PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan
luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali
ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) :
41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
famili Flaviviridae dan disebarkan oleh nyamuk Aedes. Penyakit Demam
Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat
menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah.
Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD)
dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus
(Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride,
dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih
dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Penyakit DBD sering salah
didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena
infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak
jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering
menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa
bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit
lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang
perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman
pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis
DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila
gejala klinis kurang memadai.
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Pada tahun
2012, di Indonesia terdapat lebih dari 100.000 kasus penularan dan 1.100
penderita meninggal dunia. Situasi tersebut mendekati data tahun 2006 di mana
terdapat 114.000 kasus dengan jumlah korban tewas 1.100 orang.
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta
adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen
kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada
awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui
pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang
ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua
metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) / Demam Berdarah Dengue (DBD)
A. Definisi
Demam
Berdarah
Dengue/DBD
(Dengue
Haemorrhagic
memiliki tempat habitat di tempat air jernih. Biasanya nyamuk ini berada
di sekitar rumah dan pohon pohon, tempat menampung air hujan yang
bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit
pada siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter.
hingga 10 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak
mendukung.
D. Patogenesis
Nyamuk Aedes yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap
infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang
rentan pada saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam
tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer
hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta
paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag
mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan
masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah
komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini
menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut
tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya.
Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4
fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen,
antibody
(ADE).
(TNF-A) dan
selain
mengaktivasi
sistem
komplemen,
juga
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan
pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam
waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan
plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa
(efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena
itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.
Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap
jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh
virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat
menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat. Kinetik
immunoglobulin spesifik virus dengue di dalam serum penderita DD,
DBD dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 10
2. Peradarahan
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 23 demam. Bentuk perdarahan dapat berupa: uji tourniquet (Rumple
Leede) positif yang menandakan permeabilitas kapiler meningkat.
Tanda perdarahan lainnya adalah ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis
dan perdarahan gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika
terdapat lebih dari 20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah
bagian volar termasuk fossa cubiti.
3. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan
tanpa disertai ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 12
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat
ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan
gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus
dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan
sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) ( 100000/I)
Hematokrit meningkat 20%, merupakan indikator akan
timbulnya renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi
diagnosis pasti pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah
terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi
secara uji serologi hemaglutnasi.
Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.
Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga
Masa perdarahan memanjang
Protein rendah (hipoproteinemia)
Natrium rendah (hiponatremia)
SGOT/SGPT bisa meningkat
Asidosis metabolic
b. Urine
Kadar albumine dalam urine positif (albuminuria)
c. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura.
Umumnya posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi
kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan
penebalan pancreas.
d. Serologi
Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 14
serologi-epidemioligi.
Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya
rumit dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 15
baik
bahkan
adanya
antibody
dalam
darah
juga
tidak
bifasik
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau
perdarahan gusi)
- Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma kebocoran plasma
sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar
-
dibandingkan
dengan
nilai
hematokrit
sebelumnya
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hipoproteinemi.
WHO (1997) membagi DBD menjadi 4 derajat, yaitu:
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai
tanda dan gejala klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah,
hepatomegali),
tanpa
perdarahan
spontan,
3) Beberapa
tambahan.
4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk
meningkatkan trombosit
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 17
oleh
karena
dapat
merangsang
lambung
sehingga
akan
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 19
tergantung
dari
derajat
dehidrasi
dankehilangan
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 20
RS ( kg )
<7
7-11
12-18
>18
220
165
132
88
Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat
menentukan diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman
tatalaksana awal dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD
derajat I dan DBD derajat II tanpa peningkatan kadar hematokrit.
(Bagan 1 dan 2).
2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan
peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 3)
3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III
dan IV. (Bagan 4)
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 21
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 22
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 23
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 24
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 25
H. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan untuk dapat mengurangi jumlah kasus
DBD di Indonesia meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat perkembangbiakan
dengan cara 3M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti
bak mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2).
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3).
Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari
gigitan nyamuk dengan cara:
1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang
sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos
(abate) atau Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan
sekali dengan takaran 10 gram Abate ( 1 sendok makan peres
untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( 1/4
sendok makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat
diperoleh di puskesmas atau di apotik.
2)
3)
4)
5)
6)
7)
BAB III
PENUTUP
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 26
3.1 Simpulan
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) / Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus,
yang menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada
sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan.
Untuk mengurangi kecenderungan penyebarluasan
wilayah
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. (2010). Buletin Jendela Epidemiologi Topik Utama
Demam Berdarah Dengue. http://www.depkes.go.id/download.php?
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 27
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
Amir.
(2010)
Tinjauan
Mengenai
Aedes
Aegepty
Meningkat
Di
Januari.
http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demam-berdarahbiasanya-mulai-meningkat-di-januari.html
2015
Sudoyo, Aru, W., Setiyohadi, Bambang, dkk Editor.(2009) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Ed 5 Jilid III. Jakarta : Internal Publishing
Suhendro dkk. (2006). Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
World Health Organization. Dengue and dengue haemorrhagic fever. Terdapat di:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/html Diakses tanggal
24 Juni 2015
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 28