Anda di halaman 1dari 47

NASKAH AKADEMIK RAPERDAIS TENTANG PENGELOLAAN DAN

PEMANFAATAN TATA RUANG TANAH KASULTANAN DAN TANAH KADIPATEN


PROVINSI DIY
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rancangan Peraturan Daerah Istimewa tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disusun untuk melaksanakan mandat dari
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Raperdais Tata Ruang ini ada untuk memenuhi dinamika
perkembangan tata ruang kota Yogyakarta yang tetap berlangsung bahkan
cenderung mengalami pergeseran rencana tata ruang dari falsafah keistimewaan
tata ruang kota yang telah ada.
Hal penting terkait ruang lingkup Raperdais ini, adanya kekhususan
pembatasan objek tata ruang dalam Raperdais yaitu hanya terkait tanah
kasultanan dan tanah kadipaten. Sedangkan definisi yang dimaksud dengan
tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana disebutkan dalam
penjelasan UU No. 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY Yang dimaksud
dengan tanah Kasultanan (Sultanaat Grond), lazim disebut Kagungan Dalem,
adalah tanah milik Kasultanan. Yang dimaksud dengan tanah Kadipaten
(Pakualamanaat Grond), lazim disebut Kagungan Dalem, adalah tanah milik
Kadipaten.
Dalam kaitan tersebut, diperlukan upaya untuk lebih meningkatkan peran
penatagunaan tanah untuk dapat mewujudkan pembangunan yang sustainable
dan seimbang dengan nilai-nilai filosofis yang telah ada serta tidak mengalami
pergeseran

pembangunan

agar

mampu

mengakomodir

kebutuhan

pembangunan. Berdasarkan Pasal 33 UU No.26 tahun 2007 Tentang Penataan


Ruang, dimana pemanfaatan ruang mengacu pada rencana tata ruang yang
1

dilaksanakan

dengan

penatagunaan

tanah,

penatagunaan

air,

dan

penatagunaan udara. Pada hakekatnya, tanah sebagai unsur yang paling


dominan dalam penataan ruang, telah dilandasi dengan PP, memiliki peran yang
paling strategis dalam mewujudkan penataan ruang.
Namun demikian, penatagunaan tanah belum begitu dilibatkan dalam
proses penyusunan, implementasi maupun pengawasan penataan ruang. Oleh
sebab itu selaras dengan undang-undang yang telah ada, Raperdais tentang
Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten nantinya akan memuat
beberapa hal pokok mengenai, harapan penataan ruang, tujuan dan kebijakan
penataan ruang, konsep pengembangan wilayah, rencana tata ruang, indikator
program dan pengendalian pemanfaatan ruang.
1. Keistimewaan Konsep Tata Ruang Kota
Dari sisi topografi, Yogyakarta terletak di antara enam sungai yang
mengapit secara simetris. Yaitu sungai Code dan Winanga di ring pertama,
sungai Gajahwong dan kali Bedog di ring kedua, serta sungai Opak dan sungai
Progo di ring ketiga. Sebelah utara ada gunung Merapi yang masih aktif dan
sebelah selatan ada laut Selatan.Kondisi lokasi ini memiliki nilai historis dan
filosofis yang sangat tinggi. Sehingga dipilih oleh Pangeran Mangkubumi karena
dapat menggambarkan perilaku dirinya sebagai raja dalam hubungannya dengan
kawula.
Pemilihan lokasi ini dapat dianalogikan dengan pemilihan lokasi bangunan
suci oleh orang orang Hindu. Menurut kitab-kitab suci agama Hindu untuk
lokasi bangunan suci yang berupa candi dipilih tempat yang berbeda dengan
alam sekitarnya karena menampakkan kekuasaan dewa atau keajaiban lainnya.
Puncak gunung dan lereng bukit, daerah kegiatan vulkanik, dataran tinggi yang
menjulang di atas tepi lembah, tepian sungai atau danau, tempat bertemunya
dua sungai. Daerah ini baik untuk lokasi bangunan suci.
Apabila ditelusuri aliran sungai Progo dan Elo memiliki padanan dengan
sungai Gangga dan Jamuna di India yang tidak jauh dari tempat itu terletak
bangunan suci kota Bodh Gaya dan stupa Bharhut. Di Indonesia Candi
2

Borobudur dan Ngayogyakarta diapit oleh dua sungai besar, yaitu di ring paling
luar, sungai Opak dan sungai Progo, dan di ring paling dalam adalah sungai
Code dan Winongo. Puncak gunung menurut mitologi Hindu merupakan tempat
bersemayamnya para dewa yang di Yogyakarta diwakili dengan Gunung Merapi.
Kondisi tata ruang wilayah dan lokasi mulai mengalami perubahan
sehingga tidak sesuai lagi dengan landasan filosofi dan unsur utama pembentuk
kawasan sehingga perlu dikembalikan dan diatur dengan tegas dalam sebuah
Perda yang bersinergis dengan Perda lain untuk materi terkait.
Keistimewaan Yogyakarta dapat dilihat juga dari dimensi tata ruang kota
yang sejak awal terbentuknya sudah mencerminkan catur gatra tunggal (kraton,
masjid, alun-alun, pasar). Konsep ini memiliki nilai filosofis yang tinggi terkait
dengan perkembangan kota ke depan yang memperhitungkan segala aspek
yaitu fisik, ekonomi, sosial, agama, dan infrastuktur.
Kekuatan catur gatra tunggal didukung pula oleh konsep pertahanan
suatu kota dari pengaruh luar. Konsep ini diwujudkan dengan pertahanan fisik
(beteng dan jagang) dan pertahanan non fisik (masjid pathok negara) sebagai
pertahanan yang melibatkan peran aktif masyarakat.
Konsep tata ruang kota Yogyakarta berawal pada Sumbu Filosofi
sebagaimana telah dijelaskan di depan. Dengan sumbu filosofi tersebut,
kawasan Jeron Beteng menjadi pusat pengembangan kota Yogyakarta. Jeron
Beteng merupakan inti kehidupan masyarakat karena daerah ini pada mulanya
hanya dihuni oleh Sultan beserta sentana/keluarganya dan para Abdi Dalem nya.
Seperti Kampung Gamelan yang dihuni abdi dalem Gamel (petugas pemelihara
kuda kerajaan), atau kampung Siliran yang dahulunya dihuni para abdi dalem
Silir (para petugas lampu kerajaan).
Sedang di luar beteng dalam formasi tapal kuda terdapat perkampungan
Angkatan Perang Kerajaan yang terdiri atas 8 (delapan) kompi tentara Raja, 1
(satu) kompi tentara Kepatihan, 1 (satu) kompi milik Putera Adipati Anom dan 1
(satu) kompi milik Komandan Batalyon.
Para tentara tersebut menghuni kampung Wirobrajan (prajurit Wirabraja),
Daengan (prajurit Daeng), Patangpuluhan (prajurit Patangpuluh), Jagakaryan
3

(prajurit Jagakarya), Prawirotaman (prajurit Prawiratama), Nyutran (prajurit


Nyutra), Ketanggungan (prajurit Ketanggung), Mantrijeron (prajurit Mantrijero),
Bugisan (kompi Kepatihan), Surakarsan (kompi Adipati Anom) dan kampung
Jlagran (kompi Komandan Batalyon).
Sementara itu para Nayaka (menteri) yang berjumlah 8 (delapan)
memperoleh tempat tinggal mandiri yang berada di kampung-kampung dalam
posisi melingkari kerajaan, overlap dengan kampung prajurit. Kampung-kampung
tersebut adalah kampung Keparakan Kiwa (Menteri Kepamongprajaan),
Keparakan

Tengen

(Menteri

Kepamongprajaan),

Gedong

Kiwa

(Menteri

Keuangan), Bumijo (Menteri Agraria), Siti Sewu (Menteri Agraria), Numbakanyar


(Menteri Keprajuritan), Penumping (Menteri Keprajuritan). Selain itu juga
terdapat Nayaka Wreda (Perdana Menteri) yang bertempat tinggal di Kepatihan.
Pada sisi lain terdapat Masjid Pathok Negara yang tersebar di empat
penjuru pinggiran kota Yogyakarta, yang berfungsi sebagai benteng pertahanan
secara social masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena kawasan Masjid-masjid
Pathok Negara tersebut berfungsi sebagai kawasan keagamaan sekaligus
kawasan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Para ulama yang berada di
masjid pathok Negara tersebut adalah para ahli di bidang agama dan
perekonomian. Dengan demikian segala pengaruh sosial yang buruk dari luar
dapat ditangkal oleh kawasan-kawasan tersebut, selaku garda depan terhadap
anasir-anasir asing.
Sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan kota yang ada, muncul
komunitas-komunitas hunian kelompok masyarakat tertentuperan penghuninya
dalam kehidupan keseharian kota Yogyakarta. Pada awalnya muncul kumpulan
hunian warga Belanda di kawasan Lodji Ketjil, kemudian bertambah lagi di
kawasan Bintaran serta kawasan Jetis. Pada akhirnya kawasan hunian warga
Belanda mencapai puncaknya sebagai kawasan hunian yang cukup representatif
adalah di kawasan Kota Baru.
Sedangkan kawasan hunian kaum etnis China pada awalnya berkembang
di seputaran kawasan Malioboro dan Gondomanan. Kemudian etnis China

secara dominan membentuk komunitas hunian mereka di kawasan Ketandan


hingga saat ini.
Perkembangan kota Yogyakarta pasca Kemerdekaan Republik Indonesia
mulai dipengaruhi oleh kedatangan para pelajar di kota Yogyakarta. Keberadaan
Kampus Universitas Gadjah Mada dan Universitas Islam Indonesia, sedikit
banyak membawa dampak bagi tata kota Yogyakarta yang terus tumbuh dan
berkembang hingga saat ini. Demikian juga maraknya kampus-kampus
perguruan tinggi hadir di kawasan Yogyakarta ini tentu membawa pengaruh
terhadap tata kota Yogyakarta saat ini maupun di masa-masa yang akan datang.
Sementara itu Pura Pakualaman meski berada di dalam ibukota
Ngayogyakarta Hadiningrat, namun karena letaknya yang berada di seberang
timur Sungai Code justru tidak mengaburkan peran Jeron Beteng sebagai inti
kehidupan lama masyarakat Yogyakarta. Pura Pakualaman justru mengisi
kehidupan di luar sentrum yang terbuka dan dapat ditembus oleh pengaruhpengaruh buruk dari luar.
Semua ini menggambarkan bahwa pada masa lalu Yogyakarta adalah
sebuah negeri (negara) sehingga memiliki seluruh komponen dan atribut-atribut
negara. Seluruh atribut tersebut memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi dan
seyogyanya benda, bangunan, struktur, situs yang terkait dengan keberadaan/
eksistensi

