;
3. Kebudayaan;
4. Pertanahan, dan;
5. Tata Ruang.
Diantara 5 (lima) hal tersebut, yang akan dibahas pada bab ini adalah
tentang tata ruang. Tata ruang merupakan salah satu elemen penting dalam
pengaturan perundang-undangan . Oleh karena itu, perlu bagi kita memahami
apa yang dimaksud dengan tata ruang tersebut, apa fungsinya, bagaimana
pengelolaannya, dan masih banyak lagi.
Namun, dalam Raperdais ini, materi yang akan dibahas hanya sebatas
pengaturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan tata ruang wilayah Tanah
Kasultanan
dan
Tanah
Kadipaten
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
(DIY)
masuk
ke
pembahasan
mengenai
pengaturan
tentang
pengelolaan dan pemanfaatan tata ruang wilayah Tanah Kasultanan dan Tanah
Kadipaten DIY tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu
dengan tata ruang itu, tujuan, manfaat, serta langkah-langkah yang ditempuh
untuk mewujudkan sasaran yang diinginkan dari tata ruang tersebut. Untuk itu,
kita perlu mengetahui tata ruang itu berdasarkan aspek teoritisnya.
Sebagaimana yang tertera dalam undang-undang no. 26 tahun 2007
tentang penataan ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang
12
meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Fokus dari
pembahasan ini adalah pengaturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan tata
ruang yang meliputi ruang darat, yaitu Tanah Kasultanan dan Kadipaten Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Sedangkan maksud dari tata ruang itu sendiri yaitu wujud struktur ruang
dan pola ruang. Dari definisi tata ruang di atas, ada 2 (dua) unsur yang menjadi
objek dari tata ruang itu yaitu struktur ruang dan pola ruang. Kedua hal ini
merupakan suatu sinergi yang penting dalam penataan ruang. Struktur ruang
adalah susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Perlunya suatu
pengaturan mengenai tata ruang di wilayah tanah kasultanan dan kadipaten ini
agar terciptanya suatu keteraturan demi kemakmuran rakyat.
Tata ruang dapat kita pahami melalui teori-teori yang berkembang yang
berhubungan dengan penataan ruang. Teori-teori tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Untuk pemukiman, teori yang dapat menjadi dasar pijakan dalam membentuk
peraturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan tata ruang tanah kasultanan
dan kadipaten DIY, yaitu:
Teori ekistics
Ekistics merupakan suatu istilah untuk menggambarkan pengetahuan
terhadap permukiman. Sedangkan permukiman itu sendiri diartikan sebagai
tempat manusia hidup dan berkehidupan. Dalam kajian ini, teori ini dapat
digunakan untuk membuat perencanaan penataan ruang di wilayah tanah
kasultanan dan kadipaten daerah istimewa Yogyakarta. saat sekarang ini,
banyak pemukiman di tanah kasultanan dan kadipaten daerah istimewa
Yogyakarta yang tidak mengikuti aturan tata ruang yang berlaku sebelumnya.
13
Untuk itu, perlu adanya pengaturan lebih lanjut mengenai penataan ruang
dengan mengacu kepada teori-teori yang berhubungan dengan tata ruang agar
aturan yang dihasilkan lebih terkonsep dan mampu memberikan kejelasan serta
tercapai tujuan yang dinginkan demi terciptanya kemakmuran masyarakat.
b. Untuk struktur ruang kota, ada beberapa teori yang dapat menjadi dasar pijakan
dalam membentuk peraturan tentang tata ruang Tanah Kasultanan dan
Kadipaten Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain :
Teori Konsentris
Teori konsentris menurut Burgess menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota
(DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya
tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan
sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat
aksesibilitas tinggi dalam suatu kota.
DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian
paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan
pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale
Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan
ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung
penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
Teori ini sangat baik digunakan sebagai acuan dalam membuat
pengaturan terhadap tata ruang di wilayah Tanah Kasultanan dan Kadipaten
agar setiap ruang yang tersedia dari tanah tersebut dapat dimanfaatkan sebaikbaiknya
14
Teori Pusat Berganda (Harris dan Ullman,1945). Teori ini menyatakan bahwa
DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel
lainnya dan berfungsi sebagai salah satu growing points. Zona ini menampung
sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di
dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti retailing distrik khusus
perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49). Namun, ada perbedaan
dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat
Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah
kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
Konsep struktur dan pola ruang ( Ruslan Diwiryo, era 1980-an). Pada periode
1980-an ini pula, lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP)
sebagai upaya untuk mewujudkan sitem kota-kota nasional yang efisien dalam
konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula
menjadi cikal-bakal lahirnya konsep Program Pembangunan Prasarana Kota
Terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan
fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP.
Keempat
teori
tersebut
menunjukkan
bagaimana
langkah-langkah
pengaturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan tata ruang yang efisien agar
terciptanya suatu keteraturan yang harmonis demi kemakmuran masyarakat.
Teori-teori tersebut tidak hanya menyajikan bagaimana pengaturan tata ruang
yang teratur, akan tetapi juga menawarkan bagaimana ruang yang tersedia
dapat dimanfaatkan sebagai penghasil perekonomian melalui pemanfaatan titiktitik tertentu sebagai wilayah perdagangan. Dengan adanya pemusatan wilayah
perdagangan di suatu wadah atau tempat, maka secara structural penataan
ruang sudah dapat dikatakan berhasil menciptakan keteraturan social. Dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan mengenai tata ruang ini tentunya
tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan kepada
rakyat.
B. KAJIAN EMPIRIS
15
berfungsinya
secara
optimal
penataan
ruang
dalam
rangka
16
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT
Pembentukan Perda baru tentang tata ruang Kadipaten dan Tanah
kesultanan Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY) memiliki keterkaitan dengan
berbagai peraturan perundang-undangan baik dilihat secara vertikal maupun
horizontal. Untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan yang
berdampak negatif terhadap pembentukan Perda ini, maka perlu dievaluasi dan
dianalisis secara mendalam muatan yang akan diatur dalam Perda ini dengan
berbagai peraturan perundang-undangan secara hirarki.
Keterkaitan pengaturan dalam Perda baru dengan peraturan perundangundangan secara vertikal dan horizontal sebagai berikut :
1. UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY
Dalam UU ini sangat jelas menentukan kewenanangan dalam urusan
Keistimewaan DIY yaitu pasal 34 ayat 1,2 dan 3 serta pasal 7 ayat 2 yang isinya:
Pasal 34 (1)
Pasal 34 (2)
Pasal 34 (3)
Pasal 7 (2)
18
Pasal 10 (1)
wewenang
pemerintah
daerah
provinsi
dalam
pembinaan,
pelaksanaan
dan
pengawasan
penataan
ruang
pelaksanaan
penataan
ruang
penataan
ruang
kawasan
antarkabupaten/ kota.
wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan
penataan ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hurul b meliputi:
a. perencanaan tata ruang wilayah provinsi;
b. pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
c.
Pasal 10 (3)
dalam
provinsi
penataan ruang
kawasan
strategis
provinsi
19
Pasal 10 (4)
pelaksanaan
pemanfaatan
pemanfaatan
ruang
ruang
kawasan
dan
pengendalian
strategis
provinsi
Pasal 10 (6)
Pasal 18 (1)
melaksanakan
standar
pelayanan
minimal
bidang
penataan ruang,
- penetapan rancangan peraturan daerah propinsi
dan (2)
ruang
terlebih
dahulu
harus
mendapat
Pasal 14 (7)
Pasal 22 (1)
Pasal 22 (2)
Pembangunan
Jangka
Panjang
Daerah
penyusunan Rencana Tata Ruang wilayah propinsi harus
memperhatikan :
a. Perkembangan permasalahan nasional dan
hasil pengkajian implikasi penataan ruang
propinsi
b. Upaya
pemerataan
pembangunan
dan
pembagunan
propinsi
dan
pembangunan
jangka
panjang
daerah
f. Rencana tata ruang wilayah propinsi yang
berbatasan
g. Rencana tata ruang kawasan strategis propinsi
dan
h. Rencana tata ruang kabupaten/kota
Pasal 23 (1)
wilayah
pelayanannya
dan
sistem
Pasal
23
huruf e
sampai G
-
Pasal 24 (1)
pasal 15
Peta
rencana
tata
ruang
wilayah
daerah
propinsi
yang sama.
