10 Penyakit Respirasi
10 Penyakit Respirasi
BRONKIEKTASIS
A. Definisi
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan
distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisiten atau
ireversibel.Kelainan bronkus tersebut disebabakan oleh perubahan-perubahan dalam
dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang
rawan dan pembulu darah.Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil
(medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.
B. Epidemiolodi
Di negeri-negeri barat kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara
populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti setelah
dapat ditekannya kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan antibiotik.Di Indonesia
belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini.Kenyataannya
penyakit ini cukup sering ditemukan diklinik-klinik dan diderita oleh laki-laki dan
perempuan.Penyakit ini mdapat diderita mulai sejak anak, bahkan dapat merupakan
kelainan kongenital.
C. Etiologi
Penyebab bronkiektasis sampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas.pada
kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat
Kelainan Kongenital
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.Faktor
genetik atau factor pertumbuhan dan perkembangan fetus memengang peranan
penting.Bronkiektasis
yang
timbul
kongenital
mempunyai
ciri
sebagai
Kelainan Didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat
dari proses berikut:
Infeksi.Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia
yang sering kambuh dan berlangsung lama.Pneumonia ini umumnya merupakan
komplikasi pertussis maupun influenza yang sering diderita semasa anak,
sekarang
belum
diketahuai)
ikut
berperan
terhadap
timbulnya
bronkiektasis.
D. PATOGENESIS
Patogenesis bronkiektasis tergantung faktor penyebabnya.Apabila bronkiektasis timbul
kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat kaitannya dengan factor genetika
serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan.Pada bronkiektasis
yang didapat, patogenesisnya diduga didapat dari beberapa mekanisme. Ada beberapa
faktor yang diduga ikut berperan antara lain: 1) faktor obstruksi bronkus, 2) faktor infeksi
pada bronkus atau paru, 3) faktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru,
asthmatic pulmonary eosinophilia, dan 4) faktor intrinsik dalam bronkus paru.
Patogenesis pada bronkiektasis kebanyakan didapat dari 2 mekanisme dasar:
1. Faktor infeksi bakteri.Mula-mula karena adanya infeksi pada bronkus atau paru,
kemudian timbul bronkiektasis.Mekanisme terjadinya sangat rumit. Secara ringkas
dapat dikatakan bahwa infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti proses dekstruksi
dinding bronkus daerah infeksi kemudian timbul bronkiektasis.
2. Adanya obstruksi bronkus.Adanya obstruksi paru oleh beberapa penyebab (misalnya
tuberculosis kelenjar limfe pada anak; karsinoma bronkus, korpus alienum dalam
bronkus)akan diikuti terbentuknya bronkiektasis. pada bagian distal obstruksi
biasanya akan terjadi infeksi dan destruksi bronkus, kemudian terjadi bronkiektasis.
E. Gambaran Klinis Bronkiektasis
Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda, 69 % penderita
berumur kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanak-kanak, 60 % dari
penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun.Gejalanya tergantung dari
luas, berat, lokasi ada atau tidaknya komplikasi.
F. Tanda dan Gejala
1. Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari, setelah
tiduran dan berbaring.
2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada
gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
3. Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih
disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura,
dan lemah badan
normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume
ekspirasi paksa 1 menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi
pernafasan yang dapat mengakibatkan :
Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
Hipoksemia
Hiperkapnia
Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemerisaan
Pemeriksaan imunologi
Pemeriksaan spermatozoa
Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).
5. Pemeriksaan Radiologi.
Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan
menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta
gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai
lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya
menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru
kanan.
6. Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk
mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu penderita dengan pneumoni yang
terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis
setelah mendapat pengobatan konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang
masif.Bronkografi dilakukan setelah keadaan stabil, setalah pemberian antibiotik dan
postural drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret.
H. Penatalaksanaan Bronkiektasis
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :
Pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisillin, Kotrimoksasol, atau
sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental
dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizeruntuk melembabkan sekret.
2.Tubercolosis
A. Definisi
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa.Bakteri penyakit TBC ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).Bakteri penyakit TBC ini berbentuk
batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Faktor penyebab penyakit TBC ini meliputi:
1. Lingkungan yang tidak higienis. TBC menyebar dengan cepat pada tempat tinggal
yang kurang ventilasi, sempit dan sesal, karenanya angka penularan tinggi terjadi di
lingkungan yang penuh sesak dan kumuh.
2. Kurangnya akses ke perawatan medis, baik karena ketidakmampuan ekonomi atau
ketidaktahuan. Kondisi ini membuat ia tidak mendapatkan tindakan medis yang
cukup sehingga memperburuk penyebaran.
3. Turunnya kekebalan tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh bekerja dengan baik, maka
sel darah putih akan menjadi benteng pelindng dari bakteri TB. Tapi jika sistem
imunnya berkurang, maka kuman akan lebih mudah masuk ke dalam tubuh.
4. Kontak dengan penderita penyakit TBC lainnya. Jika hidup dengan penderita TBC
aktif yang tidak mendapatkan pengobatan akan membuat risiko tertular semakin
tinggi, baik di lingkungan keluarga ataupun rekan kerja.
5. Jenis kelamin dan usia. Umumnya jenis kelamin laki-laki dan orang dewasa lebih
berisiko terkena TBC.
