Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

RETINITIS PIGMENTOSA

NAMA PEMBIMBING :
dr. ELLY AMALIA, Sp.M

DISUSUN OLEH
MUHAMMAD JAKA SATRIA
(1102009188)

BAGIAN ILMU MATA


RSUD SUBANG
PERIODE FEBRUARI-MARET
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Retinitis pigmentosa (RP) adalah sekelompok kelainan bawaan yang ditandai dengan
kehilangan penglihatan perifer progresif dan kesulitan penglihatan pada malam hari
(nyctalopia) yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan sentral.11
Dengan kemajuan dalam penelitian molekuler, kini diketahui bahwa RP merupakan
distrofi retina dan distrofi epitel pigmen retina (RPE) yang disebabkan oleh kerusakan
molekul pada lebih dari 40 gen yang berbeda untuk RP terisolasi dan lebih dari 50 gen yang
berbeda untuk RP sindromik. Tidak hanya genotipe heterogen, tetapi pasien dengan mutasi
yang sama dapat memiliki manifestasi penyakit yang berbeda secara fenotip.11
RP dapat terjadi pada semua kelainan genetik. Sekitar 20% dari RP merupakan
autosomal dominan (ADRP), 20% adalah autosomal resesif (ARRP), dan 10% adalah X
terkait (XLRP), sedangkan 50% sisanya ditemukan pada pasien tanpa ada kerabat yang
diketahui terkena penyakit ini. RP ini paling sering ditemukan dalam isolasi, tetapi dapat
dikaitkan dengan penyakit sistemik. Gangguan sistemik yang paling umum berupa gangguan
pendengaran (sampai 30% dari pasien). Banyak dari pasien ini yang didiagnosis dengan
sindrom Usher. Kondisi sistemik lain juga menunjukkan perubahan retina identik dengan
RP.11
RP merupakan istilah yang keliru, dimana kata retinitis berarti merupakan suatu
respon inflamasi, yang mana belum ditemukan menjadi tanda utama dari kondisi ini. Dengan
meningkatnya pemahaman tentang molekul, RP akan ditandai lebih jauh oleh protein
spesifik/kelainan genetik. Tanda ini akan meningkatkan pentingnya dalam penentuan
prognosis dan dapat memungkinkan dokter untuk menggunakan terapi gen.11

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Retina


Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliari dan berakhir di tepi ora serata. Pada orang
dewasa, ora serata berada sekitar 6,5mm di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan
5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium
pigmen retina mudah berpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi
pada ablasio retina. Tetapi pada diskus dan ora serata, retina dan eiptelium pigmen retina
saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina.1

Gambar 1. Anatomi retina


Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Di tengah-tengah kutub posterior terdapat makula yang mengandung xanthophylls (pigmen

kuning). Secara histologis makula terdiri dari dua atau lebih lapisan sel ganglion dengan
diameter 5-6 mm. Makula berwarna kuning akibat akumulasi dari karotenoid teroksidasi
khususnya lutein dan zeaxhantine di tengah - tengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai
antioksidan dan berfungsi untuk memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam
retinitis solar. 2,1,4
Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter 1,5 mm
dan di dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman pengihatan dan
penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat foveal avascular zone. Di tengah-tengah fovea
foveola dengan diameter 0,35 dan di dalamnya tersusun padat sel kerucut. Di sekitar fovea
terdapat lingkaran yang berdiameter 0,5 mm yang disebut parafoveal dimana tersusun dari
lapisan sel ganglion, lapisan inti dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal. Di sekeliling
daerah ini terdapat lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal zone.2,5

Gambar 2. Anatomi makula yang disebut juga area sentralis atau pole posterior.
Lapisan - lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 1,4,5,12
Membrana limitans interna
Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju
nervus optikus
Lapisan sel ganglion

Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan


sel amakrin dan sel bipolar
Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan - sambungan sel bipolar dan sel
horizontal dengan fotoreseptor
Lapisan inti luar sel fotoreseptor
Membrana limitans eksterna
Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
Epitelium pigmen retina

