Makalah PBL Evaluasi Manajemen TB Puskesmas Terminal CD
Makalah PBL Evaluasi Manajemen TB Puskesmas Terminal CD
Oleh
Lingga Suryakusumah
NIM.I1A005018
Pembimbing
dr. Hj. Zaenab
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL...................................................................................................vi
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
A.
B.
C.
D.
Latar Belakang..............................................................................................1
Rumusan masalah.........................................................................................5
Tujuan Penelitian..........................................................................................5
Manfaat Penelitian........................................................................................5
Rancangan Penelitian....................................................................................24
Subjek Penelitian .........................................................................................24
Instrumen Penelitian ....................................................................................24
Definisi Operasional ....................................................................................24
Teknik Pengumpulan Data............................................................................25
Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................26
B. SARAN........................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru................................12
Gambar4.1. Jejaaring Laboratorium TB.................................................................31
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Regimen Terapi OAT.............................................................................14
Tabel 22. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis....................................................16
Tabel 2.3. Efek Samping Berat OAT dan Penatalaksanaannya...............................17
iv
Tabel 4.1 Sarana Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan di Wilayah Kerja Puskesmas 9
November Tahun 2011...........................................................................27
Tabel 4.2. Tenaga Kesehatan Pelaksana Program P2TB di Puskesmas 9 November
Tahun 2011.............................................................................................28
Tabel 4.3. Tenaga Kesehatan di Puskesmas 9 November Tahun 2011...................28
Tabel 2.3. Efek Samping Berat OAT dan Penatalaksanaannya...............................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Pada
tahun 1993 WHO mencanangkan kedaruratan global karena pada sebagian besar
vi
B. Rumusan Masalah
Dilandasi latar belakang di atas, timbul suatu permasalahan, yaitu sejauh
mana keberhasilan manajemen program P2TB di Puskesmas 9 November
Banjarmasin dalam melaksanakan upaya pemberantasan penyakit TB?
C. Tujuan Penelitian
vii
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil pelaksanaan
program
P2TB
dan
permasalahan
yang
ditemukan
dalam
pelaksanaan
viii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya 2. Patogenesis tuberkulosis paru ada 2, yaitu
tuberkulosis primer dan tuberkulosis post primer. Pada tuberkulosis primer,
penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Bila partikel infeksius ini terisap oleh orang
sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Bila kuman menetap di
jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosis
pneumonia kecil dan disebut afek primer. Dari afek primer akan timbul peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran
kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal
+ limfadenitis regional disebut kompleks primer. Kuman yang dorman pada
tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen
menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-primer). 6
B. Penularan
Sumber penularan adalah penderita dengan TB BTA positif, yang dapat
menularkan TB kepada orang disekelilingnya, terutama kontak erat. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
ix
nuclei (percikan dahak). Sekali batuk dapat dikeluarkan 3000 droplet. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
dalam keadaan yang gelap dan lembab. 2,7
Penularan umumnya terjadi dalam ruangan dengan ventilasi kurang. Orang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah
itu kuman TB dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah dan sistem limfe. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan
hasil
pemeriksaan
dahak,
makin
menular
pasien
tersebut.
Faktor
yang
Adapun resiko menjadi sakit TB hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan
menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk ratarata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit
TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif. Faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh
yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). HIV
merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB.
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular
immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis,
maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. 2
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman diwilayah perkotaan
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas
peningkatan jumlah kasus TB. Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosial ekonomi
yang baik, pengobatan yang teratur dan pengawasan minum obat ketat berhasil
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas di Amerika selama 1950 1960. 6,8
xi
xii
xiii
D. Diagnosis TB paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan
dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. 2
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak
selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur
diagnostik untuk suspek TB paru. 2
xiv
sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat
(presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan
lain-lain 2
E. Pengobatan
Dalam kegiatan pokok Program Pemberantasan TB Paru dikenal 2
komponen, yaitu komponen diagnosis dan komponen pengobatan. Pada komponen
diagnosis meliputi deteksi penderita di poliklinik dan penegakkan diagnosis secara
laboratorium, sedangkan komponen pengobatan meliputi pengobatan yang cukup dan
tepat serta pengawasan menelan obat setiap hari terutama pada fase awal. 9
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT. Paduan obat anti tuberkulosis yang dipakai program
sesuai dengan rekomendasi WHO berupa OAT jangka pendek yang terdiri dari 4
kategori. Setiap kategori terdiri dari 2 fase pemberian yaitu fase awal/intensif dan
fase lanjutan/intermiten. Adapun perincian OAT program adalah sebagai berikut 2,9
Tabel 2.1 Regimen Terapi OAT 2,4,9,10,11
No. Kategori
OAT
1.
