Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon
Respon diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud
balik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan,
suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu. Selain itu
menurut Daryl Beum respon juga diartikan sebagai tingkahlaku balas atau sikap
yang menjadi tingkahlaku atau adu kuat. Respon pada hakekatnya merupakan
tingkahlaku balas atau juga sikap yang menjadi tingkah laku balik, yang juga
merupakan proses pengorganisasian rangsang dimana rangsangan-rangsangan
proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi
fenomenal dari rangsangan-rangsangan proksimal tersebut (Adi, 1994:105).
Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap
merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku dalam
menghadapi suatu rangsangan tertentu. Melihat sikap seseorang atau sekelompok
orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap
kondisi

tersebut.

Menurut

Louis

Thursone,

respon

merupakan

jumlah

kecenderungan dan perasaan, kecurigaan dan prasangka, pra pemahaman yang


mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang
khusus. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara pengungkapan sikap
dapat melalui:

Universitas Sumatera Utara

1. Pengaruh atau penolakan.


2. Penilaian.
3. Suka atau tidak suka.
4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi.
Perubahan

sikap

dapat

menggambarkan

respon

seseorang

atau

sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan.


Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati dan
mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon positif dilihat
dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang mempunyai
respon negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu subjek
tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci objek
tertentu. Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon, yaitu:
1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan
fisik.
2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat,
misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu.
Menurut Hunt (1962) orang dewasa mempunyai sejumlah unit untuk
memproses informasi-informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untuk menangani
representasi fenomenal dari keadaan di luar yang ada dalam diri individu.
Lingkungan internal ini dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwaperistiwa yang terjadi di luar. Proses yang berlangsung secara rutin inilah yang
disebut Hunt sebagai suatu Respon (Adi, 1994:109).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Narapidana
2.2.1 Pengertian Narapidana Wanita
Kehidupan narapidana adalah suatu pola kegiatan atau aktifitas yang
dilakukan oleh narapidana dan dikelompokkan pada suatu tempat yang tidak
bebas sifatnya (geraknya) guna mempertanggungjawabkan perbuatannya serta
mengarahkannya kepada perbuatan yang benar menurut hukum dan agama agar
mereka dapat bertobat bila sudah bebas nanti. Narapidana wanita yang dibina
dalam lembaga pemasyarakatan disebut warga binaan pemasyarakatan atau klien
pemasyarakatan. Narapidana atau warga binaan adalah terpidana yang menjalani
pidana di LAPAS, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Seseorang yang dipenjara berarti telah terbukti melakukan pelanggaran,
yang tentu saja tidak disukai dan ditentang oleh masyarakat. Masyarakat pun pada
akhirnya mendiskreditkan atau menurunkan status seorang narapidana dari
seseorang yang seutuhnya menjadi seseorang yang tercemar dan diabaikan karena
perbuatan yang pernah dilakukan oleh para terpidana.
Wanita sebagai pelaku kejahatan dianggap telah melanggar norma ganda oleh
masyarakat, yaitu norma hukum dan norma konvensional tentang bagaimana
seharusnya wanita berperilaku dan bersikap.
Bagi narapidana wanita harus mampu melakukan penyesuaian diri yang
dilakukan secara seimbang baik dalam penyesuaian secara pribadi dan sosial.
Bahwa narapidana wanita mampu menerima dirinya dan menerima orang lain,

Universitas Sumatera Utara

melakukan kerjasama, beraktivitas serta membina komunikasi sehingga mereka


mampu menyikapi diri dalam situasi dan kondisi yang selalu berubah di
lingkungan LP. Narapidana wanita tersebut tidak mengalami kesulitan yang
mendasar, akan tetapi terdapat permasalahan dalam penyesuaian diri terhadap
peraturan yang diberlakukan. Peran keluarga dan lingkungan sosial mampu
memberikan motivasi bagi narapidana untuk dapat menyesuaikan diri.
2.2.2 Hak Dan Kewajiban Narapidana
Dalam suatu proses peradilan pidana, narapidana masih mempunyai
beberapa hak yaitu:
1. Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi
sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan ide mengenai pemasyarakatan.
2. Hak

untuk

mendapatkan

perlindungan

terhadap

tindakan

yang

merugikan/menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja.


3. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang keluarga sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 14 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Lembaga
Pemasyarakatan adalah:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.
b. Mendapat perawatan jasmani maupun rohani.
c. Mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
e. Menyampaikan keluhan.
f.

Mendapatkan bahan bacaan dan media.

Universitas Sumatera Utara

g. Menerima kunjungan keluarga.


h. Mendapat pengurangan masa menjalani pidana (remisi).
i.

Berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.

j.

Mendapat pembebasan bersyarat.

k. Mendapat cuti menjelang bebas.


l.

Mendapat kewajiban mengikuti program pembinaan.

m. Mendapatkan jaminan keselamatan dan ketertiban.


Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh narapidana, yaitu bahwa setiap
narapidana pemasyarakatan wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan
agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Kewajiban narapidana
ditetapkan pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Pasal 15 yaitu:
1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan
tertentu.
2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

2.3 Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)


2.3.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah tempat untuk melaksanakan
pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan (Undang-Undang Nomor
12 Pasal 1 butir 3 Tahun 1995). Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu

Universitas Sumatera Utara

pranata masyarakat, sebagai tempat untuk mendidik para narapidana agar dapat
meluluhkan kembali kesadaran mereka dalam bermasyarakat, untuk memperbaiki
martabat dan harga diri mereka ditengah-tengah masyarakatnya. Lembaga
Pemasyarakatan adalah sebagai wadah pembinaan untuk melenyapkan sifat-sifat
jahat melalui pendidikan (Panjaitan, Petrus, 1995:10).
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan terhadap
narapidana berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang
merupakan bagian akhir dalam tata peradilan pidana. Lembaga pemasyarakatan
yang berkembang sekarang ini menganut sistem pemasyarakatan yaitu suatu
tatanan arah dan batas serta cara pembinaan terhadap narapidana berdasarkan
pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas narapidana agar menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertanggung jawab.
2.3.2 Petugas Pemasyarakatan
Kewajiban untuk mengeluarkan narapidana dari lembaga untuk kembali ke
masyarakat tidak kalah pentingnya daripada tugas untuk memasukkan narapidana
ke dalam lembaga. Berhasilnya tugas untuk mengeluarkan dan mengembalikan
narapidana menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat terhadap hukum,
digantungkan kepada petugas-petugas negara yang diserahi tugas menjalankan
sistem pemasyarakatan.

Universitas Sumatera Utara

Adapun petugas pemasyarakatan yang memiliki mental yang baik dan


sehat ditunjukan dalam 5 aspek, yaitu:
1. Berpikir realitas.
2. Mempunyai kesadaran diri.
3. Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain.
4. Mempunyai visi dan misi yang jelas.
5. Mampu mengendalikan emosi.
Berdasarkan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan berikut ini adalah
sepuluh kewajiban petugas pemasyarakatan:
1. Menjunjung tinggi hak-hak warga binaan pemasyarakatan.
2. Bersikap belas kasih dan tidak sekali-kali menyakiti warga binaan
pemasyarakatan.
3. Berlaku adil terhadap warga binaan pemasyarakatan.
4. Menjaga rahasia pribadi warga binaan pemasyarakatan.
5. Memperhatikan keluhan warga binaan pemasyarakatan.
6. Menjaga rasa keadilan masyarakat.
7. Menjaga kehormatan diri dan menjadi teladan dalam sikap dan prilaku.
8. Waspada dan peka terhadap kemungkinan adanya ancaman dan gangguan
keamanan.
9. Bersikap sopan tetapi tegas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
10. Menjaga keseimbangan antara kepentingan pembinaan dan keamanan.

Universitas Sumatera Utara

Petugas lembaga pemasyarakatan harus memiliki pengetahuan yang


mendalam tentang seluk-beluk sistem pemasyarakatan dan terus menerus
meningkatkan kemampuan, dalam menghadapi perangai narapidana. Petugaspetugas yang dimaksudkan dalam uraian dimuka melakukan peranan sesuai
dengan kewenangannya yang ditunjuk oleh peraturan, dan berusaha menciptakan
bentuk kerjasama yang baik untuk membantu menyelenggarakan proses
pemasyarakatan sedemikian rupa dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan.

