Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
Hasmeinda Marindratama, S.
J510145069
Ked
PEMBIMBING:
CASE REPORT
REGIONAL ANESTESI PADA PASIEN LAKI-LAKI USIA
31 TAHUN DENGAN HERNIA INGUINALIS LATERALIS
DEXTRA
Diajukan oleh:
Hasmeinda Marindratama, S.
J5101450
Ked
69
Mei
2015
Pembimbing
dr. Damai Suri, Sp. An
()
(.........................................)
BAB I
PENDAHULUAN
tindakan
meliputi
pemberian
anestesi,
penjagaan
jenis
anestesi
untuk
herniorrhapy
ditentukan
BAB
II
LAPORAN KASUS
I.
II.
Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Diagnosis Pre Op
Tindakan Op
Tanggal Masuk
Tanggal Operasi
:
:
:
:
:
:
: Bp. S
: Laki-laki
31 tahun
Sawahan, Matesih, Karanganyar
Hernia Inguinalis Lateralis Dextra
Herniorrhapy
21 Mei 2015
22 Mei 2015
Anamnesis
i. Keluhan Utama
Benjolan keluar masuk pada kantong kemaluan sebelah kanan
ii. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada kantong
kemaluan. Keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu namun
mulai terasa nyeri 1 minggu terakhir. Benjolan keluar ketika
pasien mengejan. Pasien tidak merasakan mual, muntah, pusing,
BAB dan BAK dbn.
iii. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat Alergi Obat
: disangkal
Riwayat keluhan serupa
: disangkal
Riwayat makan makanan tidak berserat
: disangkal
: disangkal
: disangkal
4
III.
: disangkal
: disangkal
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Fisik
a). Status Generalis
Keadaan Umum : Compos Mentis
Vital Sign
Kepala
Leher
Thorax
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, regular, bising jantung (-).
-
Paru
Inspeksi : simetris kanan kiri, tidak terdapat luka bekas
operasi
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : sonor kanan kiri
Auskultasi : Suara dasar vesikuler
(+/+),
Rhonki
(-/-),
Wheezing (-/-)
Abdomen
Skrotum
Inspeksi :
Tampak benjolan pada skrotum dextra
Palpasi : benjolan pada skrotum dextra (+), dapat keluar
a) Diagnosis pra-bedah
: mayor khusus
Status Anestesi
Persiapan Anestesi
6
1. informed concent
2. Puasa 8 jam sebelum Operasi
Penatalaksanaan Anestesi
- Jenis anestesi
- Premedikasi
Oxtercid 1 vial
Ondancetron 1 amp
Ketoprofen 2 amp (IM)
- Medikasi
Bupivakain 2 ml
O2 4 liter/menit
- Teknik anestesi
dan
kepala
menunduk.
* Dilakukan desinfeksi di
sekitar daerah tusukan
yaitu di regio vertebra
lumbal 3-4.
*
Dilakukan
Sub
Spontan
- Posisi
Supine
Jumlah
cairan
: Koloid
= 500 cc ( HES)
yang masuk
Perdarahan
selama operasi
70
cc
di
tabung
suction
mulai
09.45
09.55
09.50
10.30
45 menit
anestesi
-
mulai
operasi
-selesai
anestesi
-
selesai
operasi
Durasi
Operasi
Tekanan
Nadi
SpO2
Keterangan
09.45
darah
110/70
80
99
99
99
oksigen 4 lpm
Anestesi Regional
Infuse FIMA HES,
09.50
09.55
115/75
120/80
90
85
Pelaksanaan
Operasi
10.00
10.05
10.10
10.15
10.20
10.25
10.30
115/75
110/70
120/80
120/80
120/80
120/80
120/80
90
90
85
80
90
80
85
99
99
99
99
99
99
99
Infuse Tutofusin
Operasi selesai
1. Di Ruang Pemulihan
-
Jam 10:50
Waktu
Tekanan
Nad RR
Keterangan
10.30
Darah
110/80
i
76
20
O2 2 L/mnt, Monitoring
10.35
10.40
10.45
120/80
120/80
120/80
80
80
80
20
20
20
tanda Vital
Monitoring tanda Vital
Monitoring tanda Vital
Monitoring tanda Vital
Aldrette Score 10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANESTESI SPINAL
10
11
resusitasi
yang
adekuat
dan
tidak
mengalami
hipovolemik.
