Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan
luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali
ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) :
41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
famili Flaviviridae dan disebarkan oleh nyamuk Aedes. Penyakit Demam
Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat
menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah.
Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD)
dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus
(Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride,
dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih
dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Penyakit DBD sering salah
didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena
infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak
jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering
menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa
bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit
lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang
perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman

Dengue Haemorrhagic Fever|1

pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis
DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila
gejala klinis kurang memadai.
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Pada tahun
2012, di Indonesia terdapat lebih dari 100.000 kasus penularan dan 1.100
penderita meninggal dunia. Situasi tersebut mendekati data tahun 2006 di mana
terdapat 114.000 kasus dengan jumlah korban tewas 1.100 orang.
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta
adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen
kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada
awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui
pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang
ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua
metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

Dengue Haemorrhagic Fever|2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) / Demam Berdarah Dengue (DBD)
A. Definisi
Demam

Berdarah

Dengue/DBD

(Dengue

Haemorrhagic

Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue


dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh.
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus
famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3
dan den-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Serotipe virus
dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik sangat
mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang
yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat serotipe virus
dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang
menunjukkan manifestasi klinik yang berat.
B. Epidemiologi
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18,
seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan
Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal
sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang
disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian
karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan
nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus
dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak
pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus
dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD
Dengue Haemorrhagic Fever|3

yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara


lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968
penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah
kematian yang sangat tinggi.
Indonesia berada di wilayah endemis untuk demam dengue dan
demam berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang
menyimpulkan demam dengue dan demam berdarah dengue di Indonesia
menjadi masalah kesehatan mayor, tingginya angka kematian anak,
endemis yang sangat tinggi untuk keempat serotype, dan tersebar di
seluruh area.
Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan
641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah
penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak
871 penderita.
DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue
dengan beberapa serotype. Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 25 tahun. DHF/DSS paling banyak terjadi pada anak di bawah 15 tahun,
biasanya pada umur 4-6 tahun. Frekuensi kejadian DSS paling tinggi pada
dua kelompok penderita : a. anak-anak yang sebelumnya terkena infeksi
virus dengue, b. bayi yang darah ibunya mengandung anti dengue
antibody. Transmisi penyakit biasanya meningkat pada musim hujan. Suhu
yang dingin memungkinkan waktu survival nyamuk dewasa lebih panjang
sehingga derajat transmisi meningkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran
kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang
tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak
adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4)
Peningkatan sarana transportasi.
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi
berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor
nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan
kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan

Dengue Haemorrhagic Fever|4

virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita


maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat.
Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di
Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.
Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun
1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit
infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada
suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk
Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia,
karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola
waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat.
C. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter kurang lebih 50 nm.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4
serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan
nyamuk Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk
yang paling sering ditemukan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah
tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu tempat
penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar rumah.
Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik bintik putih,
biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.
Jarak terbang nyamuk ini 100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus

Dengue Haemorrhagic Fever|5

memiliki tempat habitat di tempat air jernih. Biasanya nyamuk ini berada
di sekitar rumah dan pohon pohon, tempat menampung air hujan yang
bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit
pada siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter.

Gambar 1 Karakteristik nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus

Nyamuk Aedes aegypti memiliki siklus hidup sempurna. Siklus


hidup nyamuk ini terdiri dari empat fase, mulai dari telur, larva, pupa dan
kemudian menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan
telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips
berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1
sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan
larva yang disebut

instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4

memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva


berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa
bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa.
Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 8

Dengue Haemorrhagic Fever|6

hingga 10 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak
mendukung.

Gambar 2 Siklus hidup nyamuk Aedes aegepty

D. Patogenesis
Nyamuk Aedes yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap
infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang
rentan pada saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam
tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer
hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta
paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag
mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan
masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah

Dengue Haemorrhagic Fever|7

komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini
menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut
tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya.
Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4
fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen,

antibody

dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan


perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang
memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan
antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang
dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD
dan DSS.
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan
DSS yang masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary
heterologus infection) dan anti-body dependent enhancement

(ADE).

Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang


mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi
proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk
jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi
sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi
yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologous yang terbentuk pada
infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue
serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan
cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi
internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-6,
tumor necrosis factor-alpha

(TNF-A) dan

platelet activating factor

(PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement) infeksi virus


dengue. TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh
darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan
kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini
belum diketahui dengan jelas.
Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk akan
merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan
bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran

Dengue Haemorrhagic Fever|8

plasma (syock hipolemik) dan perdarahan. Anak di bawah usia 2 tahun


yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi dari ibu
ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies
akibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus
dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing
yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi dan
mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks
antigen-antibodi

selain

mengaktivasi

sistem

komplemen,

juga

menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi


melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai
akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga
trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran
platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID =
koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi
trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak,
tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan
aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga
memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat
terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan
fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary
heterologous infection

yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan

Dengue Haemorrhagic Fever|9

pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam
waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan
plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa
(efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena
itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.
Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap
jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh
virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat
menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat. Kinetik
immunoglobulin spesifik virus dengue di dalam serum penderita DD,
DBD dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 10

Gambar 3 Skema Patogenesis terjadinya syok pada DBD

Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang


pathogenesis DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang
mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2,
DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus
fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya ada
teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD
terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan
kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 48-72% penderita DBD,
terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue yang dapat
menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan
mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada
teori moderator yang menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus
dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL12, TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin bertanggungjawab pada
terjadinya syok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.
E. Manifestasi Klinis
1. Demam
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 11

Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam


yang mendadak tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya
berlangsung 2-7 hari. Naik turun dan tidak berhasil dengan pengobatan
antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-7 dengan
tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan hidung teraba
dingin dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut (38-40
C) dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta
seperti, anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan
kepala.

Gambar 4 Kurva suhu pada DHF (saddle back fever)

2. Peradarahan
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 23 demam. Bentuk perdarahan dapat berupa: uji tourniquet (Rumple
Leede) positif yang menandakan permeabilitas kapiler meningkat.
Tanda perdarahan lainnya adalah ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis
dan perdarahan gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika
terdapat lebih dari 20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah
bagian volar termasuk fossa cubiti.
3. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan
tanpa disertai ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 12

dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah lengkungan iga. Derajat


pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri
tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.
4. Syok (Renjatan)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada
hari ke-3 dan ke-7 sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode
demam biasanya mempunyai prognosa buruk. Kegagalan sirkulasi ini
ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai penurunan
tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan tekanan
darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien
terlihat gelisah.
F. Diagnosis
Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan hemostasis
dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan
adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit.
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak
2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia,
sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan.
Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis
ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek.
Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan
dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam
terutama pada bayi.
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet
(Rumple Leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas
suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus,
petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan
palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam.
Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran
cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar
dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae
kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat
ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada
penderita dengan syok.
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 13

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat
ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan
gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus
dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan
sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) ( 100000/I)
Hematokrit meningkat 20%, merupakan indikator akan
timbulnya renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi
diagnosis pasti pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah
terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi
secara uji serologi hemaglutnasi.
Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.
Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga
Masa perdarahan memanjang
Protein rendah (hipoproteinemia)
Natrium rendah (hiponatremia)
SGOT/SGPT bisa meningkat
Asidosis metabolic
b. Urine
Kadar albumine dalam urine positif (albuminuria)
c. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura.
Umumnya posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi
kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan

posisi berdiri apalagi berbaring.


Pemeriksaan USG biasanya dilakukan pada anak dan dijadikan
sebagai pertimbangan karena tidak invasif dan dapat diperiksa
sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan
pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat
menentukan diagnose penyakit yang mungkin muncul lebih berat
misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan

penebalan pancreas.
d. Serologi
Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 14

Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya


sensitive namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan
tipe virus yang menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh
lama sekali (>48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi

serologi-epidemioligi.
Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya
rumit dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen

fiksasi bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).


