Anda di halaman 1dari 10

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Tinjauan Pustaka

No. Telp (021) 5694-2061

Pankreatitis et causa Batu Empedu


Ester Marcelia Anastasia
102013236
E-10
Estermarcelia94@hotmail.com
Pendahuluan
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat
sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu
empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian,
sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk
mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. 1 Komplikasi yang dapat ditimbulkan antara
lain kolesistitis, kolangitis, pankreatitis yang akan dibahas satu persatu dalam makalah ini sebagai
hasil pembelajaran penulis.
Pembahasan
Anamnesa

1. Anamnesa
Menanyakan identitas dan data umum seperti nama, usia, pekerjaan, agama,
suku
Menanyakan keadaan sosial dan ekonomi, gaya hidup dan kondisi lingkungan
Menanyakan adanya keluhan utama dan penyerta
Menanyakan apakah pasien telah melakukan pemeriksaan sebelumnya atau
pengobatan sebelumnya, apa yang dilakukan untuk mengatasi keluahannya
sebelum ke dokter
Menanyakan riwayat penyakit keluarga dan penyakit terdahulu.2
Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah
asimptomatik. Keluhan yang ada mungkin berupa dispepsia yang kadang disertai
intolerans terhadap makanan berlemak.2,3 Jika terjadi kolesistitis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam dan sewaktu kandung
empedu tersentuh oleh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik napas,
yang merupakan tanda rangsang peritoneum setempat.2

Pada batu duktus koledokus riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut
kanan atas akan disertai dengan tanda sepsis seperti demam dan menggigil bila
terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin bewarna gelap yang hilang
timbul, bebarapa dengan ikterus karena hepatitis juga.2,4-7
Pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak
ditemukan pada daerah tungkai daripada di badan.2
Pada kolangitis dengan sepsis yang berat dapat terjadi keadaan kegawatan disertai
syok dan gangguan kesadaran.2-7
Sehingga pertanyaan-pertanyaan khusus yang dapat ditanyakan adalah:
- Apakah terdapat nyeri pada perut kanan atas? Berlangsung berapa lama?
Bagaimana nyerinya, sperti apa? Apakah pasien dapat melakukan aktivitas
walaupun nyeri? Apakah nyeri tersebut terus menerus, berulang atau hilang
timbul? Apakah nyeri timbul setelah makanan makanan tertentu seperti
makanan tinggi lemak? Apakah ada tempat nyeri yang lain? Apakah nyerinya
-

menjalar? Atau nyeri juga dirasakan di tempat lain?


Apakah yang dirasakan pasien setelah makan makanan berlemak? Begah atau

nyeri? Atau gejala dispepsia lainnya. Bagaimana pola menu makanan pasien?
Apakah pasien memiliki riwayat demam, badan kekuning-kuningan atau urin
dengan warna gelap? Apakah keluhan-keluhan tersebut hilang timbul atau

menetap? Dan sejak kapan keluhan berlangsung?


Apakah ada keluhan gatal juga?
Apakah pasien menggunkan pil kontrasepsi? Ataukah pernah mengalami
rawatan

di

rumah

sakit

dengan

pemberian

nutrisi

parenteral

total

berkepanjangan? Apakah pasien sedang dalam keadaan hamil?2-7


Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada keadaan pasien seperti skenario B, berguna untuk mendukung
terhadap disgnosa tertentu. Dari segi inspeksi, dapat dilihat keadaan umum pasien tenpa
adanya kontak fisik antara pasien dan dokter. Tahap palpasi, dapat memastikan jika
terdapatnya nyeri tekan atau meraba jika terdapat suatu pembesaran organ atau benjolan pada
tubuh pasien.
Pada skenario ditemukan:
-

Keadaan umum pasien tampak sakit berat


TTV : 120/80mmHg
Denyut nadi : 99x/menit
Frequensi Nafas : 20x/menit
Nyeri tekan epigastrium

