Muryati 2012C
Muryati 2012C
MATEMATIKA
MAKALAH
diajukan sebagai tugas pengganti UTS mata kuliah Bahasa Indonesia
Oleh
Muryati
NIM 123174062
2012 C
jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Matematika menjadi salah satu ilmu dasar
yang harus dikuasai siswa, karena tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.
Pengembangan sains dan teknologi juga memerlukan peran matematika. Di sisi
lain, Matematika masih menjadi mata pelajaran yang menakutkan dan tidak
disukai sebagian besar siswa. Matematika dianggap momok, ilmu kering,
teoritis, dan penuh rumus yang sulit. Kondisi tersebut diperparah oleh sikap
guru matematika yang killer, monoton, dan terlalu cepat dalam mengajar.
Menurut Pranoto (Masykur dan Fathani, 2008:35), ketakutan siswa pada
matematika disebabkan oleh pola pengajaran yang otoriter. Di samping itu,
disebabkan pula oleh tekanan berlebihan pada hafalan, kecepatan berhitung dan
prestasi individu. Hal itu mengakibatkan minat siswa terhadap matematika
rendah.
Rendahnya
minat
terhadap
matematika
mengakibatkan
prestasi
matematika
siswa
tidak
bermakna.
Mereka
tidak
dapat
terkait
dengan
pembelajaran matematika.
berbagai
aspek yang
melingkupi
proses
dan lambang
pembelajaran
matematika
harus
disesuaikan
dengan
Kebanyakan
persepsi
negatif
tersebut
timbul
karena
otoritas tertinggi terletak pada guru. Penekanan yang berlebihan pada isi dan
materi diajarkan secara terpisah. Materi diberikan dalam bentuk jadi, sehingga
siswa tidak mampu memahaminya dengan baik. Akibatnya, penguasaan siswa
terhadap konsep lemah. Hal tersebut mengakibatkan prestasi matematika siswa
rendah.
Hampir setiap tahun matematika dianggap sebagai batu sandungan bagi
kelulusan sebagian besar siswa. Pengetahuan yang diterima siswa secara pasif
menjadikan matematika tidak bermakna bagi siswa. Menurut Marpaung
(Masykur dan Fathani, 2008:57), paradigma mengajar seperti itu tidak dapat
lagi dipertahankan dalam pembelajaran matematika. Sudah saatnya paradigma
mengajar digantikan dengan paradigma belajar. Paradigma belajar ini sesuai
dengan teori konstruktivisme.
Dalam paradigma belajar, siswa diposisikan sebagai subjek. Guru bukan
pemeran utama melainkan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran.
Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi melainkan proses yang harus
dipikirkan dan dikonstruksi siswa. Sehingga tidak dapat ditransfer kepada
mereka yang menerima secara pasif. Dengan demikian, siswa sendiri yang
harus aktif. Paradigma belajar juga seide dengan RME (Realistic Mathematics
Education). Matematika harus dikreasi, bukan ditemukan sebagai sesuatu yang
sudah jadi. Matematika, menurut Frudenthal (Ibrahim, 2010:46), merupakan
aktivitas manusia dan harus dikaitkan dengan realita. Sejalan dengan
Frudenthal, Gravemeijer (Ibrahim, 2010:46) menyatakan bahwa manusia harus
diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika
dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan
berbagai situasi dan persoalan realistik. Realistik dalam hal ini tidak mengacu
pada realitas tetapi sesuatu yang dapat dibayangkan siswa. Prinsip penemuan
kembali diinspirasi oleh prosedur pemecahan informal, sedangkan proses
penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi.
Paradigma belajar menuntut siswa aktif mengkreasikan kembali
pengetahuan yang ingin dimilikinya. Tugas guru bukan lagi aktif mentransfer
pengetahuan, melainkan menciptakan kondusi belajar yang kondusif. Kondisi
belajar yang dimaksud adalah sesuai materi, representatif, dan realistik bagi
siswa. Sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar yang optimal. Selain
merupakan strategi yang digunakan guru dalam membantu usaha belajar siswa.
Bentuknya berbagai macam , tetapi semuanya bertujuan untuk memastikan
agar siswa mencapai sasaran di luar jangkaunnya.
Dorongan yang diberikan misalnya petunjuk, pemberitahuan kekeliruan,
dan menawarkan alternatif dalam pengerjaan soal. Dorongan yang terpenting
adalah menjaga agar rasa frustasi siswa terhadap tugas dapat terkendalikan.
Dorongan menjadi penanda interaksi sosial antara siswa dan guru. Interaksi
tersebut mendahului terjadinya internalisasi pengetahuan dan keterampilan.
Interaksi juga menjadi alat pembelajaran yang dapat meningkatkan kesempatan
siswa mengalami perkembangan.
Inovasi pembelajaran matematika
memberikan
harapan
dan
memerhatikan siswa secara personal. Tugas guru adalah membantu siswa agar
dapat menyeleaikan tugasnya dengan benar. Siswa yang pandai akan
mendapatkan
sedikit
perhatian.
Sementara
siswa
yang
mendampingi
lemah
siswa
akan
adalah
menumbuhkan keyakinan dalam diri siswa bahwa mereka bisa. Guru harus
meyakinkan bahwa siswa mampu mengerjakan soal. Selain itu guru juga harus
berusaha menghilangkan persepsi siswa bahwa matematika sulit. Penting pula
untuk mengsahakan agar siswa memiliki pengalaman belajar bahwa belajar
matematika mudah dan menyenangkan.