Peta wilayah daerah propinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 berpedoman pada tingkat ketelitian minimal
Pasal 18 (1)
berskala 1:250.000
Peta rencana tata
ruang
wilayah
daerah
propinsi
tertentu,
jaringan
sistem
kelistrikan
permukiman,
dan
energi,
jaringan,
jaringan
Pasal 45 (1)
Pasal 45 (2)
jawab.
Masyarakat berhak mengetahui peta tematik wilayah melalui
katalog peta tematik wilayah yang disusun oleh instansi
Pasal 46
Ketentuan yang sudah diatur dalam PP diatas tidak boleh diatur lagi
dalam perda ini dan tidak boleh melebihi porsi yang telah diatur dalam PP ini.
Kemungkinan muatan yang akan diatur dalam Perda ini adalah sebagai berikut:
a. Peta tanah kadipaten dan kesultanan jogja
b. Hak dan kewajiban masyrakat yang bermukim diatas tanah kesultanan dan
kadipaten
c. Hak masyrakat untuk melakukan perlawanan, karena tanahnya bukan
merupakan wilayah tanah kesultanan dan kadipaten
4. PP No. 69 Tahun 1996 tentang hak dan kewajiban serta bentuk dan tata cara
peran serta masyarakat dalam penataan ruang
Sesuai dengan ketentuan pasal 65 ayat 3 UU No.26 Tahun 2007 bahwa
ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam
penataan ruang diatur lebih lanjut dengan peraturan peerintah.
Adapun pengaturannya adalah sebagai berikut :
Pasal 12
Pengidentifikasian
berbagai
potensi
dan
ruang
wilayah
Propinsi
Daerah
Tingkat I ;
e.
Pengajuan
keberatan
terhadap
rancangan
Kerja
sama
dalam
penelitian
dan
peraturn
perundang-undangan,
penyelenggaraan
kegiatan
pembangunan
24
e.
bantuan
teknik
dan
pengelolaan
dalam
kegiatan
menjaga,
memelihara,
dan
Daerah
Tingkat
II,
bantuan
pemikiran
atau
pertimbangan
Tata
cara
peran
serta
masyarakat
dalam
proses
pemberian
Tanggapan.
saran.
Keberatan.
Pertimbangan.
Masukkan
Pendapat.
terhadap
informasi
Tingkat I.
Penyampaian saran. Pertimbangan. Pendapat. Tanggapan.
Keberatan atau masukkan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan secara lisan atau tertulis kepada
Pasal 24 (3)
dalam
25
proses
perencanaan
tata
ruang
Dalam Negeri.
Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang
wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 25 (2)
Pelaksanaan
peras
serta
masyarakat
sebagaimana
Menteri
Pekerjaan
Umum
No.
15/
PRT/M/2009
Pedomaan
Pasal 18 (3)
menteri.
ketentuan mengenai muatan, pedomaan dan tata cara
penyusunan rencana tata ruang wilayah propinsi pada ayat
1 diatur dengan peraturan menteri
Dari ketentuan pasal 18 ayat (3) diatas secara lebih lanjut diatur dalam
peraturan menteri dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. BAB II Ketentuan teknis muatan RTRW propinsi
provinsi)
merupakan
terjemahan
dari
visi
dan
misi
kawasan strategis provinsi akan ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata
ruang kawasan strategis.
Kawasan strategis provinsi berfungsi:
a. untuk mewadahi penataan ruang kawasan yang tidak bisa terakomodasi dalam
rencana struktur ruang dan rencana pola ruang;
b. sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan
kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah provinsi yang dinilai mempunyai
pengaruh sangat penting terhadap wilayah provinsi bersangkutan; dan
c. sebagai dasar penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis provinsi.