Indikasi:
bawah
pediatrik
biasanya
akan
menimbulkan
kesulitan,
misalnya
ada
kelainan
Informed consent
dalam
30
menit
pertama
akan
menyebabkan
menyebarnya obat.
Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral
dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya
tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar
13
berikut
mandrinnya
ke
lubang
jarum
tersebut.
Jika
mengarah
keatas
atau
kebawah,
untuk
menghindari
hiperbarik. Jarak
kulit-ligamentum
analgesia
Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan
batas daerah analgetik.
14
1 ml larutan.
Maneuver valsava:
mengejan
meninggikan
tekanan
liquor
dosis obat)
Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan
analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi
diubah dengan posisi pasien.
dextrose.
Untuk
jenis
hipobarik
biasanya
digunakan
TEKNIK ANESTESI
Posisi lumbal punksi ditentukan sesuai dengan kesukaan penderita,
letak daerah operasi dan densitas larutan anestetik local. Vertebra lumbal
difleksikan untuk melebarkan ruang procesus spinosus dan memperluas
rongga interlamina. Pada posisi prone, menempatkan bantal dibawah
panggul untuk membantu fleksi vertebra lumbal.
Saat lahir medulla spinalis berkembang sampai L4, setelah umur 1
tahun medulla spinalis berakhir pada L1-L2. Jadi blok spinal dibuat
dibawah L2 untuk menghindari resiko kerusakan medulla spinalis. Garis
penghubung
yang menghubungkan
arachnoid
melewati
kulit,
jaringan
sub
cutan,
ligamentum
penyebaran larutan
dari pada bevel tajam, jarum ini kurang menyebabkan kerusakan pada
duramater dan lebih sedikit mengakibatkan sakit kepala post anesthesia
spinal.
Penentuan jenis jarum lebih banyak ditentukan oleh usia. Walaupun
harga yang lebih mahal jarum pensil point, lebih bagus bagi penderita
yang mempunyai resiko yang besar terhadap sakit kepala post anesthesia
spinal.
OBAT-OBAT SPINAL ANESTESI
Anestesi spinal yang memuaskan membutuhkan blok sepanjang
dermatom daerah operasi. Keterbatasan memperluas anestesi yang
diperlukan untuk memblok dermatom sangat penting untuk mengurangi
beratnya efek menjadi minimum. Obat yang digunakan untuk anestesi
spinal termasuk anestesi local, opioid dan vasokonstriktor, dektrosa
kadang-kadang ditambahkan untuk meningkatkan berat jenis larutan.
Anestetik local.
Semua anestetik local efektif untuk anesthesia spinal. Criteria yang
digunakan untuk memilih obat adalah lamanya operasi. Tetrakain dan
buvipakain biasanya dipilih untuk operasi yang lebih lama dari 1 jam dan
lidokain untuk operasi-operasi yang kurang dari 1 jam, walaupun durasi
anestesi spinal tergantung pula pada penggunaan vasokonstriktor, dosis
serta distribusi obat.
Dalam menentukan dosis yang digunakan untuk anesthesia spinal,
variable individual pasien tidak merupakan kepentingan yang besar. Pada
umumnya lebih banyak anestetik local akan menghasilkan anestesi yang
lebih luas.
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL
Komplikasi dini / intraoperatif :
Hipotensi
Anestesi spinal tinggi / total.
18
Henti jantung
Mual dan muntah
Penurunan panas tubuh
Parestesia.
Komplikasi lanjut
o
o
o
o
o
o
o
B.
HERNIA
DEFINISI
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian yang lemah dari dinding yang bersangkutan. Pada
hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari
lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin,
kantong, dan isi hernia.
EPIDEMIOLOGI
Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding
abdomen muncul disekitar lipatan paha. Hernia sisi kanan lebih sering
terjadi daripada di sisi kiri. Hernia indirect lebih banyak daripada hernia
direct yaitu 2:1, perbandingan pria:wanita pada hernia indirect adalah 7:1.
Hernia femoralis kejadiaanya kurang dari 10% dari semua hernia tetapi
40% dari itu muncul kasus emergensi dengan inkaserasi atau strangulasi.
Hernia femoralis lebih sering terjadi pada lansia dan laki-laki yang pernah
menjalani operasi hernia inguinal.