Usaha selanjutnya adalah mengusahakan suasana kelas kondusif. Tata
letak perabot kelas tidak harus diatur secara formal. Sering kita jumpai, ada
siswa yang malas belajar ketika harus duduk tenang dan serius. Menyikapi hal
itu, guru seharusnya memberikan kebebasan kepada siswa. Siswa dapat belajar
dengan duduk di bangku atau di lantai. Jadi semua aktivitas pembelajaran di
kelas tidak harus dilakukan dengan duduk tenang di bangku.
Ada pula siswa yang dalam belajarnya harus mendengarkan musik.
Memang, musik tidak berkaitan langsung dengan matematika. Musik bukan
merupakan alat peraga dalam pembelajaran matematika. Namun, musik
memainkan peran dalam membantu menciptakan kenyamanan belajar di kelas.
Musik hanya merupakan pengiring ketika siswa mengerjakan soal. Sehingga
musik dapat membuat siswa lebih nyaman ketika belajar matematika. Namun,
dalam hal ini, etika dan menghargai teman juga perlu diperhatikan.
Dijumpai pula siswa yang senang ngemil ketika mengerjakan soal.
Menyikapi siswa yang demkian, guru tidak dapat serta-merta melarang siswa
makan di kelas. Pada intinya, apa pun yang dapat membuat siswa nyaman dan
senang belajar matematika sebaiknya guru tidak melarang. Guru harus
memberikan kebebasan bergerak dan berpikir kepada siswa, tentunya tetap
dalam batas kewajaran.
Menyelenggarakan pembelajaran matematika secara nyaman dan
membuat siswa bergairah penting untuk dilakukan. Dengan mempraktikan
strategi pembelajaran yang sesuai diharapkan dapat menumbuhkan minat siswa
terhadap matematika. Sehingga siswa tidak lagi terjangkit fobia matematika.
Siswa menjadi senang belajar matematika. Hal itu akan berdampak pada
penguasaan dan pemahaman materi matematika.
6. Peran Guru dan Orangtua dalam Pembelajaran Matematika
Secara umum, tugas guru matematika diantaranya adalah: pertama,
memberikan materi pelajaran sesuai standart kurikulum; kedua, mengusahakan
agar siswa terlibat penuh dan aktif dalam pembelajaran. Guru harus
mengupayakan agar proses pembelajaran menyenangkan. Oleh karena itu, guru
dituntut untuk berpikir dan bertindak kreatif. Guru harus menciptakan inovasi
dalam pembelajaran matematika. Sehingga pembelajaran matematika menjadi
menarik dan menyenangkan.
Masalah pada tahap pertama adalah menyampaikan materi sesuai
standart kurikulum. Dalam pembelajaran matematika siswa dituntut untuk
aktif. Mereka harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif
membangun pengetahuan baru dari pengetahuan sebelumnya. Menurut
Yaniawati (Masykur dan Fathani, 2008:7879), ada lima tujuan umum
pembelajaran matematika, yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi
(mathematical communication); kedua, belajar untuk bernalar (mathematical
reasoning); ketiga, belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem
solving); keempat, belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections);
dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes
toward mathematics). Semua itu lazim disebut daya matematika (mathematical
power).
Sementara masalah pada tahap kedua adalah menerapkan model
pembelajaran yang efektif. Pada dasarnya atmosfer pembelajaran merupakan
hasil sinergi dari siswa, kompetensi guru, dan fasilitas pembelajaran. Tiga
komponen tersebut bermuara pada area proses dan model pembelajaran. Model
pembelajaran matematika yang efektif memiliki nilai relevansi dengan
pencapain daya matematika. Selain itu, memberikan peluang untuk bangkitnya
kreativitas guru. Pembelajaran matematika efektif juga menarik perhatian
siswa dan berpotensi mengembangkan suasana belajar mandiri. Kemudian
memanfaatkan kemajuan teknologi khususnya teknologi informasi.
matematika.
Sebaiknya
mengindari
sistem
pembelajaran
konsolidasi yang membuat anak menyelesaikan soal dengan cepat dengan satu
metode. Hal itu mengakibatkan kemampuan anak tidak bertambah (Angie
dalam Masykur dan Fathani, 2008:8283).
7. Kesimpulan
Matematika berperan strategis dalam kehidupan. Tetapi matematika
masih dianggap sulit dan menakutkan oleh sebagian besar siswa. Minat siswa
terhadap matematika rendah dan mengakibatkan nilai matematika siswa rendah
pula. Oleh karena itu, langkah awal yang harus dilakukan adalah
menumbuhkan minat siswa terhadap matematika. Untuk menumbuhkan minat
siswa terhadap matematika diperlukan peran berbagai pihak. Orangtua dan
kepada
siswa.
Kemudian
tugas
guru
adalah
menciptakan
pembelajaran matematika yang kreatif dan inovatif. Hal tersebut bertujuan agar
pembelajaran matematika menjadi bermakna sehingga siswa tidak jenuh dan
bosan.
Daftar Rujukan
Ibrahim, M. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Surabaya: Unesa
University Press.
Masykur, Mochamad dan Fathani Abdul Halim. 2008. Mathematical Intelligence.
Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia.
Mulyana, R. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Suriasumantri, J. S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.