(02)
(12)
(14)
(15)
(27)
Page | 1
Page | 2
Keterangan :
PGE : Pertamina Geothermal Eenergy SE Star Energy Geothermal Ltd
CGS : Chevron Geothermal Salak SE Star Energy Geothermal Ltd
CGI : Chevron Geothermal Indonesia
GDE : Geo Dipa Energy
Page | 3
untuk
Pembangkitan
Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, PPh, PPN, dan Pungutanpungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumberdaya Panas Bumi Untuk Pembangkitan
Energi/Listrik.
Berdasarkan Keppres No. 49 Tahun 1991, pengusaha panas bumi diwajibkan membayar
34 % dari Penerimaan Bersih Usaha (Net Operating Income/NOI) dan dalam pembayaran
setoran bagian Pemerintah tersebut telah termasuk pembayaran pajak-pajak dan
pungutan
lainnya,
kecuali
pajak
pribadi.
Selanjutnya
berdasarkan
KMK
No.
766/KMK.04/1992, pengusaha panas bumi diberikan fasilitas antara lain sebagai berikut:
-
Page | 4
Pengusaha dibebaskan dari pembayaran PBB dalam pengusahaan sumber daya panas
bumi. Pembayaran PBB tersebut dilakukan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah. Adapun dana untuk pembayaran (transfer) PBB dari Pemerintah Pusat
kepada Pemerintah Daerah bersumber dari setoran bagian pemerintah di Rekening
Penerimaan Panas Bumidi Bank Indonesia.
-
Page | 5
ini
telah
berproduksi
(existing), seluruhnya
berdasarkan
ketentuan
sebelum
berlakunya UU No. 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi. Dengan demikian insentif
fiskal yang diberikan jugamengacu kepada Keppres No. 49 Tahun 1991 tersebut.
Page | 6
Daerah penghasil SDA Panas Bumi akan memperoleh transfer DBH atas PNBP
Pertambangan Panas Bumi dan pembayaran pajak-pajak baik pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat maupun yang dipungut oleh pemerintah daerah. Hal ini tentunya akan
meningkatkan sumber pendapatan daerah yang bersangkutan.
b. Menggerakkan perekonomian masyarakat daerah setempat
Keberadaan operasi pertambangan panas bumi di suatuwilayah akan berdampak secara
langsung terhadap denyut perekonomian di daerah tersebut. Hal ini karena pengusaha
panas bumi tentunya akan membelanjakan dananya untuk membeli segala keperluan
baik yang bersifat umum (kebutuhan hidup sehari-hari) maupun keperluan yang berkaitan
dengan operasional perusahaan. Hal ini tentu akan berdampak pada peningkatan
pendapatan masyarakat setempat sebagai penyedia barang/jasa yang dibeli pengusaha
panas bumi.
c. Mengurangi angka pengangguran
Keberadaan kegiatan pengusahaan SDA Panas Bumi sedikit banyak akan menyerap tenaga
kerja dari penduduk di sekitar lokasi penambangan panas bumi baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Risiko yang terjadi dalam pengembangan energi panas bumi lebih banyak pada pengusaha panas
bumi sebagai pihak yang secara penuh membiayai pengembangannya. Berbeda dengan
pembangkitan dari sumber energi fosil dimana pengembang hanya konsentrasi pada risiko
pembangkitan, maka dalam pengembangan panas bumi ada dua jenis resiko yang perlu
dipertimbangkan yaitu:
a. Risiko dalam hal pengembangan lapangan dan penyediaan uap panas bumi. Apabila terjadi
gangguan yang mengakibatkan shut down pada mesin/sistem yang ada, maka diperlukan
waktu yang cukup lama untuk bisa menghidupkannya sampai pulih secara normal. Hal ini
tentunya akan berdampak pada kerugian yang cukup besar bagi pengusaha panas bumi.
b. Risiko di sisi hilir atau pembangkitan. Kelangsungan usaha panas bumi sangat ditentukan oleh
kepastian pembeli dan harga panas bumi, termasuk untuk mendapatkan harga uap/listrik
yang wajar. Karena itu, risiko tidak dapat disepakatinya kontrak harga jual uap/listrik
dengan pihak pembeli (yang dalam hal ini adalah PT PLN (Persero)) dapat mengganggu
keberlangsungan operasional perusahaan secara keseluruhan.
Page | 7
Page | 8
900
700
600
500
400
300
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Pendapatan panas bumi diperoleh dari perhitungan setoran bagian Pemerintah sebesar 34 persen
dari penerimaan bersih usaha setelah dikurangi dengan semua kewajiban pembayaran perpajakan
dan pungutan lain (existing), dan juga telah memperhitungkan penerimaan dari iuran tetap yang
berasal dari pemegang izin usaha pertambangan (IUP) panas bumi. Kegiatan usaha panas bumi
diutamakan untuk mendukung program Pemerintah dalam mengembangkan energi baru terbarukan
(EBT) dan diharapkan dalam masa mendatang
mengingat Indonesia memiliki potensi sumber daya panas bumi yang besar. Pendapatan panas bumi
selama 20082012 memperlihatkan perkembangan yang berfluktuasi, dengan pertumbuhan ratarata negatif 5,9 persen per tahun.
Dalam APBN 2013, pendapatan panas bumi ditargetkan mencapai Rp0,5 triliun, turun 30,1 persen jika
dibandingkan dengan realisasi 2012. Tingginya realisasi PNBP panas bumi dalam
tahun 2012
disebabkan oleh adanya kegiatan pengeboran (drilling) yang ditunda sebagai akibat produksi yang
tidak mencapai target. Dengan adanya penundaan kegiatan pengeboran, menyebabkan biaya
menjadi turun dan meningkatkan net operating income (NOI) yang menjadi perhitungan setoran
bagian Pemerintah atas pendapatan panas bumi. Dalam tahun 2013, diharapkan tidak ada lagi
penundaan kegiatan pengeboran, sehingga proyeksi pendapatan SDA panas bumi menjadi lebih
rendah daripada realisasi tahun 2012. Untuk diketahui, bahwa biaya pengeboran pada industri panas
bumi dibebankan pada biaya operasional (operational expenditure), berbeda dengan industri migas,
dimana biaya pengeboran dimasukkan pada biaya modal (capital expenditure). Perbedaan
pencatatan tersebut berdampak pada pelaporan akuntansi, dimana pada biaya operasional langsung
Page | 9
dibebankan pada tahun berjalan, sedangkan pada biaya modal akan disebar pada beberapa tahun
(menggunakan metode depresiasi).
Pendapatan panas bumi dalam jangka menengah (2015-2017) diproyeksikan stabil. Namun,
Pemerintah tetap akan melanjutkan kebijakan pemberian fasilitas pajak DTP untuk sektor panas
bumi sehingga dapat terus mendorong investasi dalam pengembangan panas bumi. Selain itu,
Pemerintah juga akan meningkatkan monitoring terhadap kegiatan pengusahaan panas bumi dalam
rangka optimalisasi PNBP SDA panas bumi.
Page | 10
Daftar Pustaka
Modul PNBP Diklat Teknis Substantif Dasar Tingkat II Direktorat Jenderal Anggaran Tahun 2012
Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2014
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2014
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi
Page | 11