I
2HRZE/4H3R3
2.
II
3.
III
2HRZES/HRZE/
5H3R3E3
2HRZ/4H3R3
Keterangan
- Penderita baru BTA (+)
- Penderita baru BTA (-)/Ro (+) yang
sakit berat
- Pendeerita ekstra paru berat
- Kambuh (relaps) BTA (+)
- Gagal (failure) BTA (+)
- Penderita baru BTA (-)/Ro (+)
- Penderita ekstra paru ringan
xvi
4.
IV
5.
Sisipan
- H seumur hidup
- Obat yang masih
sensitif + Quinolon
HRZE
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan
OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien
menelan obat agar dicapai kesembuhan dan mencegah resistensi serta mencegah drop
out/lalai, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment)
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). 2
Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan panduan OAT
13,14
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3
Dosis Kategori 1
BB
Penderita
(Kg)
TAHAP INTENSIF
SELAMA 2 BULAN
TIAP HARI
TABLET 4 FDC
R150+H75+Z400+E275
TAHAP LANJUTAN
SELAMA 4 BULAN
TIAP HARI
3 X SEMINGGU
TABLET 2 FDC
TABLET 2 FDC
R150+H75
R150+H150
xvii
30 -37
2 tablet
2 tablet
2 tablet
38 -54
3 tablet
3 tablet
3 tablet
55 -70
4 tablet
4 tablet
4 tablet
>71
5 tablet
5 tablet
5 tablet
BERAT
BADAN
30 -37
38 -54
55 -70
>71
TIAP HARI
2 BULAN
TIAP HARI
1 BULAN
2 tab 4 FDC
+ 2 ml Strepto
2 Tab 4 FDC
3 tab 4 FDC
+ 3 ml Strepto
3 Tab 4 FDC
4 tab 4 FDC
+ 4 ml Strepto
4 Tab 4 FDC
5 tab 4 FDC
+ 5 ml Strepto
5 Tab 4 FDC
TAHAP LANJUTAN 3
X SEMINGGU
SELAMA 5 BULAN
2 Tab 4 FDC
+ 2 Tab Etambutol
3 Tab 4 FDC
+ 3 Tab Etambutol
4 Tab 4 FDC
+ 4 Tab Etambutol
5 Tab 4 FDC
+ 5 Tab Etambutol
Efek Samping
Neuritis perifer, ikterus, hipersensitivitas, mulut kering,
nyeri epigastrik, tinitus, retensio urine dan
methemoglobinemia
Ikterus, flu-like syndrome, syndrome Redman, nyeri
epigastrik, reaksi hipersensitivitas, dan supremi imunitas
Neuritis optik, gout, artralgia, anoreksia, mual muntah,
disuria, malaise dan demam
Gangguan hati, gout, artralgia, anoreksia, mual muntah,
disuria, malaise dan demam
Hipersensitivitas, vertigo, tuli, gangguan fungsi ginjal
xviii
Efek samping OAT dapat dibedakan menjadi efek samping berat dan efek samping
ringan.
Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius.
Dalam kasus ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus
xix
xx
memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau
kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu
dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif.
Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak
tersebut dinyatakan positif. 2
Penilaian hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan kepada:
sembuh, pengobatan lengkap, gagal, defaulted (lalai berobat), meninggal, dan pindah
(transfer out). 2
Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
xxi
Pengelolaan Logistik
Pengelolaan logistik Penanggulangan Tuberkulosis merupakan serangkaian
kegiatan
yang
meliputi
perencanaan
kebutuhan,
pengadaan,
penyimpanan,
xxii
Bahan diagnostik terdiri dari: Reagensia Ziehl Neelsen, eter alkohol, minyak
imersi, lysol, tuberkulin PPD RT 23 dan lain lain.