Rigiditas (+)
Bising usus menurun

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab
Hasil studi laboratorium normal pada pasien tanpa gejala dan pasien dengan kolik bilier
yang tidak disertai komplikasi. Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak diperlukan dalam
keadaan terdapatnya batu empedu kecuali diduga terdapatnya kolesistitis. Pasien dengan
kolangitis dan pankreatitis memiliki nilai tes laboratorium yang abnormal. Satu nilai
laboratorium abnormal tidak memastikan diagnosis pada koledokolitiasis, kolangitis, atau
pankreatitis, melainkan, satu set hasil studi laboratorium mengarah ke diagnosis yang
benar.2(8)
1. Peningkatan hitung sel darah putih menimbulkan kecurigaan terhadap adannya
peradangan atau infeksi, tetapi temuan tersebut tidak merupakan hasil yang spesifik.
2. Peningkatan serum bilirubin menunjukkan terdapatnya gangguan pada duktus
koledokus; semakin tinggi kadar bilirubin, semakin mendukung prediksi. Batu pada
duktus koledokus hadir di sekitar 60% dari pasien dengan kadar bilirubin serum lebih
dari 3 mg / dL.
3. Peningkatan kadar lipase dan amilase serum mengarah kepada terdapatnya pankreatitis
akut sebagai komplikasi dari koledokolitiasis.
4. Enzim transaminase (serum glutamic-piruvat transaminase dan serum glutamic
transaminase-oksaloasetat) meningkat pada pasien yang terdapat koledokolitiasis
disertai komplikasi kolangitis, pankreatitis, atau keduanya.
5. Alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase meningkat pada pasien dengan
koledokolitiasis obstruktif. Hasil kedua tes tersebut memiliki nilai prediksi yang baik
terhadap kehadirannya batu pada duktud koledokus.
Cholescintigraphy (HIDA scan)
Ini adalah tes di mana sebuah solusi disuntikkan ke infus di lengan pasien. Cairan diserap
oleh hati, kemudian diteruskan dan disimpan dalam kandung empedu (seperti empedu).
Solusi ini berisi penanda radioaktif yang tidak berbahaya, yang terlihat oleh kamera khusus.

Jika kandung empedu meradang atau diblokir oleh batu empedu, penanda tersebut tidak
terlihat dalam kantong empedu.
CT scan
Tes ini mirip dengan sinar-X, namun lebih rinci. Ini menunjukkan kandung empedu dan
saluran empedu dan dapat mendeteksi batu empedu, penyumbatan, dan komplikasi lain.
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
Sebuah endoskopi yang tipis dan fleksibel digunakan untuk melihat bagian-bagian dari sistem
empedu pasien. Pasien dibius, dan tabung masuk melalui mulut, melewati perut dan ke usus
kecil. Alat tersebut kemudian menyuntikkan pewarna sementara ke dalam saluran empedu.
Pewarna tersebut memudahkan untuk melihat batu dalam saluran ketika foto sinar-X diambil.
Pada keadaan tertentu batu dapat dihilangkan selama prosedur ini.2(8)
USG
Ultrasonografi (USG) merupakan uji terbaik dalam mendeteksi adanya batu empedu.
Ultrasonography adalah teknik radiologi yang menggunakan gelombang suara frekuensi
tinggi untuk menghasilkan gambar organ dan struktur tubuh. Gelombang suara yang
dipancarkan dari sebuah alat yang disebut transducer dan dikirim melalui jaringan tubuh.
Gelombang suara yang dipantulkan oleh permukaan dan bagian interior organ internal dan
struktur tubuh sebagai "gema." Gema tersebut menggemakan kembali ke transducer dan
ditransmisikan secara elektrik ke tampilan monitor. Dari monitor, sosok organ dan struktur
dapat ditentukan serta konsistensi organ, misalnya, cair atau padat. Ada dua jenis
ultrasonografi yang dapat digunakan untuk mendiagnosis batu empedu, ultrasonografi
transabdominal dan ultrasonografi endoskopik.3(9)
Transabdominal ultrasonografi
Untuk ultrasonografi transabdominal transduser ditempatkan langsung pada kulit perut
yang telah diolesi gel. Gelombang suara menjalar melalui kulit dan kemudian ke organ perut..
Ultrasonografi transabdominal tidak menimbulkan rasa sakit, murah, dan tidak disertai risiko
bagi pasien. Selain mengidentifikasi 97% batu empedu di kandung empedu, ultrasonografi
abdomen dapat mengidentifikasi kelainan lainnya yang berhubungan dengan batu empedu.
Hal ini dapat mengidentifikasi: penebalan dinding dari kandung empedu bila ada kolesistitis,

