Anda di halaman 1dari 48

1.

BRONKIEKTASIS
A. Definisi
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan
distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisiten atau
ireversibel.Kelainan bronkus tersebut disebabakan oleh perubahan-perubahan dalam
dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang
rawan dan pembulu darah.Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil
(medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.
B. Epidemiolodi
Di negeri-negeri barat kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara
populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti setelah
dapat ditekannya kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan antibiotik.Di Indonesia
belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini.Kenyataannya
penyakit ini cukup sering ditemukan diklinik-klinik dan diderita oleh laki-laki dan
perempuan.Penyakit ini mdapat diderita mulai sejak anak, bahkan dapat merupakan
kelainan kongenital.
C. Etiologi
Penyebab bronkiektasis sampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas.pada
kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat
Kelainan Kongenital
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.Faktor
genetik atau factor pertumbuhan dan perkembangan fetus memengang peranan
penting.Bronkiektasis

yang

timbul

kongenital

mempunyai

ciri

sebagai

berikut.Pertama, bronkiektasis hampir mengenai seluruh cabang bronkus pada satu


atau kedua paru. Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit
kongenital lainnya, misalnya: Muscoviscidosis (Cystic pulmonary fibrosis), sindrom
Kartagener (Bronkiektasis kongenital, sinusitis, paranasal dan situs inversus), hipo
atau agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar atau satu telur (dua-duanya
terkena bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan kongenital
berikut: tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis
kongenital.

Kelainan Didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat
dari proses berikut:
Infeksi.Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia
yang sering kambuh dan berlangsung lama.Pneumonia ini umumnya merupakan
komplikasi pertussis maupun influenza yang sering diderita semasa anak,

tuberkolosis paru dan sebagainya.


Obstruksi bronkus.yang di maksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam
sebab : korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya
terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi
ataupun obstruksi paru tidak selalu secara nyata (automatis) menimbulkan
bronkiektasis.oleh karenanya diduga mungkin masih ada factor intrinsic (yang
sampai

sekarang

belum

diketahuai)

ikut

berperan

terhadap

timbulnya

bronkiektasis.
D. PATOGENESIS
Patogenesis bronkiektasis tergantung faktor penyebabnya.Apabila bronkiektasis timbul
kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat kaitannya dengan factor genetika
serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan.Pada bronkiektasis
yang didapat, patogenesisnya diduga didapat dari beberapa mekanisme. Ada beberapa
faktor yang diduga ikut berperan antara lain: 1) faktor obstruksi bronkus, 2) faktor infeksi
pada bronkus atau paru, 3) faktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru,
asthmatic pulmonary eosinophilia, dan 4) faktor intrinsik dalam bronkus paru.
Patogenesis pada bronkiektasis kebanyakan didapat dari 2 mekanisme dasar:
1. Faktor infeksi bakteri.Mula-mula karena adanya infeksi pada bronkus atau paru,
kemudian timbul bronkiektasis.Mekanisme terjadinya sangat rumit. Secara ringkas
dapat dikatakan bahwa infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti proses dekstruksi
dinding bronkus daerah infeksi kemudian timbul bronkiektasis.
2. Adanya obstruksi bronkus.Adanya obstruksi paru oleh beberapa penyebab (misalnya
tuberculosis kelenjar limfe pada anak; karsinoma bronkus, korpus alienum dalam
bronkus)akan diikuti terbentuknya bronkiektasis. pada bagian distal obstruksi
biasanya akan terjadi infeksi dan destruksi bronkus, kemudian terjadi bronkiektasis.
E. Gambaran Klinis Bronkiektasis

Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda, 69 % penderita
berumur kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanak-kanak, 60 % dari
penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun.Gejalanya tergantung dari
luas, berat, lokasi ada atau tidaknya komplikasi.
F. Tanda dan Gejala
1. Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari, setelah
tiduran dan berbaring.
2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada
gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
3. Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih

200 300 cc,

disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura,
dan lemah badan

kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering

mengandung bercak darah,dan batuk darah.


4. Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemerisaan Laboratorium.
Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri
dalam sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan
mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan
flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza,
stapilokokus aereus, klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila
ditemukan sputum berbau busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
2. Pemeriksaan darah tepi.
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis
menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi
yang menahun.
3. Pemeriksaan urina
Ditemukan dalam batas normal, kadang

ditemukan adanya proteinuria yang

bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum biasanya


dalam batas normal kadang bisa meningkat atau menurun.
4. Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi
korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin

normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume
ekspirasi paksa 1 menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi
pernafasan yang dapat mengakibatkan :
Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
Hipoksemia
Hiperkapnia
Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemerisaan
Pemeriksaan imunologi
Pemeriksaan spermatozoa
Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).
5. Pemeriksaan Radiologi.
Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan
menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta
gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai
lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya
menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru
kanan.
6. Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk
mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu penderita dengan pneumoni yang
terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis
setelah mendapat pengobatan konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang
masif.Bronkografi dilakukan setelah keadaan stabil, setalah pemberian antibiotik dan
postural drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret.
H. Penatalaksanaan Bronkiektasis
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :
Pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisillin, Kotrimoksasol, atau

amoksisilin ) selama 5- 7 hari pemberian


Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan, serta batuk yang efektif
untuk mengeluarkan sekret secara maksimalPada saat dilakukan drainage perlu
diberikan bronkodilator untuk mencegah bronkospasme dan memperbaiki drainage

sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental
dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizeruntuk melembabkan sekret.