Uji neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya
memamkai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT)
yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti
body neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan
antibody HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan
bertahan lama (>4-8 tahun).

Prosedur uji ini rumit dan butuh

waktu lama sehingga tidak rutin digunakan.


IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi
virus dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG.
Bila IgM negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM
msih negative maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat
bertahan dalam darah samapi 2-3 bulan setelah adanya infeksi.
Sensitivitas uji Mac Elisa sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan
uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan

spesifitas yang sama dengan uji HI.


Identifikasi Virus
Cara diagnostic baru Dengan Reverse Transcriptase Polymerase
Chain Reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik
terhadap serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang
dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari
specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan
nyamuk. Sensitifitas PCR sama dengan isolasi virus namun PCR
tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan specimen yang kurang

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 15

baik

bahkan

adanya

antibody

dalam

darah

juga

tidak

mempengaruhi hasil dari PCR


Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila
semua hal dibawah ini dipenuhi:
Demam atau riwayat demam akut, antara 2 7 hari, biasanya

bifasik
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau
perdarahan gusi)
- Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma kebocoran plasma
sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar
-

sesuai dengan umur dan jenis kelamin


Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi
cairan,

dibandingkan

dengan

nilai

hematokrit

sebelumnya
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau

hipoproteinemi.
WHO (1997) membagi DBD menjadi 4 derajat, yaitu:
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai
tanda dan gejala klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah,
hepatomegali),

tanpa

perdarahan

spontan,

trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet


positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan pada kulit
atau tempat lain seperti mimisan, muntah darah dan berak
darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), kulit dingin,
lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut, hidung dan
jari (tanda-tanda adanya renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 16

Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah


tidak dapat diukur.
G. Penatalaksanaan
a. Pre Hospital
Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya
mengalami demam tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh
kekurangan cairan karena penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai
adalah muntah atau intake tidak adekuat (tidak mau minum), akhirnya
jatuh dalam kondisi dehidarasi. Pertolongan pertama yang dapat diberikan
adalah mengembalikan cairan tubuh yaitu meberikan minum 2 liter/hari
(kira kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15 menit. Minuman yang
diberikan sesuai selera misalnya air putih, air teh manis, sirup, sari buah,
susu, oralit, shoft drink, dapat juga diberikan nutricious diet yang banyak
beredar saat ini. Untuk mengetahui pemberian cairan cukup atau masih
kurang, perhatikan jumlah atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air
kecil minimal 6 kali sehari menunjukkan pemberian cairan mencukupi
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit,
tapi butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah
sebagai berikut :
1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari
(lebih banyak lebih baik)
2)

Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas.


Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih
dari 4 kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen,
sebab dapat menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.

3) Beberapa

dokter menyarankan untuk minum minuman ion

tambahan.
4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk
meningkatkan trombosit

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 17

5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam


kuantitas yang banyak
6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus
berikut ini :
a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam
maka perlu diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan
cairan akibat demam tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan
kejang pada anak sehingga harus diberikan obat penurun panas. Untuk
menurunkan demam, berilah obat penurun panas. Untuk jenis obat
penurun panas ini harus dipilih obat yang berasal dari golongan
parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal atau
aspirin

oleh

karena

dapat

merangsang

lambung

sehingga

akan

memperberat bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat membantu


bila anak menderita demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres
hangat dan bukan kompres dingin, oleh karena kompres dingin dapat
menyebabkan anak menggigil. Sebagai tambahan untuk anak yang
mempunyai riwayat kejang demam disamping obat penurun panas dapat
diberikan obat anti kejang.
b. Intra Hospital
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan
pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit
lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan
perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD
sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik,
hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana
DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat
D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 18

suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal


terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai
pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis
DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang
dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2
trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan
hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit
20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi
untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai
cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat
ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan
hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit <
50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di
Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah
sakit kelas B dan A
1) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam bersifat simtomatik dan suportif
yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila
cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,
muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena
rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan,
tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi
lama demam pada DBD. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat
timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis
minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup,
susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg
BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi
anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam
berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 19

disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang demam, disamping


antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.
2) Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi
pada fase penurunan suhu (fase febris, fase krisis, fase syok) maka
dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang
hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan
dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung
untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih
sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya
harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit,
danjumlah volume urin.
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan
intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus smuntah,
tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan
minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang
diberikan

tergantung

dari

derajat

dehidrasi

dankehilangan

elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl


0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46%
1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi
jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume
dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi
pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6%
(5 sampai 8%).
Tabel 1 Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang
Berat Badan waktu masuk

Jumlah cairan Ml/kg berat

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 20

RS ( kg )

badan per hari

<7
7-11
12-18
>18

220
165
132
88

Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat
menentukan diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman
tatalaksana awal dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD
derajat I dan DBD derajat II tanpa peningkatan kadar hematokrit.
(Bagan 1 dan 2).
2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan
peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 3)
3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III
dan IV. (Bagan 4)

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 21

Bagan 1 Tatalaksana Pasien Tersaangka DBD

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 22

Bagan 2 Tatalaksana DBD derajat 1 dan 2 tanpa peningkatan Hematokrit

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 23

Bagan 3 DBD derajat 2 dengan peninfkatan hematokri > 20%

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 24

Bagan 4 Tatalaksana kasus DBD derajat 3 dan 4

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 25

H. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan untuk dapat mengurangi jumlah kasus
DBD di Indonesia meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat perkembangbiakan
dengan cara 3M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti
bak mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2).
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3).
Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari
gigitan nyamuk dengan cara:
1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang
sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos
(abate) atau Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan
sekali dengan takaran 10 gram Abate ( 1 sendok makan peres
untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( 1/4
sendok makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat
diperoleh di puskesmas atau di apotik.
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.


Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk
Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar
Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3
kasus positif DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di
daerah tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk.

BAB III
PENUTUP

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 26

3.1 Simpulan
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) / Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus,
yang menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada
sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan.
Untuk mengurangi kecenderungan penyebarluasan

wilayah

terjangkit DBD, mengurangi kecenderungan peningkatan jumlah penderita


dan mengusahakan agar angka kematian dapat diturunkan maka
pemerintah terus menyempurnakan program pemberantasan DBD. Strategi
pemberantasan DBD lebih ditekankan pada upaya preventif.
Peran dokter dalam program pemberantasan DBD adalah
penemuan, diagnosis, pengobatan dan perawatan penderita, pelaporan
kasus dan penyuluhan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
pengetahuan patofisiologi, patogenesis, manifestasi klinis/laboratoris
DBD, pengenalan vektor dan pemberantasannya sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. (2010). Buletin Jendela Epidemiologi Topik Utama
Demam Berdarah Dengue. http://www.depkes.go.id/download.php?

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 27

file=download/pusdatin/buletin/buletin-dbd.pdf Diunduh tanggal 23 Juni


2015
Gubler D.J. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. PubMed Central Journal
List.

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?

artid=1508601.html Diakses pada tanggal 24 Juni 2015


Hamzah,

Amir.

(2010)

Tinjauan

Mengenai

Aedes

Aegepty

http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-amirhamzah-227443-2010ta-2.pdf Diunduh tanggal 23 Juni 2015


Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2010). Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis ed 2.
Badan Penerbit IDAI : Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Demam Berdarah Biasanya
Mulai

Meningkat

Di

Januari.

http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demam-berdarahbiasanya-mulai-meningkat-di-januari.html

Diakses tanggal 25 Juni

2015
Sudoyo, Aru, W., Setiyohadi, Bambang, dkk Editor.(2009) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Ed 5 Jilid III. Jakarta : Internal Publishing
Suhendro dkk. (2006). Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
World Health Organization. Dengue and dengue haemorrhagic fever. Terdapat di:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/html Diakses tanggal
24 Juni 2015

D e n g u e H a e m o r r h a g i c F e v e r | 28

Anda mungkin juga menyukai