Yogyakarta

tersebut,

tetap

dikelola

dan

dilestarikan

dengan

mengembalikan pada konsep tata ruang kota sehingga identitas keistimewaan


tidak semakin luntur.
Pemerintah Provinsi DIY telah memiliki Perda Propinsi DIY No. 2 Tahun
2010 Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk
mewujudkan tercapainya pemanfaatan ruang
seimbang

di

Wilayah

Provinsi

DIY

yang serasi,

2009-2029,

tentu

selaras dan
saja

dalam

perkembangannya adanya pengaturan Raperdais Tata Ruang ini selaras dengan


Perda yang telah ada sebelumnya dengan menonjol ciri khas keistimewaan
Yogyakarta sebagai bentuk perhatian serius pemerintah daerah terhadap
komitmen pelestarian dalam rangka menjaga nilai keistimewaan Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah
1. Permasalahan yang muncul terkait dengan pentingnya segera melakukan
pengaturan yang komprehensif mengenai Tata Ruang Tanah Kasultanan
dan Tanah Kadipaten Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disusun
untuk melaksanakan mandat dari Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012
tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Permasalahan yang muncul berkenaan dengan Tata Ruang Tanah
Kasultanan dan Tanah Kadipaten Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) Istimewa Yogyakarta yaitu:
a) Letak tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten tidak berada pada satu
lokasi melainkan ada di beberapa tempat, sehingga penyusunan dan
pengaturannya harus disesuaikan dengan kondisi tata ruang yang ada
disekitar letak tanah tersebut.
b) Kondisi tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten tidak memiliki sifat
yang serupa, sehingga pemanfaatannya harus disesuaikan dengan
sifat dan jenis tanah, agar menjadi maksimal.
3. Perlunya pengaturan segera dalam bentuk Perda baru yang didasari oleh
pertimbangan filosofis, sosiologis dan yuridis.
Sejalan dengan falsafah Hamemayu Hayuning Bawana, yang
menghendaki adanya keserasian, keselarasan dan kesimbangan perilaku
manusia, maka adanya upaya pelestarian dan pengelolaan cagar budaya
merupakan bagian dari pengejawantahan nilai filosofis itu. Ketentuan ini
dibuat dalam rangka menghilangkan berbagai perilaku bermasalah yang
berkaitan dengan upaya melestarikan cagar budaya dan mengelolanya
sesuai dengan tujuan dan fungsinya.

4. Sasaran yang ingin diwujudkan.

Sasaran yang hendak dicapai dalam Rencana Peraturan Daerah


Istimewa tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), antara lain adalah :
a. Terumuskannya kebijaksanaan pokok pemanfaatan & pengendalian
ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.
b. Tersusunnya Rumusan Kebijakan & Strategi Pengembangan &
Rencana Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.
c. Tersusunnya pola ruang, struktur ruang, & pemanfaatan ruang
Provinsi
d. Terwujudnya

keterpaduan,

perkembangan

antar

kawasan

keterkaitan

&

keseimbangan

wilayah

Provinsi

DIY,

Tanah

Kasultanan dan Tanah Kadipaten serta keserasian pembangunan


lintas sektor.
e. Tersusunnya Penetapan kawasan strategis.
f. Tersusunnya Arahan pemanfaatan ruang Tanah Kasultanan dan
Tanah Kadipaten.
g. Tersusunnya Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi yang berisi indikasi arahan pengaturan zonasi sistem
provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi.
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK
1.

Penyusunan Naskah Akademik ini bertujuan untuk memberi rumusan,


konseptualisasi, metode, pertimbangan dan solusi terhadap persoalan
Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten Provinsi Daerah

2.

Istimewa Yogyakarta (DIY).


Kegunaan Naskah Akademik ini adalah sebagai acuan dan referensi
penyusunan
Kasultanan

dan
dan

pembahasan
Tanah

Raperdais

Kadipaten

Tata

Provinsi

Ruang

Daerah

Tanah

Istimewa

Yogyakarta (DIY) yang disusun untuk melaksanakan mandat dari


Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Naskah akademik ini diharapkan mampu
memberi gambaran yang komprehensif berkaitan dengan pemecahan
7

permasalahan yang melatarbelakangi seputar pengaturan tata ruang


tanah kasultanan dan tanah kadipaten di DIY yang tidak dapat lagi
diselesaikan dengan menerapkan Perda lama. Oleh karena itu dengan
adanya kajian ini dapat ditentukan landasan filosofis, sosiologis dan
3.

yuridis dalam memecahkan masalah tersebut.


Berdasarkan rumusan tujuan dan kegunaan di atas maka diharapkan
dapat dibentuk Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur secara
khusus penataan ruang, tujuan dan kebijakan penataan ruang, konsep
pengembangan wilayah, rencana tata ruang, indikator program dan
pengendalian

pemanfaatan

ruang

dalam

ruang

lingkup

tanah

Kasultanan dan tanah kadipaten.


D. Metode Kajian
1.
Tipe Kajian/Penelitian dan pendekatannya
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif, pendekatan secara geografis dan pendekatan
budaya. Metode pendekatan yuridis normatif dilakukan melalui studi
pustaka guna menelaah (terutama) data sekunder berupa Peraturan
Perundang-undangan untuk dilihat kesesuaian muatan Raperda ini
secara vertikal dan horizontal, baik dari aspek kewenangan daerah
mengatur maupun materi muatan yang dapat diatur melalui Raperdais
Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten Provinsi Daerah
Istimewa

Yogyakarta

(DIY).

Sekaligus

dikaji

kekurangan

atau

kelemahan Perda lama terkait dengan adanya UU baru.

2.

Jenis data dan Cara perolehannya


a.
Penelitian Kepustakaan
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan studi dokumen, yang sumber datanya diperoleh
dari :

1)

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang


mengikat berupa UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, peraturan perundang-undangan, maupun dokumen
hukum lainnya yang berkaitan dengan antara lain hukum

2)

tata ruang, cagar budaya, lingkungan, otonomi daerah;


Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian
yang terkait dengan tema utama penelitian ini dan hasil-

3)

hasil pembahasan dalam berbagai media;


Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang seperti
kamus hukum, ensiklopedia, dan bahan lain di luar bidang
hukum seperti sosiologi, politik, ekonomi, dan sebagainya
yang dipergunakan untuk melengkapi data penelitian.

b.

Wawancara dan Focus Group Discussion (FGD)


Untuk menunjang akurasi data sekunder yang diperoleh
melalui penelitian kepustakaan dilakukan penelitian lapangan
guna memperoleh info langsung dari sumbernya (data primer),
mengenai kecenderungan pandangan masyarakat terhadap
persoalan penataan tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.
Penelitian ini mengambil berbagai kelompok responden
stakeholders, yang pengumpulan datanya dilakukan dengan
menggunakan wawancara atau dengan focus group discussion
(FGD). Kelompok responden tersebut melibatkan pihak-pihak
yang berkompeten dan representatif diantaranya perwakilan
masyarakat sipil, masyarakat pemilik cagar budaya, ahli cagar
budaya, aparat pemerintah daerah terkait.
Diharapkan dari pertemuan FGD ini ada dialog dan
pembahasan mendalam dari aral deduktif yang dikerjakan
dengan cara analisis perspektif dan konseptual dan dari aral
induktif yang dilakukan dengan cara analisis pengalaman empirik

berkenaan dengan tindakan pelastarian dan pengelolaan cagar


budaya dan warisan budaya.
3.

Analisis Data
Dalam penelitian hukum normatif ini pengolahan data dilakukan
secara diskriptif-kualitatif. Bahan-bahan hukum tertulis yang telah
terkumpul diuraikan dan dianalisis dengan menggunakan content
analysis secara sistematis dengan membuat klasifikasi muatannya dan
dikomparasikan.