2.Tubercolosis
A. Definisi
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa.Bakteri penyakit TBC ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).Bakteri penyakit TBC ini berbentuk
batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Faktor penyebab penyakit TBC ini meliputi:
1. Lingkungan yang tidak higienis. TBC menyebar dengan cepat pada tempat tinggal
yang kurang ventilasi, sempit dan sesal, karenanya angka penularan tinggi terjadi di
lingkungan yang penuh sesak dan kumuh.
2. Kurangnya akses ke perawatan medis, baik karena ketidakmampuan ekonomi atau
ketidaktahuan. Kondisi ini membuat ia tidak mendapatkan tindakan medis yang
cukup sehingga memperburuk penyebaran.
3. Turunnya kekebalan tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh bekerja dengan baik, maka
sel darah putih akan menjadi benteng pelindng dari bakteri TB. Tapi jika sistem
imunnya berkurang, maka kuman akan lebih mudah masuk ke dalam tubuh.
4. Kontak dengan penderita penyakit TBC lainnya. Jika hidup dengan penderita TBC
aktif yang tidak mendapatkan pengobatan akan membuat risiko tertular semakin
tinggi, baik di lingkungan keluarga ataupun rekan kerja.
5. Jenis kelamin dan usia. Umumnya jenis kelamin laki-laki dan orang dewasa lebih
berisiko terkena TBC.
B. EPIDEMIOLOGI

Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, sekitar


8 juta penduduk dunia diserang TB, kematian 3 juta orang per tahun (WHO,1993).

Di Indonesia TB penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan saluran


pernafasan

WHO memperkirakan di Indonesia terjadi 175.000 kematian setiap tahun akibat


tuberkulosis dan terdapat 550.000 kasus tuberkulosis (2002)

C. FAKTOR RESIKO :
1. Faktor Umur : penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
2. Faktor Jenis Kelamin : TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok
sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.
3. Tingkat Pendidikan : Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi, dengan
pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku
hidup bersih dan sehat.
4. Pekerjaan : Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di
daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.
Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama
terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
5. Kebiasaan Merokok : Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang
lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari
5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi
TB Paru.
6. Pencahayaan : Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi
lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila
dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang
lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif
tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta
sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
7. Ventilasi : Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam
rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di
dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB. Umumnya
temperatur kamar 22 30C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.

8. Status Gizi : Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang
mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan
orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang
akanberpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik
terhadap penyakit.
9. Keadaan Sosial Ekonomi : Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan,
keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan
pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi
konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status
gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga
memudahkan terkena infeksi TB Paru
D. PATOGENESIS
1. Tuberkulosis Primer
Kuman TB saluran napas bersarang di jaringan paru memebentuk sarang
primer afek primer peradangan saluran getah bening menuju hilus (Iimfangitis
lokal) pembesaran kelenjer getah bening di hilus (Iimfadenitis regional).
Afek primer + Iimfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1 Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
2 Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3 menyebar dengan cara :
a Perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya)
b Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Tertelannya dahak bersama ludah. Penyebaran juga terjadi ke dalam
usus.
c Penyebaran secara hematogen dan Iimfogen. Sangat bersangkutan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh
spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosa. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh
lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.
2. Tuberkulosis post-primer
Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer.
Tuberkulosis post primer mempunyai macam-macam nama, tuberkulosis bentuk dewasa,

localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang
terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menulari sekitarnya.
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umunya terletak di segmen
apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti
salah satu jalan:
1 Diresorpsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2 Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras,
terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga
sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti,
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3 Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju tadi keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :
a Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang sebutkan diatas.
b Dapat pula memadat dan membungkus diri dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
c Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity,
atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga
kelihatan sebagai bintang (stellate shaped).
B. Klasifikasi
1. TB Paru
tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru)
1 Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi dalam :
a Tuberkulosis paru BTA (+)
2 dari 3 spesimen dahak positif
Satu spesimen dahak positif + radiologi tuberkulosis aktif.
Satu spesimen dahak positif + biakan positif
b Tuberkulosis paru BTA (-)
dahak 3 kali negative + gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif + tidak respons antibiotik spektrum luas
dahak negatif + biakan negatif + gambaran radiologik positif
2 Berdasarkan tipe penderita
a Kasus baru
belum pernah mendapat OAT atau menelan OAT kurang dari satu bulan
b Kasus kembuh ( relaps )
pernah mendapat OAT dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau
biakan positif.
c Kasus pindahan (transfer)
sedang pengobatan di kabupaten lain pindah berobat ke kabupaten ini.