2.4 Sistem Pemasyarakatan


2.4.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan
Sistem pemasyarakatan yang berlaku dewasa ini yaitu secara konseptual
dan historis. Sangat berbeda dengan apa yang berlaku dalam sistem kepenjaraan.
Pembinaan narapidana menurut sistem kepenjaraan terkesan sebagai lembaga
pembalasan atas kejahatan yang dilakukan oleh sipelaku, sedangkan dalam sistem
pemasyarakatan azas yang dianut menempatkan narapidana sebagai subjek yang
dipandang sebagai pribadi dan warga negara, serta dihadapi bukan dengan latar
belakang pembalasan melainkan dengan pembinaan terarah yang kedepannya
dapat menyadarkan sipelaku kejahatan.
Dalam Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan
ditegaskan bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan narapidana agar
dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan
kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

menunjukan bahwa sistem pemasyarakatan sebagai pelembagaan respon


masyarakat terhadap perlakuan pelanggar hukum pada hakekatnya merupakan
pola pembinaan yang berorientasi pada masyarakat. Peran serta masyarakat harus
dipandang sebagai suatu aspek integral dari kegiatan pembinaan.
Sahardjo merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya
perbaikkan perlakuan bagi narapidana yang hidup dibalik tembok penjara, yaitu:
Orang yang telah tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya
bekal hidup sebagai warga negara, dari pengayoman itu nyata bahwa
menjatuhkan pidana bukanlah tindakkan balas dendam dari negara,
tobat tidak akan dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan
pembinaan, terpidana juga tidak dijatuhi pidana siksaan, melainkan
terpidana

kehilangan

kemerdekaan,

negara

telah

mengambil

kemerdekaan seseorang dan pada waktunya akan mengembalikan orang


itu kedalam masyarakat (Harsono, 1995:1).
Pada tanggal 15 juli 1963, pada penganugerahan gelar Doctor Hounouris
Causa dalam ilmu hukum, Sahardjo dalam pidatonya menyatakan:
a. Tujuan dari pidana penjara disamping menimbulkan rasa derita
akibat

dihilangkannya

kemerdekaan

bergerak,

membimbing

terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota


masyarakat sosialis Indonesia yang berguna.
b. Tujuan dari pidana penjara adalah pemasyarakatan (Muladi,
1992:104).

Universitas Sumatera Utara

Dalam Konperensi Dinas Pemasyarakatan yang pertama kali pada tanggal


27 april 1964 pokok-pokok pikiran Sahardjo tersebut pada akhirnya dijabarkan
dan dirumuskan sebagai sistem pembinaan narapidana sebagai berikut:
1. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan diberikan kepadanya bekal hidup
sebagai warga yang baik, yakni masyarakat Indonesia yang menuju ke tata
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Bekal hidup tidak
hanya berupa finansiil dan materiil, tetapi yang juga lebih adalah mental, fisik,
keahlian, keterampilan, hingga orang mempunyai kemauan dan kemampuan
yang potensiil dan efektif untuk menjadi warga yang baik, tidak melanggar
hukum dan berguna dalam pembangunan negara.
2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. Terhadap
narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara
perawatan atau penempatan. Derita yang dihilangkan hanya kemerdekaannya.
3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan.
Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma
kehidupan, serta diberi kesempatan untuk merenungkan perbuatannya yang
lampau. Narapidana dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk
menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.
4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk/lebih jahat daripada
sebelum ia masuk lembaga. Karena itu harus diadakan pemisahan antara:
a. Yang residivis dan yang bukan.
b. Yang telah melakukan tindak pidana yang berat dan yang ringan.

Universitas Sumatera Utara

c. Macam tindak pidana yang dibuat.


d. Sudah tua (40 tahun keatas), dewasa (25-40 tahun), remaja (18-25 tahun).
e. Orang terpidana dan orang tahanan.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus diperkenalkan
dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan daripadanya. Pada waktu
mereka menjalani pidana hilang kemerdekaan adalah identik dengan
pengasingan dari masyarakat. Kini menurut sistem pemasyarakatan mereka
tidak boleh diasingkan dari masyarakat dalam arti secara kultural. Secara
bertahap mereka akan dibimbing di tengah-tengah masyarakat yang
merupakan kebutuhan dalam proses pemasyarakatan.
6. Pekerjaan diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu,
atau hanya diperuntukan kepentingan Jawatan atau kepentingan Negara
sewaktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus suatu pekerjaan di masyarakat
yang ditujukan kepada pembangunan nasional, karena harus ada integrasi
pekerjaan narapidana dengan pembangunan.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan pancasila. Pendidikan dan
bimbingan harus berisikan asas yang tercantum didalam pancasila, kepada
narapidana harus diberi kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan
ibadahnya, ditanamkan jiwa kegotong-royongan, toleransi, kekeluargaan,
bermusyawarah untuk bermufakat positif. Narapidana harus dimanfaatkan
untuk kegiatan demi kepentingan-kepentingan bersama dan umum.