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN KAJIAN EMPIRIS
Adapun keterkaitan antara Raperdais dengan aturan-aturan baik secara
vertikal maupun horizontal yaitu:
10

1. UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


2. UU No.32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah
3. UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewahan Daerah Yogyakarta
4. UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan
5. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan Perubahan atas UU 10 Tahun 2004
6. PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15/ PRT/M/2009 Pedomaan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi.
8. Perda Propinsi DIY No. 2 Tahun 2010 Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
9. PP No.10/2000 tanggal 21, tentang Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata
Ruang.
10. Permendagri No.147 / 2004 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah (BKPRD).
11. Permendagri No.9 / 1998, tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat
dalam Proses Perencanaan Tata Ruang Di Daerah.
12. Peraturan Pemerintah (PP) No.69 / 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam
Penataan Ruang.
13. Keppres RI No.32 / 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

11

A.KAJIAN TEORITIS
Di dalam pasal 7 ayat (2) undang-undang nomor 13 tahun 2012 tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta disebutkan bahwa ada beberapa
kewenangan dalam urusan keistimewaan yang meliputi :
1. Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur
dan Wakil Gubernur;
2. Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;
3. Kebudayaan;
4. Pertanahan, dan;
5. Tata Ruang.
Diantara 5 (lima) hal tersebut, yang akan dibahas pada bab ini adalah
tentang tata ruang. Tata ruang merupakan salah satu elemen penting dalam
pengaturan perundang-undangan . Oleh karena itu, perlu bagi kita memahami
apa yang dimaksud dengan tata ruang tersebut, apa fungsinya, bagaimana
pengelolaannya, dan masih banyak lagi.
Namun, dalam Raperdais ini, materi yang akan dibahas hanya sebatas
pengaturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan tata ruang wilayah Tanah
Kasultanan

dan

Tanah

Kadipaten

Daerah

Istimewa

Yogyakarta

(DIY)

sebagaimana yang tertera di dalam pasal 34 ayat (1) undang-undang 32 tahun


2012. Di dalam pengaturannya, tata ruang wilayah Tanah Kasultanan dan Tanah
Kadipaten DIY ini tidaklah boleh melebihi kewenangan undang-undang yang
lebih tinggi darinya.
Sebelum

masuk

ke

pembahasan

mengenai

pengaturan

tentang

pengelolaan dan pemanfaatan tata ruang wilayah Tanah Kasultanan dan Tanah
Kadipaten DIY tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu

apa yang dimaksud

dengan tata ruang itu, tujuan, manfaat, serta langkah-langkah yang ditempuh
untuk mewujudkan sasaran yang diinginkan dari tata ruang tersebut. Untuk itu,
kita perlu mengetahui tata ruang itu berdasarkan aspek teoritisnya.
Sebagaimana yang tertera dalam undang-undang no. 26 tahun 2007
tentang penataan ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang
12

meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Fokus dari
pembahasan ini adalah pengaturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan tata
ruang yang meliputi ruang darat, yaitu Tanah Kasultanan dan Kadipaten Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Sedangkan maksud dari tata ruang itu sendiri yaitu wujud struktur ruang
dan pola ruang. Dari definisi tata ruang di atas, ada 2 (dua) unsur yang menjadi
objek dari tata ruang itu yaitu struktur ruang dan pola ruang. Kedua hal ini
merupakan suatu sinergi yang penting dalam penataan ruang. Struktur ruang
adalah susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Perlunya suatu
pengaturan mengenai tata ruang di wilayah tanah kasultanan dan kadipaten ini
agar terciptanya suatu keteraturan demi kemakmuran rakyat.
Tata ruang dapat kita pahami melalui teori-teori yang berkembang yang
berhubungan dengan penataan ruang. Teori-teori tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Untuk pemukiman, teori yang dapat menjadi dasar pijakan dalam membentuk
peraturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan tata ruang tanah kasultanan
dan kadipaten DIY, yaitu:
Teori ekistics
Ekistics merupakan suatu istilah untuk menggambarkan pengetahuan
terhadap permukiman. Sedangkan permukiman itu sendiri diartikan sebagai
tempat manusia hidup dan berkehidupan. Dalam kajian ini, teori ini dapat
digunakan untuk membuat perencanaan penataan ruang di wilayah tanah
kasultanan dan kadipaten daerah istimewa Yogyakarta. saat sekarang ini,
banyak pemukiman di tanah kasultanan dan kadipaten daerah istimewa
Yogyakarta yang tidak mengikuti aturan tata ruang yang berlaku sebelumnya.
13

Untuk itu, perlu adanya pengaturan lebih lanjut mengenai penataan ruang
dengan mengacu kepada teori-teori yang berhubungan dengan tata ruang agar
aturan yang dihasilkan lebih terkonsep dan mampu memberikan kejelasan serta
tercapai tujuan yang dinginkan demi terciptanya kemakmuran masyarakat.
b. Untuk struktur ruang kota, ada beberapa teori yang dapat menjadi dasar pijakan
dalam membentuk peraturan tentang tata ruang Tanah Kasultanan dan
Kadipaten Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain :
Teori Konsentris
Teori konsentris menurut Burgess menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota
(DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya
tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan
sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat
aksesibilitas tinggi dalam suatu kota.
DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian
paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan
pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale
Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan
ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung
penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
Teori ini sangat baik digunakan sebagai acuan dalam membuat
pengaturan terhadap tata ruang di wilayah Tanah Kasultanan dan Kadipaten
agar setiap ruang yang tersedia dari tanah tersebut dapat dimanfaatkan sebaikbaiknya

sesuai dengan porsi yang telah disediakan. Jadi, tidak ada

permasalahan pelanggaran aturan seperti kawasan hutan lindung dijadikan


tempat pemukiman. Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi jika pengaturan tata
ruang terhadap tanah kasultanan dan kadipaten ini mempunyai pondasi yang
kuat. Maka dari itu, teori konsentris ini dapat dijadikan acuan sebagai penguat
pondasi undang-undang yang akan dibentuk.
Teori sektoral (Hoyt,1939). Teori ini memiliki pengertian yang sama dengan
yang diungkapkan oleh Teori Konsentris terkait DPK atau CBD.

14

Teori Pusat Berganda (Harris dan Ullman,1945). Teori ini menyatakan bahwa
DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel
lainnya dan berfungsi sebagai salah satu growing points. Zona ini menampung
sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di
dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti retailing distrik khusus
perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49). Namun, ada perbedaan
dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat
Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah
kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
Konsep struktur dan pola ruang ( Ruslan Diwiryo, era 1980-an). Pada periode
1980-an ini pula, lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP)
sebagai upaya untuk mewujudkan sitem kota-kota nasional yang efisien dalam
konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula
menjadi cikal-bakal lahirnya konsep Program Pembangunan Prasarana Kota
Terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan
fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP.
Keempat

teori

tersebut

menunjukkan

bagaimana

langkah-langkah

pengaturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan tata ruang yang efisien agar
terciptanya suatu keteraturan yang harmonis demi kemakmuran masyarakat.
Teori-teori tersebut tidak hanya menyajikan bagaimana pengaturan tata ruang
yang teratur, akan tetapi juga menawarkan bagaimana ruang yang tersedia
dapat dimanfaatkan sebagai penghasil perekonomian melalui pemanfaatan titiktitik tertentu sebagai wilayah perdagangan. Dengan adanya pemusatan wilayah
perdagangan di suatu wadah atau tempat, maka secara structural penataan
ruang sudah dapat dikatakan berhasil menciptakan keteraturan social. Dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan mengenai tata ruang ini tentunya
tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan kepada
rakyat.
B. KAJIAN EMPIRIS

15

Dalam praktiknya di lapangan, banyak isu-isu yang berkembang yang


apabila dibiarkan akan menimbulkan masalah dalam keteraturan pengelolaan
dan pemanfaatan tata ruang di wilayah Tanah Kasultanan dan Kadipaten DIY.
isu-isu tersebut adalah sebagai berikut :
1. terjadinya konflik kepentingan antar-sektor, seperti pertambangan, lingkungan
hidup, kehutanan, prasarana wilayah, dan sebagainya;
2. belum

berfungsinya

secara

optimal

penataan

ruang

dalam

rangka

menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana dan


program sektor tadi;
3. terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan dan norma yang
seharusnya ditegakkan. Penyebabnya adalah inkonsistensi kebijakan terhadap
rencana tata ruang serta kelemahan dalam pengendalian pembangunan;
4. belum tersedianya alokasi fungsi-fungsi yang tegas dalam RTRWP;
5. belum adanya keterbukaan dan keikhlasan dalam menempatkan kepentingan
sektor dan wilayah dalam kerangka penataan ruang, serta;
6. kurangnya kemampuan menahan diri dari keinginan membela kepentingan
masing-masing secara berlebihan;
Adanya konflik ini sudah barang tentu menghambat pengaturan penataan
ruang khususnya di wilayah Tanah Kasultanan dan Kadipaten DIY karena akan
kesulitan untuk mengatur diantara konflik

ini. Oleh karena itu, pembentukan

pengaturan mengenai penataan ruang ini diharapkan mampu mengatasi semua


permasalahan tersebut. Selain itu, dalam rangka koordinasi penyelenggaraan
penataan ruang dan kerjasama antar sector atau antar daerah bidang penataan
ruang dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kasultanan dan
Kadipaten DIY (BKPRDKK). Badan tersebut bersifat permanen dan bertujuan
untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan dan pemanfaatan tata ruang Tanah
Kasultanan dan Kadipaten DIY.

16

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT
Pembentukan Perda baru tentang tata ruang Kadipaten dan Tanah
kesultanan Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY) memiliki keterkaitan dengan
berbagai peraturan perundang-undangan baik dilihat secara vertikal maupun
horizontal. Untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan yang
berdampak negatif terhadap pembentukan Perda ini, maka perlu dievaluasi dan
dianalisis secara mendalam muatan yang akan diatur dalam Perda ini dengan
berbagai peraturan perundang-undangan secara hirarki.
Keterkaitan pengaturan dalam Perda baru dengan peraturan perundangundangan secara vertikal dan horizontal sebagai berikut :
1. UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY
Dalam UU ini sangat jelas menentukan kewenanangan dalam urusan
Keistimewaan DIY yaitu pasal 34 ayat 1,2 dan 3 serta pasal 7 ayat 2 yang isinya:
Pasal 34 (1)

Kewenangan Kasultanan dan Kadipaten dalam tata ruang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e,
terbatas pada pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan
dan tanah Kadipaten.

Pasal 34 (2)

dalam pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), Kasultanan dan Kadipaten menetapkan kerangka
umum kebijakan tata ruang tanah Kasultanan dan tanah
Kadipaten sesuai dengan Keistimewaan DIY.