d
e

f
g

Kasus lalai berobat


paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali
berobat.
Kasus gagal
penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih
penderita BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada
akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya
perburukan.
Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategoti 2 dengan pengawasan yang baik.
Kasus bekas TB
mikroskopik negatif
Gejala klinik tidak ada
Radiologik lesi TB inaktif
Riwayat pengobatan OAT yang adekuat

2. TB Ekstra Paru
a TB ekstra paru ringan
Misalnya : TB kelenjer limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjer adrenal.
b TB ekstra paru berat :
Misalnya : meningitis, millier, parikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral,
TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
C. Anamnesis
1

Gejala respiratorik
c Batuk 3 minggu
d Batuk darah
e Sesak napas
f Nyeri dada
(TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadentis tuberkulosis akan
terjadi pembesaran KGB yang lambat dan tidak nyeri)
2

Gejala sistemik
a Demam
b Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

D. Pemeriksaan Fisik
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior, serta daerah apex lobus inferior.
- suara napas bronkial, amforik,
- suara napas melemah, ronki basah
- tanda-tanda penerikan paru, diafragma & mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyak cairan di rongga
pleura.
- perkusi pekak
- suara napas yang melemah tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada Iimfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran KGB tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang didaerah ketiak. Pemeriksaan kelenjer tersebut
dapat menjadi cold abscess.
E. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan spesimen
1 Bahan pemeriksaan: dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavege/BaL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
2 Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara :
A Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
B Dahak pagi (keesokan harinya)
C Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi )
Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan / ditampung dalam pot
yang bermulut lebar, berpenampung 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan
tidak bocor.
- Pemeriksaan Radiologik
foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. (Pemeriksaan lain atas indikasi : foto toraks
apiko-lordotik, ablik, CT-Scan)
1 TB aktif :
a bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atau dan segmen
superior lobus bawah paru
b Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
c Bayangan bercak milier
d Efusi pleura unilateral
2
a
b
c

TB inaktif
Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan segmen superior
bawah paru
Kalsifikasi
Penebalan pleura

Luas proses yang tampak pada foto toraks:


1 Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari volume paru yang terletak diatas chondrostemal junction dari iga kedua dan
prosesus spinosus dari vertebrata torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V (sela iga
11) dan tidak dijumpai kaviti
2 Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal


Pemeriksaan Darah
1 Laju endap darah (LED)
2 Pemeriksaan serologi:
a Enzym linked immunosorbent assay ( ELISA)
b Mycodot
c Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Pemeriksaan lain
a analisis cairan pleura & uji Rivalta pada penderita efusi pleura Rivalta positif dan
kesan cairan eksudat
b Polymerase chain reastion (PCR)
Uji tuberkulin
F. Pengobatan Tuberkulosis
terbagi menjadi 2 fase:
- fase intensif (2-3 bulan)
- fase lanjutan 4 atau 7 bulan.
Obat Anti Tuberkulosis
1 Jenis obat utama yang digunakan adalah :
a Rifampisin
b INH
c Pirazinamid
d Streptomisin
e Etambutol
2 Kombinasi dosis tetap ( Fixed dose combination )
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 4 obat antituberkulosis, yaitu rifamsinin, INH,
pirazinamid dan etambutol dan 3 obat antituberkulosis, yaitu rifampisin, INH dan
pirazinamid.
3 Jenis obat tambahan lainnya
a Kanamisin
b Kuinolon
c Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amaksilin + asam klavulanat
d Derivat rifampisin dan INH
Dosis OAT
1 Rifampisin 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3 x / minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg/ kali
2 INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg,
- 10 mg/kg BB 3 x seminggu,

15 mg/kg BB 2 x seminggu
300 mg/hari untuk dewasa.
Intermiten : 600 mg / kali
Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x seminggu, 50 mg/kg BB 2 x
seminggu atau :
BB > 60 Kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Etambutol : fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutkan 15 mg/kg
BB, 30 mg/kg BB 3 x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau:
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/kg BB /kali
Streptomisin : 15 mg/kg BB/kali
BB > 60 kg : 1000 mg
BB 40-60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
Kon\mbinasi dosis tetap

Efek samping OAT :


1 Isoniazid (INH)
- Efek samping ringan: tanda-tanda keracunan pada syarat tepi, kesemutan, rasa terbakar di
kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis
100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan
dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin ( syndrom
pellagra)
- Efek samping berat : hepatitis. Hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman
TB pada keadaan khusus.
2

Rifampisin
a Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
Sindrom perut
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
b Efek samping yang berat tapi jarang:
Hepatitis
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal.
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat.Air mata, air
liur.karena proses metabolisme obat
Pirazinamid
Efek samping utama: hepatitis, Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadangkadang dapat menyebabkan sarangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan sisebabkan

berkurangnya ekskresi dan penimbuhan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam,
mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
Etambutol
Gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah
dan hijau. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah
obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan
okuler sulit untuk dideteksi.
Streptomisin
Efek samping utama: kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan
dan pendengaran. Gejala efekya samping yang terlibat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan.
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit
kepala, muntah dan eritema pada kulit.Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera
setelah suntikan.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Panduan Obat Anti Tuberkulosis