B. EPIDEMIOLOGI
C. FAKTOR RESIKO :
1. Faktor Umur : penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
2. Faktor Jenis Kelamin : TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok
sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.
3. Tingkat Pendidikan : Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi, dengan
pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku
hidup bersih dan sehat.
4. Pekerjaan : Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di
daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.
Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama
terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
5. Kebiasaan Merokok : Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang
lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari
5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi
TB Paru.
6. Pencahayaan : Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi
lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila
dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang
lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif
tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta
sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
7. Ventilasi : Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam
rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di
dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB. Umumnya
temperatur kamar 22 30C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.
8. Status Gizi : Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang
mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan
orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang
akanberpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik
terhadap penyakit.
9. Keadaan Sosial Ekonomi : Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan,
keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan
pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi
konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status
gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga
memudahkan terkena infeksi TB Paru
D. PATOGENESIS
1. Tuberkulosis Primer
Kuman TB saluran napas bersarang di jaringan paru memebentuk sarang
primer afek primer peradangan saluran getah bening menuju hilus (Iimfangitis
lokal) pembesaran kelenjer getah bening di hilus (Iimfadenitis regional).
Afek primer + Iimfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1 Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
2 Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3 menyebar dengan cara :
a Perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya)
b Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Tertelannya dahak bersama ludah. Penyebaran juga terjadi ke dalam
usus.
c Penyebaran secara hematogen dan Iimfogen. Sangat bersangkutan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh
spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosa. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh
lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.
2. Tuberkulosis post-primer
Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer.
Tuberkulosis post primer mempunyai macam-macam nama, tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang
terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menulari sekitarnya.
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umunya terletak di segmen
apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti
salah satu jalan:
1 Diresorpsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2 Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras,
terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga
sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti,
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3 Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju tadi keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :
a Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang sebutkan diatas.
b Dapat pula memadat dan membungkus diri dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
c Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity,
atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga
kelihatan sebagai bintang (stellate shaped).
B. Klasifikasi
1. TB Paru
tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru)
1 Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi dalam :
a Tuberkulosis paru BTA (+)
2 dari 3 spesimen dahak positif
Satu spesimen dahak positif + radiologi tuberkulosis aktif.
Satu spesimen dahak positif + biakan positif
b Tuberkulosis paru BTA (-)
dahak 3 kali negative + gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif + tidak respons antibiotik spektrum luas
dahak negatif + biakan negatif + gambaran radiologik positif
2 Berdasarkan tipe penderita
a Kasus baru
belum pernah mendapat OAT atau menelan OAT kurang dari satu bulan
b Kasus kembuh ( relaps )
pernah mendapat OAT dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau
biakan positif.
c Kasus pindahan (transfer)
sedang pengobatan di kabupaten lain pindah berobat ke kabupaten ini.
d
e
f
g
2. TB Ekstra Paru
a TB ekstra paru ringan
Misalnya : TB kelenjer limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjer adrenal.
b TB ekstra paru berat :
Misalnya : meningitis, millier, parikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral,
TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
C. Anamnesis
1
Gejala respiratorik
c Batuk 3 minggu
d Batuk darah
e Sesak napas
f Nyeri dada
(TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadentis tuberkulosis akan
terjadi pembesaran KGB yang lambat dan tidak nyeri)
2
Gejala sistemik
a Demam
b Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
D. Pemeriksaan Fisik
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior, serta daerah apex lobus inferior.
- suara napas bronkial, amforik,
- suara napas melemah, ronki basah
- tanda-tanda penerikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyak cairan di rongga
pleura.
- perkusi pekak
- suara napas yang melemah tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada Iimfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran KGB tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang didaerah ketiak. Pemeriksaan kelenjer tersebut
dapat menjadi cold abscess.
E. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan spesimen
1 Bahan pemeriksaan: dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavege/BaL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
2 Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara :
A Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
B Dahak pagi (keesokan harinya)
C Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi )
Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan / ditampung dalam pot
yang bermulut lebar, berpenampung 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan
tidak bocor.
- Pemeriksaan Radiologik
foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. (Pemeriksaan lain atas indikasi : foto toraks
apiko-lordotik, ablik, CT-Scan)
1 TB aktif :
a bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atau dan segmen
superior lobus bawah paru
b Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
c Bayangan bercak milier
d Efusi pleura unilateral
2
a
b
c
TB inaktif
Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan segmen superior
bawah paru
Kalsifikasi
Penebalan pleura
15 mg/kg BB 2 x seminggu
300 mg/hari untuk dewasa.
Intermiten : 600 mg / kali
Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x seminggu, 50 mg/kg BB 2 x
seminggu atau :
BB > 60 Kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Etambutol : fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutkan 15 mg/kg
BB, 30 mg/kg BB 3 x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau:
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/kg BB /kali
Streptomisin : 15 mg/kg BB/kali
BB > 60 kg : 1000 mg
BB 40-60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
Kon\mbinasi dosis tetap
Rifampisin
a Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
Sindrom perut
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
b Efek samping yang berat tapi jarang:
Hepatitis
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal.
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat.Air mata, air
liur.karena proses metabolisme obat
Pirazinamid
Efek samping utama: hepatitis, Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadangkadang dapat menyebabkan sarangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan sisebabkan
berkurangnya ekskresi dan penimbuhan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam,
mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
Etambutol
Gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah
dan hijau. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah
obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan
okuler sulit untuk dideteksi.