Gambar 3. Lapisan retina


Sinar yang mengenai retina harus menembus melewati seluruh lapisan retina untuk
mencapai fotoreseptor. Densitas dan distribusi fotoreseptor bervariasi sesuai dengan topografi
di retina. Di fovea, fotoreseptor didominasi oleh sel kerucut, khususnya yang sensitive
terhadap warna merah dan hijau dengan densitasnya mencapai 140.000 sel kerucut per
millimeter persegi. Fovea sentralis hanya mengandung sel kerucut dan sel muller dan tidak
dijumpai sel batang. Jumlah sel kerucut semakin berkurang menjauhi fovea sentralis, dan

pada daerah perifer tidak dijumpai sel kerucut dan digantikan oleh sel batang dan mencapai
densitas tertinggi yaitu 160.000 sel per millimeter persegi. 2
Neuro Vaskularisasi Retina
Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai lapisan inti
dalam) diperdarahi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari arteri optalmika. Lapisan
retina sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan memperoleh nutrisi secara difusi dari
lapisan koroid yang kaya akan kapiler. Arteri retina sentralis memasuki orbita bersama
dengan nervus optikus dan bercabang menjadi empat percabangan yaitu cabang superiornasal, superior temporal, inferior-nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai
anastomosis sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark retina.2,4,5,12
Retina tidak mempunyai persarafan sensoris sehingga kerusakan pada retina tidak
akan menyebabkan nyeri.4,5

2.2 Fisiologi Retina


Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan yaitu
fotoreseptor batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung komponen kimia yang
sensitif terhadap cahaya yang berperan dalam proses penglihatan. Pada sel batang dikenal
dengan rodopsin dan pada sel kerucut dikenal dengan pigmen warna yang mempunyai
susunan yang sedikit berbeda dengan rodopsin.3
Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina mengandung
rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakn kombinasi dari protein scotopsin dengan pigmen
karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk rantai 11-cis. Bentuk cis ini penting karena
hanya bentuk ini yang dapat mengikat scotopsin untuk membentuk rodopsin.3
Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi dekomposisi
rodopsin menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi

barthorhodopsin. Kemudian

barthorhodopsin berubah menjadi lumirhodopsin kemudian menjadi metarhodopsin I dan


terakhir menjadi metarhodopsin II. Bentuk akhir ini, metarhodopsin, dikenal juga sebagai
rodopsin yang teraktivasi yang mengeksitasi perubahan impuls listrik di dalam sel batang
melalui proses hiperpolarisasi sel batang yang .kemudian menyampaikan impuls visual ke
system saraf pusat.3

Gambar 4. Aktivasi rodopsin


Pembentukan rodopsin diawali dengan isomerisasi rantai all-trans retinal menjadi
rantai 11-cis retina dengan bantuan enzim retinal isomerase. Setelah 11-cis retina terbentuk
secara otomomatis akan berikatan dengan skotopsin dan membentuk rodopsin yang akan
tetap stabil sampai terjadi dekomposisi kembali yang dipicu oleh absorbsi energy cahaya.3
Rantai all-trans retinal yang terbentuk dalam proses aktivasi rodopsin dapat
dikonversi menjadi bentuk all-trans retinol yang merupakan salah satu bentuk vitamin A.
Dengan bantuan enzim isomerase all-trans retinol akan dikonversi menjadi bentuk 11-cis
retinol yang kemudian berubah menjadi 11-cis retinal yang kemudian berikatan dengan
skotopsin membentuk rodopsin. Vitamin A yang terdapat pada sel batang dapat diubah
menjadi bentuk retina apabila dibutuhkan, dan sebaliknya retinal yang berlebih di retina dapat
diubah menjadi vitamin A. Hal ini penting, karena berhubungan dengan proses penglihatan,
seperti yang terjadi pada rabun senja. Pada rabun senja terjadi defisiensi vitamin A yang berat
dan tanpa vitamin A jumlah retinal dan rodopsin yang terbentuk juga semakin berkurang.3
Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip dengan
komponen kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada komponen protein atau
opsin, disebut dengan photopsin pada sel kerucut, sedikit berbeda dengan skotopsin pada sel
batang. Komponen retinal pada pigmen retina sama pada sel kerucut dan sel batang.3

Sel kerucut sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna ini
dikenal dengan pigmen sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan pigmen
sensitif warna merah.3

Gambar 5. Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut.
Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda dengan jalur
penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron dan serabut saraf yang
menghantar sinyal visual dari penglihatan sel kerucut lebih besar dan dua kali lebih cepat
menghantarkan sinyal visual dibandingkan dengan penglihatan sel kerucut.3