Barang cetakan seperti buku pedoman, formulir pencatatan dan pelaporan serta
bahan KIE.
2). Pengelolaan obat anti tuberkulosis
a. Perencanaan Kebutuhan Obat
Rencana kebutuhan Obat Anti Tuberkulosis dilaksanakan dengan pendekatan
perencanaan dari bawah (bottom up planning). Perencanaan kebutuhan OAT
dilakukan terpadu dengan perencanaan obat program lainnya yang berpedoman pada
2
xxiii
Promosi
Advokasi, kemitraan dan penyuluhan.
xxiv
suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan
benar. 2
Dalam Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, salah satu
komponen penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporan dengan maksud
mendapatkan
data
untuk
diolah,
dianalisis,
diinterpretasi,
disajikan
dan
xxv
Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) dan
Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR). 2
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator
Nasional tersebut di atas, yaitu 2 :
Angka Penjaringan Suspek
Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya
Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru
Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien
Angka Notifikasi Kasus (CNR)
Angka Konversi
Angka Kesembuhan
Angka Kesalahan Laboratorium
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur
kemajuan (marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat
tertentu seperti: sahih (valid), sensitif dan Spesifik (sensitive and specific), dapat
dipercaya (realiable), dapat diukur (measureable), dapat dicapai (achievable)
Analisa dapat dilakukan dengan membandingkan data antara satu dengan
yang lain untuk melihat besarnya perbedaan, dan melihat kecenderungan (trend) dari
waktu ke waktu.
xxvi
BAB III
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan metode deskriptif verifikatif.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian pada penelitian ini adalah para nara sumber yaitu pada
pemegang jabatan struktural dan para koordinator kegiatan yang bertanggung jawab
di puskesmas 9 November Banjarmasin yang masih aktif bekerja pada tanggal
Januari-Desember 2009.
Objek penelitian pada penelitian kali ini adalah catatan dan laporan tahunan
tentang rencana dan pelaksanaan kegiatan di Puskesmas 9 November Banjarmasin
tahun 2009.
Instrumen Penelitian
Bahan penelitian ini adalah
Definisi Operasional
a)
Definisi operasional yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Manajemen
xxvii
Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis adalah penyakit radang paru dan ekstra paru yang menular dan
Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas 9 November Banjarmasin.
Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan mulai tanggal 17 Mei - 5 Juni 2010.
xxviii
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer yaitu
wawancara dengan Kepala Sub bagian P2M Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin,
Kepala puskesmas, kepala program P2TB, dokter puskesmas 9 November, dan
penanggung jawab laboratorium. Data sekunder berupa laporan tahunan dan laporan
bulan Puskesmas 9 Novmber tahun 2011. Data tersebut sebagai berikut :
A. Data Kondisi Puskesmas
1. Sarana Kesehatan
Tabel 4.1 Sarana Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan di Wilayah Kerja Puskesmas 9
November Tahun 2011
NO.
1.
2.
3.
4.
SARANA KESEHATAN
Puskesmas Induk
Puskesmas Pembantu
Puskesmas Keliling
Posyandu
JUMLAH
1
1
1
18
(Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Pemurus Luar dan Sungai Lulut Tahun 2008)
xxix
No
Nama alat dan Reagen
1. Mikroskop
2. Pipet tetes
3. Minyak emersi
4. Lidi
5. Object glass
6. Rak Pewarnaan
7. Lampu Spiritus
8. Botol semprot
9. Pot sputum
10. Zeil Nielsen
2. Tenaga Kesehatan
Jumlah
3 buah
4 buah
100 ml
500 batang
2 kotak (200)
1 buah
1 buah
1 buah
500 buah
2 kotak
Kondisi
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Jenis Kualifikasi
Jabatan
Pendidikan
Ketua
D3
1.
Perawat
Dokter Umum
Anggota
Dokter Umum
Petugas Analis
Anggota
D3
Jenis Kualifikasi
Jumlah
Pendidikan
Penempatan
(orang)
1.
Dokter Umum
Dokter Umum
2.
Perawat
D3
3.
Pelaksana farmasi
SMF
4.
Petugas Sanitasi
D3
5.