Kawasan strategis provinsi ditetapkan berdasarkan:
a. kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
b. nilai strategis dari aspek-aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
penanganan kawasan;
c. kesepakatan para pemangku kepentingan berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan;
d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup lingkungan hidup wilayah
provinsi; dan
e. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait
30
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Dasar filosofi pembangunan daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
adalah
Hamemayu
Hayuning
Bawana,
sebagai
cita-cita
luhur
untuk
tumbuh karena kekhasan, keunikan, dan sepesifik dari aspek budaya yang telah
ada konon sejak kerajaan Mataram masih berdiri.
Hakekat budaya adalah hasil cipta, karsa dan rasa, yang diyakini
masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan indah. Demikian pula budaya
daerah di DIY, yang diyakini oleh masyarakat sebagai salah satu acuan dalam
hidup bermasyarakat, baik ke dalam (Intern) maupun ke luar (Extern). Secara
filosofis, budaya Jawa khususnya Budaya DIY dapat digunakan sebagai sarana
untuk Hamemayu Hayuning Bawana yaitu dengan perkataan lain, budaya
tersebut akan bermuara pada kehidupan masyarakat yang penuh dengan
kedamaian, baik ke dalam maupun ke luar.
Perjuangan untuk mensejahterakan masyarakat telah diupayakan dan
dilaksanakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan diteruskan oleh
pengganti beliau, tetap dengan semangat Hamemayu Hayuning Bawana, yang
artinya Kewajiban melindungi, memelihara, serta membina keselamatan dunia
dan lebih mementingkan berkarya untuk masyarakat dari pada memenuhi ambisi
pribadi. Dunia yang dimaksud inipun mencakup seluruh peri kehidupan dalam
sekala kecil, yaitu Keluarga ataupun masyarakat dan lingkungan hidupnya,
dengan mengutamakan Dharma Bhakti untuk kehidupan orang banyak, tidak
mementingkan diri sendiri.
Landasan filosofis pembentukkan Raperda Istimewa tentang Pengelolaan
dan Pemanfaatan Tata Ruang Tanah kasultanan dan Tanah Kadipaten
merupakan penjabaran dari falsafah tersebut sekaligus dilandasi oleh Perda Tata
Nilai Budaya Yogyakarta karena pada dasarnya Perda tersebut memang menjadi
dasar pembentukan legislasi semua daerah di Yogyakarta secara keseluruhan.
Yaitu :
1. TATA NILAI PENATAAN RUANG DAN ARSITEKTUR
Secara historis dan filosofis, nilai-nilai dasar penataan ruang Yogyakarta
telah diletakkan dan disusun oleh Sultan Hamengku Buwono I dan dilanjutkan
oleh para penerusnya. Pemilihan lokasi topografis keraton (baik sebagai pusat
spiritual, kekuasaan, maupun budaya), penentuan wujud dan penamaan sosok
32
bangunan hingga detail ornamen dan pewarnaannya, tata letak dan tata rakit
bangunan, penentuan dan penamaan ruang terbuka, pembuatan dan penamaan
jalan, bahkan hingga penentuan jenis dan nama tanaman, kesemuanya itu
secara simbolis-filosofis melambangkan nilai-nilai perjalanan hidup manusia dan
keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama
manusia, dan manusia dengan alam.
Perjalanan hidup manusia dilambangkan dalam tata rakit bangunan dan
tanaman dalam alur garis simbolis-filosofis dari Panggung Krapyak ke utara
hingga Kompleks Kraton sektor selatan. Lambang itu menggambarkan
perjalanan hidup manusia sejak lahir dari rahim ibunya (Panggung Krapyak
sebagai lambang Yoni, representasi gender perempuan) dan benih manusia
(wiji; dilambangkan dengan nama Kampung Mijen di sebelah utara Panggung
Krapyak), kemudian memasuki masa remaja (enom; sinom; dilambangkan
dengan pucuk daun asam jawa) yang senantiasa menyenangkan hati
(nyengsemaken; dilambangkan dengan jajaran tanaman pohon asam jawa) dan
penuh sanjungan (dilambangkan dengan jajaran tanaman pohon tanjung).