Universitas Sumatera Utara

8. Tiap manusia harus diperlakukan sebagai layaknya manusia, meskipun telah


tersesat. Tidak boleh selalu ditunjukan kepada narapidana bahwa ia itu adalah
penjahat. Ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlukan sebagai
manusia. Sehubungan dengan itu petugas pemasyarakatan tidak boleh bersikap
maupun memakai kata-kata yang dapat menyinggung perasaannya.
9. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan. Perlu diusahakan
agar narapidana mendapat mata pencaharian untuk keluarga dengan jalan
menyediakan/memberikan pekerjaan upah. Bagi pemuda dan anak-anak
disediakan lembaga pendidikan yang diperlukan, ataupun diberi kesempatan
kemungkinan mendapatkan pendidikan diluar lembaga.
10. Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan yang baru yang sesuai
dengan kebutuhan pelaksanaan program pembinaan dan memindahkan
lembaga-lembaga yang berada di tengah-tengah kota ke tempat-tempat yang
sesuai dengan kebutuhan proses pemasyarakatan.
Sistem yang baru ini kemudian dikenal dengan nama Sistem
Pemasyarakatan yang juga merupakan tujuan dari pidana penjara. Di dalam
pelaksanaannya jauh berbeda dengan sistem kepenjaraan karena dalam sistem
pemasyarakatan narapidana hanya dibatasi bergeraknya saja sedangkan hak-hak
kemanusiaannya tetap dihargai. Maka dengan itu dapat diuraikan bahwa usaha
pergantian dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan yang dikenal
adalah suatu pembinaan narapidana yang didasarkan Pancasila sebagai falsafah

Universitas Sumatera Utara

Bangsa Indonesia dan memandang narapidana sebagai makhluk Tuhan, sebagai


individu dan sekaligus sebagai anggota masyarakat.
Didasarkan atas pertimbangan sistem kepenjaraan sudah tidak sesuai lagi
dengan kepribadian bangsa Indonesia yang di dalam kehidupan sehari-hari selalu
berpedoman dan berlandaskan kepada falsafah Pancasila. Sistem pemasyarakatan
2.4.2 Pembinaan dalam Sistem Pemasyarakatan
Pemasyarakatan adalah sebuah proses therapoutie yaitu proses
pembinaan yang bertujuan membina warga binaan yang sementara tersesat
hidupnya karena kelemahan-kelemahan yang dimilikinya. Narapidana yang dibina
harus bisa dikembangkan rasa tanggung jawabnya untuk menyesuaikan diri
dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat agar selanjutnya
berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi.
Untuk mencapai hal ini maka dilakukanlah pembinaan secara kelompok dan
perorangan.
Bimbingan sosial kelompok bertujuan untuk meningkatkan fungsionalitas
sosial individu-individu melalui pengalaman-pengalaman kelompok yang disusun
secara sadar dan bertujuan. Kelompok digunakan sebagai target kegiatan-kegiatan
interventifnya

untuk

memenuhi

kebutuhan-kebutuhan

individu,

karena

pertimbangan bahwa penggunaan kelompok merupakan mekanisme yang lebih


baik, dan bahwa kelompok memiliki kekuatan yang apabila digali dan
dikembangkan dapat merupakan sumber penyembuhan dan pengembangan bagi
anggota-anggotanya (Harsono, 1995:70).