Petugas Gizi
D3 Gizi
Program Gizi
6.
Petugas Analis
D3
Laboratorium
xxx
Pelayanan
B. Pelayanan Umum &
Anak
Apotek
Pemegang Program
Kesehatan Lingkungan
7.
Administrasi
8.
Pekarya
kesehatan
SMA
9.
Bidan
D3
KIA-KB
10.
Perawat Gigi
BP
BP Gigi
11.
Dokter Gigi
12.
Nutritionis
Wilayah kerja puskesmas juga telah dibantu dengan sejumlah kader kesehatan
dari masyarakat yang siap membantu dan mendukung program kerja P2TB
puskesmas dalam rangka untuk menyehatkan masyarakat.
B. Sumber Dana
Dana yang diterima Puskesmas berasal dari berbagai sumber sesuai dengan
program dan kegiatan yang dilaksanakan Puskesmas. Berikut perincian dana yang
diperoleh Puskesmas untuk program P2TB Paru :
A. Sumber dari Global Fund (WHO) yang digunakan untuk menunjang program.
B. Uang operasional dari APBD berupa PMT bagi petugas medis dan paramedis.
C.
dicanangkan oleh DEPKES RI yaitu dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung
dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat,
untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.
xxxi
xxxii
LABORATORIUM RUJUKAN TB
: Mekanisme Rujukan
REGIONAL
LABORATORIUM RUJUKAN TB
PROVINSI
LABORATORIUM RUJUKAN
CROSSCHECK
(Intermediate TB Laboratory)
PUSAT MIKROSKOPIS TB
PRM, PPM
Rumahxxxiii
Sakit
Laboratorium Swasta
PUSAT FIKSASI SEDIAAN TB
(Puskesmas Satelit (PS)
xxxiv
xxxv
Pemakaian
OAT-Kombinasi
Dosis
Tetap
(OAT-KDT)
lebih
xxxvi
Selama tahun 2009 tidak ada laporan mengenai munculnya efek samping
pengobatan TB yang berat.
Pengawasan Minum Obat
Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang pengwas minum
obat (PMO). Tugasnya adalah mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur
sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan
Kesehatan.
Di wilayah kerja Puskesmas 9 November, PMO berasal dari keluarga pasien.
Setiap satu pasien biasanya mempunyai satu orang keluarga yang mengawasi pasien
dalam meminum obat dan periksa dahak ulang pada waktu yang ditetapkan. Petugas
kesehatan memberikan motivasi pada pasien dan keluarga yang bertugas mengawasi
pasien agar berobat secara teratur.
Selain diawasi oleh keluarga, pasien juga diawasi oleh petugas kesehatan
puskesmas yang bertempat tinggal dekat dengan penderita. Satu orang petugas
kesehatan dapat mengawasi lebih dari satu orang penderita di dekat tempat
tinggalnya serta terus memberikan motivasi pada pasien dan keluarganya. 2 dari 5
pasien bertempat tinggal di komplek Dharma Praja dan diawasi oleh satu petugas
kesehatan Puskesmas yang bertempat tinggal di komplek Dharma Praja. 2 pasien lagi
bertempat tinggal di Jl.Pramuka dan masing-masing diawasi oleh 2 orang petugas
kesehatan Puskesmas yang bertempat tinggal di Jl.Pramuka. sedangkan satu pasien
xxxvii
lagi bertempat tinggal di Sungai Lulut dan diawasi oleh satu orang petugas yang
bertempat tinggal di daerah Sungai Lulut.
E.
kegiatan
yang
meliputi
perencanaan
kebutuhan,
pengadaan,
penyimpanan,
Jenis Formulir
Daftar tersangka pasien (suspek) yg
xxxviii
Realisasi di
Keterangan
Puskesmas
ada
ada
3
4
5
6
ada
ada
ada
ada
(TB.09)
Formulir hasil akhir pengobatan dari
ada
Tidak ada
Ada di PRM
Sungai Bilu
26
19.991
xxxix
xl
terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga
anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama harus dilakukan akan tetapi
hal ini masih belum dilakukan oleh petugas Puskesmas pada tahun 2009 di wilayah
kerja Puskesmas 9 November. Hal, ini harus dilakukan evaluasi agar kegiatan ini
dapat terlaksana di wilayah kerja Puskesmas 9 November.
b. Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara Suspek
Adalah presentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh
suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses
penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.
