SINDROM NEFROTIK
Pembimbing :
dr. Ava Lanny Kawilarang, SpA
Disusun Oleh:
Lydia Alexandra Latumahina
1061050073
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Tanggal Lahir
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pendidkan
Alamat
: An. A
: 06 Oktober 2009
: 5 tahun
: Laki - laki
: Islam
:: Kamp. Cipayung
Ibu
Ny. N H
24-11-1973
Perempuan
Jawa
Islam
SMP
IRT
Kamp. Cipayung
-
B. ANAMNESIS
Didapatkan keterangan dari ibu pasien (aloanamnesis).
Pada hari Senin, tanggal 16 Oktober 2014. Jam 12.50 WIB
Keluhan Utama
: Bengkak
Keluhan Tambahan
: Demam, urine sedikit
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan bengkak seluruh tubuh. Bengkak yang dirasakan
timbul sejak 1 bulan yang lalu. Awal mula bengkak timbul di sekitar mata, kemudian
makin hari bengkak timbul di wajah, tangan, kaki, dan di seluruh tubuh. Pasien
mengalami demam sekitar 1 minggu sebelum bengkak timbul. Demam yang
dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluh bahwa BAK-nya menjadi sedikit sejak
1 minggu yang lalu. Warna urinenya tidak seperti cucian daging. Selama pasien
mengalami keluhan bengkak seperti ini, pasien tidak mengalami sesak nafas, mual,
muntah, dan batuk. Nafsu makan pasien baik. BAB tidak ada keluhan. Alergi
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien belum pernah
dirawat di Rumah Sakit.
Penyakit
Keterangan
Penyakit
Keterangan
Faringitis/Tonsilitis
Disangkal
Enteritis
Disangkal
Pneumonia
Disangkal
Disentri basiler
Disangkal
Bronkhitis
Disangkal
Disentri Amubiasis
Disangkal
Morbili
Disangkal
Typhus Abdominalis
Disangkal
Kejang
Disangkal
Cacing
Disangkal
Varicella
Disangkal
Operasi
Disangkal
Difteri
Disangkal
Gegar Otak
Disangkal
Malaria
Disangkal
Fraktur
Disangkal
Polio
Disangkal
Refraksi Obat
Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Nenek pasien pernah mengalami keluhan bengkak seperti ini, dan dinyatakan
mengalami penyakit hepatitis.
Riwayat Kelahiran
Lahir cukup bulan dengan cara spontan ditolong oleh paraji. Orang tua pasien lupa
BBL dan PBL pasien, namun ibu pasien berkata bahwa pasien langsung menangis
setelah lahir. Tidak ada kelainan bawaan.
Perawatan Postnatal : Periksa di bidan dan keadaan anak sehat
Riwayat Makan
0-1 tahun
Umur/bulan
ASI/PASI
Buah/Buskuit
Bubur Susu
Nasi Tim
0-2
2-4
4-6
ASI ad libitum
ASI ad libitum
ASI ad libitum
Buah 1x/hari
6-8
ASI ad libitum
8-10
ASI ad libitum
10-12
ASI ad libitum
Saat ini
Jenis Makanan
Nasi / pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu
Buah
Bubur susu
2x/hari -Bubur susu
1x/hari
1x/hari
Bubur susu
1x/hari
1x/hari
Bubur
1-3x/hari
susu/hari
Duduk
: 7 bulan
Gigi pertama
: 6 bulan
Berdiri
: 8 bulan
Berjalan
: 11 bulan
Berbicara
: 20 bulan
Membaca
: 2 tahun
Menulis
: 2 tahun
Ayah
1
25
Tidak ada
Sehat
Hidup
Hidup
Hidup
Lahir Mati
-
Ibu
1
24
Tidak ada
Sehat
Abortus
-
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 16 Oktober 2014
Jam : pkl 12.50 WIB
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda Vital
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi pernafasan
Suhu (axilla)
Data Antopometri
- Berat Badan
-
Tinggi Badan
Mati
-
keterangan
Pasien
Sehat
: 0,75m2
LPT
Pemeriksaan Sistem
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
- Bibir
: Tidak kering
Mukosa
: Basah
Lidah
: Tidak kotor
Tonsil
Leher
Thorax
- Inspeksi
: Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi
suprasternal (-), retraksi intrakostal (-), retraksi epigastrium
(-), ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi
: Gerakan nafas teraba simetris saat inspirasi
dan ekspirasi, ictus cordis teraba di ICS IV linea
midclavikularis sinistra
-
Perkusi
Auskultasi
Batas-batas jantung:
Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kanan: ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
: Bunyi nafas bronkhial, ronkhi -/-, wheezing -/Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Tulang belakang
Anggota gerak
Kulit
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
LED
: 11,8 g/dl
: 16700 /ul
: 573000 /ul
: 34,5 %
: 92 mm/jam
Ureum
: 27 mg/dl
Creatinin
: 0,5 mg/dl
Kolesterol total : 582 md/dl
Albumin
: 1,7 g/dl
Elektrolit:
Na
K
CL
: 155 mmol/L
: 3,8 mmol/L
: 80 mmol/L
D. DIAGNOSA KERJA
Sindroma nefrotik
Infeksi saluran kemih
- E. DIAGNOSA BANDING
- Glomerulonefritis akut
- F.ANJURAN PEMERIKSAAN
- Protein dalam urine 24 jam dengan metode Esbach
- G. PENATALAKSANAAN
- Diet: Protein normal 40 gram/hari, rendah garam 20 gram/hari
- IVFD : D5% 500 ml / 24 jam
- Mm/
- Lasix 2 x 20 mg (IV)
- Prednisone 3 x 3 tab
- Cefoperazone sulbactam 2 x 500 mg
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai
pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala - gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
massif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg
atau dipstik 2+), hipoalbuminemia 2,5 g/dL, edema, dan dapat disertai
hiperkolesterolemia.