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan pembinaan yang diselenggarakan secara perorangan adalah


suatu proses yang digunakan oleh badan sosial tertentu untuk membantu individu
agar dapat memecahkan masalah didalam kehidupan sosial mereka secara lebih
efektif. Definisi ini mempunyai empat bagian pokok yang menjadi unsur-unsur
yang saling berhubungan dengan yang lainnya. Titik pokok dari bimbingan
perseorangan ini adalah: seseorang (person) dengan suatu masalah (problem)
datang ke suatu tempat (place) dimana seseorang pekerja yang berwenang
menolong dia dengan suatu proses (proces) (Perlman,1991:1).
Dalam peraturan pemerintah RI No. 31 Tahun 1999 tentang pembinaan
dan pembimbingan narapidana pasal 1 ayat (1) yang dimaksud dengan
pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, perilaku, profesional, kesehatan
jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Menurut Mangunhardjuna pembinaan adalah:
suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang dimiliki dan
mempelajari hal-hal yang baru yang belum dimiliki, dengan tujuan
membantu

orang

yang

menjalaninya

untuk

membetulkan

dan

mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang baru untuk


mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih
efektif (Harsono, 1995:70).
Pembinaan merupakan aspek utama dalam sistem pemasyarakatan sebagai
sistem perlakuan bagi narapidana. Pembinaan tersebut yang meliputi berbagai

Universitas Sumatera Utara

upaya pembinaan/bimbingan menjadi indikator dari pelaksanaan sistem


pemasyarakatan. Pengertian akan sebab orang melanggar norma akan dapat
membantu menemukan cara yang terbaik untuk pembinaan terhadap sipelanggar
hukum atau narapidana, karena itu ada hubungan antara mencari sebab kriminal
dengan mencari sistem pembinaan yang efektif (Mardjono Reksodiputro, 1994:3).
Berdasarkan kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa pembinaan itu
adalah membina narapidana dalam usaha perbaikan terhadap tingkah laku yang
menyimpang. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan perseorangan yaitu
metode social case work: cara menolong seseorang dengan konsultasi untuk
memperbaiki hubungan sosialnya dan penyesuaian sehingga memungkinkan
mencapai kehidupan yang memuaskan dan bermanfaat.
2.4.2.1 Wujud Pembinaan
Wujud pembinaan adalah:
1. Pembinaan yang dilakukan dalam gedung lembaga pemasyarakatan yang
meliputi:
a. Pendidikan umum, pemberantasan tiga buta (buta aksara, buta angka, buta
bahasa).
b. Pendidikan keterampilan, kerajinan tangan, menjahit, dan sebagainya.
c. Pembinaan mental, spiritual dan pendidikan agama.
d. Sosial budaya, kunjungan keluarga dan lain-lain.
e. Kegiatan rekreasi, diarahkan pada pemupukan kesegaran jasmani dan
rohani melalui: olahraga, hiburan segar, membaca.

Universitas Sumatera Utara

2. Pembinaan

narapidana

yang

dilaksanakan

di luar

gedung

lembaga

pemasyarakatan:
a. Belajar di tempat latihan kerja milik lembaga pemasyarakatan.
b. Belajar di tempat latihan kerja milik industri/dinas lain.
c. Beribadah, sembahyang di mesjid, gereja dan lain sebagainya.
d. Berolahraga bersama masyarakat.
e. Pemberian bebas bersyarat dan cuti menjelang bebas.
f. Pengurangan masa pidana/remisi.
2.4.2.2 Proses Pembinaan
Empat tahap proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan:
Tahap pertama

:Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap narapidana


untuk mengetahui hal ikhwal yang bersangkutan.

Tahap kedua

:Bilamana proses pembinaan telah berjalan selamalamanya sepertiga dari masa pidananya dan menurut
Dewan Pembina Pemasyarakatan sudah terdapat kemajuan
(insyaf, disiplin, patuh terhadap peraturan tata tertib),
maka yang bersangkutan ditempatkan pada Lembaga
Pemasyarakatan dengan sistem keamanan yang medium
(medium security), dengan kebebasan yang lebih banyak.

Tahap ketiga

:Bilamana proses pembinaan telah berlangsung selama


setengah dari masa pidananya dan menurut Dewan
Pembina Pemasyarakatan telah terdapat cukup kemajuan,

Universitas Sumatera Utara

baik secara fisik, mental maupun keterampilannya, maka


dapat diadakan asimilasi dengan masyarakat luar.
Tahap keempat

:Bilamana proses pembinaannya telah berlangsung selama


dua pertiga dari masa pidananya atau sekurang-kurangnya
sembilan bulan, maka kepada yang bersangkutan dapat
diberikan lepas bersyarat, atas usul dari Dewan Pembina
Pemasyarakatan.

Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana dan anak didik


pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk memperoleh asimilasi
narapidana harus telah menjalani (setengah) dari masa pidana dikurangi masa
tahanan dan remisi, dihitung sejak tanggal putusan pengadilan berkekuatan hukum
tetap. Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar lembaga
pemasyarakatan. Untuk memperoleh pembebasan bersyarat narapidana harus telah
menjalani (dua pertiga) dari masa pidananya, setelah dikurangi masa tahanan
dan remisi dihitung sejak tanggal putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap
(Harsono, 1995:31).
Cuti Menjelang Bebas (CMB) adalah proses pembinaan narapidana luar
lembaga pemasyarakatan, bagi terpidana yang tidak dapat diberikan pelepasan
bersyarat karena masa hukuman atau masa pidananya pendek, untuk dapat
diberikan CMB narapidana harus telah menjalani
(dua pertiga) dari masa
pidananya setelah dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak tanggal
putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan jangka waktu cuti sama dengan

Universitas Sumatera Utara

cuti terakhir paling lama enam bulan. Remisi adalah pengurangan masa pidana
yang diberikan kepada narapidana karena telah memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan dan berkelakuan baik selama menjalani masa pidana.
2.4.2.3 Tujuan Pembinaan
Secara umum tujuan pembinaan adalah:
1. Memantapkan iman (ketahanan mental).
2. Membina mereka agar segera mampu berintegrasi secara wajar dalam
kehidupan kelompok selama dalam lembaga pemasyarakatan dan kehidupan
yang lebih luas (masyarakat), setelah selesai menjalani pidana.
Sedangkan secara khusus tujuan pembinaan adalah:
1. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta
bersikap optimis akan masa depannya.
2. Berhasil memperoleh pengetahuan minimal keterampilan untuk bekal hidup
mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional.
3. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum dengan tidak lagi melakukan
perbuatan yang melanggar hukum.
4. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengadilan terhadap bangsa dan negara.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan narapidana
berusaha kearah memasyarakatkan kembali seseorang yang pernah mengalami
konflik sosial, sebagai suatu cara baru untuk menjadi seseorang yang dapat
berguna bagi negara, hal ini merupakan usaha yang dilakukan untuk mencapai
negara yang sejahtera.

Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Sasaran Pemasyarakatan


Sasaran pemasyarakatan dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Sasaran khusus
Sasaran pembinaan terhadap individu warga binaan pemasyarakatan adalah
menungkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan, yang meliputi:
a. Kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Kualitas intelektual.
c. Kualitas profesionalisme/keterampilan.
d. Kualitas kesehatan jasmani dan rohani.
e. Kualitas sikap dan perilaku.
2. Sasaran umum
Sasaran umum ini pada dasarnya juga merupakan indikator-indikator yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan dari pelaksanaan sistem
pemasyarakatan. Indikator-indikator tersebut antara lain:
a. Menurunnya secara bertahap dari tahun ke tahun angka dan gangguan
keamanan.
b. LAPAS berisi lebih rendah dari pada kapasitas (pemerataan isi LAPAS).
c. Meningkatnya secara bertahap dari tahun ke tahun jumlah narapidana yang
bebas sebelum waktunya melalui proses asimilasi dan integrasi.
d. Semakin menurunnya dari tahun ke tahun angka residivis.
e. Semakin banyaknya jenis institusi UPT pemasyarakatan sesuai dengan
kebutuhan berbagai jenis/golongan warga binaan pemasyarakatan.

Universitas Sumatera Utara

f. Presentase kematian dan sakit narapidana/tahanan lebih sedikit atau sama


dengan angka kematian dan sakit dari anggota masyarakat.
g. Biaya perawatan narapidana dan tahanan sama dengan kebutuhan minimal
manusia Indonesia pada umumnya.
h. LAPAS dan RUTAN adalah instansi terbersih di lingkungan masingmasing.
i. semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang menggambarkan
proyeksi nilai-nilai masyarakat ke dalam LAPAS dan sebaliknya semakin
berkurangnya nilai-nilai subkultur penjara dan LAPAS.