Gambar 6. Organisasi neural retina, sebelah kiri di daerah perifer retina dan di
sebelah kanan di daerah fovea

Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari fotoreseptor menuju
ke sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel batang akan menghantarkan sinyal
visual menuju lapisan pleksiformis eksterna yang akan bersinaps dengan sel bipolar dan sel
horizontal. Sel bipolar akan menghantarkan sinyal visual akan meneruskan sinyak visual
menuju lapisan pleksiformis interna yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel
amakrin. Selamakrin akan menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu secara
langsung dari sel bipolar menuju sel ganglion atau secara horizontal di dalam lapisan
pleksiformis interna dari akson sel bipolar ke dendrite sel ganglion atau sel amakrin yang
lainnya. Sel ganglion kemudian akan menghantarkan sinyak dari retina menuju nervus
optikus dan kemudian menuju otak.2,3
2.3 Retinitis Pigmentosa
Defenisi
Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang ditandai
oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara progresif dan
akhirnya atrofi beberapa lapisan retina1. Atau sekelompok gangguan retina yang
menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan secara progresif, defek lapangan penglihatan,
dan kebutaan pada malam hari (night blindness). Sebutan retinitis pigmentosa berasal dari
deposit pigmen yang merupakan karakteristik penyakit ini.4

Insidens 5
-

Terjadi pada 5 orang per 1000 populasi dunia.


Usia. Muncul pada masa kanak-kanank dan berkembang lambat, dan sering terjadi.
Kebutaan setelah usia dewasa.
Jenis Kelamin. Pada umumnya pria lebih sering terkena dari pada wanita dengan

perbandingan 3:2
Laterality. Penyakit ini hampir terjadi secara bilateral.

Etiologi
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara mendel
yang terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus retinitis pigmentosa disebabkan oleh
mutasi DNA mitokondria. Pada tahun 1990 gen pertama yang menunjukkan kelainan pada
retinitis pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan pengkodean rod visual pigmen. Sejak
saat itu, banyak kelainan gen yang bisa mengakibatkan terjadinya retinitis pigmentosa.6

Retinitis pigmentosa terjadi sebagai gangguan isolated sporadic, atau kelainan genetik
autosomal dominant (AD), autosomal recessive (AR), atau Xlinked recessive (XL). Bentuk
terbanyak kelainan gen pada retinitis pigmentosa yaitu autosomal recessive, diikuti oleh
autosom dominan. Sedangkan bentuk yang sedikit yaitu X-linked resesif.5,10
Bentuk-bentuk Retinitis Pigmentosa
Adapun bentuk-bentuk retinitis pimentosa yaitu: 4
1. Rod-cone dystrophy (retinitis pigmentosa klasik)
2. Cone-rod dystrophy
3. Sectoral retinitis pigmentosa
4. Retinitis pigmentosa sine pigmento (bentuk tanpa pigmen)
5. Unilateral retinitis pigmentosa
6. Lebers amaurosis (terjadi pada early childhood )
7. Retinopathy punctata albescens (punctate retinitis)
8. Kombinasi dengan gangguan sindrome yang lain dan ganguan metabolik seperti
mukopolysakaridosis, fanconis sindrom, mukolipidosis, peroxisomal disorder,
cockaynes sindrome, mitokondrial myopati, ushers syndrome, renal tubuler
defect syndrome.
Retinitis pigmentosa hampir terjadi dalam bentuk rod-cone dystrophy.
Gejala Klinis
Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak. Sel batang pada retina
(berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap mengalami kemunduran
sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada malam hari menurun. Lama-lama
terjadi kehilangan fungsi penglihatan tepi yang progresif dan bisa menyebabkan kebutaan.
Sedangkan pada stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi penglihatan sentral.7
Retinitis pigmentosa biasanya terkena bilateral pada kedua mata dengan penurunan
fungsi rod photoreceptors. Adapun simptom yang biasa yaitu:5,8
1. Simtom visual
Nyctalopia, penglihatan yang buruk pada malam hari dengan adaptasi penglihatan
yang gelap
Penurunan penglihatan perifer, akibat dari densitas sel batang yang lebih besar
terhadap perifer
Penurunan penglihatan sentral pada akhirnya

2. Perubahan pada Fundus


Perubahan pigmen retina. Ini adalah jenis perivaskular dan berbentuk seperti bone
spicules. Pada awalnya perubahan ini ditemukan hanya pada bagian equatorial
dan kemudian berlanjut ke bagian anterior dan posterior.
Arteriol retina berkurang dan menjadi seperti benang pada tingkat yang lanjut
Optic disc menjadi pucat pada tingkat lanjut dan terjadi atrofi
Perubahan yang lain yang dapat terlihat adalah colloid bodies, choroidal
sclerosis, cystoid macular oedema, atrophic or cellophane maculopathy.