Pasal 34 (3)

Kerangka umum kebijakan tata ruang tanah Kasultanan dan


tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada pasal 34 ayat
(2) ditetapkan dengan memperhatikan tata ruang nasional dan
17

tata ruang DIY.

Sebagaimana disebut diatas, pembentukan Raperdais ini tidak boleh


bertentangan dengan UU No.13 tahun 2012 dan atau melebihi porsi yang telah
dimandatkan oleh UU No.13 tahun 2012.
2. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Berdasarkan ketentuan pasal 34 ayat (3) UU No.13 tahun 2012
menyebutkan bahwa kerangka umum kebijakan tata ruang tanah Kasultanan dan
tanah Kadipaten ditetapkan dengan memperhatikan tata ruang nasional dan tata
ruang DIY. Dalam UU ini sudah sangat jelas memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah provinsi untuk membetuk Raperdais terkait dengan rencana
tata ruang propinsi dan hal-hal lain yang sangat erat kaitannya dengan dasar
kewenangan dan tugas pemerintah daerah. Pendelegasian wewenang kepada
aparatur DIY disesuaikan atas dasar peraturan-peraturan lainnya yang
kedudukannya dibawah UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataaan Ruang
mempunyai keterkaitan antar peraturan perundang-undangan dengan batasan
batasan yang ada dalam UU tersebut. Adapun ketentuan-ketentuan tersebut
tercantum dalam pasal-pasal di bawah ini:
Pasal 14 (2) b

salah satu rencana umum tata ruang adalah rencana tata


ruang wilayah propinsi.

Pasal 7 (2)

dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan penataan


ruang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, Negara
memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang
kepada pemerintah dan pemerintah daerah.

18

Pasal 10 (1)

wewenang

pemerintah

daerah

provinsi

dalam

penyelenggaraan penataan ruang meliputi:


a. pengaturan,
terhadap

pembinaan,
pelaksanaan

dan

pengawasan

penataan

ruang

wilayahprovinsi, dan kabupaten/ kota, serta


terhadap

pelaksanaan

penataan

ruang

kawasan strategis provinsi dan kabupaten/


kota;
b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi,
c. pelaksanaan

penataan

ruang

kawasan

strategis provinsi; dan


d. kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan
pemfasilitasan kerja sama penataan ruang
Pasal 10 (2)

antarkabupaten/ kota.
wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan
penataan ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hurul b meliputi:
a. perencanaan tata ruang wilayah provinsi;
b. pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
c.

Pasal 10 (3)

dalam

pengendalian pemanfaatan ruang wilayah

provinsi
penataan ruang

kawasan

strategis

provinsi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah


daerah provinsi melaksanakan:
a. penetapan kawasan strategis provinsi;
b.

perencanaan tata ruang kawasan strategis


provinsi;

c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi;


dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
strategis provinsi,

19

Pasal 10 (4)

pelaksanaan
pemanfaatan

pemanfaatan
ruang

ruang

kawasan

dan

pengendalian

strategis

provinsi

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d


dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota
Pasal 10 (5)

meialui tugas pembantuan,


dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah
provinsi, pemerintah daerah provinsi dapat menyusun
petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang pada tingkat
provinsi dan kabupaten/kota.

Pasal 10 (6)

Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud


pada ayat (I), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5),
pemerintah daerah provinsi:
a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:
(1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang
dalam rangka pelaksanaan wilayah provinsi;
(2) arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi
yang disusun dalam rangka pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
(3) petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;
b.

Pasal 18 (1)

melaksanakan

standar

pelayanan

minimal

bidang

penataan ruang,
- penetapan rancangan peraturan daerah propinsi

dan (2)

tentang rencana tata ruang propinsi dan rencana rinci


tata

ruang

terlebih

dahulu

harus

mendapat

persetujuan substansi dari menteri.


-

ketentuan mengenai muatan, pedomaan dan tata


cara penyusunan rencana tata ruang wilayah propinsi

Pasal 14 (7)

pada ayat 1 diatur dengan peraturan menteri


ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta
rencana tata ruang propinsi diatur dengan peraturan
pemerintah
20

Pasal 22 (1)

penyusunan rencana tata ruang wilayah propinsi mengacu


pada :
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
b. Pedomaan Bidang Penataan Ruang
c. Rencana

Pasal 22 (2)

Pembangunan

Jangka

Panjang

Daerah
penyusunan Rencana Tata Ruang wilayah propinsi harus
memperhatikan :
a. Perkembangan permasalahan nasional dan
hasil pengkajian implikasi penataan ruang
propinsi
b. Upaya

pemerataan

pembangunan

dan

pertumbuhan ekonomi propinsi


c. Keselarasan

pembagunan

propinsi

dan

pembangunan kabupaten atau kota


d. Daya dukung dan daya tampung lingkungan
Hidup
e. Rencana

pembangunan

jangka

panjang

daerah
f. Rencana tata ruang wilayah propinsi yang
berbatasan
g. Rencana tata ruang kawasan strategis propinsi
dan
h. Rencana tata ruang kabupaten/kota
Pasal 23 (1)

rencana tata ruang propinsi memuat :


a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
wilayah propinsi
b. Rencana struktur ruang wilayah propinsi yang
meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya
yang berkaitan dengan kawasan pedesaan
dalam
21

wilayah

pelayanannya

dan

sistem

jaringan prasarana wilayah propinsi

Pasal

23

huruf e

sampai G
-

Pasal 24 (1)

Ayat (2) : pedomaan rencana tata ruang Huruf A


Ayat (6): Rencana tata ruang wilayah propinsi

ditetapkan dengan peraturan daerah propinsi


rencana rinci tata ruang kawasan strategis propinsi
ditetapkan dengan peraturan daerah propinsi

3. PP No.10/2000 tentang tingkat ketelitian peta renacana tata ruang

pasal 15

Peta

rencana

tata

ruang

wilayah

daerah

propinsi

menggunakan peta wilayah daerah propinsi dan peta


tematik wilayah dengan tingkat ketelitian peta pada skala
Pasal 16 (1)

yang sama.
Peta wilayah daerah propinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 berpedoman pada tingkat ketelitian minimal

Pasal 18 (1)

berskala 1:250.000
Peta rencana tata

ruang

wilayah

daerah

propinsi

digambarkan dalam peta wilayah daerah propinsi.


Pasal 18 (2)

Unsur-unsur peta rencana tata ruang wilayah daerah


propinsi, meliputi kawasan lindung, kawasan budidaya,
kawasan
transportasi,

tertentu,
jaringan

sistem
kelistrikan

permukiman,
dan

energi,

jaringan,
jaringan

telekomunikasi, sarana dan prasarana air baku dan sistem


jaringan utilitas
22

Pasal 45 (1)

Masyarakat berhak mengetahui peta wilayah melalui katalog


peta wilayah yang disusun oleh instansi yang bertanggung

Pasal 45 (2)

jawab.
Masyarakat berhak mengetahui peta tematik wilayah melalui
katalog peta tematik wilayah yang disusun oleh instansi

Pasal 46

yang mengadakan peta tematik wilayah.


Masyarakat dapat berperan serta memberikan data dan
informasi dalam pembuatan peta dasar, peta wilayah dan
peta tematik wilayah.

Ketentuan yang sudah diatur dalam PP diatas tidak boleh diatur lagi
dalam perda ini dan tidak boleh melebihi porsi yang telah diatur dalam PP ini.
Kemungkinan muatan yang akan diatur dalam Perda ini adalah sebagai berikut:
a. Peta tanah kadipaten dan kesultanan jogja
b. Hak dan kewajiban masyrakat yang bermukim diatas tanah kesultanan dan
kadipaten
c. Hak masyrakat untuk melakukan perlawanan, karena tanahnya bukan
merupakan wilayah tanah kesultanan dan kadipaten
4. PP No. 69 Tahun 1996 tentang hak dan kewajiban serta bentuk dan tata cara
peran serta masyarakat dalam penataan ruang
Sesuai dengan ketentuan pasal 65 ayat 3 UU No.26 Tahun 2007 bahwa
ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam
penataan ruang diatur lebih lanjut dengan peraturan peerintah.
Adapun pengaturannya adalah sebagai berikut :
Pasal 12

Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata


ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat 1 dapat berbentuk :
a. Pemberian masukan dalam penentuan arah
pengembangan wilayah yang akan dicapai
b.

Pengidentifikasian

berbagai

potensi

dan

masalah pembangunan, termasuk bantuan untuk


23

memperjelas hak atas ruang di wilayah, dan


termasuk pula perencanaan tata ruang kawasan.
c. bantuan untuk merumuskan perencanaan tata
ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
d. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau
pendapat dalam penyusunan strategi dan struktur
pemanfaatan

ruang

wilayah

Propinsi

Daerah

Tingkat I ;
e.

Pengajuan

keberatan

terhadap

rancangan

Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah


Tingkat I;
f.

Kerja

sama

dalam

penelitian

dan

pengembangan; dan atau


g. Bantuan tenaga ahli.
Pasal 13

Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah


Propinsi Daerah Tingkat I dapat berbentuk :
a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara
berdasarkan

peraturn

perundang-undangan,

agama, adat atau kebiasaan yang berlaku;


b. bantuan pemikirn dan pertimbangan berkenaan
dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah
dan kawasan yang mencakup lebih dari satu
wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
c.

penyelenggaraan

kegiatan

pembangunan

berdasarkan rencana tata ruang wilayah dan


kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah
Kabupaten/Kotamadya Tingkat II;
d. perubahan atau konvensi pemanfaatan ruang
sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;

24

e.

bantuan

teknik

dan

pengelolaan

dalam

pemanfaatan ruang; dan atau


f.

kegiatan

menjaga,

memelihara,

dan

meningkatkan kelestarian lingkungan.