pembesaran kandung dan saluran empedu karena gangguan pada saluran oleh batu empedu,
pankreatitis, dan lumpur.
Endoskopi ultrasonografi1,3(9,10)
Untuk endoskopik ultrasonografi, tabung fleksibel dan panjang (endoskopi) ditelan oleh
pasien setelah dia telah dibius dengan obat intravena. Ujung endoskopi dilengkapi dengan
transduser USG. Transduser ini maju ke dalam duodenum tempat gambar ultrasonografi
diperoleh.
Endoskopi ultrasonografi dapat mengidentifikasi batu empedu dan kelainan sama
seperti ultrasonografi transabdominal, namun, karena transduser jauh lebih dekat ke struktur
yang perlu dilihat (empedu, saluran empedu, dan pankreas), gambar yang diperoleh lebih
baik hasilnya dibandingkan dengan ultrasonografi transabdominal. Jadi, endoskopi
ultrasonografi memungkinkan untuk memvisualisasikan batu empedu yang lebih kecil
dibandingkan dengan menggunakan endoskopi transabdominal. Endoskopi ultrasonografi
juga lebih baik untuk mengidentifikasi batu empedu dalam saluran empedu umum (duktus
koledokus).
Meskipun endoskopik ultrasonografi lebih baik dalam banyak hal dibandingkan dengan
ultrasonografi transabdominal, cara tersebut mahal, tidak tersedia di semua tempat, dan
membawa risiko kecil sedasi intravena dan perforasi usus oleh endoskopi. Untungnya,
ultrasonografi transabdominal biasanya memberikan semua informasi yang diperlukan, dan
endoskopik ultrasonografi jarang diperlukan. Endoskopi ultrasonografi juga merupakan cara
yang lebih baik daripada USG transabdominal untuk mengevaluasi pankreas.

Diagnosis
1. Working diagnosis
Berdasarkan manifestasi klinik dimana nyeri abdomen sejak 3 jam yang lalu,
memiliki riwayat batu empedu multiple 1 tahun yang lalu, serta meningkatnya
jumlah enzim Amilase dan GDS pasien tersebut diduga menderita pankreatitis akut
yang disebabkan oleh batu empedu (pankreatitis akut et causa batu empedu).
2. Differantial diagnosis
- Kolesistitis.11

Merupakan suatu komplikasi dari kolilitiasis dimana batu empedu pada kandung
empedu menyebabkan peradangan. Gejala kliniknya adalah nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan dan kenaikan suhu tubuh disertai menggigil. Rasa sakit
menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit
tanpa reda. Berat ringannya keluhan bervariasi bergantung pada beratnya
-

inflamasi.
Kolangitis akut. 11
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri pada cairan empedu dalam saluran
empedu yang terjadi akibat obstruksi aliran empedu dan dapat menimbulkan
juga nyeri kolik. Karena adanya peradangan maka biasanya gejala yang umum
muncul adalah adanya demam yang tidak muncul pada kolilitiasis, selain itu
terdapat pula ikterus obstruktif, menggigil dan nyeri perut pada tempat yang
sama dengan kolilitiasis.
Dispepsia organik. 11
Penyakit ini dapat menstimulasi terjadinya kolik, tetapi sering menghilang
dengan makan atau meminum antasida. Persamaan antara kolelitiasis dan ulkus
peptikum dan gastritis adalah nyeri kolik yang memiliki predileksi yang hampir
sama pada kuadran kanan atas sehingga sering dikeliru mendiagnosis. Terutama
pada batu empedu tanpa gejala lain selain nyeri dan keluhan yang sama timbul
setelah makan.

Etiologi.11
Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya adalah : usia
lanjut, kegemukan (obesitas), diet tinggi lemak dan faktor keturunan. Komponen utama dari
batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentuk dari garam kalsium. Cairan
empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika
cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan diluar empedu.
Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan sebagian besar
batu di dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu empedu bisa terbentuk di
dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan
saluran atau setelah dilakukan pengangkatan kandung empedu.
Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran
empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu
tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam

saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh
lainnya.