Gambar 7. Fundus picture in retinitis pigmentosa

Gambar 8. Consecutive optic atrophy in retinitis pigmentosa


3. Perubahan lapangan pandang penglihatan

Annular atau ring-shaped scotoma adalah gambaran adanya degenerasi pada


bagian equator pada retina. Seperti progres dari suatu penyakit, scotoma meningkat
pada bagian anterior dan posterior dan utamanya hanya penglihatan central berada
disebelah kiri (tubular vision). Biasanya hal ini hilang dan pasien menjadi buta.

Gambar 9. Field change in retinitis pigmentosa

4. Perubahan Elektrofisiologi
Perubahan secara elektrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala subjektif dan
tanda-tanda objektif muncul.
a. Electro-retinogrsm (ERG) subnormal atau terhapus (abolished)
b. Electro-oculogram (EOG) menunjukkan tidak adanya puncak cahaya.
Pasien dengan gangguan penglihatan yang berat dapat terjadi halusinasi dan gangguan
tidur. Hal ini merupakan suatu kesempatan penting bagi pasien untuk berdiskusi tentang
diagnosis penyakitnya dan konseling genetik prognosis penyakitnya.9
Pemeriksaan Mata : Terdapat berbagai macam temuan klinis pada RP oleh karena RP
merupakan kumpulan dari berbagai penyakit turunan. Pasien dengan defek genetik yang sama
dapat memiliki manifestasi klinik yang berbeda. Gambaran klinis yang paling umum berupa

Penglihatan : Pada pemeriksaan visus dapat bervariasi dari 20/20 sampai


persepsi cahaya.

Pupil : Reaksi pupil dapat normal dengan atau tanpa defek aferen pupil.
Segmen anterior : Pasien dapat menderita katarak subkapsular posterior; 50%
pasien dewasa dengan RP bisa menderita katarak jenis ini.
Fundus : Tidak tampak adanya kelainan retina pada masa awal penyakit.
- Penemuan khas yang penting berupa :
o Bone spicules hiperpigmentasi retina midperifer dengan pola
yang khas.
o Nervus optik waxy pallor
o Atrofi RPE pada retina mid perifer

Patofisiologi
Mekanisme pasti dari degenerasi fotoreseptor belum diketahui, tetapi akhirnya dapat
terjadi apoptosis degeneratif fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut pada tingkat
yang lanjut. Retinitis pigmentosa dapat respon terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan
proliferasi kedalam retina. Sel-sel pigmen berkumpul disekitar pembuluh darah retina yang
atrofi, yang dapat diketahui dengan fundus sebagai bentuk klasik bone spicule.8
Retinitis pigmentosa biasanya dianggap sebagai distrofi batang-kerucut (rod-cone
dystrophy) dimana defek genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis), terutama di
fotoreseptor batang. Jarang terjadinya defek genetik akibat pengaruh fotoreseptor epitelium
pigmen retina dan kerucut. Retinitis pigmentosa memiliki variasi fenotipik yang signifikan,
karena ada banyak gen yang berbeda yang mengarah ke diagnosis retinitis pigmentosa, dan
pasien dengan mutasi genetik yang sama dapat ditandai dengan temuan retina sangat
berbeda.11