Pasal 14

Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan


ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dapat berbentuk :
a. pengawasan terhadap pemanafaatan ruang
wilayah dan kawasan yang meliputi lebih dari
satu wilayah
Kabupaten/Kotamadya

Daerah

Tingkat

II,

termasuk pemberiann informasi atau laporan


pelaksanaan
pemanfaatan ruang kawasan dimaksud dan
atau;
b.

bantuan

pemikiran

atau

pertimbangan

berkenaan dengan penertiban pemanfaatan ruang.


Pasal 24 (1)

Tata

cara

peran

serta

masyarakat

dalam

proses

perencanaan tata ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat 1


sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 dilaksanakan
dengan

pemberian

Tanggapan.

saran.

Keberatan.

Pertimbangan.

Masukkan

Pendapat.

terhadap

informasi

tentang arah pengembangan. Potensi dan masalah. Serta


rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah
Pasal 24 (2)

Tingkat I.
Penyampaian saran. Pertimbangan. Pendapat. Tanggapan.
Keberatan atau masukkan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan secara lisan atau tertulis kepada

Pasal 24 (3)

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta
masyarakat

dalam
25

proses

perencanaan

tata

ruang

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri


Pasal 25 (1)

Dalam Negeri.
Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang
wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 25 (2)

Pelaksanaan

peras

serta

masyarakat

sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dikoordinasi oleh Gubernur Kepala


Daerah Tingkat I

Kemungkinan yang diatur dalam PERDA ini adalah :


1. prosedur untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat terkait dengan tata
ruang tanah kesultanan dan kadipaten.
2. Transparansi hasil musyawarah dengan masyarakat terkait dengan
pembetukan perda provinsi tata ruang tanah kesultanan dan kadipaten ini.
5. Peraturan

Menteri

Pekerjaan

Umum

No.

15/

PRT/M/2009

Pedomaan

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi


Sesuai dengan ketentuan UU No. 26 tahun 2007 yaitu :
Pasal 18 (1)

penetapan rancangan peraturan daerah propinsi tentang


rencana tata ruang propinsi dan rencana rinci tata ruang
terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari

Pasal 18 (3)

menteri.
ketentuan mengenai muatan, pedomaan dan tata cara
penyusunan rencana tata ruang wilayah propinsi pada ayat
1 diatur dengan peraturan menteri

Dari ketentuan pasal 18 ayat (3) diatas secara lebih lanjut diatur dalam
peraturan menteri dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. BAB II Ketentuan teknis muatan RTRW propinsi

Muatan RTRW Provinsi


26

RTRW provinsi memuat tujuan, kebijakan, dan strategi penataan


ruang wilayah provinsi (penataan provinsi); rencana struktur ruang wilayah
provinsi; rencana pola ruang wilayah provinsi; penetapan kawasan
strategis provinsi; arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Provinsi

Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi


(penataan

provinsi)

merupakan

terjemahan

dari

visi

dan

misi

pengembangan wilayah provinsi dalam pelaksanaan pembangunan untuk


mencapai kondisi ideal tata ruang wilayah provinsi yang diharapkan.
Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi

Rencana struktur ruang wilayah provinsi merupakan rencana


kerangka tata ruang wilayah provinsi yang dibangun oleh konstelasi
pusat-pusat kegiatan (sistem perkotaan) yang berhirarki satu sama lain
dan dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah provinsi
terutama jaringan transportasi.
Rencana struktur ruang wilayah provinsi berfungsi:
a. sebagai pembentuk sistem pusat kegiatan wilayah provinsi yang
memberikan layanan bagi wilayah kabupaten dan wilayah kota yang
berada dalam wilayah provinsi; dan
b.

sebagai arahan perletakan sistem jaringan prasarana antarwilayah

kabupaten/kota yang juga menunjang keterkaitan pusat kabupaten/kota


antarwilayah provinsi
Rencana struktur ruang wilayah provinsi dirumuskan berdasarkan:
a. kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
b. kebutuhan pengembangan dan pelayanan wilayah provinsi dala rangka
mendukung kegiatan sosial, ekonomi;
c. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah provinsi;
d. kedudukan provinsi di dalam wilayah yang lebih luas; dan
27

e. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.


Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi
Rencana pola ruang wilayah provinsi merupakan rencana distribusi
peruntukan ruang dalam wilayah provinsi yang meliputi rencana peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budi
daya.
Rencana pola ruang wilayah provinsi berfungsi:
a. sebagai alokasi ruang untuk kawasan budi daya bagi berbagai kegiatan sosial
ekonomi dan kawasan lindung bagi pelestarian lingkungan dalam wilayah
provinsi;
b. mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang;
c. sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima
tahunan untuk dua puluh tahun; dan
d. sebagai dasar dalam pemberian izin pemanfaatan ruang skala besar pada
wilayah provinsi.
Rencana pola ruang wilayah provinsi dirumuskan berdasarkan:
a. kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi yang memperhatikan
kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional;
b. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah provinsi;
c. kebutuhan ruang untuk pengembangan kawasan budi daya dan kawasan
lindung; dan
d. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait
Penetapan Kawasan Strategis Wilayah Provinsi
Kawasan strategis provinsi merupakan bagian wilayah provinsi yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup provinsi, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
Penentuan kawasan strategis provinsi lebih bersifat indikatif. Batasan fisik
28

kawasan strategis provinsi akan ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata
ruang kawasan strategis.
Kawasan strategis provinsi berfungsi:
a. untuk mewadahi penataan ruang kawasan yang tidak bisa terakomodasi dalam
rencana struktur ruang dan rencana pola ruang;
b. sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan
kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah provinsi yang dinilai mempunyai
pengaruh sangat penting terhadap wilayah provinsi bersangkutan; dan
c. sebagai dasar penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis provinsi.
Kawasan strategis provinsi ditetapkan berdasarkan:
a. kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
b. nilai strategis dari aspek-aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
penanganan kawasan;
c. kesepakatan para pemangku kepentingan berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan;
d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup lingkungan hidup wilayah
provinsi; dan
e. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait

Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi


Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi merupakan upaya perwujudan
rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama
penataan/pengembangan provinsi dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima)
tahunan sampai akhir tahun perencanaan (20 tahun).
Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi berfungsi:
a. sebagai acuan bagi pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman
penataan/pengembangan pprovinsi;
29

b. sebagai arahan untuk sektor dalam program;


c. sebagai dasar estimasi kebutuhan pembiayaan dalam jangka waktu 5
(lima) tahunan
d. sebagai dasar estimasi penyusunan program tahunan untuk setiap jangka
5 (lima) tahun; dan
e. sebagai acuan bagi masyarakat untuk melakukan investasi.
Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi disusun berdasarkan:
a. rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan penetapan kawasan
strategis provinsi;
b. ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan;
c. kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan;
d. prioritas pengembangan wilayah provinsi dan pentahapan rencana
pelaksanaan program sesuai dengan RPJPD; dan
e. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi
Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi adalah arahan
yang diperuntukan sebagai alat penertiban penataan ruang, meliputi indikasi
arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi dalam rangka perwujudan rencana tata ruang wilayah provinsi.
Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi berfungsi:
a. menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang
wilayah provinsi;
b. menghindari penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang;
c. menjaga keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang;
d. sebagai alat pengendali pengembangan kawasan;
e. mencegah dampak pembangunan yang merugikan; dan
f. melindungi kepentingan umum.

30

Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi disusun berdasarkan:


a. rencana struktur ruang dan pola ruang;
b. masalah, tantangan, dan potensi yang dimiliki wilayah provinsi;
c. kesepakatan para pemangku kepentingan; dan
d. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
2. BAB III PROSES DAN PROSEDUR PENYUSUNAN RTRW PROVINSI
Proses penyusunan RTRW provinsi disyaratkan berlandaskan atas asas:
keterpaduan; keserasian; keselarasan dan keseimbangan; keberlanjutan;
keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; keterbukaan; kebersamaan dan
kemitraan; pelindungan kepentingan umum; kepastian hukum dan keadilan;
serta asas akuntabilitas.
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15/
RT/M/2009 Pedomaan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
diatas maka perda tata ruang tanah kesultanan dan kadipaten ini tidak boleh
bertentangan dengan peraturan menteri dan peraturan ini sudah jelas sehinggah
tidak perlu dijabarkan lebih lanjut dalam Raperdais ini.