Streptomisin
Efek samping utama: kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan
dan pendengaran. Gejala efekya samping yang terlibat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan.
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit
kepala, muntah dan eritema pada kulit.Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera
setelah suntikan.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
BB < 30 kg
BB 30 50 kg
BB > 50 kg
R
H
Z
S
E
300 mg
300 mg
750 mg
500 mg
500 mg
450 mg
300 mg
1000 mg
750 mg
750 mg
600 mg
400 mg
1500 mg
750 mg
1000 mg
G. Evaluasi
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun setelah sembuh untuk
mengetahui terjadinya kekambuhan.Yang dievaluasi adalah mikroskopi BTA dahak dan foto
toraks.Mikroskopi BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks
6,12,24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
1
2
3
4
5
6
Paduan obat : 2 RHZ (E-S) / 4 RH dengan regulasi baik / gula darah terkontrol
Bila gula darah tidak terkontrol, fase lanjutan 7 bulan : 2 RHZ (E-S) / 7 RH
DM harus dikontrol
Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol ke mata : sedangkan
penderita DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
Perlu diperlihatkan penggunaan rifampisin akan mengurangi efektiviti obat oral anti diabetes
(sulfonil urea), sehinggga dosisnya perlu ditingkatkan
Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila
terjadi kekambuhan
Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomondasi ATS yaitu : 2 RHZE / RH diberikan
sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak
Menurut WHO paduam obat dan lama pengobatan sama dengan TB paru tanpa HIV / AIDS
Jangan berikan Thiacetazon karena dapat menimbulkan toksik yang hebat pada kulit
Obat suntik kalau dapat dihindari kecuali jika sterilisasinya terjamin
Jangan lakukan desensitisasi OAT pada penderita HIV / AIDS (mis INH, rifampisin) karena
mengakibatkan toksik yang serius pada hati
INH diberikan terus menerus seumur hidup
Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi
3 PNEUMONIA
A. Definisi
Pneumonia adalah Infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang, kantung-kantung
kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang, kekurangan oksigen membuat sel-sel
tubuh tidak dapat bekerja dan menyebabkan infeksi ke seluruh tubuh.
Pneumonia di sebabkan oleh bakteri, virus, mikroplasma, jamur dan berbagai senyawa
kimia maupun partikel.
B. Klasifikasi Pneumonia
Berdasarkan klinis dan epideologis
1. Pneumonia komuniti (Community-Acquired pneumonia)
Pneumonia yang di dapat di komunitas/masyarakat dan biasanya menimbulkan
pneumonia lobar.Pneumonia sering di sebabkan bakteri gram positif (+) seperti
Streptococcus pneumonia.Biasanya menyerang infeksi saluran nafas bawah. Gejala
yang khas adalah demam dengan disertai keluhan pernafasan seperti batuk disertai
dahak , pleuritik., menggigil dan nyeri
2. Pneumonia nosokomial (Hospital-Acquired pneumonia)
Pneumonia yang kejadiannya bermula di rumah sakit, karena pada saat menjalani
perawatan di rumah sakit sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan
infeksi sering terganggu.Mikroorganisme penyebabnya adalah bakteri gram
yang
peka.Misalnya
Klebsiella
pada
penderita
alkoholik,
mengeluarkan lendir berwarna hijau. Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa diobati.
Bahkan untuk pencegahan vaksinnya pun sudah tersedia
3. Pneumonia virus
Gejala Pneumonia oleh virus sama saja dengan influensa, yaitu demam, menggigil, batuk kering,
sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh. Dan letih lesu, selama 12 - 136 jam, napas
menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam
tinggikadang membuat bibir menjadi biru
4. Pneumonia jamur
Merupakan infeksi sekunder.Prediksi utama terutama pada penderita daya
tahan
menundah kekambuhan.
C. Etiologi
1. Pneumonia disebabkan oleh bakteri
Gram positif (+)
Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
Streptococcus agalactiae
Gram negatif (-)
Haemophilus influenza
Klebsiella pneumonia
Escherichia coli
Pseudomonas aeruginosa
Moraxella catarrhalis
Pneumocystis Carinii
Individu yang terlalu lama di ruangan yang terdapat aerosol dari air yang lama
E. Mekanisme
Bakteri
Alveoli
PNEUMONIA
P.atipik
P.tipik
Onset
gradual
Suhu
kurang tinggi
tinggi, menggigil
Batuk
non produktif
produktif
Dahak
mukoid
purulen
Gejala lain
Jarang
akut
sering
lebih jarang
Pewarnaan Gram
(-)
Radiologis
konsolidasi lobar
Laboratorium
lebih tinggi
sering
jarang
F. Manifestasi Klinis
Demam tinggi dan menggigil
Sesak nafas
Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita menarik nafas
nanah)
Ketika infeksi terlihat nafas tertinggal di bagian sakit
Perkusi redup
Terdengar suara ronki
Perkusi redup
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung /
mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar s t r i d o r ( d e n g k u r, n a f a s y a n g
I. Penatalaksanaan
Medikamentosa
1. Pneumonia yang disebabkan virus
Obat anti virus : - Amantadin (dosis: 400-500mg/hari) untuk frofilaksis terhadap
influenza dapat mencegah serangan influenza pada 60% orang yang
memakainya. Obat ini dapat mengalami insomnia, anksietas atau gejala
gangguan mental.