100% = 19,23%
Angka ini idealnya adalah sekitar 5 - 15%. Bila angka ini terlalu kecil (< 5
%) kemungkinan disebabkan penjaringan suspek terlalu longgar, banyak orang yang
tidak memenuhi kriteria suspek, atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium
(negatif palsu). Namun bila angka ini terlalu besar (> 15 %) seperti yang ditemukan
di Puskesmas 9 November, kemungkinan disebabkan penjaringan terlalu ketat atau
ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu). 2
Untuk kemungkinan adanya hasil pemeriksaan laboratorium positif palsu
telah disingkirkan berdasarka hasil evaluasi terhadap proses pemeriksaan
laboratorium baik di Puskesmas 9 November maupun di PRM Sungai Bilu.
xli
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih
rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk
menemukan pasien yang menular (pasien BTA Positif). Di Puskesmas 9 November,
jumlah penderita TB BTA positif jauh lebih rendah daripada jumlah semua pasien TB
(semua tipe), sehingga menghasilkan angka presentase yang rendah 38,46%. Hal ini
bisa disebabkan oleh beberapa kemungkinan, di antaranya karena mutu diagnosis
laboratorium yang rendah atau karena adanya overdiagnosis. Untuk mutu diagnosis
laboratorium, menurut pengamatan penulis, baik di laboratorium Puskesmas 9
November maupun di laboratorium PRM, pelaksanaan pemeriksaan sputum BTA
sudah memenuhi standar. SDM yang dimiliki adalah analis terlatih dengan ditunjang
peralatan laboratorium yang sesuai standar nasional.
xlii
Keterangan: tidak ada pasien TB anak yang tercatat di wilayah kerja Puskesmas 9
November Banjarmasin pada tahun 2009
Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan
dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu
besar dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis.
e. Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR)
Adalah presentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati
dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah
tersebut. Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA
positif pada wilayah tersebut.
xliii
X 100% = 11,9%
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan
perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah
penduduk. Target Case Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis
Nasional minimal 70%.
Angka CDR di wilayah kerja Puskesmas 9 November tidak mencapai target
minimal 70% an hanya mencapai 11,9%. Hal ini mungkin karena penemuan kasus
hanya bersifat pasif dengan promosi aktif. Pasif di sini yaitu pasien yang diperiksa
hanya pasien yang datang ke Puskesmas, bukan dengan cara penemuan aktif dari
rumah ke rumah, karena cara ini dianggap tidak cost effective. Diduga promosi aktif
mengenai TB yang dilakukan kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Dari hasil wawancara dengan petugas P2TB di Puskesmas 9 November,
didapatkan informasi bahwa sebelumnya pernah ada program penemuan penderita
aktif dari rumah ke rumah khususnya pada rumah yang memiliki anggota keluarga
penderita TB. Berdasarkan teori bahwa setiap satu penderita TB dapat menularkan
rata-rata 8 hingga 10 orang disekitarnya, deteksi dini pada anak-anak juga didasarkan
hanya bila didapatkan riwayat kontak dengan penderita TB. Jadi, jika ditemukan
satu orang penderita TB, semestinya para anggota keluarga yang serumah harus
diperiksa sputum untuk deteksi.
xliv
Program tersebut sejak tiga tahun yang lalu sudah tidak lagi dilaksanakan
oleh petugas P2TB Puskesmas 9 November Banjarmasin terlaksana di Puskesmas 9
November, Mengingat akan pentingnya program ini maka, maka hal tersebut mesti
dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kinerja dan program puskesmas 9
November agar dapat kembali menjalankan program tersebut dalam rangka
penemuan kasus dan penanggulangan TB di wilayah kerja Puskesmas 9 November
f. Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate = CNR)
Adalah angka yang menunjukkan jumlah penderita yang dan tercatat dalam
TB.07 diantara 100.000 penduduk disuatu wilayah tertentu. Angka ini apabila
dikumpulkan serial, akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari
tahun ke tahun di wilayah tersebut.