Epidemiologi
Di masyarakat Barat komposisi utama batu empedu adalah kolesterol, sedangkan
penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu
kolesterol pada 27% pasien.1(10)
Prevalensi kolelitiasis dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk etnis, jenis kelamin,
komorbiditas, dan genetika. Di Amerika Serikat, sekitar 20 juta orang (10-20% dari orang
dewasa) memiliki batu empedu. Setiap tahun 1-3% dari orang menghasilkan batu empedu
dan sekitar 1-3% orang menunjukkan gejala. Dalam sebuah studi di Italia, 20% wanita
memiliki batu, dan 14% laki-laki memiliki batu. Dalam studi di Denmark, prevalensi batu
empedu orang berusia 30 tahun adalah 1,8% untuk pria dan 4,8% untuk perempuan;
prevalensi batu empedu pada orang usia 60 tahun adalah 12,9% untuk pria dan 22,4% untuk
perempuan.4(12)

Patofisiologi
Batu empedu adalah kumpulan material yang seperti batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu saluran
empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu: 1) batu kolesterol yang
paling umum (75-80% di Amerika Serikat) di mana komposisi kolesterol melebihi 70%, 2)
batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai
komponen utama, dan 3) batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi dan
4) batu campuran. Batu-batu tersebut terbentuk bila ada ketidakseimbangan atau perubahan
dalam komposisi empedu. Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenensis batu
kolesterol; hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, percepatan terjadinya kristalisasi
kolesterol dan gangguan motilitas kandung empedu dan usus.1,4(10,12)
Adanya pigmen di dalam inti batu kolesterol berhubungan dengan lumpur kandung
empedu pada stadium awal pembentukan batu. Biasanya, asam empedu, lesitin, dan
fosfolipid membantu menjaga kelarutan kolesterol dalam empedu. Jika rasio kolesterol dan
asam empedu atau fosfolipid meningkat, empedu menjadi sangat jenuh (supersaturated)
dengan kolesterol; mengkristal dan membentuk sarang untuk pembentukan batu. Kalsium dan
pigmen dapat terintegrasi ke dalam batu. Gangguan motilitas kandung empedu, stasis

empedu, dan isi empedu menjadi predisposisi bagi orang untuk terjadinya pembentukan batu
empedu.
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi,
dan faktor diet. Kelebihan aktifitas ensim -glucuronidase bakteri dan manusia (endogen)
memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur.
Hidrolisis bilirubin oleh ensim tersebut akan membentuk bilirubin pada tak terkonjugasi yang
akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Ensim -glucuronidase bakteri berasal dari
kuman E.coli dan kuman lainnya yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet
rendah protein dan rendah lemak.1(10)
Lumpur kandung empedu adalah kristalisasi dalam empedu tanpa pembentukan batu
empedu. Lumpur dapat menjadi salah satu tahap dalam pembentukan batu, atau dapat juga
terjadi secara independen. Lima sampai lima belas persen pasien dengan kolesistitis akut
tidak disertai batu (kolesistitis acalculous). Ini umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit
yang berkepanjangan, seperti mereka yang mengalami trauma berat atau dengan perawatan
ICU yang berkepanjangan.
Pigmen batu, yang meliputi 15% dari batu empedu, dibentuk oleh kristalisasi kalsium
bilirubinat. Penyakit yang menyebabkan peningkatan kerusakan sel darah merah (hemolisis),
metabolisme abnormal hemoglobin (sirosis), atau infeksi (termasuk parasit) meningkatkan
resiko orang untuk terkena batu pigmen. Terdapat dua jenis batu, yaitu batu hitam dan batu
coklat. Batu hitam ditemukan pada orang dengan gangguan hemolitik. Batu coklat ditemukan
di saluran intrahepatik atau ekstrahepatik. Batu tersebut terkait dengan infeksi pada kandung
empedu dan sering ditemukan pada orang-orang keturunan Asia.4(12)
Koledokolitiasis terjadi sebagai akibat baik dari pembentukan utama batu di saluran
empedu umum (CBD) atau bagian dari batu empedu dari kandung empedu melalui ductus
cysticus ke ductus choledocus (CBD). Stasis empedu, bactibilia, ketidakseimbangan kimia,
ketidakseimbangan pH, peningkatan ekskresi bilirubin, dan pembentukan lumpur adalah
salah satu faktor utama yang diperkirakan menyebabkan pembentukan batu ini. Penyumbatan
CBD dengan batu empedu menyebabkan gejala dan komplikasi yang termasuk rasa sakit,
penyakit kuning, kolangitis, pankreatitis dan sepsis.2(8)
Diferensiasi

batu

empedu

merupakan

suatu

pertimbangan

penting

dalam

penatalaksanaan pasien; batu kolesterol lebih mungkin untuk respon terhadap tindakan nonbedah daripada pigmen atau batu campuran. Batu empedu yang terjepit pada ampula vateri/
sfingter oddi dapat mengakibatkan pankreatitis akut karena tersumbatnya saluran untuk
mengalirkan carian empedu sehingga terjadi refluks cairan empedu kedalam pankreas.

Gejala Klinis.11
Pasien dengan pankreatitis ini datang dengan keluhan rasa nyeri di epigastrium yang timbul
tiba-tiba dan bisa timbul terus menerus, makin bertambah, dan berhari-hari. Selain itu gejala
lain seperti mual, muntah, demam, renjatan, dan ganggun pernafasan juga bisa ditemukan
pada pasien dengan penyakit ini. Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan penurunan
bising usus, ikterus, kenaikan enzim lipase, amilase, serta peningkatan SGOT SGPT.
Sedangkan pasien dengan batu empedu biasanya keluhan baru muncul ketika batu bermigrasi
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa
kolik bilier, mual, muntah. Nyeri biasanya muncul pada malam hari terutama setelah makan
makananan yang berlemak, nyeri meningkat tajam dalam 15 menit dan menetap selama 35jam.
Tatalaksana.11
Kebanykan pankreatitis akut dapat dikelola secara konservatif. Prioritas pertama ialah
perbaikan keadaan umum. Pasien harus dipuasakan untuk mengistirahatkan pankreas dan
menghindarkan refleks gastropankreatik yang menyebabkan pelepasan gasstrin. Pipa
nasogastrik dipasang untuk mengeluarkan cairan lambung, mencegah distensi dan
dekompresi ileus paralitik usus. Analgesik diberikan untuk kenyamanan pasien maupun untuk
mengurangi rangsangan saraf yang diinduksi oleh stress atas skresi lambung dan pankreas.
Prioritas keuda terapi suportif adalah untuk mencegah kemungkinan komplikasi pankreatitis,
karena sebab utama kematian adalah sepsis, maka antibiotika biasanya diberikan dalam
bentuk intravena. Pengambilan batu pada saluran empedu melalui koledokotomi atau
papilotomi endoskopik sangat penting pada pankreatitis yang disebabkan oleh batu empedu.
Tindakan bedah berupa debrideman di jaringan pankreas dan sekitarnya yang nekrotik
kadang diperlukan.
Komplikasi.11
Pada kasus pankreatitis batu empedu komplikasi yang paling sering terjadi adalah syok dan
kegagalan fungsi ginjal. Selain kegagalan fungsi ginjal komplikasi lain seperti kegagalan
fungsi paru dan perdarahan dapat pula terjadi.

Prognosis
Pankreatitis akut mungkin dapat digolongkan sebagai penyakit yang sedang, bila disertai
dengan edema interstisial dari kelenjar; atau dapat pula merupakan penyakit berat dan fatal
bila disertai dengan nekrosis masif atau perdarahan.
Kesimpulan
Pancreatitis Akut adalah reaksi peradangan akut pankreas. Perjalanan penyakit pancreatitis
akut sangat bervariasi dari yang ringan sampai berat. Insiden terus meningkat Amerika
mencatat 80% penyebab batu empedu dan konsumsi alcohol.
Daftar pustaka

1. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. In:Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al editors. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed, 1st vol. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK
UI;2006.p.479-81.
2. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid I. Edisi IV. Jakarta: Departemen penyakit dalam UI;2008.
3. Sachar, David B. Buku saku gastroenterologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2002.
4. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam volume 4. Edisi 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG;2000.
5. The Medscape Journal of Medicine. Kolelitiasis. 8 Juni 2011. Diunduh dari
medscape.com, 16 Juni 2011.
6. Robbins, Contran, Kumar. Buku saku dasar patologi penyakit. Edisi 5. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG;2004.
7. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes kedokteran klinis. Edisi 6. Jakarta:
Erlangga Medical Series;2005.
8. Dandan IS. Choledocolithiasis. December 15th, 2009 [cited June 20th, 2015]
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/172216-overview
9. Anonim. Gallstones. December 2008 [cited June 20th, 2015] Available from URL:
http://www.medicinenet.com/gallstones/page6.htm
10. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. In:Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al editors. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed, 1st vol. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK
UI;2006.p.479-81.
11.
Ndraha S. Bahan ajar gasatroenterohepatologi. Jakarta: Penerbit : FK
Ukrida;2013.p187-204

Anda mungkin juga menyukai