Setelah melewati masa remaja, manusia memasuki kedewasaan yang ditandai
dengan akil baligh (dilambangkan dengan tanaman pohon pakel) dan keberanian
(wani; dilambangkan dengan tanaman pohon kweni) untuk meraih peluang dan
menjangkau jauh ke masa depan, melesat laksana anak panah yang lepas dari
busurnya (dilambangkan dengan tanaman ringin kurung di Alun-Alun Kidul yang
dikelilingi pagar berbentuk busur).
Setelah melewati masa remaja dan memasuki kedewasaan, sampailah
kehidupan manusia pada tahap saling menyukai lawan jenis, yang kemudian
dilanjutkan ke jenjang perkawinan. Konsekuensi perkawinan ialah bercampurnya
darah lelaki (dilambangkan dengan tanaman pohon mangga cempora yang
berbunga putih di Sitihinggil Kidul) dan darah perempuan (dilambangkan
dengan tanaman soka yang berbunga merah). Percampuran darah lelaki dan
perempuan itu dilandasi kemauan bersama (gelem dilambangkan dengan pohon
pelem atau mangga di halaman Kamandhungan Kidul). Dengan didasari
kemauan dan cinta kasih di antara keduanya, mengucur deraslah benih atau
33
menunggu giliran untuk ditimbang atau diteraju terlebih dahulu amal baik dan
buruknya (ditraju; dilambangkan dengan bangunan Bangsal Trajumas) selama
menjalani hidup di dunia, untuk kemudian memasuki kehidupan kekal di alam
kelanggengan (dilambangkan dengan lampu Kyai Wiji yang berada di Gedhong
Prabayaksa,
lampu yang
Kali Opak di sebelah timur dan Kali Progo di sebelah barat. Secara matematis,
formasi itu menggambarkan bangun siklis-konsentris. Dalam bangun matematis
seperti itu, kraton merupakan pusatnya (konsentris) dan pasangan sungai-sungai
tadi menjadi lingkarannya (siklis). Di samping formasi siklis-konsentris, tata rakit
keruangan Yogyakarta juga memiliki formasi linier, yang tampak dalam garis
lurus simbolis-filosofis berupa jajaran letak Gunung Merapi - Tugu Golong-Gilig Kraton - Panggung Krapyak - Laut Selatan. Dalam rangkaian lima titik itu, tiga
titik merupakan poros utama, yakni Gunung Merapi Kraton Laut Selatan. Tiga
titik sederet ini bersesuaian dengan konsep Tri Hita Karana dan Tri Angga
(parahyangan pawongan palemahan; hulu tengah - hilir). Ketiganya juga
melambangkan anasir api (Merapi), tanah (bumi Kraton), udara (angkasa
Kraton), dan air (Laut Selatan) sebagai 4 anasir fisis utama pembentuk dunia
dalam kosmogoni Jawa. Dalam bidang biologis, dipesankan nilai-nilai kesuburan,
yakni berpadunya alat kelamin perempuan (yoni; disimbolkan dengan bangunan
Panggung Krapyak) dan alat kelamin laki-laki (lingga; disimbolkan dengan
bangunan Tugu Golong-Gilig atau Tugu Pal Putih). Baik dalam formasi sikliskonsentris maupun linier, nilai yang hendak disampaikan ialah bahwa dalam
kehidupan hendaklah dibangun dan dijaga sinergi dan harmoni antara manusia
dan alam, yakni hubungan manusia dengan benda-benda tak hidup, tanaman,
dan binatang.