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Dasar filosofi pembangunan daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
adalah

Hamemayu

Hayuning

Bawana,

sebagai

cita-cita

luhur

untuk

menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai


budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Dasar filosofis ini
31

tumbuh karena kekhasan, keunikan, dan sepesifik dari aspek budaya yang telah
ada konon sejak kerajaan Mataram masih berdiri.
Hakekat budaya adalah hasil cipta, karsa dan rasa, yang diyakini
masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan indah. Demikian pula budaya
daerah di DIY, yang diyakini oleh masyarakat sebagai salah satu acuan dalam
hidup bermasyarakat, baik ke dalam (Intern) maupun ke luar (Extern). Secara
filosofis, budaya Jawa khususnya Budaya DIY dapat digunakan sebagai sarana
untuk Hamemayu Hayuning Bawana yaitu dengan perkataan lain, budaya
tersebut akan bermuara pada kehidupan masyarakat yang penuh dengan
kedamaian, baik ke dalam maupun ke luar.
Perjuangan untuk mensejahterakan masyarakat telah diupayakan dan
dilaksanakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan diteruskan oleh
pengganti beliau, tetap dengan semangat Hamemayu Hayuning Bawana, yang
artinya Kewajiban melindungi, memelihara, serta membina keselamatan dunia
dan lebih mementingkan berkarya untuk masyarakat dari pada memenuhi ambisi
pribadi. Dunia yang dimaksud inipun mencakup seluruh peri kehidupan dalam
sekala kecil, yaitu Keluarga ataupun masyarakat dan lingkungan hidupnya,
dengan mengutamakan Dharma Bhakti untuk kehidupan orang banyak, tidak
mementingkan diri sendiri.
Landasan filosofis pembentukkan Raperda Istimewa tentang Pengelolaan
dan Pemanfaatan Tata Ruang Tanah kasultanan dan Tanah Kadipaten
merupakan penjabaran dari falsafah tersebut sekaligus dilandasi oleh Perda Tata
Nilai Budaya Yogyakarta karena pada dasarnya Perda tersebut memang menjadi
dasar pembentukan legislasi semua daerah di Yogyakarta secara keseluruhan.
Yaitu :
1. TATA NILAI PENATAAN RUANG DAN ARSITEKTUR
Secara historis dan filosofis, nilai-nilai dasar penataan ruang Yogyakarta
telah diletakkan dan disusun oleh Sultan Hamengku Buwono I dan dilanjutkan
oleh para penerusnya. Pemilihan lokasi topografis keraton (baik sebagai pusat
spiritual, kekuasaan, maupun budaya), penentuan wujud dan penamaan sosok
32

bangunan hingga detail ornamen dan pewarnaannya, tata letak dan tata rakit
bangunan, penentuan dan penamaan ruang terbuka, pembuatan dan penamaan
jalan, bahkan hingga penentuan jenis dan nama tanaman, kesemuanya itu
secara simbolis-filosofis melambangkan nilai-nilai perjalanan hidup manusia dan
keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama
manusia, dan manusia dengan alam.
Perjalanan hidup manusia dilambangkan dalam tata rakit bangunan dan
tanaman dalam alur garis simbolis-filosofis dari Panggung Krapyak ke utara
hingga Kompleks Kraton sektor selatan. Lambang itu menggambarkan
perjalanan hidup manusia sejak lahir dari rahim ibunya (Panggung Krapyak
sebagai lambang Yoni, representasi gender perempuan) dan benih manusia
(wiji; dilambangkan dengan nama Kampung Mijen di sebelah utara Panggung
Krapyak), kemudian memasuki masa remaja (enom; sinom; dilambangkan
dengan pucuk daun asam jawa) yang senantiasa menyenangkan hati
(nyengsemaken; dilambangkan dengan jajaran tanaman pohon asam jawa) dan
penuh sanjungan (dilambangkan dengan jajaran tanaman pohon tanjung).
Setelah melewati masa remaja, manusia memasuki kedewasaan yang ditandai
dengan akil baligh (dilambangkan dengan tanaman pohon pakel) dan keberanian
(wani; dilambangkan dengan tanaman pohon kweni) untuk meraih peluang dan
menjangkau jauh ke masa depan, melesat laksana anak panah yang lepas dari
busurnya (dilambangkan dengan tanaman ringin kurung di Alun-Alun Kidul yang
dikelilingi pagar berbentuk busur).
Setelah melewati masa remaja dan memasuki kedewasaan, sampailah
kehidupan manusia pada tahap saling menyukai lawan jenis, yang kemudian
dilanjutkan ke jenjang perkawinan. Konsekuensi perkawinan ialah bercampurnya
darah lelaki (dilambangkan dengan tanaman pohon mangga cempora yang
berbunga putih di Sitihinggil Kidul) dan darah perempuan (dilambangkan
dengan tanaman soka yang berbunga merah). Percampuran darah lelaki dan
perempuan itu dilandasi kemauan bersama (gelem dilambangkan dengan pohon
pelem atau mangga di halaman Kamandhungan Kidul). Dengan didasari
kemauan dan cinta kasih di antara keduanya, mengucur deraslah benih atau
33

sperma menjumpai telor atau ovum (kaderesan sihing sesama; dilambangkan


dengan tanaman jambu dersana), sehingga menggumpallah kedua unsur itu
(kempel; dilambangkan dengan tanaman pohon kepel) menjadi bakal bayi
(embrio). Bayi itu kelak akan lahir sebagai calon (magang; dilambangkan dengan
Kemagangan) manusia dewasa.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pada akhirnya manusia juga akan
kembali kepada penciptanya. Garis simbolis-filosofis dari Tugu Golong-Gilig atau
Tugu Pal Putih hingga Kraton melambangkan perjalanan manusia menghadap
Sang Khalik. Dalam menempuh perjalanan kembali kepada Sang Khalik,
manusia harus memulainya dengan tekad bulat menyatukan (golong-gilig;
dilambangkan dengan Tugu Golong-Gilig) segenap kemampuan cipta, rasa, dan
karsa untuk menyucikan hati (dilambangkan dengan cat warna putih pada Tugu
Golong-Gilig tersebut sehingga tugu itu sering juga disebut sebagai Tugu Pal
Putih). Tekad menyucikan diri itu harus melalui jalan keutamaan (dilambangkan
dengan Margatama, nama jalan dari tugu ke selatan sampai kawasan Stasiun
Kereta Api Tugu; sekarang bernama Jalan Pangeran Mangkubumi) dengan
berbekal penerangan (obor; dilambangkan dengan nama jalan Malioboro)
berupa ajaran para wali, lalu ditempuhlah jalan kemuliaan (mulya; dilambangkan
dengan Margamulya, dahulu nama jalan yang menghubungkan Malioboro
dengan Alun-Alun Utara). Dalam menempuh perjalanan itu, diharapkan manusia
dapat melewatinya dengan perasaan senang (sengsem; dilambangkan dengan
tanaman wit asem atau pohon asam jawa) dan teduh hatinya (ayom;
dilambangkan dengan tanaman pohon gayam yang dahulu ditanam di sepanjang
jalan Margatama - Maliabara - Margamulya).
Kemuliaan itu harus dimantabkan dengan pengusiran segenap hawa
nafsu dan perangai buruk (urakan; dilambangkan dengan Pangurakan). Memang
tidak mudah jalan menuju Sang Khalik, laksana mengarungi samudera dengan
deburan ombak yang dahsyat (alun; dilambangkan dengan Alun-Alun Lor).
Setelah perjalanan hidup berakhir, manusia tidak serta merta langsung dapat
bertemu dengan Sang Khalik, melainkan harus dengan sabar menanti (ngantianti; dilambangkan dengan bangunan Bangsal Sri Manganti) di alam kubur
34

menunggu giliran untuk ditimbang atau diteraju terlebih dahulu amal baik dan
buruknya (ditraju; dilambangkan dengan bangunan Bangsal Trajumas) selama
menjalani hidup di dunia, untuk kemudian memasuki kehidupan kekal di alam
kelanggengan (dilambangkan dengan lampu Kyai Wiji yang berada di Gedhong
Prabayaksa,

lampu yang

senantiasa hidup sejak pemerintahan Sultan

Hamengku Bowono I hingga sekarang). Dengan demikian, tata rakit bangunan,


jalan, beserta tanaman dari Panggung Krapyak ke Kraton melambangkan asal
mula dan tahap-tahap kehidupan manusia, sedangkan tata rakit dari Tugu Pal
Putih atau Tugu Golong-Gilig ke Kraton melambangkan jalan dan tahap-tahap
kembalinya manusia kepada Sang Khalik (sangkan paraning dumadi).
Kraton sebagai tempat tinggal Sultan merupakan pusat kekuasaan politik
dan kebudayaan dengan landasan religiositas (disimbolkan ketika Sultan duduk
bersamadi di singgasana Bangsal Manguntur Tangkil di Sitihinggil Utara;
pandangannya lurus ke utara menatap Tugu Golong-Gilig dan puncak Gunung
Merapi). Sultan sebagai multi pemimpin, baik dalam bidang politik kenegaraan,
kemasyarakatan, kebudayaan, maupun keagamaan (Sayidin Panatagama,
Kalipatolah Ing Tanah Jawa) harus menyediakan ruang publik bagi aktivitas
rakyatnya, baik yang bersifat spiritual-keagamaan (disimbolkan dan berwujud
bangunan Mesjid Gedh di sebelah barat Alun-Alun Utara), sosio-budaya
(disimbolkan dan berwujud Alun-Alun), dan perekonomian (disimbolkan dan
berwujud Pasar Beringharjo). Bangunan kraton, masjid besar, alun-alun, dan
pasar merupakan pengejawantahan konsep Caturgatra Tunggal, yakni konsep
yang menyinergikan empat anasir secara harmonis bagi kesejahteraan
kehidupan masyarakat, baik kesejahteraan lahiriah maupun batiniah.
Simbolisasi hubungan sinergis manusia dengan alam pertama-tama
tampak pada pemilihan atas lokasi Negari Ngayogyakarta Hadiningrat yang
dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan
Hamengku Buwono I. Posisi geografis Yogyakarta diapit oleh enam sungai dalam
formasi tiga lingkar sungai. Lingkar pertama ialah Kali Code di sebelah timur dan
Kali Winanga di sebelah barat. Lingkar kedua terdapat Kali Gajahwong di
sebelah timur dan Kali Bedog di sebelah barat. Sedangkan lingkar ketiga ialah
35