Acylovir (dosis: 6 tablet @500 mg/hari) untuk penyakait herpes
2. Pneumonia yang disebabkan bakteri
bakteri gram positif :
intravena)
Gentamisin (5-6 mg/kg berat badan sehari dalam dosis dibagi atau 1,5 mg/kg
berat badan setiap 8 jam intravena)
3. Pneumonia Apikal
eritromisin (2-4 g/hari selama 3 minggu, sebaiknya diberikan intravena)
doksisklin (mula-mula 200 mg, 12 jam kemudian 100mg dan selanjutnya 100
mg/hri)
rifampisin (2xsehari selama satu minggu bersama pemakain doksisklin)
4. Pneumonia Mycoplasma
tetrasiklin dan eritromisin diberikan 2 gram sehari untuk dewasa
eritromisin pada anak 30-50 mg/kg berat badan sehari.
5. Pneumonia nosokominal
Sefalosporin
Vankomisin
Linezolid
6.
Pneumonia komunitas
Sefalosporin
Nonmedikamentosa
Istirahat, bila panas tinggi di kompres
Minum banyak air putih
J. Pencegahan
Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi focus kegiatan program P2ISPA
(Pemberantasan
Penyakit
Infeksi
Saluran
Pernafasan
Akut).
Program
kegiatan
penyuluhan
dan
penyebaran
informasi
tentangpenanggulangannya.
Untuk orang yang rentan pneumonia, latihan bernafas dan terapi membuang
dahak.
Vaksinasi
K. Prognosis
Dengan pemberian antibiotikan yang tepat dan adekuat maka mortalitas dapat diturunkan sampai
<1%. Mortalitas bisa tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat untuk pengobatan. Jadi, prognosis akan baik jika pengobatan sudah
adequate dan dilakukan dengan baik oleh pasien serta istirahat yang cukup, tetapi jika tidak
adequate prognosis akan menjadi buruk
4.P P O K
( Penyakit Paru Obstruktif Kronik )
penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak
sepenuhunya reversibel. bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya.
Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena :
- Emfisema merupakan diagnosis patologis
- Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis
Selain itu kedunya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas.
A. Faktor Risiko
Asap rokok
Polusi udara
Infeksi saluran napas bawah bertulang
B. Anamnesis
-
batuk
produksi sputum
sesak napas
aktiviti terbatas
PPOK
usia pertengahan
Asma
usia dini
Riwayat
lama merokok
Keluhan
CHF
Usia tua atau
pertengahan
Riwayat hipertensi
sesak
Pemeriksaan Fisik
Hipersonor
Radiologi
Hiperinflasi,
Hiperlusen,
Diafragma mendatar
umumnya ireversibel
Hambatan aliran
udara
malam/dini hari
Wheezing
Kebanyakan normal
umumnya reversibel
F. Penatalaksanaan
4 komponem program tatalaksana :
1 Evaluasi dan monitor penyakit
2 Menurunkan faktor risiko berhenti merokok
3 Tatalaksana PPOK stabil
4 Tatalaksana PPOK eksaserbasi
Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK
1 Optimalisasi penggunaan obat-obatan
b Bronkodilator
Agonis beta -2 kerja cepat kombinasi dengan antikolinergik perinhalasi
(nebuliser)
Xantin intravena (bolus dan drip)
c Kortikosteroid sistemik
d Antibiotik
Gol. Makrolid baru
Gol. Kuinolon respirasi
Sefalosporin generasi III/IV
e mukolitik
f ekspektoran
2 Terapi oksigen
3 Terapi nutrisi
4 Rehabilitasi fisik dan respirasi
5 Evaluasi progresfiti penyakit
6 Edukasi
Indikasi rawat ICU
- Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.
- Kesedaran menurun, letargi, atau kelamahan otot-otot respirasi
Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan ventilasi mekanik invasif
atau noninvasif.
5 BRONKOPNEUMONIA
A. Definisi
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate. Bronkopneumonia
adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
B. Etiologi Penyeab Bronkopneumonia :
1. Bakteri. Bakteri pada bronkopneumonia biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organisme gram posifif seperti halnya : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan
streptococcus
pyogenesis. Sedangkan
bakteri
gram negatif
seperti
halnya
Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan. Bisa berupa nyeri pleuritik, nafas dangkal
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan pada bronkopneumonia untuk menegakkan
diagnosis diantaranya yaitu :
A. Rontgen Dada : Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi distribusi struktural; dapat
juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar
atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus).
Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih. Foto thorax bronkopeumoni
terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia
lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
B. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sukar.
C. Pemeriksaan fungsi paru. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan volume paru
mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin
meningkat dan komplain paru menurun, terjadi hipoksemia.
D. Analisa Gas Darah. Pada pemeriksaan darah ini biasanya akan didapatkan hasil yang
tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada.
F. Penatalaksanaan :
1. Kemoterapi. Pemberian kemoterapi harus berdasarkan pentunjuk penemuan kuman
penyebab infeksi (hasil kultur spatum dan tes sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila
penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara oral, sedangkan bila berat diberikan secara
parenteral. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus
diingat kemungkinan penggunaan antibiotik tertentu perlu penyesuaian dosis (Harasawa,
1989).
2. Pengobatan dan Perawatan Umum.
Pengobatan bronkopneumonia dan
perawatan
bronkopneumonia
umum
yang
yang berat.