Nilai-nilai yang dipesankan secara simbolik dalam seluruh tata rakit
keruangan yang telah dirintis Sultan Hamengku Buwono I dan para penerusnya
itu pada dasarnya:
1. Mengingatkan manusia agar senantiasa sadar diri (ling) tentang asalmuasal kehidupannya dan tempat kembalinya kelak (Sang Khalik).
Dalam konteks keruangan secara fisik, nilai yang dipesankan ialah
bahwa dalam tata rakit perkotaan atau kawasan, harus senantiasa
disediakan ruang publik dan bangunan yang mencukupi bagi intensitas
dan perkembangan komunikasi manusia dengan Tuhan. Secara lebih
umum, tata rakit keruangan harus memungkinkan tumbuh dan
berkembangnya spiritualitas manusia secara wajar.
36
wahana
interaksi
antara
manusia
sebagai
sarana
tata
rakit
atau
penataan
ruang
harus
dapat
menjamin
telah
memberi
teladan
bahwa
setiap
bangunan
senantiasa
menggambarkan citra tertentu dengan muatan identitas nilai yang dikandung dan
dipesankannya; dan fungsi yang melekat pada sosok bangunan sebagai wahana
kegiatan manusiawi. Komponen bentuk atau struktur, besaran, warna, dan
material yang dipakai dalam suatu bangunan harus bersinergi dan harmonis satu
sama lain sehingga mencitrakan identitas nilai-nilai kejawaan yang dikehendaki
dan memenuhi fungsi wahana kegiatan manusiawi. Secara garis besar, citra
37
Pengendalian
arahan
persyaratan
selanjutnya
dikoordinasikan
dengan
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN
RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERDAIS
A.
40
C.
41
1. Ketentuan Umum
Bagian ini membahas tentang ketentuan-ketentuan dan pengertianpengertian yang bersifat umum dari substansi peraturan daerah istimewa ini.
2. Ketentuan Asas dan Tujuan
Ketentuan asas terinternalisasi dalam pasal-pasal yang ada dalam
rancangan peraturan daerah istimewa ini, Raperdais dilaksanakan berdasarkan
asas:
1. Pengakuan atas hak asal-usul;
2. Kerakyatan;
3. Demokrasi;
4. Ke-bhinneka-tunggal-ika-an;
5. Efektivitas pemerintahan;
6. Kepentingan nasional;
7. Pendayagunaan kearifan lokal;
8. Manfaat ruang bagi semua kepentingan secara terpadu;
9. Berdayaguna;
10. Berhasilguna;
11. Tertib;
12. Serasi;
13. Seimbang;
14. Lestari dan
15. Berkelanjutan.
Sedangkan tujuan pembentukan Raperdais ini untuk mewujudkan wilayah
tanah kasultanan dan kadipaten yang produktif dan berkualitas bagi kehidupan
dengan memanfaatkan sumber daya sesuai dengan asas asas di atas.
3. Materi Pengaturan
Materi pengaturan Raperdais tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan
Tanah Kadipaten dengan sistematika sebagai berikut:
42
umum
peraturan
zonasi,
ketentuan
43
perizinan,
4. Ketentuan Sanksi
Rancangan peraturan daerah istimewa ini memuat ketentuan pidana yang
tidak boleh melebihi undang-undang atau dengan ketentuan memuat sanksi
tindak pidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau
denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
5. Ketentuan Peralihan
Dengan berlakunya Peraturan Daerah Istimewa ini, maka semua
peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang
telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan
belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah Istimewa ini.
44
Serta hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah Istimewa ini
sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Gubernur.
6. Ketentuan Penutup
Dengan diundangkannya peraturan daerah istimewa ini maka Peraturan
Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah
Kasultanan dan Tanah Kadipaten DIY Tahun 2012-2032 dinyatakan berlaku.
BAB VI
PENUTUP
Dari keseluruhan paparan dan pembahasan yang telah disampaikan
dimuka, serta hasil analisis data yang ditemukan baik data primer maupun data
sekunder maka kami dapat mengambil kesimpulan dan mengajukan saran.
45
menyempurnakan
tata
nilai
kehidupan
masyarakat
Yogyakarta
47