Kali Opak di sebelah timur dan Kali Progo di sebelah barat. Secara matematis,
formasi itu menggambarkan bangun siklis-konsentris. Dalam bangun matematis
seperti itu, kraton merupakan pusatnya (konsentris) dan pasangan sungai-sungai
tadi menjadi lingkarannya (siklis). Di samping formasi siklis-konsentris, tata rakit
keruangan Yogyakarta juga memiliki formasi linier, yang tampak dalam garis
lurus simbolis-filosofis berupa jajaran letak Gunung Merapi - Tugu Golong-Gilig Kraton - Panggung Krapyak - Laut Selatan. Dalam rangkaian lima titik itu, tiga
titik merupakan poros utama, yakni Gunung Merapi Kraton Laut Selatan. Tiga
titik sederet ini bersesuaian dengan konsep Tri Hita Karana dan Tri Angga
(parahyangan pawongan palemahan; hulu tengah - hilir). Ketiganya juga
melambangkan anasir api (Merapi), tanah (bumi Kraton), udara (angkasa
Kraton), dan air (Laut Selatan) sebagai 4 anasir fisis utama pembentuk dunia
dalam kosmogoni Jawa. Dalam bidang biologis, dipesankan nilai-nilai kesuburan,
yakni berpadunya alat kelamin perempuan (yoni; disimbolkan dengan bangunan
Panggung Krapyak) dan alat kelamin laki-laki (lingga; disimbolkan dengan
bangunan Tugu Golong-Gilig atau Tugu Pal Putih). Baik dalam formasi sikliskonsentris maupun linier, nilai yang hendak disampaikan ialah bahwa dalam
kehidupan hendaklah dibangun dan dijaga sinergi dan harmoni antara manusia
dan alam, yakni hubungan manusia dengan benda-benda tak hidup, tanaman,
dan binatang.
Nilai-nilai yang dipesankan secara simbolik dalam seluruh tata rakit
keruangan yang telah dirintis Sultan Hamengku Buwono I dan para penerusnya
itu pada dasarnya:
1. Mengingatkan manusia agar senantiasa sadar diri (ling) tentang asalmuasal kehidupannya dan tempat kembalinya kelak (Sang Khalik).
Dalam konteks keruangan secara fisik, nilai yang dipesankan ialah
bahwa dalam tata rakit perkotaan atau kawasan, harus senantiasa
disediakan ruang publik dan bangunan yang mencukupi bagi intensitas
dan perkembangan komunikasi manusia dengan Tuhan. Secara lebih
umum, tata rakit keruangan harus memungkinkan tumbuh dan
berkembangnya spiritualitas manusia secara wajar.
36

2. Nilai penting yang dipesankan dari perlambangan tata rakit keruangan


Yogyakarta ialah terlaksananya hubungan antarmanusia secara wajar
dan harmonis. Dalam konteks keruangan secara fisik, penataan atau
tata rakit keruangan harus disediakan ruang publik yang mencukupi
sebagai

wahana

interaksi

antara

manusia

sebagai

sarana

pengembangan diri manusia secara manusiawi, baik dalam bidang


ekonomi, politik kenegaraan, sosial, maupun kebudayaan. Dengan
perkataan lain, tata rakit atau penataan ruang harus memungkinkan
tumbuh dan berkembangnya sosialitas manusia secara wajar.
3. Pesan yang tak kalah penting dalam simbolisasi tata rakit penataan
ruang Yogyakarta ialah tentang nilai-nilai hubungan yang sinergisharmonis antara manusia dan alam. Dalam konteks keruangan secara
fisik,

tata

rakit

atau

penataan

ruang

harus

dapat

menjamin

terlaksananya transformasi dan sinergi energi antaranasir alam, baik


yang berupa benda-benda tak-hidup (air, tanah, bebatuan, udara, api,
dsb.), tumbuh-tumbuhan, maupun binatang, sebagai wahana dan
sekaligus pendukung utama bagi kehidupan manusia. Dengan
perkataan lain, penataan atau tata rakit keruangan harus menjunjung
tinggi nilai-nilai ekologis dan mematuhi norma-normanya.
Dalam dunia arsitektur, dua hal utama yang penting ialah citra dan guna
atau fungsi dalam suatu perencanaan sosok bangunan. Suatu sosok bangunan
harus mampu menampilkan citranya sebagai bangunan dengan identitas nilai
atau jatidiri tertentu dan fungsi yang harus diembannya. Kraton sebagai pusat
budaya

telah

memberi

teladan

bahwa

setiap

bangunan

senantiasa

menggambarkan citra tertentu dengan muatan identitas nilai yang dikandung dan
dipesankannya; dan fungsi yang melekat pada sosok bangunan sebagai wahana
kegiatan manusiawi. Komponen bentuk atau struktur, besaran, warna, dan
material yang dipakai dalam suatu bangunan harus bersinergi dan harmonis satu
sama lain sehingga mencitrakan identitas nilai-nilai kejawaan yang dikehendaki
dan memenuhi fungsi wahana kegiatan manusiawi. Secara garis besar, citra
37

kejawaan yang ditampilkan melambangkan nilai-nilai kesakralan (teologis),


kesusilaan (etis), kesopansantunan (etiketis), dan keindahan (estetis). Tiap-tiap
bangunan menyandang citra utamanya masing-masing, meskipun acapkali suatu
bangunan menyandang sejumlah citra sekaligus. Citra dan fungsi harus sinergis
dan selaras. Konsekuensinya, di satu pihak citra harus dapat memenuhi dan
menggambarkan fungsi dan di lain pihak fungsi harus sesuai dengan citra.
Keharmonisan suatu bangunan bukan saja ditentukan oleh komponennya,
melainkan juga ditentukan oleh tata letak atau posisi dan rangkaian tiap-tiap
bangunan sehingga tercipta komposisi dan konfigurasi antarbangunan yang
selaras, serasi, dan seimbang. Suatu dominasi, apalagi kontras antarbangunan
dalam suatu kawasan amat dihindari, karena dominasi atau kontras itu
melambangkan disharmoni. Di samping itu, kegiatan manusiawi harus terjamin
pelaksanaanya secara wajar dan layak oleh fungsi-fungsi yang diberikan oleh
suatu bangunan. Oleh karena itu, suatu bangunan -- rumah misalnya, bagi
penghuninya harus layak sebagai ruang tinggal pribadi (longkangan), sebagai
tempat kenyamanan dan kesehatan fisik beserta pemenuhan kebutuhan
keseharian (panggonan), sebagai simbol ekspresi diri dan tempat interaksi sosiobudaya (palungguhan), dan sebagai tempat berkontemplasi atau berkomunikasi
dengan Tuhan (panepn).
Untuk mewujudkan tata nilai arsitektur di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta perlu disiapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur
Arahan Persyaratan Pola Arsitektur di Kawasan Cagar Budaya dan di luar
Kawasan Cagar Budaya. Di Kawasan Cagar Budaya terdiri atas tiga mintakat
utama, yaitu mintakat inti, mintakat penyangga, dan mintakat pengembangan.
Implementasinya diharapkan bangunan baru yang berada di mintakat inti
disyaratkan menggunakan rancangan pola lestari asli atau pola selaras sosok,
bangunan baru yang berada di mintakat penyangga disyaratkan minimal
menggunakan rancangan pola selaras sosok, dan bangunan baru yang berada
di mintakat pengembangan disyaratkan menggunakan rancangan pola selaras
parsial. Sementara itu, bangunan baru yang berada di luar Kawasan Cagar
Budaya disyaratkan minimal menggunakan rancangan pola selaras parsial.
38

Pengendalian

arahan

persyaratan

selanjutnya

dikoordinasikan

dengan

Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta


dan diatur dalam peraturan perundangan lain.
Arsitektur bangunan Yogyakarta mengandung unsur identitas sebagai ciri
yang membedakan dengan arsitektur daerah lain. Kekhasan arsitektur
diwujudkan dalam bentuk, ornamen, dan pembagian keruangan bangunan.
Wujud bentuk bangunan seperti joglo, limasan, panggangpe, kampung dan lain
sebagainya. Ornamen bangunan dicirikan dengan pemakaian berbagai hiasan
dibagian atap dan lain sebagainya. Pembagian keruangan bangunan dicirikan
dengan adanya fungsi bangunan sebagai ruang tinggal pribadi, tempat yang
nyaman dan sehat, simbol ekspresi dan interaksi sosial, serta tempat
berkontemplasi atau berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa.
B. Landasan Sosiologis
Sebagai daerah Istimewa, Yogyakarta memiliki daya tarik tersendiri bagi
para pendatang untuk sekedar berwisata, menetap atau pun bahkan mencari
mata pencaharian. Masyarakat yang datang tersebut menjadikan Yogyakarta
kaya akan kenakearagaman penduduk. Namun hal tersebut tidak hanya
membawa hal yang positif namun juga ada dampak negatifnya. Salah satu hal
negatif adalah kurang diperhatikannya tentang pengelolaan dan pemanfaatan
tanah yang dimiliki oleh Keraton maupun Kadipaten, padahal tanah-tanah
tersebut juga menjadi obyek tata ruang daerah Istimewa Yogyakarta, yang
memiliki fungsi-fungsi khusus.
Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta yang pada dasarnya berbasis
budaya ini akan dipertegas dengan adanya Perda Istimewa Pengelolaan dan
Pemanfataan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten, karena
tanah-tanah yang menjadi obyek dalam Raperda Istimewa ini mengenai hak
guna bangunan atau hak guna usahanya yang berada di tangan masyarakat
melalui sertifikat magersari atau kekancingan. Hal ini timbul untuk menegaskan
kepada masyarakat tentang kegunaan peruntukan tanah Sultan dan tanah
39

Pakualam. Dengan adanya pengaturan ini diharapkan akan memudahkan


tentang pendataan dan penentuan tata ruang, misalnya sebagai tempat tinggal,
lahan pertanian, pariwisata, rawan bencana atau bahkan pertambangan
sehingga implikasinya adalah memberikan kejelasan tentang peruntukan atau
kegunaan tanah-tanah tersebut baik bagi pihak Keraton atau Kadipaten juga bagi
masyarakat luas sehingga dalam aplikasinya nanti akan lebih mudah diterima
oleh khalayak.
C. Landasan Sosiologis
Landasan yuridis ini mencakup dasar kewenangan organ mengatur dan
dasar kewenangan mengatur materi. Dengan terbitnya UU No. 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang, maka Perda No. 2 tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009-2029, memilki
urgensi yuridis untuk disempurnakan dan disesuaikan.
UU No. 26 tahun 2007 menuntut masyarakat untuk mendapat informasi
mengenai penataan ruang serta ikut dalam upaya pelaksanaan kegiatan
penataan ruang. Sehingga diharapkan nantinya Raperda istimewa ini tetap
memperhatikan kepentingan masyarakat agar tidak dirugikan diluar kekuasaan
pihak-pihak tertentu.

BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN
RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERDAIS
A.

Sasaran yang Ingin Diwujudkan dengan RaRaperdais Pengelolaan dan


Pemanfaatan Tata RuangTanah Kasultanan dan Kadipaten
Sasaran yang ingin diwujudkan dengan adanya RaRaperdais tentang Tata
Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten nantinya adalah :

40

1. Terumuskannya kebijaksanaan pokok pemanfaatan & pengendalian ruang


Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.
2. Tersusunnya Rumusan Kebijakan & Strategi Pengembangan & Rencana
Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.
3. Tersusunnya pola ruang, struktur ruang & pemanfaatan ruang Provinsi
4. Terwujudnya keterpaduan, keterkaitan & keseimbangan perkembangan antar
kawasan wilayah Provinsi DIY, Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten serta
keserasian pembangunan lintas sektor.
5. Tersusunnya penetapan kawasan strategis
6. Tersusunnya arahan pemanfaatan ruang Tanah Kasultanan dan Tanah
Kadipaten.
7. Tersusunnya arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang
berisi indikasi arahan pengaturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan,
arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
B.

Arah Pengaturan RaRaperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan Tata Ruang


Tanah Kasultanan dan Kadipaten
Raperdais tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten
memiliki arti yang sangat penting bagi DIY bukan hanya pengaturannya tetapi
juga nilai-nilai keistimewaannya. Pengaturan tata ruang diarahkan pada upaya
membangun pengelolaan dan pemanfaatan yang dilandasi oleh falsafah
Hamemayu Hayuning Bawana. Berbagai perilaku bermasalah yang selama ini
muncul dan mengakibatkan ketidaktepatan pola tata ruang tanah kasultanan dan
kadipaten DIY, akan diselesaikan oleh Raperdais baru ini karena Raperdais ini
diarahkan untuk mengatur Role Occupant (RO) pihak pemegang peran utama
timbulnya masalah dan Implementing Agency (IA) kepada pihak yang
seharusnya menegakkan peraturan.

C.

Materi Muatan Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan Tata Ruang Tanah


Kasultanan dan Kadipaten DIY

41

1. Ketentuan Umum
Bagian ini membahas tentang ketentuan-ketentuan dan pengertianpengertian yang bersifat umum dari substansi peraturan daerah istimewa ini.
2. Ketentuan Asas dan Tujuan
Ketentuan asas terinternalisasi dalam pasal-pasal yang ada dalam
rancangan peraturan daerah istimewa ini, Raperdais dilaksanakan berdasarkan
asas:
1. Pengakuan atas hak asal-usul;
2. Kerakyatan;
3. Demokrasi;
4. Ke-bhinneka-tunggal-ika-an;
5. Efektivitas pemerintahan;
6. Kepentingan nasional;
7. Pendayagunaan kearifan lokal;
8. Manfaat ruang bagi semua kepentingan secara terpadu;
9. Berdayaguna;
10. Berhasilguna;
11. Tertib;
12. Serasi;
13. Seimbang;
14. Lestari dan
15. Berkelanjutan.
Sedangkan tujuan pembentukan Raperdais ini untuk mewujudkan wilayah
tanah kasultanan dan kadipaten yang produktif dan berkualitas bagi kehidupan
dengan memanfaatkan sumber daya sesuai dengan asas asas di atas.
3. Materi Pengaturan
Materi pengaturan Raperdais tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan
Tanah Kadipaten dengan sistematika sebagai berikut:
42

BAB I Ketentuan Umum yang membahas tentang ketentuan-ketentuan


dan pengertian-pengertian yang bersifat umum dari substansi peraturan
daerah istimewa ini.

BAB II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Wilayah


Tanah kasultanan dan Kadipaten dengan berdasarkan pada tujuan
pembentukan raRaperdais ini untuk mewujudkan wilayah provuinsi yang
produktif dan berkualitas bagi kehidupan dengan memanfaatkan sumber
daya berbasis pertanian dan pariwisata secara efisien serta berkelanjutan.

BAB III Rencana Struktur Ruang Wilayah Tanah Kasultanan dan


Kadipaten, yang memetakan tentang sistem pusat kegiatan dan sistem
jaringan prasarana wilayah Tanah Kasultanan dan Kadipaten ke depan.

BAB IV Arah Pemanfaatan Ruang Wilayah Tanah Kasultanan dan


Kadipaten, yang berisi indikasi program utama penataan ruang wilayah
yang terdiri dari perwujudan struktur ruang wilayah, perwujudan pola
ruang wilayah, dan perwujudan kawasan strategis Tanah Kasultanan dan
Kadipaten ke depan.

BAB V Penetapan Kawasan Strategis Tanah Kasultanan dan


Kadipaten, penetapan KSK dilaksanakan dengan memperhatikan KSN
dan KSP yang meliputi KSN perkotaan besar, sedang dan kecil di Daerah
Istimewa Yogyakarta.

BAB VI Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Tanah Kasultanan dan


Kadipaten, yang berisi indikasi program utama penataan ruang wilayah
yang terdiri atas perwujudan struktur ruang wilayah, perwujudan pola
ruang wilayah dan perwujudan kawasan strategis.

BAB VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Tanah


Kasultanan dan Kadipaten, merupakan ketentuan yang diperuntukan
sebagai alat penertiban penataan ruang dalam rangka perwujudan
rencana tata ruang wilayah Tanah Kasultanan dan Kadipaten,yang
memuat ketentuan

umum

peraturan

zonasi,

ketentuan

ketentuan pemberian insentif dan disinsentif dan arahan sanksi.

43

perizinan,

BAB VIII Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat, yang meliputi


masyarakat berhak untuk berperan dalam proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; dengan
kewajiban mentaati perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang; dan peranan masyarakat dalam
penyususnan perencanaan tata ruang.

BAB IX Kelembagaan, dalam rangka koordinasi penyelenggaraan


penataan ruang dan kerjasama antar sektor atau antar daerah bidang
penataan ruang dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
Kasultanan dan Kadipaten DIY(BKPRDKK) adalah badan yang bersifat
permanen yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan peraturan
perundang undangan ini.

BAB X Ketentuan Pidana.

BAB XI Ketentuan Lain-Lain.

BAB XII Ketentuan Peralihan

BAB XIII Ketentuan Penutup

4. Ketentuan Sanksi
Rancangan peraturan daerah istimewa ini memuat ketentuan pidana yang
tidak boleh melebihi undang-undang atau dengan ketentuan memuat sanksi
tindak pidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau
denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
5. Ketentuan Peralihan
Dengan berlakunya Peraturan Daerah Istimewa ini, maka semua
peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang
telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan
belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah Istimewa ini.

44

Serta hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah Istimewa ini
sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Gubernur.
6. Ketentuan Penutup
Dengan diundangkannya peraturan daerah istimewa ini maka Peraturan
Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah
Kasultanan dan Tanah Kadipaten DIY Tahun 2012-2032 dinyatakan berlaku.

BAB VI
PENUTUP
Dari keseluruhan paparan dan pembahasan yang telah disampaikan
dimuka, serta hasil analisis data yang ditemukan baik data primer maupun data
sekunder maka kami dapat mengambil kesimpulan dan mengajukan saran.

45

Kesimpulan tersebut merupakan kristalisasi hasil penelitian, sedangkan saran


merupakan rekomendasi penulis terhadap hasil penelitian yang diperoleh.
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik kesimpulan
bahwa perlu adanya Peraturan Daerah Istimewa tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang disusun untuk melaksanakan mandat
dari Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta, selain dari pada itu juga untuk menangani permasalahanpermasalahan yang muncul berkaitan dengan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan
Tanah Kadipaten agar sesuai dan selaras dengan Tata Ruang Yogyakarta yang
telah ada. Pengaturan ini disesuaikan dengan kebutuhan lokal, oleh karenanya
dalam cakupan materi muatan banyak dikembangkan nilai-nilai lokal Yogyakarta
yang kesemuanya itu menggambarkan segi keistimewaan DIY.
B. Saran
Dalam menyusun rencana tata ruang tanah Kasultanan dan Kadipaten
harus mengacu kepada:
a. Rencana tata ruang wilayah nasional dan rencana tata ruang wilayah
provinsi;
b. Pedoman dan petunjuk pelaksana bidang penataan ruang; dan
c. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah tanah Kasultanan dan Kadipaten
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Perkembangan permasalahan DIY dan hasil pengkajian implikasi
penataan ruang kabupaten;
b. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi DIY;
c. Keselarasan aspirasi pembangunan DIY;
d. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
46

e. Rencana pembangunan jangka panjang daerah;


f. Rencana tata ruang wilayah DIY yang berbatasan dan;
g. Rencana tata ruang wilayah kawasan strategis DIY.
Secara umum naskah akademis ini dibuat dengan menggunakan
penafsiran dari falsafah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur
untuk

menyempurnakan

tata

nilai

kehidupan

masyarakat

Yogyakarta

berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan,


hanya dengan mempelajari fakta, kenyataan, espektasi dan aspirasi mengenai
permasalahan yang ada dan menginternalisasi, merefleksikan nilai-nilai tersebut
dalam proses legislasi, para legislator dalam merencanakan, mempersiapkan,
melalui teknik penyusunan, perumusan, pembahasan dan pengesahan peraturan
daerah ini.

47

Anda mungkin juga menyukai