Gambar 10. Cone dydtrophy

Gambar 11. Cone dystrophy menunjukkan typical central macular atrophy yang
ditemukan pada kondisi ini
Perubahan histopatologi pada retinitis pigmentosa telah didokumentasikan dengan
baik, dan baru baru ini, perubahan histologis tertentu yang terkait dengan mutasi gen tertentu
telah dilaporkan. Tahap akhir terjadi kematian sel fotoreseptor tetap oleh apoptosis.
Perubahan histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor adalah pemendekan segmen
luar batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti oleh hilangnya fotoreseptor batang. Hal
ini terjadi paling signifikan di pinggiran pertengahan retina. Daerah-daerah retina
mencerminkan apoptosis sel dengan memiliki inti menurun di lapisan nuklir luar. Dalam
banyak kasus, degenerasi cenderung memburuk pada bagian retina rendah, sehingga
menunjukkan peran untuk eksposur cahaya.11
Jalur akhir yang umum dalam retinitis pigmentosa biasanya kematian dari
fotoreseptor batang yang menyebabkan hilangnya penglihatan. Sebagai batang yang paling
padat ditemukan di retina midperipheral, hilangnya sel di daerah ini cenderung menyebabkan
kehilangan penglihatan perifer dan kehilangan penglihatan pada malam hari. Bagaimana
mutasi gen menyebabkan perlambatan kematian fotoreseptor batang progresif bisa terjadi
dengan banyak jalan, yang kenyataannya bahwa begitu banyak mutasi yang berbeda dapat
menyebabkan gambaran klinis yang serupa.11

Kematian fotoreseptor kerucut terjadi dengan cara yang mirip dengan apoptosis
batang dengan pemendekan segmen luar diikuti dengan hilangnya sel. Hal ini dapat terjadi
lebih awal atau terlambat dalam berbagai bentuk retinitis pigmentosa.11
Diagnosis
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit retina degeneratif yang memiliki
karakteristik adanya deposit pigmen di retina. Kelainan ini merupakan degenerasi primer
fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut sebagai degenerasi sekunder, yang dapat
menjelaskan mengapa pasien dapat mengalami kebutaan pada malam hari.6
Adapun untuk menegakkan diagnosis dari retinitis pigmentosa berdasarkan temuan
klinis retinitis pigmentosa (lihat gejala klinis) yaitu berdasarkan simtom visual, perubahan
pada fundus, perubahan lapangan pandang penglihatan, perubahan elektrofisiologi.6
Selain itu, diagnosis juga dapat dibuat oleh ophtalmoskopi berdasarkan gambaran
klasic dasar. Rod-cone dystrophy (Utamanya sel batang yang terkena). Adanya bone spicule
yang merupakan proliferasi epitelium retina yang dapat dilihat pada bagian tengah perifer
retina. Kelainan ini perlahan-lahan menyebar ke sentral dan lebih jauh lagi sampai ke perifer
(gambar 10). Awal defisit yang terjadi yaitu defek penglihatan warna dan gangguan persepsi
kontra. Atrofi optic nerve yang terjadi pada fase lanjut. Arteri-arteri menjadi sempit.4

Gambar 12. Karakteristik tanda adanya narrowed retinal vessels, waxy yellow
appearance of the optic disk due to atrophy of the optic nerve, and bone-spicule
proliferation of retinal pigment epithelium.

Pada cone-rod dystrophy (Utamanya sel kerucut yang terkena). Adanya penurunan
visus diawal dengan penurunan progress dari lapangan pandang penglihatan. Kedua bentuk
kelainan dari retinitis pigmentosa ini dapat diketahui melalui electroretinography.4
Diagnosa Banding
Adapun diagnosa banding dari retinitis pigmentosa yaitu:10
End stage chloroquine retinopathy
Kesaman : Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina dengan pembuluh
darah choroid yang jelas dan penyempitan arteriol-arteriol.
Perbedaan : Perubahan pigmentasi yang tidak melibatkan perivaskular konfigurasi
bone corpuscle; atrofi optic tidak seperti lilin.
End stage thioridazine retinopathy
Kesamaan : Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina
Perbedaan : Perubahan pigmen seperti plaque (plaque-like pigmentary change) dan
tidak adanya nyctalopia
End stage syphilitic neuroretinitis
Kesamaan : Lapangan pandang terbatas, penyempitan vaskular dan perubahan
pigmen
Perbedaan : Nyctalopia ringan, keterlibatan asimetris dengan ringan atau tidak
adanya choroid
Cancer-related retinopathy
Kesamaan : Nyctalopia. Terbatasnya lapangan pandang perifer, penyempitan arteriol
dan elektroretinogram yang dapat dibedakan
Perbedaan : Perubahan pigmen ringan atau tidak ada
Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan yang efektif untuk retinitis pigmentosa. Penderita dianjurkan
untuk berkunjung secara teratur kepada spesialis mata untuk memantau kelainan ini.
Sebaiknya dilakukan secara teratur setiap 5 tahun termasuk untuk menguji lapangan pandang
dan evaluasi elektroretinogram.7,11
Pemakaian kaca mata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet bisa
mempertahankan fungsi penglihatan. Baru-baru ini, muncul terapi baru (meskipun masih
dalam perdebatan) seperti pemberian antioksidan (misalnya vitamin A palmitat) bisa
menunda perkembangan penyakit ini.7,11