II. Epidemiologi
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat
dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar
12 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di
Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.
Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.
III. Klasifikasi
- I. Berdasarkan etiologi
1. Sindrom nefrotik bawaan
-Diturunkan sebagai resesif automosal atau karena reaksi maternofetal. Resisten
terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada neonatus. Prognosis buruk dan
biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder.
Disebut sindrom nefrotik sekunder apabila penyakit dasarnya adalah
penyakit sistemik karena obat - obatan, alergen, toksin, dan lain - lain. Disebabkan oleh :
a. Malaria kuartana atau parasit lain.
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis.
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah racun otak, air raksa.
e. Amiloidosis,
penyakit
sickle
sel,
hiperprolinemia,
nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik atau primer
Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik. Penyakit ini
ditemukan pada 90% kasus anak. Berdasarkan gejala klinis SN primer:
a. Kongenital
Bentuk kongenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Pada
umumnya kasus-kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang
diturunkan secara resesif autosom
b. Responsif steroid
- Kelompok responsive steroid sebagian besar terdiri atas anak-anak dengan
sindrom nefrotik kelainan minimal
c. Resisten streroid
- Kelompok resisten steroid terdiri atas anak-anak dengan kelainan
glomerulus lain
- II. Berdasarkan kelainan patologis
SN dilakukan biopsi ginjal maka dibagi menjadi :
1. Penyakit perubahan minimal ( nefrosis lemak)
- Ditandai secara khas oleh glomeruli yang tampaknya normal dibawah mikroskop
cahaya, tetapi tampak adanya kehilangan difus epitel tajuk kaki apabila diteropong
dengan mikroskop elektron.
2. Glomerulonefritis membranosa ( Nefropati membranosa )
- Penyakit progresif lambat pada dewasa muda dan usia pertengahan ini ditandai
secara morfologi khas dengan kelainan berbatas jelas pada membrana basalis
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal.
-
IV. Patofisiologi
- Reaksi antigen antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus
meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin
lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom
nefrotik seperti sembab, hiperliproproteinemia dan lipiduria.
- Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :
1. Proteinuria (albuminuria)
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang
dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang
endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut
menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler
glomerulus. Terdapat peningkatan permeabilitas membran basalis kapiler - kapiler glomeruli,
disertai peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria (albuminuria).
2. Hipoalbuminemia
Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati ruangan
ekstravaskular. Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan
sejumlah protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari hepar untuk
meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam
ruangan ekstravaskular dan intravaskular. Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar,
selalu terdapat hipoalbuminemia pada setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini
mungkin disebabkan beberapa factor :
- Kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (proteinuria) dan usus (protein
losing enteropathy)
- Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu makan menurun dan
mual
- Bila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin menurun,
dan terjadi hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh hipovolemia yang
mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi oligouric acute renal
failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi natrium Na + dari glomerulus
(glomerular sodium filtration) tetapi keadaan hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk
mencegah resorpsi natrium Na+ ke dalam kapiler - kapiler peritubular. Resorpsi natrium Na +
secara pasif sepanjang Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl - secara aktif sebagai
akibat rangsangan dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air yang berhubungan
dengan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi bila sindroma nefrotik ini
telah memperlihatkan tanda - tanda aldosteronisme sekunder.
3. Edema
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler -kapiler
glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan ke jaringan interstisial, dan menyebabkan
edema. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume plasma dan
hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi natrium dan air. Proteinuria menyebabkan
hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya
terjadi edema.
Mekanisme edema dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :
a. Jalur langsung atau direk
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan
difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan edema
b. Jalur tidak langsung atau indirek
Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan
penurunan volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:
- Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron
Kenaikan konsentrasi hormon aldosteron akan mempengaruhi sel sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium
menurun.
- Kenaikan aktivasi saraf simpatis dan konsentrasi katekolamin
Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin,
menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan
tahanan vaskuler renal ini dapat diperberat oleh sistem renin-angiotensin.
- V. Gejala Klinis
Manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak
dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat sehingga keluarga
mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten;
biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang
rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi
menyeluruh dan masif (anasarka). Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila
I.
II.
-
III.
ditekan (pitting edema). Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM
dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena
proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM. Gangguan
gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering
dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus. Hepatomegali
disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa
pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang
sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan
menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi
berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat
menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya distensi abdomen
baik disertai efusi pleura atau tidak disertai efusi pleura, maka fungsi pernapasan sering
terganggu, bahkan kadang - kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian infus albumin dan diuretik.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
2
mg/m /jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien
SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe
yang lain. Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5
g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya,
berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL
meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 13 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik. Fungsi ginjal tetap
normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang
tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari
tipe histologik yang bukan SNKM.
- 1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang mengarah
kepada infeksi saluran kemih.
- 2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin
pada urin pertama pagi hari
- 3. Pemeriksaan darah
- Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematokrit, LED)
- Albumin dan kolesterol serum
- Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
-Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik 1.4
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti dsDNA
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai
hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin
terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi
ginjal.
- VII. Komplikasi
Syok akibat sepsis, emboli atau hipovolemia
Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas
Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptoccocus, Stafilococcus
Hambatan pertumbuhan
Gagal ginjal akut atau kronik
Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan emosi
dan perilaku
- VIII. Penatalaksanaan
- Tatalaksana Umum
- Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah
sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua. Sebelum
pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan - pemeriksaan berikut:
Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai. Melakukan
uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis. INH selama 6 bulan bersama
steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).
- Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik:
Remisi
- Proteinuria negatif atau trace
(proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam)
3 hari berturut-turut dalam 1
minggu
Relaps
- Proteinuria 2+ (proteinuria >40
mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturutturut dalam 1 minggu
Relaps jarang
- Relaps kurang dari 2 x dalam 6
bulan pertama setelah respons
awal atau kurang dari 4 x per
tahun pengamatan
Relaps sering (frequent relaps)
- Relaps 2 x dalam 6 bulan
pertama setelah respons awal atau
4 x dalam periode 1 tahun
Dependen steroid
- Relaps 2 x berurutan pada saat
dosis
steroid
diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari
setelah pengobatan dihentikan
- Tidak terjadi remisi pada
Resisten steroid
pengobatan
prednison
dosis
penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari
selama 4 minggu.
- Sensitif steroid.
- Remisi terjadi pada pemberian
prednisone dosis penuh selama 4
minggu
- Diitetik
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena
akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein akan
terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak.
Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily
allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan
selama anak menderita edema.
-
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan
loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum
pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian
diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium
darah. Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 2025% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial
dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak
mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10
tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila
diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan
pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga
mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang. Bila pasien tidak
mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10
tetes per menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila
diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan
pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga
mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.
Imunisasi
A. TERAPI INSIAL
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa
kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalahdiberikan prednison 60 mg/m2
LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk
menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat
badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4
minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua
dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating
(selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid
dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
B. PENGOBATAN SN RELAPS
Pengobatan SN relaps diberikan prednison dosis penuh sampai remisi
(maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien
SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ++ tetapi tanpa edema, sebelum
pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas.
Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria
menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan
proteinuria ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison
mulai diberikan.
C.PENGOBATAN SN RELAPS SERING ATAU DEPENDEN STEROID
Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid:
3. Sitostatika
- Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah
siklofosfamid (CPA) atau klorambusil. Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan
dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal, maupun secara intravena atau puls. CPA
puls diberikan dengan dosis 500 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan
NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan
interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan). Efek samping CPA
adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia,
dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu
pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap
1-2 x seminggu. Bila jumlah leukosit <3000/uL, hemoglobin <8 g/dL, hitung trombosit
<100.000/uL, obat dihentikan sementara dan diteruskan kembali setelah leukosit
>5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL.
- Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif
mencapai 200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai dosis total
180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak. Klorambusil diberikan dengan dosis 0,2
0,3 mg/kgbb/hari selama 8 minggu. Pengobatan klorambusil pada SNSS sangat terbatas
karena efek toksik berupa kejang dan infeksi.
-
4. Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau
sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari (100150 mg/m2 LPB).15 Dosis tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin darah
berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada SN relaps sering atau dependen steroid, CyA dapat
menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid dapat dikurangi
atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan relaps kembali (dependen
siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian CyA dapat dilihat pada bagian
penjelasan SN resisten steroid.
5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)
- Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik
dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 1200 mg/m2 LPB atau 25-30
mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.16 Efek
samping MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.
-
dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau menjadi dependen steroid
kembali, dapat diberikan siklosporin.
2. Siklosporin (CyA)
- Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total
sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%. Efek samping CyA adalah
hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi gingiva, dan juga bersifat nefrotoksik
yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap:
2. TROMBOSIS
Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan
bukti defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti terdapat trombosis
pembuluh vaskular paru yang asimtomatik. Bila diagnosis trombosis telah ditegakkan
dengan pemeriksaan fisis dan radiologis, diberikan heparin secara subkutan, dilanjutkan
dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih. Pencegahan tromboemboli dengan pemberian
aspirin dosis rendah, saat ini tidak dianjurkan.
3. HIPERLIPIDEMIA
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan VLDL kolesterol,
trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan kolesterol HDL menurun atau normal.
Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik, sehingga meningkatkan morbiditas
kardiovaskular dan progresivitas glomerulosklerosis. Pada SN sensitif steroid, karena
peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara dan tidak memberikan implikasi jangka
panjang, maka cukup dengan pengurangan diit lemak. Pada SN resisten steroid,
dianjurkan untuk mempertahankan berat badan normal untuk tinggi badannya, dan diit
rendah lemak jenuh. Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti inhibitor
HMgCoA reduktase (statin).
4. HIPOKALSEMIA
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena:
6. HIPERTENSI
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan penyakit SN
akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE
(angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensin receptor blocker) calcium channel
blockers, atau antagonis adrenergik, sampai tekanan darah di bawah persentil 90.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan,
segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari
Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan
2. Perbaiki keadaan umum penderita
- C.Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali
dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu
- 2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison
dihentikan.
a. Sindrom nefrotik kambuh sering
Sindrom nefrotik kambuh sering merupakan sindrom nefrotik yang kambuh > 2
kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis
prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,
kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1
minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison
dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid
dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien
tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat
indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
- IX. Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan - keadaan sebagai berikut :
Menderita untuk pertama kalinya pada umur <2 tahun atau >6 tahun.
Jenis kelamin laki-laki.
Disertai oleh hipertensi.
Disertai hematuria
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
- BAB III
- PEMBAHASAN
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala
proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin
pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik 2+), hipoalbuminemia < 2,5 g/dL, edema,
dan dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL. Pada sindroma nefrotik terjadi
proteinuria akibat peningkatan permeabilitas membran glomerulus. Sebagian besar
protein dalam urin adalah albumin sehingga terjadi hipoalbuminemia. Akibatnya tekanan
osmotik di plasma menurun menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang
berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan sirkulasi
volume darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan
edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di
hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah.
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan, pasien mengeluh bengkak di
seluruh tubuh. Awal mula bengkak timbul di sekitar mata, kemudian makin hari bengkak
timbul di wajah, tangan, kaki, dan di seluruh tubuh. Urine menjadi sedikit sejak 1 minggu
yang lalu. Warna tidak seperti cucian daging. Selama pasien mengalami keluhan bengkak
seperti ini, pasien tidak mengalami sesak nafas, mual, muntah, dan batuk. Nafsu makan
pasien baik. BAB tidak ada keluhan. Alergi disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya edema anasarka. Pemeriksaan abdomen, hepar dan lien sulit dinilai, karena
terdapat ascites. Pemeriksaan thoraks dalam batas normal. Karena pada pemeriksaan fisik
belum dapat ditegakkan diagnosis dengan pasti, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil proteinuria dan protein total serum 4,3
g/dl, hipoalbuminemia dengan albumin 1,7 g/dl, serta hiperkolesterol dengan kolesterol
total 582 mg/dl. Kadar ureum dan kreatinin dalam batas normal dengan ureum
27
mg/dl, dan kreatinin 0,5 mg/dl. Diagnosa dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium
mengarah ke sindrome nefrotik. Sebab gejala klinis dari hasil pemeriksaan fisik dan
laboratorium mengacu kepada gejala pada penyakit sindroma nefrotik. Di antaranya pada
sindroma nefrotik menunjukkan gejala klinis seperti hipoalbuminemia, hiperlipidemia,
proteinuria, edema, volume plasma meningkat. Sementara, pada penderita sindroma
nefrotik, kadar ureum, dan kreatinin tetap di dalam batas normal.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien, yaitu:
- Pasien dianjurkan untuk tirah baring
- Pada pasien ini diberikan diuretik Furosemide (Lasix) 2 x 20 mg. Pada anak-anak,
digunakan dosis 1-2 mg/kgBB, maksimal 40 mg. Pasien mengalami ascites,
sehingga cairan akan mendorong atau mendesak diafragma, dan timbul sesak.
Berhati-hati dalam pemberian diuretik, karena adanya proteinuria berat dapat
menyebabkan gagal ginjal atau hipovolemik
belum mencapai remisi, yaitu terdapat proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4
mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
- KESIMPULAN
-
Berdasarkan gejala - gejala klinis yang didapat dari pasien, maka dapat
disimpulkan pasien mengalami sindrom nefrotik. Pasien disimpulkan menderita sindroma
nefrotik berdasarkan ditemukannya protein dalam urin yang dapat menjadi indikasi ginjal
mengalami sindroma nefrotik. Protein dalam darah ikut terbuang dalam urin, sehingga
menyebabkan protein plasma darah menurun, atau hipoalbuminemia dinamakan retensi
air dan Na oleh sistem renin-angiotensin menyebabkan pasien mengalami edema di
seluruh tubuh atau edema anasrka. Hal pertama yang harus dilakukan adalah memberikan
terapi untuk mengatasi sindroma nefrotik yang menjadi penyebab masalah kesehatan lain
dalam tubuh pasien dengan cara perbaikan nutrisi, pemberian kortikosteroid, pencegahan
infeksi dan berhati-hati dalam pemberian diuretik.
-
FOLLOW UP
-
S/
Bengkak seluruh tubuh, demam (-), mual (-), muntah (-), sesak nafas (-)
O/
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi pernafasa
Suhu (axilla)
Mata
Cor dan pulmo
Abdomen
Ekstremitas
FOLLOW UP
-
S/
Bengkak seluruh tubuh (+), BAK sedikit, demam (-), sesak nafas (-)
O/
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi pernafasa
Suhu (axilla)
Mata
Cor dan pulmo
Abdomen
Ekstremitas
: 1,3 g/dl
: Kuning muda
: Agak keruh
:6
: 1.030
Albumin
Keton
Sedimen
Eritrosit
Leukosit
Epitel
: Positif 2
: Positif
: 1-2 / lpb
: 8-10 / lpb
: Positif
A/
Sindrom nefrotik, infeksi saluran kemih
P/
Diet : Protein normal 40 gram/hari, rendah garam 20 gram / hari
IVFD : Ka-En IB 500 ml / 24 jam
Mm/
Prednisone 3 x 3 tab
Cefoperazone sulbactam 2 x 500 mg
Transfusi albumin 20% atau 50 cc/3 jam
FOLLOW UP
-
S/
Bengkak seluruh tubuh (+), BAK mulai banyak, demam (-), sesak nafas (-)
O/
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi pernafasa
Suhu (axilla)
Mata
Cor dan pulmo
Abdomen
Ekstremitas
A/
Sindrom nefrotik, infeksi saluran kemih
P/
Diet : Protein normal 40 gram/hari, rendah garam 20 gram / hari
IVFD : Ka-En IB 500 ml / 24 jam
Mm/
Prednisone 3 x 3 tab
FOLLOW UP
-
S/
Bengkak seluruh tubuh (+), BAK sering, demam (-), sesak nafas (-)
O/
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi pernafasan
Suhu (axilla)
Mata
Cor dan pulmo
Abdomen
Ekstremitas
: Kuning
: Keruh
: 7,0
: 1.020
: Positif 2
: 0,2
Darah
Sedimen
Eritrosit
Leukosit
Epitel
Silinder
: Positif 1
: 2-4 / lpb
: 5-7 / lpb
: Positif
: Bergranula 2-3
A/
Sindrom nefrotik, dan infeksi saluran kemih
P/
Diet: Protein normal 40 gram/hari, rendah garam 20 gr/hari
IVFD : Ka-En IB 500 ml / 24 jam
Mm/
Prednisone 3 x 3 tab
Cefoperazone sulbactam 2x500 mg
DAFTAR PUSTAKA
-