Hidrasi Cairan. Bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat dehidrasi dilakukan secara
G. Komplikasi Bronkopneumonia.
Penyakit bronkopneumonia ini selain terjadi pada dewasa, seringkali juga terjadi
bronkopneumonia
pada
anak.
Berikut
beberapa
komplikasi
dari
penyakit
bronkopneumonia yaitu :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
3. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
6. Infeksi sitemik .
6.BRONKITIS AKUT
= proses radang akut yang pada umumnya disebabkan oleh virus. Akhir akhir ini ternyata banyak juga
disebabkan oleh Mycoplasma dan Chlamydia.
A. Gejala Klinis
Batuk-batuk
biasanya dahak jernih
sakit tenggorok
nyeri dada
biasa disertai tanda bronkospasme.
Demam tidak terlalu tinggi.
B. Pemeriksaan Penunjang
- Foto rontgen toraks, untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia atau
tuberculosis. Pada bronchitis akut tidak terlihat kelainan di foto thorax
- Pemeriksaan serologi untuk melihat infeksi Mycoplasma atau Chlamydia
C. Diagnosis Banding: Pneumonia, Tuberkulosis.
D. Terapi
- Simtomatis bila disebabkan virus.
- Bila infeksi karena Mycoplasma atau Chlamydia dapat diberi :
Tetrasiklin 4 x 500 mg atau
Doksisiklin 2 x 100 mg atau
Eritromisin 4 x 500 mg
7.INFLUENZA
A. Definisi
Virus influenza adalah virus RNA, termasuk famili Orthomyxovirus, berantai tunggal dan
berbentuk heliks. Sesuai dengan antigen dasarnya dibagi menjadi tiga tipe yaitu A, B dan C.
Virus ini dibagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan antigen permukaannya yaitu
hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Tiga tipe hemaglutinin yang ada pada manusia (H1,
H2, H3) berperan dalam penempelan virus pada sel. Dua tipe neuraminidase (N1, N2)
berperan dalam penetrasi virus ke dalam sel. Variasi kedua glikoprotein eksternal H dan N,
adakalanya berubah secara periodik, hal ini menyebabkan perubahan antigenitas. Antigenic
shift merupakan perubahan besar (major) salah satu antigen permukaan (H atau N), yang
dapat menyebabkan pandemi. Antigenic drift merupakan perubahan kecil (minor) pada
antigen permukaan yang timbul diantara major shift dan bisa dihubungkan dengan epidemi
(Pickering dkk., 2000).
Infuenza tipe A menyebabkan penyakit sedang-berat dan dapat menyerang semua umur.
Virus ini menyerang manusia dan binatang lain, seperti babi dan burung. Influenza tipe B
biasanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A, dan terutama menyerang
anak-anak. Influenza tipe B lebih stabil daripada influenza tipe A, dengan sedikit antigenic
drift dan menyebabkan imunitas yang cukup stabil. Virus ini hanya menyerang manusia.
Influenza tipe C dilaporkan jarang menyebabkan sakit pada manusia, kemungkinan karena
sebagian
besar
kasus
bersifat
subklinis
dan
tidak
menyebabkan
epidemi.
Virus influenza mempunyai kemampuan untuk merubah antigen. Perubahan antigen ini
sering terjadi pada influenza tipe A, tetapi kurang pada tipe B, dan tidak pernah pada tipe C.
Perubahan ini terjadi pada antigen permukaannya yaitu H dan N
Terdapat dua macam mutasi tergantung besar atau kecilnya perubahan RNA, yaitu:
Antigenic shift, hanya terjadi pada influenza tipe A; perubahan genetik yang besar dan
mendadak pada HA dan/atau NA; tidak ada imunitas di masyarakat; mengakibatkan
pandemi setiap 10-40 tahun sekali.
Antigenic drift, hanya terjadi pada influenza tipe A dan B; terjadi setiap 1 atau beberapa
tahun dalam satu subtipe; mutasi pada asam amino RNA; tidak menghasilkan subtipe
baru; dan dapat menyebabkan terjadinya epidemi.
Influenza timbul di seluruh bagian dunia dan mengenai 10-20% dari total populasi
dunia. Manusia adalah satu-satunya reservoir untuk influenza tipe B dan C,
sedangkan influenza tipe A dapat menginfeksi manusia dan binatang. Tidak ada yang
disebut sebagai karier kronik. Influenza ditularkan melalui droplet dari orang yang
terinfeksi. Cara penularan lain yang jarang adalah melalui kontak erat.
Aktivitas influenza timbul terutama pada musim dingin dan mencapai puncaknya dari
Desember sampai Maret di daerah yang beriklim subtropis, tetapi dapat pula timbul
lebih awal atau lebih lambat. Selama tahun 1976-2001, di Amerika Serikat aktivitas
puncak timbul paling sering pada bulan Januari (24%) dan Februari (40%) dan ratarata terjadi 20.000 kematian per tahun. Pada daerah tropis influenza dapat timbul
setiap saat selama setahun. Influenza juga dapat menyebabkan pandemi bila angka
morbiditas dan mortalitas komplikasi akibat influenza meningkat secara bermakna di
seluruh dunia. Influenza dapat menyerang semua kelompok umur. Angka kejadian
infeksi tertinggi adalah pada anak-anak, sedangkan angka kejadian penyakit serius
dan kematian tertinggi adalah pada orang usia >65 tahun dan orang yang berisiko
tinggi menderita komplikasi akibat influenza. Pada anak usia 0-4 tahun, angka
perawatan rumah sakit adalah 1:2000 orang yang berisiko tinggi dan 1:1000 orang
yang tidak berisiko tinggi. Dalam kelompok usia 0-4 tahun, angka perawatan rumah
sakit tertinggi adalah anak umur 0-1 tahun dan angka ini sama dengan angka yang
ditemukan pada orang usia 65 tahun.