1. Medical Care
Vitamin A/ Beta Karoten
Antioksidan dapat bermanfaat dalam mengobati pasien dengan retinitis pigmentosa,
tetapi belum ada bukti, yang jelas pada saat ini. Sebuah studi komprehensif terbaru
epidemiologi menyimpulkan bahwa dosis harian yang sangat tinggi dari vitamin A
palmitat (15.000 U / d) memperlambat kemajuan RP sekitar 2% per tahun.
Docosahexaenoic acid (DHA)
DHA adalah asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dan antioksidan. Penelitian telah
menunjukkan korelasi ERG (electroretinogram) amplitudo dengan konsentrasi DHA
eritrosit-pasien. Studi lainnya melaporkan adanya perubahan ERG kurang pada
pasien dengan tingkat yang lebih tinggi kadar DHA.
Acetazolamide
Edema makula dapat mengurangi penglihatan dalam tahap lanjut dari retinitis
pigmentosa. Dari banyak terapis mencoba, acetazolamide oral telah menunjukkan
hasil yang paling menggembirakan dengan beberapa perbaikan dalam fungsi visual.
Studi yang dilakukan oleh Fishman dkk dan Cox et al telah menunjukkan perbaikan
dalam ketajaman visual snelling dengan acetazolamide oral untuk pasien yang
memiliki retinitis pigmentosa dengan edema makula
Calcium channel blocker
Calcium channel blockers, seperti diltiazem, adalah obat-obat yang biasa digunakan
pada penyakit jantung. Kalsium channel blocker telah menunjukkan beberapa
manfaat dalam beberapa model binatang dari retinitis pigmentosa tetapi mereka
tidak efektif dalam model lain.
Lutein / zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin merupakan makula pigmen yang tubuh tidak dapat membuat
melainkan berasal dari sumber makanan. Lutein berfungsi untuk melindungi macula
dari kerusakan oksidatif, dan suplementasi oral telah terbukti meningkatkan pigmen
makula. Dosis 20 mg / hari telah direkomendasikan.
Asam valproik
Asam valproik oral telah menunjukkan manfaat dalam uji klinis, dan uji klinis yang
lebih lanjut sedang dilakukan.
Obat-obat yang dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan menjadi
retinitis pigmentosa

Sotretinoin (Accutane), obat yang digunakan untuk mengobati jerawat telah


dilaporkan memperburuk penglihatan pada malam hari, respon electroretinogram,
dan adaptasi terhadap gelap. Sildenafil (Viagra), obat untuk mengobati disfungsi
ereksi telah terbukti menyebabkan perubahan reversibel elektroretinogram dan
penglihatan .Sildenafil adalah inhibitor PDE5 dan kurang begitu sensitif terhadap
PDE6. Mutasi dari gen PDE6 diketahui menyebabkan RP autosomal resesif.
Obat Lain
Dosis 1000 mg /hari asam askorbat telah direkomendasikan, tetapi belum ada bukti
bahwa asam askorbat sangat membantu. Bilberry juga direkomendasikan oleh
beberapa praktisi pengobatan alternatif dalam dosis 80 mg, tetapi belum ada studi
terkontrol tentang khasiat dalam pengobatan pasien dengan retinitis pigmentosa.
Antibodi antiretinal, agen imunosupresif (termasuk steroid) juga telah digunakan
dengan sukses.
2. Surgical Care
Katarak ekstraksi
Operasi katarak sering bermanfaat dalam tahap selanjutnya pengobatan retinitis
pigmentosa. Bastek et al, mempelajari 30 pasien dengan retinitis pigmetasi, 83% dari
mereka menunjukkan perbaikan dalam pengobatan, dengan 2 garis pada grafik
ketajaman visual Snellen setelah dilakukan operasi katarak
Faktor pertumbuhan
Faktor neurotropik ciliary (CNTF) telah menunjukkan adanya perlambatan
degenerasi retina pada sejumlah model hewan. Tahap II uji klinis sedang dilakukan,
dengan menggunakan bentuk dienkapsulasi dari sel-sel epitelium pigmen retina
menghasilkan CNTF (Neurotech) untuk pasien dengan sindrom Usher dan RP. Selsel ini harus dikemas dengan pembedahan yang diletakkan ke dalam mata. Tahap I
hasil uji coba klinis telah mendukung.
Transplantasi
Transplantasi sel epitelium pigmen retina telah dittranspalntasikan ke dalam ruang
subretinal untuk menyelamatkan fotoreseptor pada hewan model retinitis
pigmentosa. Salah satu pendekatan yang mungkin berguna adalah modifikasi ex vivo
pada sel-sel yang terdapat faktor - faktor trofik.
Prostesis retina
Sebuah chip prostesis atau phototransducing retina ditanamkan pada permukaan
retina dan telah diteliti selama beberapa tahun. Lapisan sel ganglion retina yang

sehat dapat dirangsang, dan implan pada hewan model memiliki stabilitas jangka
panjang. Dalam sebuah studi oleh Humayun et al, ini telah terbukti bermanfaat pada
manusia. Satu pasien yang tidak punya persepsi cahaya, mampu melihat dan
melokalisasi senter setelah prostesis pada retinitis pigmentosa
Terapi gen
Terapi gen masih dalam penelitian, dengan harapan untuk menggantikan protein
yang rusak dengan menggunakan vektor DNA (misalnya, adenovirus, Lentivirus).

Prognosis
Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan klinis
tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk keparahan dapay
menyebabkan kebutaan.4

BAB III
KESIMPULAN

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang ditandai oleh
disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara progresif dan
akhirnya atrofi beberapa lapisan retina
Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak. Sel batang pada retina
(berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap mengalami kemunduran
sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada malam hari menurun
Pengobatan terdiri dari medical care dan surgical care. Pemakaian kacamata gelap untuk
melindungi retina dari sinar ultraviolet bisa mempertahankan fungsi penglihatan. Pemberian

antioksidan (misalnya vitamin A palmitat) bisa menunda perkembangan penyakit ini (masih
dalam penelitian)
Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan klinis tergantung
pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk keparahan dapay menyebabkan
kebutaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P. Bab 1 : Anatomi dan Embriologi Mata, Retinitis Pigmentosa. Dalam


Vaughan GD, Asbury T, dan Riordan-Eva Paul (editor). Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta : Widya Medika; 2000. P. 1-29, 208-209.
2. American Academy Of Ophthalmology. Basic Clinical Science Course : Retina and
Vitreuos. Section 12 th. Singapore. American Academy Of Ophthalmology. 2007. P.7-15, 25
3. Guyton, Arthur C. Textbook of Medical Physiology. 11th edition.2006. Philadelphia.
Elsevier. P. 626-636
4. Lang GK. Retinitis Pigmentosa. In Ophthalmology A short of Textbook. NewYork: Thieme
Stuttgart ;2000. P. 3343-345
5. Khurana AK. Retinitis Pigmentosa. In: Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Delhi:
New Age International (P) Ltd; 2007. P.268-269

6. Hamel Christian, 2003. Retinitis Pigmentosa. Perancis: Orphanet


7. Medicastore. Retinitis Pigmentosa Available From :
http://www.medicastore.com [Accesed on 21 Oktober 2011]
8. Sehu KW, R. Lee William. Ophthalmic Pathology: Retinitis Pigmentosa. 1th ed. 2005.
Australia. BMJ. P. 224-225
9. Khaw PT, et all., ABC Of Eyes, Fourth Edition: Retinitis Pigmentosa. 4th ed.2004.
London. BMJ. P. 41.
10. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology : Retinitis Pigmentosa. 7th ed. 2011. Cina.
Elsevier. P. 491-494
11. Telander David G, MD, PhD., Retinitis Pigmentosa. Medscape Available From:
http://www.medscape.com [Accesed on 21 Oktober 2011]
12. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 1-1

Anda mungkin juga menyukai