Keterangan: tidak ada buku register TB.07 di wilayah kerja Puskesmas 9 November
Banjarmasin
Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat
atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.
g. Angka Konversi (Conversion Rate)
Angka konversi adalah presentase pasien baru TB paru BTA positif yang
mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan
intensif. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan
untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan
benar. Contoh perhitungan angka konversi untuk pasien baru TB paru BTA positif :
xlv
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan
cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobat dalam 3-6
bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan
dahak negatif, setelah pengobatan intensif (2 bulan). Di tingkat kabupaten, propinsi
dan pusat, angka ini dengan mudah dapat dihitung dari laporan TB.11. Angka
minimal yang harus dicapai adalah 80%.
h. Angka Kesembuhan (Cure Rate)
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan presentase pasien baru
TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien
baru TB paru BTA positif yang tercatat. Angka kesembuhan dihitung juga untuk
pasien BTA positif pengobatan ulang dengan tujuan:
Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap obat terjadi di
komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakan obat baris
kedua (second-line drugs).
Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang
terjadi pada pasien dengan HIV.
xlvi
=
Jadi hanya 2 orang saja yang selesai pengobatan dan dinyatakan sembuh,
yang hanya bisa diperiksa hanya 2 orang saja karena yang 3 orang pengobatannya
belum selesai. Disimpulkan tahun 2009 angka kesembuhan berarti 100%.
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan
cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobat dalam 9 12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh setelah
selesai pengobatan.
Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan
digunakan untuk mengetahui hasil pengobatan. Walaupun angka kesembuhan telah
mencapai 85%, hasil pengobatan lainnya tetap perlu diperhatikan, yaitu berapa
pasien dengan hasil pengobatan lengkap, meninggal, gagal, default, dan pindah.
Di wilayah kerja Puskesmas 9 November pada tahun 2009 didapatkan angka
kesembuhan pasien TB sebesar 100%, atau 2 dari 2 pasien. Hal ini disebabkan
karena 3 pasien lainnya pengobatannya belum selesai hingga akhir tahun 2009, jadi
belum bisa dinyatakan sembuh atau tidak.
Angka default tidak boleh lebih dari 10%, karena akan menghasilkan proporsi
kasus retreatment yang tinggi dimasa yang akan datang yang disebabkan karena
ketidak-efektifan dari pengendalian Tuberkulosis.
xlvii
xlviii
Metode LQAS
Perhitungan angka kesalahan laboratorium metode ini digunakan oleh propinsipropinsi uji coba
Selain kesalahan besar dan kesalahan kecil, kesalahan juga dapat berupa tidak
memadainya kualitas sediaan, yaitu : terlalu tebal atau tipisnya sediaan, pewarnaan,
ukuran, kerataan, kebersihan dan kualitas spesimen. Mengingat sistem penilaian
yang berlaku sekarang berbeda dengan yang terbaru, petugas pemeriksa slide harus
mengikuti cara pembacaan dan pelaporan sesuai buku Panduan bagi petugas
laboratorium mikroskopis TB Interpretasi dari suatu laboratorium berdasarkan hasil
uji silang dinyatakan terdapat kesalahan bila :
Angka kesalahan baca sediaan (error rate) ini hanya bisa ditoleransi maksimal
5%. Apabila error rate 5 % dan positif palsu serta negatif palsu keduanya 5%
berarti mutu pemeriksaan baik. Error rate ini menjadi kurang berarti bila jumlah slide
yang di uji silang (cross check) relatif sedikit. Pada dasarnya error rate dihitung pada
masing-masing laboratorium pemeriksa, di tingkat kabupaten/ kota. Kabupaten / kota
harus menganalisa berapa persen laboratorium pemeriksa yang ada diwilayahnya
melaksanakan
cross
check,
disamping
menganalisa
error
rate
per
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi manajemen P2TB di Puskesmas 9 November
tahun 2009 dapat disimpulkan bahwa:
1. Angka penjaringan suspek di Puskesmas 9 November pada tahun 2009 hanya
mencapai 61,9% dari target 210 orang per 100.000 penduduk.
2. Proporsi pasien TB BTA positif diantara suspek di Puskesmas 9 November
adalah sebesar 19,23 %.
li
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
lii
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Zulkifli, Amin. Tuberkulosis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: 2006.
14.
liii