2.5 Konsep Kesejahteraan Sosial dan Keberfungsian Sosial


2.5.1 Konsep Kesejahteraan Sosial
Konsep Kesejahteraan Sosial sebagai suatu program yang terorganisir
dan sistematis yang dilengkapi dengan segala macam keterampilan ilmiah,
merupakan suatu konsep yang relatif baru berkembang, terutama di negara-negara
berkembang. Masalah-masalah kemiskinan, penyakit dan disorganisasi sosial
merupakan masalah sosial yang sudah lama ada sepanjang sejarah kehidupan
manusia. Permasalahan kesejahteraan sosial yang begitu luas dan kompleks telah
menyebabkan timbulnya beraneka pemahaman konsepsi dan usaha perwujudan
kesejahteraan sosial itu dalam masyarakat setiap negara.
Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak mulai berdirinya telah memikirkan
tentang peranan kesejahteraan sosial di dalam pembangunan nasional.

Universitas Sumatera Utara

Kesejahteraan sosial didefinisikan sebagai suatu kegiatan terorganisasi yang


membantu tercapainya penyesuaian timbal balik diantara perorangan dengan
lingkungannya. Tujuan ini diwujudkan melalui penggunaan teknik-teknik dan
metode-metode untuk membantu perorangan, kelompok-kelompok dan kesatuankesatuan masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka serta
memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap pola-pola
kehidupan masyarakat yang selalu mengalami perubahan (dinamis), dan melalui
tindakan

kerjasama

untuk

memperbaiki

kondisi

ekonomi

dan

sosial.

Menurut Walter A. Friedlander (1961), Kesejahteraan Sosial adalah


sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga yang
bertujuan mengangkat individu dan kelompok untuk mencapai standard hidup dan
kesehatan yang memuaskan, serta relasi-relasi pribadi dan sosial yang
memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan
meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan keluarga dan
masyarakatnya.
Definisi diatas menjelaskan:
1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem yang berintikan lembagalembaga dan pelayanan sosial.
2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang
sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan,
kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya.

Universitas Sumatera Utara

3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan kemampuan


individu baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi
kebutuhannya (Perlman, 1991:18).
Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No.6 Tahun 1974 tentang ketentuanketentuan pokok kesejahteraan sosial berbunyi:
Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan
sosial material maupun spiritual yang meliputi rasa keselamatan,
kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap
warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan
jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga
serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta
kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.
Definisi tersebut menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial itu adalah
keadaan yang sebaik-baiknya yaitu pemenuhan kebutuhan manusia yang terdiri
dari aspek jasmaniah dan rohaniah. Manusia membutuhkan makanan, pakaian,
tempat tinggal, air, udara dan pemeliharaan kesehatan serta kebutuhan kerohanian.
2.5.2 Keberfungsian Sosial
Fungsi sosial yaitu pelaksanaan tugas-tugas pokok yang dilaksanakan oleh
individu dan anggota masyarakat sebagai suatu petunjuk umum kearah kehidupan
bersama manusia dan masyarakat yang berupa fungsi pengaturan, pemilikan,
pelaksanaan dan pengawasan. Kemampuan berfungsi sosial yaitu mengacu kepada
cara-cara individu atau kolektivitas (seperti keluarga, perkumpulan-perkumpulan,

Universitas Sumatera Utara

masyarakat dan sebagainya) bertindak dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan


dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.
Keberfungsian sosial dapat dipandang dari berbagai segi, yaitu:
1. Dipandang sebagai kemampuan melaksanakan peranan sosial
Keberfungsian sosial dapat dipandang sebagai penampilan/pelaksanaan
peranan yang diharapkan sebagai anggota suatu kolektivitas.
2. Dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
Orang selalu dihadapkan untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu,
keberfungsian sosial juga mengacu kepada cara-cara yang digunakan oleh
individu maupun kolektivitas dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.
3. Dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan permasalahan sosial
Orang dalam usahanya memenuhi kebutuhan, melaksanakan tugas-tugas
kehidupan dan mewujudkan aspirasinya tidaklah mudah. Ia dihadapkan kepada
keterbatasan, hambatan dan kesulitan serta permasalahan yang harus ditangani
dan dipecahkan.
Uraian diatas menggambarkan bahwa setiap orang selalu dihadapkan
kepada permasalahan sosial. Kemampuan seseorang di dalam mengatasi dan
memecahkan permasalahan yang dialami menunjukan kemampuannya dalam
melaksanakan keberfungsian sosial.