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya hernia adalah:
19
tempat-tempat tertentu.
-
dilahirkan
normal
(kelainan
belum
tampak)
tapi
karena
jaringan
lemak
yang
banyak
sehingga
peningkatan
tekanan
Distensi
diding
abdomen
karena
intaabdominal
-
Merokok
Diabetes mellitus
BAGIAN HERNIA
Bagian-bagian dari hernia menurut:
20
a. Kantong
hernia.
Pada
hernia
abdominalis
berupa
peritoneum
KLASIFIKASI HERNIA
Menurut sifat dan keadaannya hernia dibedakan menjadi3:
a Hernia reponibel: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar
jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi bila berbaring atau
didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi
usus.
b Hernia ireponibel: Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke
dalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi
kantong pada peritoneum kantong hernia.
c. Hernia inkarserata: bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, berarti
isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga
perut disertai terjadinya gangguan pasase usus.
21
d.
hernia
yang
dibagi
berdasarkan
regionya,
yaitu:
hernia
(usia
lanjut),
peningkatan
tekanan
intraabdomen
22
pada
keadaan
yang
menyebabkan
tekanan
intraabdominal
cincin
hernia
penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi nekrosis. Bila terjadi
penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah,
konstipasi. Bila inkaserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul
edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis.2
DIAGNOSIS
a. Pemeriksaan fisik
-
24
hernia femoralis.4
-
medialis,
bila
tidak
keluar
benjolan
berarti
hernia
inguinalis lateralis.4
25
b. Pemeriksaan penunjang
-
Pemeriksaan radiologis
DIAGNOSIS BANDING
a. Keganasan : limfoma, retroperitoneal sarcoma, metastasis, tumor
testis
b. Penyakit
testis
primer:
varicocele,
epididimitis,
torsio
testis,
i. Ascites
PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
a) Reposisi (memasukkan hernia ke tempat semula)
Hanya dapat dilakukan pada hernia reponibilis
dengan
hernia.
Pemakaian dalam jangka waktu lama berdefek tidak baik
yaitu
menyebabkan
pintu
hernia
semakin
lebar
dan
pada
semua
jenis
hernia
baik
hernia
reponibilis,
terencana.
Untuk hernia irreponibilis harus dilakukan segera 2x24 jam
setelah diagnosa.
Speed operasi (operasi yang harus segera setelah diagnosis
ditegakkan dengan cara melihat keadaan umum). Dilakukan
untuk hernia incarserata di mana pasien sudah tidak dapat
flatus/ defekasi dan terlihat tanda-tanda ileus, tetapi belum
terjadi iskemik dan gangren pada isi hernia.
Jenis Operasi:
27
Herniotomy
Insisi 1-2 cm diatas ligamentum inguinal dan aponeurosis
Herniorrhapy
Dinding posterior di perkuat dengan menggunakan jahitan
menggunakan
mesh
diatas
defek
mempunyai
angka
Hernioplasty
merapatkan conjoint tendo ke ligamentum inguinale dan
ditangani.
Penyulit
pasca
bedah
seperti
nyeri
pasca
lebih
dari
10%
maka
dapat
dipertimbangkan
PEMULIHAN
Setelah operasi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca
operasi dan anestesi. Biasanya akan dilakukan di dalam recovery
room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca operasi atau
anestesi. Recovery room atau ruang pemulihan adalah ruangan
tempat pasien sebelum dipindahkan ke bangsal.
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Sebelum
dilakukan
operasi,
kondisi
penderita
tersebut
psikiatrik,
dan
biokimia
yang
berarti.
Berdasarkan
selektif
yang
diindikasikan
sebagai
pencegahan
dan
usus
dapat
merangsang
refleks
muntah
dengan
menyebabkan
pemberian
anastesi
aspirasi
secara
pada
pasien
spinal,
saat
terdapat
operasi.
Pada
hiperperistaltik
Efedrin
menstimulasi
merupakan
reseptor
alfa
vasopresor,
dan
yang
beta,
bekerja
sehingga
dengan
berakibat
31
Posisi duduk
Melakukan identifikasi posisi interspace L3-L4
Melakukan disinfeksi local dan melakukan anestesi pada
subarachnoid
Lalu lakukan barbotage
Setelah itu masukkan bupivacaine 2 ml
Pasien lalu diposisikan kembali posisi tidur, pasang kanul O2
3L/menit
Nilai blok sensorik : hasilnya blok setinggi Th10
Monitor tanda vital
keluar
bila
sudah
masuk
Terapi cairan
Pasien sudah tidak makan dan minum 8 jam, namun sudah di
pelihara kekurangan cairannya dengan memberikan cairan infus
selama di bangsal
Untuk kebutuhan sebelum operasi:
a. Pengganti puasa
= 8 x 90 = 720 cc/jam
Untuk kebutuhan selama operasi berlangsung:
BB = 45 kg
b. Maintenance
2 cc/kgBB/jam
= 2 x 45 =90 cc/jam
c. Stress operasi (ringan) 4cc/kgBB/jam
= 4 x 45 = 180 cc/jam
Perdarahan <20 % EBV tidak perlu transfusi, cukup diganti dengan
kristaloid
Pemberian Cairan :
Kebutuhan cairan selama operasi ringan 30 menit
=pengganti puasa + maintenance + stress operasi
= (1/2 x 720) + 90 + 180
= 630 cc/ jam
= 315 cc untuk 30 menit
32
= 65 cc/kgBB
= 2925 cc
3,4
%
% EBV = 100/2925 x 100 % = 3,4 %
Oleh karena perdarahan pada kasus ini kurang dari 20% EBV
maka tidak diperlukan tranfusi darah. Dengan pemberian cairan
rumatan (koloid 1flab) sudah cukup untuk menangani banyaknya
perdarahan.
Untuk kebutuhan cairan di bangsal, perhitungannya adalah
sebagai berikut :
1. Maintenance 2 cc/kgBB/jam
= 45x 2 cc =
90cc/jam
2. Sehingga jumlah tetesan yang diperlukan jika mengunakan
infuse 1 cc ~ 20 tetes adalah 90/60 x 20 tetes
30
tetes/menit
Post operatif
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke recovery room. Observasi
post operasi dengan dilakukan pemantauan secara ketat meliputi vital
sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi). Oksigen tetap diberikan
2-3 liter/menit
Dari hasil Aldrrete score di dapatkan :
33
Aldrete Score
Motorik
Respirasi
Sirkulasi
Kesadaran
Kulit
Point
4 ekstermitas
2 ekstremitas
Spontan + batuk
Nafas kurang
Beda <20%
20-50%
>50%
Sadar penuh
Ketika dipanggil
Kemerahan
Pucat
Sianosis
Nilai
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
Total
Pada Pasien
10
BAB V
PENUTUP
34
1. Kesimpulan
Bp. S, 31 tahun, BB 45 Kg, TB 165 cm. Pasien ini didiagnosis
dengan hernia inguinalis lateralis dextra yang ditegakkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan
keluhan muncul benjolan pada kantong kemaluan yang dapat keluar
masuk. Untuk rencana penatalaksanaan pasien ini dengan operatif,
teknik herniorrhapy dengan jenis anestesi regional.
Kebutuhan cairan selama operasi yaitu jumlah dari, pengganti
puasa, maintanance dan stress operasi (360+ 90 + 180 = 630cc)
untuk 1 jam pertama karena pasien hanya memerlukan 45 menit
untuk operasi jadi hanya memerlukan cairan 475 cc, sedangkan
cairan yang sudah diberikan saat operasi adalah 500cc, sehingga
balance cairannya adalah +25cc. Selama
DAFTAR PUSTAKA
35
Livingstone, 2000.
Darmokusumo, K, Buku Pegangan Kuliah Ilmu Bedah, Fakultas
Kedokteran, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Grace, Pierce. A., Neil R. Borley., At a Glance, Edisi 3. Erlangga,
Jakarta, 2007, hlm.106-107.
Kendarto, 2001. Catatan Kuliah Bedah Satu. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor.,
Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta,
2005, hlm. 307-313.
Molnar R, Spinal, Epidural, and Caudal anesthesia, In : Clinical
Anesthesia Prosedures of the Massachusetts General Hospital,
editor : Davison JK, Eukhardt WF, Perese DA, ed 4 th, London,
Little brown and Company, 1993.
Sjamsuhidayat.R & Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi revisi.
Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC, 1997. h523-538
36