Selama epidemi influenza tahun 1969-1970 sampai 1994-1995, angka perawatan
rumah sakit di Amerika Serikat berkisar antara 16.000 sampai 220.000 per epidemi,
rata-rata 114.000 per tahun perawatan, dengan 57% dari yang dirawat adalah usia <65
tahun. Sejak pandemi virus influenza tipe A pada tahun 1968, terjadi peningkatan
angka perawatan rumah sakit akibat influenza selama epidemi yang disebabkan virus
influenza
tipe
A,
dengan
perkiraan
rata-rata
142.000
per
tahun.
influenza yang terjadi dari tahun 1972-1973 sampai 1994-1995, kematian terjadi
selama 19 dari 23 epidemi influenza. Selama 19 musim influenza tersebut, perkiraan
angka kematian akibat influenza kira-kira 30 sampai >150 kematian per 100.000
orang usia 65 tahun. Lebih dari 90% kematian adalah orang lanjut usia karena
pneumonia dan influenza.
3. Patogenesis
Virus influenza masuk ke dalam saluran napas melalui droplet, kemudian menempel
dan menembus sel epitel saluran napas di trakea dan bronkus. Infeksi dapat terjadi
bila virus menembus lapisan mukosa non-spesifik saluran napas dan terhindar dari
inhibitor non-spesifik serta antibodi lokal yang spesifik. Daerah yang diserang adalah
sel epitel silindris bersilia. Selanjutnya terjadi edema lokal dan infiltrasi oleh sel
limfosit, histiosit, sel plasma dan polimorfonuklear. Nekrosis sel epitel ini terjadi
pada hari pertama setelah gejala timbul. Perbaikan epitel dimulai pada hari ke-3 dan
ke-5 dengan terlihatnya mitosis sel pada lapisan basal. Respons pseudometaplastik
dari epitelium yang undifferentiated timbul. Puncaknya dicapai pada hari ke9
sampai ke-15 setelah awitan penyakit. Setelah 15 hari, tampak produksi mukus dan
silia kembali seperti sediakala.
Adanya infeksi sekunder menyebabkan reaksi infiltrasi sel radang lebih luas dan
kerusakan pada lapisan sel basal dan membrana basalis lebih hebat, yang akan
mengakibatkan terhambatnya regenerasi sel epitel bersilia. Kemudian virus
bereplikasi di dalam sel pejamu yang menyebabkan kerusakan sel pejamu. Viremia
tidak terjadi. Virus terlindung di dalam sekret dari saluran napas selama 5-10 hari.
C. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi biasanya hanya 2 hari, tetapi dapat bervariasi antara 1 sampai 5 hari.
Tingkat keparahan influenza tergantung pada riwayat imunologik terdahulu dengan
antigen varian virus. Secara umum, hanya 50% dari orang yang terinfeksi influenza
akan timbul gejala klinis klasik influenza.
Penyakit influenza klasik ditandai dengan demam, mialgia, sakit tenggorokan, dan
batuk yang tidak produktif secara tiba-tiba. Demam berkisar antara 38,3-38,9C.
Gejala demam muncul secara mendadak sehingga pasien dapat memberitahukan
waktu yang tepat kapan demam muncul. Mialgia terutama dirasakan di otot
punggung. Batuk terjadi sebagai akibat destruksi epitel trakea. Gejala tambahan lain
dapat berupa rinorea, sakit kepala, rasa terbakar substernal dan gejala okular (nyeri
dan sensitif terhadap cahaya).
Gejala sistemik dan demam biasanya berlangsung selama 23 hari, jarang yang lebih
dari 5 hari. Gejala akan berkurang dengan pemberian asetosal atau asetaminofen.
Asetosal tidak boleh diberikan pada bayi, anak-anak, maupun remaja karena risiko
terjadinya sindrom Reye setelah infeksi influenza. Penyembuhan biasanya cepat,
tetapi beberapa orang akan menjadi astenia dan depresi selama beberapa minggu.
D. Diagnosis
Diagnosis influenza ditegakkan berdasarkan karakteristik manifestasi klinis, terutama
jika telah dilaporkan adanya influenza dalam masyarakat. Pemeriksaan laboratorium
rutin kurang berperan dalam menegakkan diagnosis banding influenza dengan
penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus lain. Pada anak, manifestasi
pemeriksaan darah bervariasi, bahkan pada bayi tampak gambaran leukositosis. Foto
toraks bermanfaat untuk menyatakan adanya penyulit pneumonia lobaris atau
interstisial.
Diagnosis pasti influenza bergantung pada isolasi atau deteksi komponen virus dari
sekret saluran napas atau adanya kenaikan yang bermakna titer antibodi serum pada
masa penyembuhan. Diagnosis serologik yang cukup menjanjikan adalah pengukuran
antibodi terhadap hemaglutinin influenza dengan menggunakan metode ELISA. Uji
ini sederhana dan mempunyai kelebihan dapat mengidentifikasi secara spesifik
antibodi IgA, IgM dan IgG.
E. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak kecil, anak dengan risiko tinggi dan orang
lanjut usia. Komplikasi yang paling sering adalah pneumonia, terutama pneumonia
bakteri
(karena
Streptoccocus
pneumoniae,
Haemophilus
infuenzae,
atau
namun
tingkat
fatalitasnya
tinggi.
Sindrom Reye adalah komplikasi yang mungkin timbul pada anak yang mendapatkan
asetosal, terutama berhubungan dengan influenza tipe B, ditandai dengan muntah
yang berat dan penurunan kesadaran sampai koma karena edema otak.
Komplikasi lain adalah miokarditis, perburukan bronkitis kronik dan penyakit paru
kronik lainnya. Angka kematian adalah 0,51 per 1000 kasus. Sebagian besar
kematian terjadi pada usia 65 tahun.
8.ABSES PARU
peradangan di jaringan paru yang disertai pembentukan rongga yang berisi nanah.
A Gejala Klinis
- Demam tinggi.
- Batuk mula-mula sedikit dahaknya, suatu saat dahak dapat banyak sekali karena rongga abses
berhubungan dengan bronkus yang agak besar dan isi abses dibatukkan keluar. Seringkali dahak
berbau busuk atau bercampur darah.
- Nyeri dada
- sesak napas.
- Biasanya dijumpai ronki basah.
B.Pemeriksaan Penunjang
- Foto rontgen toraks PA dan lateral.
- Laboratorium : leukositosis, LED meninggi..
- Pemeriksaan sputum , pewarnaan Gram, Kultur dan pemeriksaan resistensi terhadap antibiotik.
C. Diagnosis Banding: Empiema, Bulla yang terinfeksi.
D. Terapi
- Penisillin 2 x 1.2 juta sampai rongga abses menutup.
- Kloramfenikol 4 x 500 mg selama 2 minggu.
- Bila dahak berbau busuk yang umumnya disebabkan infeksi kuman anaerob ditambahkan
metronidazol 3 x 500 mg.
- Obat pilihan lain amoksillin + asam klavulanat 3 x 1 g selama 3-5 hari, dilanjutkan 3 x 500 mg
sampai rongga abses menutup, Clindamycin 2 x 500 mg
E. Penyulit: Hemoptisis massif, sepsis
9.KANKER PARU
A. Definisi Kanker Paru
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel
bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak
terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus
didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker
disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan
menghilangnya silia.
B. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Paru
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui,
tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan
faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan
lain-lain (Amin, 2006). Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab
terjadinya kanker paru :
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu
85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan
kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru
pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap
setiap
hari,
lamanya
kebiasaan
merokok,
dan
lamanya
berhenti
merokok
(Stoppler,2010).
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau
mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan
risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada
orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat
kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2005).
Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi
pada perokok pasif (Stoppler,2010).
c.
Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya
kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru
jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah
pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan
pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang
pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih
dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar
oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada
asap rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).
d.
e.
Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene,
selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru (Amin,
2006).
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena
penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi
pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk
juga gen-gen K-ras dan myc)
dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2)
(Wilson, 2005).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko
empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok
dihilangkan (Stoppler, 2010).
C. Klasifikasi Kanker Paru
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan kanker
paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk
menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah
epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya.
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru yang
paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di
sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening
hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki
daripada perempuan (Wilson, 2005).
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen
bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan
fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada
stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejalagejala.
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam
klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar
dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti
bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh
cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di
sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah
bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat
hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering
ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh
dan sering memperlihatkan fragmentasi dan crush artifact pada sediaan biopsi.
Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan
sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma
yang saling berdekatan (Kumar, 2007).
Karsinoma
sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung
timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson, 2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma
bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai
karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa
D. Stadium Klinis
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut International
Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer (AJCC) 1997 adalah
sebagai berikut :
Tabel
Stadium
TNM
Karsinoma tersembuyi
Tx, N0, M0
Stadium 0
Tx, N0, M0
Stadium 1A
Ti, N0, M0
Stadium 1B
T2, N0, M0
Stadium IIA
T1, N1, M0
Stadium IIB
T2, N1, M0
T3, N0, M0
Stadium IIIA
T3, N1, M0
T1-3, N2, M0
Stadium IIIB
Stadium IV
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak terlihat
pada radiogram atau bronkoskopi.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang pleura
viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal
dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma, pleura
mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari
distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang disertai efusi
pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.
N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral; kelenjar
getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.
E. Gejala Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah
menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat :
Lokal (tumor tumbuh setempat) :
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Ateletaksis
Invasi lokal : Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan saraf simpatis servikalis
Gejala Penyakit Metastasis :
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara radiologis.
Kelainan berupa nodul soliter (Amin, 2006).
F. Diagnosis
2 Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis tepat.
Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker paru. Batuk
disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang bercampur darah, sesak nafas dengan
suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun, dan
anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan
pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok,
dan terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.
3
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa perubahan bentuk
dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening dan tanda-tanda obstruksi
parsial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :
Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru. Kerusakan
pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas.
Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-
organ lainnya.
Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan
tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan untuk
mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran
tumor, kelenjar getah bening, dan metastasis ke organ lain.