Universitas Sumatera Utara

2.6 Kerangka Pemikiran


Penempatan para pelaku tindak pidana di lembaga pemasyarakatan
bertujuan untuk mengintegrasikan warga binaan pemasyarakatan ke dalam
masyarakat. Pemasyarakatan merupakan bagian yang paling akhir dari sistem
peradilan pidana. Sebagai sebuah tahapan yang terakhir sudah semestinya terdapat
harapan dan tujuan berupa pembinaan dari penghuni lembaga pemasyarakatan.
Pada prinsipnya di Indonesia, tujuan pemberian sanksi pidana haruslah berfungsi
untuk membina, yaitu bagaimana narapidana setelah keluar dari lembaga
pemasyarakatan menjadi baik, mempunyai keterampilan hidup yang dibutuhkan,
keseimbangan mental dan fisik pulih, dihormati segala hak dan kewajibannya
sesuai dengan harkat dan martabat manusia.

Universitas Sumatera Utara

Bagan berikut menunjukan kerangka pemikiran secara skematis, yaitu:


Bagan 1
Bagan Kerangka Pemikiran
LEMBAGA
PEMASYARAKATAN

PROGRAM PEMBINAAN
Pendidikan umum.
Pendidikan keterampilan.
Pendidikan rohani.
Sosial budaya, kunjungan
keluarga.
5. Kegiatan rekreasi: olahraga,
hiburan, membaca.

1.
2.
3.
4.

NARAPIDANA WANITA KLAS IIA


TANJUNG GUSTA MEDAN

RESPON NARAPIDANA
WANITA TERHADAP
PROGRAM PEMBINAAN
DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN

RESPON POSITIF

RESPON NEGATIF

Universitas Sumatera Utara

2.7 Definisi Konsep dan Definisi Operasional


2.7.1 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah, yaitu satu kata atau lebih yang menggambarkan
suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu. Untuk lebih
mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang digunakan, maka dibatasi
konsep yang akan digunakan sebagai berikut:
1. Respon yaitu pandangan, pemahaman dan persepsi terhadap objek tertentu.
2. Warga binaan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu narapidana wanita
dewasa yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di lembaga
pemasyarakatan wanita dan telah menjalani masa pidana 1 (satu) tahun.
3. Lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan
narapidana/warga binaan pemasyarakatan.
4. Pembinaan yaitu semua usaha atau kegiatan yang ditujukan untuk
memperbaiki dan mengembangkan pengetahuan warga binaan.
2.7.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan cara
mengukur suatu variabel. Dalam penelitian ini variabel yang diteliti, yakni:
1. Respon warga binaan yaitu pandangan, pemahaman, dan persepsi warga
binaan lembaga pemasyarakatan terhadap pembinaan, yang diukur dari
penilaian, menyenangi atau menolak, suka atau tidak suka, mengharapkan atau
menghindari pembinaan, dengan indikatornya:

Universitas Sumatera Utara

a. Sikap warga binaan terhadap pembinaan.


b. Reaksi warga binaan terhadap pembinaan yang dapat dilihat dari
partisipasi atau keterlibatan dalam pembinaan.
2. Adapun indikator-indikator pembinaan adalah:
a. Pengetahuan narapidana terhadap jenis-jenis pembinaan:
1) Pendidikan umum.
2) Pendidikan keterampilan.
3) Pendidikan rohani.
4) Sosial budaya, kunjungan keluarga.
5) Kegiatan rekreasi: olahraga, hiburan, membaca.
b. Pemahaman narapidana terhadap tujuan pembinaan.
Membina narapidana agar dapat berintegrasi, setelah selesai menjalani
pidana kembali menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
c. Pemahaman narapidana pelaksanaan pembinaan yang dilakukan oleh
petugas lembaga pemasyarakatan dan instansi terkait.
d. Manfaat pembinaan yang diterima narapidana.
Agar seorang narapidana menyadari akan perbuatannya dan kembali
menuju masyarakat yang sejahtera.
e. Pemahaman narapidana terhadap sarana dan prasarana yang disediakan,
meliputi:
1) Ruangan/bangunan fisik.
2) Poliklinik.

Universitas Sumatera Utara

3) Peralatan pendukung pembinaan.


4) Sarana hiburan, olahraga, keterampilan dan sebagainya.
5) Sarana ibadah seperti mesjid dan gereja.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai