Anda di halaman 1dari 6

TRAUMA TAJAM

LAPORAN KASUS
Putri Rahmi *, Farah Dina Firmandez*, Kazi
Muntazeri *, Cut Almnira Honesta*, Novita Yuniwanda
Islami*
Taufik Suryadi**
*Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/ RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh.
**Bagian/SMF Ilmu Kedokteran dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala/ RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Jumlah kejahatan di Indonesia


meningkat 15 persen pada 2006. Rata-rata
orang terkena kejahatan pun naik di tahun
ini. Selama 2006, jumlah kejahatan
meningkat dari 256.543 (tahun 2005)
menjadi 296.119. Inilah peningkatan
kejahatan yakni sekitar 15,43 persen.
Jumlah penduduk yang beresiko terkena
kejahatan rata-rata 123 orang per 100.000
penduduk Indonesia di 2006. Bila
dibandingkan tahun 2005 terjadi kenaikan
1,65 persen.

PENDAHULUAN
Masyarakat
merupakan
suatu
komintas kompleks yang rentan terhadap
berbagai masalah seperti perselisihan,
penganiayaan, pembunuhan, pencurian,
perkosaan, peracunan dan lain-lain perkara
yang menggangu ketenteraman dan
kepentingan pribadi. Untuk menyelesaikan
perkara demikian diperlukan suatu system
atau cara yang memberikan ganjaran dan
hukuman yang setimpal kepada yang
bersalah sehingga perbuatan yang serupa
tidak terulang lagi dan sebaliknya tidak
bersalah tidak bersalah terbebas dari
tuntutan dan hukuman.
Perlukaan yang sering terjadi
akibat
penganiayaan,
pembunuhan,
pencurian dll merupakan salah satu kasus
tersering dalam kedokteran Forensik. Luka
bisa terjadi pada korban hidup maupun
korban mati. Dalam sebuah survey di
sebuah rumah sakit di selatan tenggara
kota London dimana didapatkan 425
pasien yang dirawat oleh karena kekerasan
fisik yang disengaja. Beberapa jenis
senjata digunakan pada 68 dari 147 kasus
penyerangan di jalan raya, terdapat 12 %
dari penyerangan menggunakan besi
batangan dan pemukul baseball atau benda
benda serupa dengan itu, lalu di ikuti
dengan penggunaan pisau 18%, terdapat
nilai yang sangat berarti dari kasus
penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk
rumah sakit dan 90% mengalami luka yang
serius.

LAPORAN KASUS
Telah diperiksa seorang korban,
laki-laki dalam keadaan sadar, bernama
Halim, umur Tiga Puluh tahun, pekerjaan
swasta. Dari hasil pemeriksaan fisik
dijumpai dua luka lecet pada dahi sebelah
kanan, luka lecet di dahi sebelah kiri, luka
lecet pada bagian dalam bibir atas dan
bawah, luka tusuk pada pinggang sebelah
kiri. Luka-luka tersebut disebabkan oleh
ruda paksa tumpul dan luka tajam.

(memar, luka lecet, luka robek), trauma


tajam (luka sayat, tusuk dan bacok) dan
trauma tembakan senjata api. Trauma
fisika dapat berupa suhu, listrik dan petir,
perubahan tekanan udara, akustik dan
radiasi, sedangkan trauma kimia dapat
berupa trauma akibat terkena zat asam kuat
dan asam basa.

PEMBAHASAN
Perlukaan
Traumatologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan
(ruda
paksa),
sedangkan
yang
dimaksudkan dengan luka adalah suatu
keadaan ketidaksinambungan jaringan
tubuh akibat kecelakaan. Trauma atau
perlukaan secara medis adalah hilangnya
kontinuitas jaringan yang disebabkan
karena
adanya
kekuatan
dari
luar/kekerasan.
Berdasarkan sifat serta penyebabnya,
trauma dapat dibedakan atas trauma yang
bersifa mekanik, fisika, kimia. Trauma
mekanik terdiri atas trauma tumpul

Trauma mekanik
Trauma atau luka mekanik terjadi
karena alat atau senjata dalam berbagai
bentuk, alami atau dibuat manusia.
1. Trauma tumpul
Luka karena kekerasan tumpul dapat
berbentuk salah satu atau kombinasi dari
luka memar, luka lecet, luka robek, patah
tulang atau luka tekan.
a. Luka memar
Perdarahan jaringan dibawah kulit
atau di bawah permukaan organ akibat
pecahnya pembuluh darah kecil atau
kapiler tanpa menyebabkan luka di
permukaan kulit atau membrane mukosa.
Perdarahan atau ekimosis ini berwarna
biru kehitaman dan kadang- kadang
disertai pembengkakan.
Bentuk dan luas luka dipengaruhi
oleh kuat benturan, alat, atau benda
penyebab, keadaan jaringan, umur,
kelamin, dan kondisi tubuh seseorang.
Luka memar jarang fatal, kecuali
kerusakan
organ
interna
atau
mengakibatkan neurogenik syok dan
emboli lemak pada pukulan atau benturan
berat. Luka memar juga dipengaruhi oleh
corak dan warna kulit, kerapuhan
pembuluh darah, penyakit (hipertensi,
penyakit
kardio
vascular,
diatesis
hemoragik).
Luka memar kadangkala memberi
petunjuk
tentang
bentuk
benda
penyebabnya , misalnya jejas ban yang
sebenarnya adalah suatu perdarahan tepi
(marginal haemorrhage). Akibat gravitasi,
lokasi hematom mungkin terletak jauh dari
letak benturan, misalnya kekerasan benda
tumpul pada dahi menimbulkan hematom
palpebral atau kekerasan benda tumpul
pada paha dengan patah tulang paha
2

menimbulkan hematom pada sisi luar


tangkai bawah.
Umur luka memar secara kasar dapat
diperkirakan melalui perubahan warnanya.
Pada saat timbul, memar berwarna merah,
kemudian berubah menjadi ungu atau
hitam, setelah 4 sampai hari akan berwarna
hijau yang kemudian akan berubah
menjadi warna kuning dalam 7 sampai 10
hari, dan akhirnya menghilang dalam 14
sampai 15 hari. Perubahan warna tersebut
berlangsung mulai dari tepi dan waktunya
dapat bervariasi tergantung derajat dan
berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Dari sudut pandang medikolegal,
interpretasi luka memar dapat merupakan
hal yang penting, apalagi bila luka memar
tersebut disertai luka lecet atau laserasi.
Dengan perjalanan waktu, baik pada orang
hidup maupun mati, luka memar akan
memberi gambaran yang makin jelas.
b. Luka Lecet
Luka lecet terjadi akibat cedera pada
epidermis yang bersentuhan dengan benda
yang memiliki permukaan kasar atau
runcing,
misalnya
pada
kejadian
kecelakaan lalu lintas, tubuh terbentur
aspal jalan, atau sebaliknya benda tersebut
yang bergerak dan bersentuhan dengan
kulit.
2. Trauma tajam
Trauma tajam ialah suatu ruda paksa
yang menyebabkan luka pada permukaan
tubuh oleh benda-benda tajam. Trauma
tajam dikenal dalam tiga bentuk pula yaitu
luka iris atau luka sayat (vulnus scissum),
luka tusuk (vulnus punctum) atau luka
bacok (vulnus caesum).

Tidk rata
Ada

Jaringan
Rambut

Tidak

Sekiar

Ada

atau titik
luka Tak ada luka

Luka

lecet

atau lain

memar
Untuk
mengetahui
peyebab
luka/sakit dan derajat parahnya luka atau
sakit pada korban hidup maka diperlukan
pemeriksaan kedokteran forensik. Hal ini
dimaksudkan utuk memenuhi rumusan
delik dalam KUHP. Oleh karena itu,
catatan medic pada setiap pasien harus
lengkap hasil pemeriksaannya, terutama
korban yang diduga tindak pidana. Hal ini
diperlukan untuk pembuatan visum et
repertum.
Korban dengan luka ringan dapat
merupakan hasil dari tindak pidana
penganiayaan ringan, seperti yang tertuang
dalam Pasal 352 KUHP yang berbunyi:
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353
dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian,
diancam
sebagai
penganiayaan ringan, dengan pidana
penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah
sepertiga bagi orang yang melakukan
kejahatan itu terhadap orang yang bekerja
padanya atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan
ini tidak dipidana.
Pada korban dengan luka sedang,
dapat pula merupakan hasil dari tindak
penganiayaan, seperti yang disebutkan
pada Pasal 351 KUHP ayat (1) yang
berbunyi Penganiayaan diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling
banyak 4500 rupiah dan Pasal 353
KUHP ayat (1) yaitu: Penganiayaan
dengan rencana lebih dahulu, diancam
dengan pidana pejara palnig lama 4
tahun.

Perbedaan antara trauma tumpul


dan trauma tajam tercantum dalam ikhtisar
dibawah ini :
Trauma
Tumpul
Tajam
Bentuk
Tidak teratur Teratur
luka
Tepi luka
Jembatan

Dasar Luka

terpotong
terpotong
Tidak teratur Berupa garis

Rata
Tidak ada
ikut Ikut
3

Korban dengan luka berat seperti


yang disebutkan pada pasal 90 KUHP
adalah sebagai berikut:
Luka berat berarti:
1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang
tidak member harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan
bahaya maut;
2) Tidak mampu terus-menerus untuk
menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian;
3) Kehilangan salah satu pancaindra;
4) Mendapat cacat berat;
5) Menderita sakit lumpuh;
6) Terganggunya daya piker selama
empat minggu lebih;
7) Gugur atau matinya kandungan
seorang perempuan.
Hasil dari tindak penganiayaan
tersebut dengan akibat luka berat diatur
dalam pasal 351 ayat (2) yang berbunyi:
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka
berat, yang bersalah diancam dengan
pidana pejara paling lama 5 tahun atau
Pasal 353 ayat (2) yaitu Jika perbuatan
mengakibatkan luka-luka berat, yang
bersalah dikarenakan pidana pejara palig
lama tujuh tahun. Sementara, jika korban
dengan luka berat merupakan akibat
penganiayaan
berat,
undang-undang
mengaturnya dalam Pasal 354 ayat (1)
yang berbunyi Barang siapa dengan
sengaja melukai berat orang lain,
diancam, karena melakukan penganiayaan
berat, dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun atau Pasal 355 ayat (1)
yaitu
Penganiayaan
berat
yang
dilakukan dengan rencaa lebih dahulu,
diancam degan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.
Sementara dalam KUHP, yang
dimaksud penganiayaan ringan adalah
penganiayaan yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan
jabatan atau halangan pekerjaan, seperti
bunyi Pasal 352 KUHP. Umumnya, korban
datang tanpa luka, atau dengan luka lecet
atau memar kecil di lokasi yang tidak
berbahaya atau tidak menurunkan fungsi
alat tubuh tertentu. Luka-luka ini

dimasukkan ke kategori luka ringan atau


luka derajat satu.
Hoge Road pada tanggal 25 Juni
1894
menjelaskan
pengertian
penganiayaan yang tidak disebutkan di
KUHP, bahwa menganiaya adalah dengan
sengaja menimbulkan sakit atau luka.
Dalam hal ini, semua keadaan yang lebih
berat dari luka ringan dimasukkan ke
dalam kategori luka sedang (luka derajat
dua) dan luka berat (luka derajat tiga).
Luka sedang adalah keadaan yang terletak
di antara luka ringan dan luka berat.
KESIMPULAN
Visum et repertum (Ver) perlukaan
korban hidup merupakan jenis bantuan
yang paling sering diminta oleh penyidik
dibandingkan jenis VeR lainnya. Tujuan
pemeriksaan
forensik
pada
kasus
perlukaan adalah untuk mengetahui jenis
luka, jenis kekerasan dan derajat luka.
Suatu perlukaan dapat menimbulkan
dampak pada korban dari segi fisik, psikis,
sosial dan pekerjaan yang dapat timbul
segera, dalam jangka pendek, ataupun
jangka panjang. Dampak perlukaan
tersebut memegang peranan penting bagi
hakim dalam menentukan beratnya sanksi
pidana yang harus dijatuhkan sesuai
dengan rasa keadilan.
Hukum pidana di Indonesia
mengenal delik penganiayaan yang terdiri
dari tiga tingkatan dengan hukuman yang
berbeda yaitu penganiayaan ringan,
penganiayaan, dan penganiayaan yang
menimbulkan
luka
berat.
Setiap
kecederaan harus ditentukan derajat luka
dan dikaitkan dengan ketiga pasal yang
bersangkutan.
Telah diperiksa seorang korban,
laki-laki dalam keadaan sadar, bernama
Halim, umur Tiga Puluh tahun, pekerjaan
swasta. Dari hasil pemeriksaan fisik
dijumpai dua luka lecet pada dahi sebelah
kanan, luka lecet di dahi sebelah kiri, luka
lecet pada bagian dalam bibir atas dan
bawah, luka tusuk pada pinggang sebelah
kiri. Luka-luka tersebut disebabkan oleh
ruda paksa tumpul dan luka tajam sehingga
4

mengganggu aktifitas sehari-hari korban


sebagai pekerja swasta dan korban
mendapatkan perawatan medis sementara.

Budianto, Arif. 1997. Ilmu


Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Peraturan
Perundang-undangan
Bidang Kedokteran. 1994. Jakarta : Bagian
Kedokteran Forensik FKUI.
Idries, A.M. 1989. Ilmu Kedikeran
Forensik, Edisi Pertama, Jakarta : PT.
Binapura Aksara.
Satyo,
Alfred.
2006.
Aspek
Medikolegal Luka Pada Forensik Klinik.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39
No. 4. Medan : Universitas Sumatera
Utara.

DAFTAR PUSTAKA
Amir A. 2005. Rangkaian Ilmu
Kedokteran Forensik. Edisi ke-2. Jakarta:
Ramadhan.
Abraham S. 2009. Tanya Jawab
Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Brenner JC. 2003. Forensic
science: An Illustrated Dictionary. CRC
Press: Florida-USA.

Anda mungkin juga menyukai