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode tomografi komputer. Pada
pemeriksaan tomografi komputer dapat dilihat hubungan kanker paru dengan dinding
toraks, bronkus, dan pembuluh darah secara jelas. Keuntungan tomografi komputer tidak
hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga struktur di sekitar lesi serta invasi tumor ke
dinding toraks. Tomografi komputer juga mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat
mendeteksi lesi kecil dan tumor yang tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan.
Pemeriksaan Sitologi
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik
yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari
sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik
pada stadium prakanker maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan
sebab peradangan.
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk
mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang paling
sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun invasif.
Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik terutama untuk kanker paru yang letaknya
sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada
golongan risiko tinggi.
Pemeriksaan Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi untuk
bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik
mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan
lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di
perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.
Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk mendiagnosis tumor
pada paru terutama yang terletak di perifer. Dalam hal ini diperlukan peranan radiologi
untuk menentukan ukuran dan letak, juga menuntun jarum mencapai massa tumor.
Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih titik insersi jarum di dinding kulit toraks
yang berdekatan dengan tumor.
Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan histopatologik
untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat torakoskop yang
ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil
sebahagian jaringan paru yang tampak.
Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara langsung ke dalam paru dengan
menusukkan jarum yang lebih panjang dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan
pengisapan jaringan tumor yang ada (Soeroso, 1992).
G. Penatalaksanaan
1.
Pembedahan
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total berikut
kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada kanker paru yang
tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada
kanker paru jenis SCLC. Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya
pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat juga dilakukan pada stadium lanjut, akan
tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan
kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat
menjadi lebih baik.
Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan cara :
a. Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi tumor,
bersamaan dengan margin jaringan normal.
b. Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.
c. Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini dilakukan jika
diperlukan dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan satu paru.
2. Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker paru dengan tumor
yang tumbuh terbatas pada paru. Radioterapi dapat dilakukan pada NCLC stadium awal
atau karena kondisi tertentu tidak dapat dilakukan pembedahan, misalnya tumor terletak
pada bronkus utama sehingga teknik pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum
pasien tidak mendukung untuk dilakukan pembedahan.
Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker. Pada
beberapa kasus, radiasi diberikan dari luar tubuh (eksternal). Tetapi ada juga radiasi yang
diberikan secara internal dengan cara meletakkan senyawa radioaktif di dalam jarum,
dengan menggunakan kateter dimasukkan ke dalam atau dekat paru-paru. Terapi radiasi
banyak dipergunakan sebagai kombinasi dengan pembedahan atau kemoterapi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum diberikan pada SCLC
atau pada kanker paru stadium lanjut yang telah bermetastasis ke luar paru seperti otak,
ginjal, dan hati. Kemoterapi dapat digunakan untuk memperkecil sel kanker,
memperlambat pertumbuhan, dan mencegah penyebaran sel kanker ke organ lain.
Kadang-kadang kemoterapi diberikan sebagai kombinasi pada terapi pembedahan atau
radioterapi.
Penatalaksanaan
ini
menggunakan
obat-obatan
(sitostatika)
untuk
membunuh sel kanker. Kombinasi pengobatan ini biasanya diberikan dalam satu seri
pengobatan, dalam periode yang memakan waktu berminggu-minggu atau berbulanbulan agar kondisi tubuh penderita dapat pulih (ASCO, 2010).
H. Prognosis
Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium penyakit. Pada
kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan pembedahan, kemungkinan hidup
5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ, kemampuan hidup setelah dilakukan
pembedahan adalah 70%, pada stadium I, sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15%
pada stadium III, dan kurang dari 10% pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor
metastasis bervariasi dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status
penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup rata-rata
adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup SCLC tanpa terapi hanya 35 bulan (Wilson, 2005). Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat
dari 35 % pada tahun 1975-1979 menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu, angka
harapan hidup 5 tahun untuk semua stadium hanya 15%. Angka ketahanan sebesar 49%
untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit masih bersifat lokal, tetapi hanya 16% kanker
paru yang didiagnosis pada stadium dini (American Cancer Society, 2008).
C Gejala Klinis
ARDS dapat terjadi selama 12-48 jam sampai beberapa hari, berupa
dispnea
hipoksemia dengan pernafasan cepat dan dangkal.
Umumnya penderita membutuhkan intubasi & ventilator.
D.Laboratorium
Analisa gas darah abnormal:
FiO2 < 200
Alkalosis respirasi asidosis respiratorik karena eliminasi CO2
Leukositosis/leukopenia, anemia, trombositopenia.
Jarang terjadi DIC akibat sepsis, trauma berat atau trauma kepala.
MODS gangguan faal hati
E.Foto thoraks
infiltrat difus bulateral ringan atau tebal sesuai gambaran edema paru, interstisial atau alveolar, bercakbercak atau konfluens.
F. Terapi
1 Pemasangan intubasi dan ventilator
2 Obat-obat tidak spesifik: kortikosteroid, NO inhalasi
3 Perfluokarbon, penggunaan surfaktan aerosol, PGE1, Almitrin untuk stimulasi pernafasan
4 Ketokonasol obat jamur yang dapat menghambat beberapa jalur proinflamatori
5 Pengaturan cairan dengan mereduksi volume intravaskuler menggunakan diuretika
6 Posisi Prone, telentang telungkup dapat memperbaiki oksigenasi.
LAPORAN TUGAS
10 PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN
SISTEM RESPIRASI
Disusun oleh :
Nama : Faiz Muhammad Ikhsan
NIM : 2010730035