-

Kategori I ( 2 HRZE/4H3R3 atau 2 HRZE/4HR atau 2 HRZE/6HE )


~ Penderita baru TBC Paru BTA (+)
~ Penderita TBC Paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat dan
~ Penderita TBC Ekstra Paru berat
- Kategori II ( 2 HRZES/HRZE/5H3R3E3 atau 2 HRZES/HRZE/5HRE)
~ Penderita kambuh (relaps)
~ Penderita gagal ( failure )
~ Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
- Kategori III ( 2HRZ/4 H3R3 atau 2HRZ/4HR atau 2HRZ/6HE )
~ Penderita baru BTA (-) dan Rontgen (+) sakit ringan
~ Penderita Ekstra Paru ringan
- Kategori IV ( Sesuai Uji Resistensi atau INH seumur hidup )
~ Penderita TB Paru kasus kronik
KETERANGAN
R = Rifampisin, Z = Pirazinamid, H = INH, E = Etambutol
S = Streptomisin.
Pada kasus dengan resistensi kuman, pilihan obat ditentukan sesuai hasil
uji resistensi.

Dosis obat berdasarkan berat badan :


Jenis obat

BB < 30 kg

BB 30 50 kg

BB > 50 kg

R
H
Z
S
E

300 mg
300 mg
750 mg
500 mg
500 mg

450 mg
300 mg
1000 mg
750 mg
750 mg

600 mg
400 mg
1500 mg
750 mg
1000 mg

Pengobatan Suportif / Simtomatik


a Makan-makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (tidak ada
larangan makanan untuk penderita tuberkulosis)
b Bila demam obat penurunan panas/demam
c Bila perlu obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.
Indikasi rawat inap :
Batuk darah (profus)
Keadaan umum buruk
Pneumotoraks
Empiema
Efusi pleura masif / bilateral
Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB ekstra paru yang mengancam jiwa :


TB paru milier
Meningitis TB

G. Evaluasi
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun setelah sembuh untuk
mengetahui terjadinya kekambuhan.Yang dievaluasi adalah mikroskopi BTA dahak dan foto
toraks.Mikroskopi BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks
6,12,24 bulan setelah dinyatakan sembuh.

H. Pengobatan tuberkulosis pada keadaan khusus


TB milier
1 Rawat inap
2 Paduan obat : 2 RHZE / 4 RH
3 Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan evaluasi
pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang samapi dengan 7 bulan 2RHZE / 7 RH
4 Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan
a tanda / gejala meningitis
b sesak napas
c Tanda / gejala toksik
d Demam tinggi
5 Kortikosteroid : prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10 mg setiap 5-7, lama pemberian
4-6 minggu
Pleuritis Eksudativa Tb ( Efusi Pleura Tb )
Paduan obat : 2 RHZE / 4RH
Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan penderita.Ulangan evakuasi
cairan bila diperlukan dan berikan kortikosteroid.
TB Ekstra Paru
Paduan obat 2 RHZE / 10 RH
TB Paru + Diabetes Melitus

1
2
3
4
5
6

Paduan obat : 2 RHZ (E-S) / 4 RH dengan regulasi baik / gula darah terkontrol
Bila gula darah tidak terkontrol, fase lanjutan 7 bulan : 2 RHZ (E-S) / 7 RH
DM harus dikontrol
Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol ke mata : sedangkan
penderita DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
Perlu diperlihatkan penggunaan rifampisin akan mengurangi efektiviti obat oral anti diabetes
(sulfonil urea), sehinggga dosisnya perlu ditingkatkan
Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila
terjadi kekambuhan

TB paru dengan HIV / AIDS


1
2
3
4
5
6
7

Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomondasi ATS yaitu : 2 RHZE / RH diberikan
sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak
Menurut WHO paduam obat dan lama pengobatan sama dengan TB paru tanpa HIV / AIDS
Jangan berikan Thiacetazon karena dapat menimbulkan toksik yang hebat pada kulit
Obat suntik kalau dapat dihindari kecuali jika sterilisasinya terjamin
Jangan lakukan desensitisasi OAT pada penderita HIV / AIDS (mis INH, rifampisin) karena
mengakibatkan toksik yang serius pada hati
INH diberikan terus menerus seumur hidup
Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi

TB pada kehamilan dan menyusui


1 Tidak ada infeksi pengguguran pad penderita TB dengan kehamilan
2 OAT tetap dapat diberikan kecuali streptomisin karena efek samping streptomisin pada gangguan
pendengaran janin
3 Pada penderita TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan, walupun beberapa OAT
dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinys kecil dan tidak menyebabkan toksik pada
bayi
4 Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga mendapat pengobatan OAT
dianjurkan tidak menyusui bayinya, agar bayi tidak mendapat dosis berlebihan
5 Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin dianjurkan untuk
tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan
efektiviti obat kontrasepsi hormonal berkurang.
TB paru gagal ginjal
1 Jangan menggunakan OAT streptomisin, kanamisin dan capreomycin
2 Sebaiknya hindari penggunaan etambutol karena waktu paruhnya memanjang dan terjadi
akumulasi etambutol. Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat diberikan dengan
pengawasan kreatinin
3 Sedapat mungkin dosis disesuikan dengan faal ginjal (CCT, Ureum, Kreum, Kreatnin)
4 Rujuk ke ahli Paru
TB paru dengan kelainan hati
1 Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan
2 Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh digunakan
3 Paduan obat yang dianjurkan / rekomendasi WHO : 2 SHRE / 6 RH atau 2 SHE / 10 HE
4 pada penderita hepatitis akut dan atau klinik ikterik, sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis
akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E
maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH
5 Sebaiknya rujuk ke ahli paru

Hepatitis Imbas Obat


1 Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik (drug induced hepatitis)
2 Penatalaksanaan
a Bila klinik (+) (Ikterik [ +], gejala / mual, muntah [+]) OAT Stop
b Bila klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan :
c Bilirubin > 2 OAT stop
SGOT, SGPT 5 X : OAT Stop
SGOT, SGPT 3 X, gejala (+) : OAT stop
SGOT, SGPT 3 X, gejala (-) teruskan pengobatan dengan pengawasan
Paduan OAT yang dianjurkan :
1 Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
2 Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal kembali
(bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dengan dosis penuh
(300 mg). sela ma itu perhatikan klinik dan periksa laboratorium normal tambahkan rifampisin,
desensitisasi samapi dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi
RHES

3 PNEUMONIA
A. Definisi
Pneumonia adalah Infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang, kantung-kantung
kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang, kekurangan oksigen membuat sel-sel
tubuh tidak dapat bekerja dan menyebabkan infeksi ke seluruh tubuh.
Pneumonia di sebabkan oleh bakteri, virus, mikroplasma, jamur dan berbagai senyawa
kimia maupun partikel.
B. Klasifikasi Pneumonia
Berdasarkan klinis dan epideologis
1. Pneumonia komuniti (Community-Acquired pneumonia)
Pneumonia yang di dapat di komunitas/masyarakat dan biasanya menimbulkan
pneumonia lobar.Pneumonia sering di sebabkan bakteri gram positif (+) seperti
Streptococcus pneumonia.Biasanya menyerang infeksi saluran nafas bawah. Gejala
yang khas adalah demam dengan disertai keluhan pernafasan seperti batuk disertai
dahak , pleuritik., menggigil dan nyeri
2. Pneumonia nosokomial (Hospital-Acquired pneumonia)
Pneumonia yang kejadiannya bermula di rumah sakit, karena pada saat menjalani
perawatan di rumah sakit sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan
infeksi sering terganggu.Mikroorganisme penyebabnya adalah bakteri gram

negative dan stafilokokus. Terdapat gejala panas serta leukositosis (bertambah


banyak leukosit pada darah)
3. Pneumonia Aspirasi
Disebabkan tersumbat saluran pernafasan, pneumonitis oleh bahan kimiawi,
pneumonitis oleh infeksi, dan tenggelam di air.Predisposisi pneumonia aspirasi
adalah pada pemabuk, epilepsy dan pecandu obat dan narkotika. Predileksi bagian
paru yang terkena adalah pada segmen paru/lobus paru , terutama segmen superior
lobus bawah kanan.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised
Pada penderita yang daya tahannya rendah
Berdasarkan bakteri penyebab
1. Pneumonia apical / atipik
Infeksi paru-paru yang disebabkan oleh organisme selain bakteri, virus / jamur,
yang paling sering adalah Legionnale pneumophila, Mycoplasma pneumonia dan
Chlamydia pneumonia. Di tandai dengan demam antara 38,3-40 0C, batuk non
produktif, sesak nafas, mual, muntah, diare ,malaise(ga enak badan karena
anoreksia) dan biasanya mialgia (nyeri otot). Pada anak-anak terdengar suara ronki
kering diseluruh lapangan paru dan disertai dengan mengi inspirasi dan ekspirasi.
2. Pneumonia bacterial / tipikal
Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
seseorang

yang

peka.Misalnya

Klebsiella

pada

penderita

alkoholik,

Staphylococcus pada penderita pasca infeksi influenza.pasien yang terinfeksi


pneumonia akan panas tinggi mendadak, berkeringat, napas terengah-engah, dan denyut
jantungnya meningkat cepat. Tanda konsolidasi paru (pekak pada perkusi, peningkatan fremitus,
egofonia(suara mirip embik kambing), suara nafas bronchial dan ronki) Bibir dan kuku mungkin
membirukarena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang eksterm,
pasien

akanmengigil, gigi bergemelutuk, sakit dada, dan kalau batuk

mengeluarkan lendir berwarna hijau. Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa diobati.
Bahkan untuk pencegahan vaksinnya pun sudah tersedia
3. Pneumonia virus
Gejala Pneumonia oleh virus sama saja dengan influensa, yaitu demam, menggigil, batuk kering,
sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh. Dan letih lesu, selama 12 - 136 jam, napas
menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam
tinggikadang membuat bibir menjadi biru

4. Pneumonia jamur
Merupakan infeksi sekunder.Prediksi utama terutama pada penderita daya

tahan

lemah.Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii pneumonia ( P C P )


y a n g diduga disebabkan oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda awal
serangan penyaki t pada pengidap HIV/AIDS.PCP b I sa diobati pada banyak kasus. Bisa
saja penyakit I ni muncul lagi beberapabulan kemud i an, namun pengobatan yang baikakan
mencegah atau

menundah kekambuhan.

Berdasarkan predileksi infeksi


1. Pneumonia lobaris
sering pada pneumonia bacterial, jarang pada bayi dan orang tua. Terjadi pada
satu lobus.Biasanya gejala penyakit datang mendadak, tetapi kadang-kadang di dahului
oleh infeksi traktus(jalur) respiratorius bagian atas. Pada anak yang sudah
besar, disertai badan menggigil, dan pada bayi disertai kejang.Suhu naik cepat
sampai 39-40 0C dan suhu ini biasanya menunjukan tipe febris kontinua.
2. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah pneumonia yang disebabkan oleh pneumococcus.
Bronkopneumonia biasanya proses terbatas pada alveoli, kemudian menyebar
secara berdekatan ke bronkus. Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari.Suhu dapat naik sangat
mendadak sampai 39-40 0C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak
sangat gelisah, dispneu(sesak nafas)Pernapasan cepat dan dangkal dan pernapasan cuping
hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan
diare.Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit,
mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari, mula-mula kering
kemudian menjadi produktif.

C. Etiologi
1. Pneumonia disebabkan oleh bakteri
Gram positif (+)
Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
Streptococcus agalactiae
Gram negatif (-)
Haemophilus influenza
Klebsiella pneumonia
Escherichia coli

Pseudomonas aeruginosa
Moraxella catarrhalis

2. Pneumonia disebabkan virus


virus influenza
Adenovirus
Metapnemovirus
Herpes simplex virus
Parainfluenza
3. Pneumonia disebabkan mikoplasma
Individu yang mengidap Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yaitu

Pneumocystis Carinii
Individu yang terlalu lama di ruangan yang terdapat aerosol dari air yang lama

tergenang mis: AC dapat mengidap pneumonia Legionella


Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat
tenggelam dapat mengidap pneumonia asporasi. Bagi individu tersebut, bahan
yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan pneumonia, bukan

mikroorganisme, dengan mencetuskan suatu reaksi peradangan


4. Pneumonia disebabkan oleh jamur dan sering merupakan infeksi sekunder
5. Inhalsi
Racun atau bahan kimia
Rokok
Debu
Gas
6. Aspirasi : makanan, cairan, lambung
D. Epidemiologi
Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di
seluruh dunia.Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan
infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau di dalam rumah sakit.Pneumonia
merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius
dijumpai sekitar 15-20%.Pneumonia terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas
yang jelas.Namun kebanyakan pada pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
satu atau lebihpenyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Pneumonia sering di
jumpai pada orang-orang lanjut usia dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif
kronik, juga dapat terjadi dengan pasien penyakit lain seperti diabetes melitus, payah
jantung,penyakit hati kronik, saraf kronik.

E. Mekanisme
Bakteri

Alveoli

Reaksi radang di membrane paru

Cairan, bahkan eritrosit, leukosit, keluar dari darah masuk ke alveoli

Alveoli terinfeksi secara progresif terisi oleh cairan

Seluruh Lobus / paru menjadi berkonsolidasi atau paru terisi cairan.

PNEUMONIA

Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan tipik

Tanda dan gejala

P.atipik

P.tipik

Onset

gradual

Suhu

kurang tinggi

tinggi, menggigil

Batuk

non produktif

produktif

Dahak

mukoid

purulen

Gejala lain

nyeri kepala, mialgia

Jarang

akut

Sakit tenggorokan, suara parau,


Nyeri telinga.

Gejala diluar paru

sering

lebih jarang

Pewarnaan Gram

flora normal atau spesifik

kokus Gram (+) atau

(-)

Radiologis

patchy atau normal

konsolidasi lobar

Laboratorium

leukosit normal kadang rendah

lebih tinggi

Gangguan fungsi hati

sering

jarang

F. Manifestasi Klinis
Demam tinggi dan menggigil
Sesak nafas
Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita menarik nafas

dalam atau terbatuk)


Mual dan muntah
Nafsu makan berkurang
Mudah merasa lelah
Merasa tidak enak badan
sakit kepala
Batuk dengan dahak mukoid/purulen disertai darah (lendir ,kehijauan atau seperti

nanah)
Ketika infeksi terlihat nafas tertinggal di bagian sakit
Perkusi redup
Terdengar suara ronki
Perkusi redup
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung /
mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar s t r i d o r ( d e n g k u r, n a f a s y a n g

berbun yi). Sementara dengan steto skop, akan terdengar suara


n a f a s berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.
Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadangterdengar bising
gesek pleura.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Gambaran Radiologis
Foto toraks (PA/Lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis.Terdapat bercak putih setempat/tersebar di sekitar paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit melebihi batas normal (10.000-30.000 mikroliter)
Nilai Hb biasanya tetap normal/sedikit menurun
Peningkatan LED
Analisa gas darah (AGDA) menunjukan hipoksemia dan hiperkarbia
Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis
bergeser ke kiri
Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati.
3. Cara pengambilan sputum
Di batukan Di dahului dengan proses perangsangan untuk mengeluarkan dahak dan
menghirup Nacl 3%Dahak dapat diperoleh dengan alat tertentu seperti protective
brush (semacam sikat untuk mengambil sputum pada saluran nafas bawah)
H. Komplikasi
Pleuritis
Efusi pleura
Abses paru
Gagal nafas
sepsis

I. Penatalaksanaan
Medikamentosa
1. Pneumonia yang disebabkan virus
Obat anti virus : - Amantadin (dosis: 400-500mg/hari) untuk frofilaksis terhadap
influenza dapat mencegah serangan influenza pada 60% orang yang
memakainya. Obat ini dapat mengalami insomnia, anksietas atau gejala
gangguan mental.
Acylovir (dosis: 6 tablet @500 mg/hari) untuk penyakait herpes
2. Pneumonia yang disebabkan bakteri
bakteri gram positif :

Penisilin dengan pemberian intramuskular 2 kali 600.000 unit sehari. Penicillin


diberikan sekurang-kurangnya seminggu, sampai penderita tidak panas lagi
selama 3 hari dan tidak ada komplikasi lain
Kloksasilin (dosis: 4 gram sehari secar intravena dalam dosis yang terbagi,

setelah ada respons diberikan oral 2-4 gram sehari)


Bakteri gram negatif
Pneumonia Klebsiela :
Sefalosporin (6-12 gram sehari dalam dosis dibagi atai 1-2 gram setiap 4 jam

intravena)
Gentamisin (5-6 mg/kg berat badan sehari dalam dosis dibagi atau 1,5 mg/kg
berat badan setiap 8 jam intravena)

Pneumonia sebab Hemofilus Influenza


Ampisilin (500 mg setiap 6 jam)
Amoksilin( 250mg setiap 8 jam)
Kloramfenikol (500mg setiap 6 jam)
Pneumonia sebab Pseudomonas
gentamisin ( 1,5 mg/kg berat badan setiap 8 jam)

3. Pneumonia Apikal
eritromisin (2-4 g/hari selama 3 minggu, sebaiknya diberikan intravena)
doksisklin (mula-mula 200 mg, 12 jam kemudian 100mg dan selanjutnya 100
mg/hri)
rifampisin (2xsehari selama satu minggu bersama pemakain doksisklin)
4. Pneumonia Mycoplasma
tetrasiklin dan eritromisin diberikan 2 gram sehari untuk dewasa
eritromisin pada anak 30-50 mg/kg berat badan sehari.
5. Pneumonia nosokominal
Sefalosporin
Vankomisin
Linezolid
6.

Pneumonia komunitas
Sefalosporin

Nonmedikamentosa
Istirahat, bila panas tinggi di kompres
Minum banyak air putih

Pemberian O2 yang adekuat untuk menurunkan perbedaan O2 alveolo-arteri dan

mencegah hipoksia seluler


Pembersihan jalan nafas
Terapi suportif diperlukan untuk penderita yang mengalami kegagalan pernafasan
dan hipotensi.

J. Pencegahan
Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi focus kegiatan program P2ISPA
(Pemberantasan

Penyakit

Infeksi

Saluran

Pernafasan

Akut).

Program

ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenalmasyarakat, sehingga


memudahkan

kegiatan

penyuluhan

dan

penyebaran

informasi

tentangpenanggulangannya.
Untuk orang yang rentan pneumonia, latihan bernafas dan terapi membuang

dahak.
Vaksinasi

K. Prognosis
Dengan pemberian antibiotikan yang tepat dan adekuat maka mortalitas dapat diturunkan sampai
<1%. Mortalitas bisa tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat untuk pengobatan. Jadi, prognosis akan baik jika pengobatan sudah
adequate dan dilakukan dengan baik oleh pasien serta istirahat yang cukup, tetapi jika tidak
adequate prognosis akan menjadi buruk

4.P P O K
( Penyakit Paru Obstruktif Kronik )
penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak
sepenuhunya reversibel. bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya.
Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena :
- Emfisema merupakan diagnosis patologis
- Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis
Selain itu kedunya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas.
A. Faktor Risiko
Asap rokok
Polusi udara
Infeksi saluran napas bawah bertulang

B. Anamnesis
-

batuk
produksi sputum
sesak napas
aktiviti terbatas

Gejala eksaserbasi akut


- batuk bertambah
- produksi sputum bertambah
- sputum berubah warna
- sesak napas bertambah
- keterbatasan aktiviti bertambah
- terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik
- penurunan kesadaran
C. Pemeriksaan fisik
- barrel chest
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Fremitus melemah, sela iga melebar
- Hipersonor
- Suara napas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Mengi
D. Gambaran Radiologi
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Diafragma mendatar
- Pelebaran sela iga
- Corakan bronkovaskuler meningkat
- Bulla
- Jantung pendulum
E. Diagnosis Banding
Onset

PPOK
usia pertengahan

Asma
usia dini

Riwayat

lama merokok

Keluhan

Sesak saat aktiviti


Gejala progresif
lambat

alergi, rintis dan atau


eksim
Riyawat asma dalam
keluarga
Gejala bervariasi dari
hari ke hari
Gejala pada waktu

CHF
Usia tua atau
pertengahan
Riwayat hipertensi

sesak

Pemeriksaan Fisik

Hipersonor

Radiologi

Hiperinflasi,
Hiperlusen,
Diafragma mendatar
umumnya ireversibel

Hambatan aliran
udara

malam/dini hari
Wheezing
Kebanyakan normal

Ronki basah halus di


basal paru
pembesaran jantung
dan edema paru

umumnya reversibel

F. Penatalaksanaan
4 komponem program tatalaksana :
1 Evaluasi dan monitor penyakit
2 Menurunkan faktor risiko berhenti merokok
3 Tatalaksana PPOK stabil
4 Tatalaksana PPOK eksaserbasi
Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK
1 Optimalisasi penggunaan obat-obatan
b Bronkodilator
Agonis beta -2 kerja cepat kombinasi dengan antikolinergik perinhalasi
(nebuliser)
Xantin intravena (bolus dan drip)
c Kortikosteroid sistemik
d Antibiotik
Gol. Makrolid baru
Gol. Kuinolon respirasi
Sefalosporin generasi III/IV
e mukolitik
f ekspektoran
2 Terapi oksigen
3 Terapi nutrisi
4 Rehabilitasi fisik dan respirasi
5 Evaluasi progresfiti penyakit
6 Edukasi
Indikasi rawat ICU
- Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.
- Kesedaran menurun, letargi, atau kelamahan otot-otot respirasi
Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan ventilasi mekanik invasif
atau noninvasif.

5 BRONKOPNEUMONIA
A. Definisi

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate. Bronkopneumonia
adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
B. Etiologi Penyeab Bronkopneumonia :
1. Bakteri. Bakteri pada bronkopneumonia biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organisme gram posifif seperti halnya : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan
streptococcus

pyogenesis. Sedangkan

bakteri

gram negatif

seperti

halnya

Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.


2. Virus. Dalam hal ini disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui
transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama
pneumonia virus.
3. Jamur. Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa. Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)
C. Patofiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus
penyebab Bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi
peradangan bronkus dan alveolus. Inflamasi bronkus ini ditandai dengan adanya
penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah
kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas
ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi
surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema
( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru ) adalah tindak lanjut dari pembedahan.
Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori,
pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas.

D. Gejala tanda bronkopneumonia :

Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan. Bisa berupa nyeri pleuritik, nafas dangkal

dan mendengkur, takipnea.


Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi. Mengecil, kemudian menjadi

hilang, Krekels, bunyi ronki, egofoni.


Menggigil dan demam 38C sampai 41C, Bila berlanjut bisa terjadi delirium.
Diafoesis.
Gerakan dada tidak simetris.
Malaise.
Baruk produktif, kental.
Sianosis.
Gelisah.

E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan pada bronkopneumonia untuk menegakkan
diagnosis diantaranya yaitu :
A. Rontgen Dada : Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi distribusi struktural; dapat
juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar
atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus).
Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih. Foto thorax bronkopeumoni
terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia
lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
B. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sukar.
C. Pemeriksaan fungsi paru. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan volume paru
mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin
meningkat dan komplain paru menurun, terjadi hipoksemia.
D. Analisa Gas Darah. Pada pemeriksaan darah ini biasanya akan didapatkan hasil yang
tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada.
F. Penatalaksanaan :
1. Kemoterapi. Pemberian kemoterapi harus berdasarkan pentunjuk penemuan kuman
penyebab infeksi (hasil kultur spatum dan tes sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila

penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara oral, sedangkan bila berat diberikan secara
parenteral. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus
diingat kemungkinan penggunaan antibiotik tertentu perlu penyesuaian dosis (Harasawa,
1989).
2. Pengobatan dan Perawatan Umum.
Pengobatan bronkopneumonia dan

perawatan

bronkopneumonia

umum

yang

dilaksanakan adalah diantaranya :


Terapi Oksigen. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus

yang berat.
Hidrasi Cairan. Bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat dehidrasi dilakukan secara

parenteral. (menggunakan infus)


Simptomatik terhadap batuk.
Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan
bronkodilator

G. Komplikasi Bronkopneumonia.
Penyakit bronkopneumonia ini selain terjadi pada dewasa, seringkali juga terjadi
bronkopneumonia

pada

anak.

Berikut

beberapa

komplikasi

dari

penyakit

bronkopneumonia yaitu :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
3. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
6. Infeksi sitemik .

6.BRONKITIS AKUT
= proses radang akut yang pada umumnya disebabkan oleh virus. Akhir akhir ini ternyata banyak juga
disebabkan oleh Mycoplasma dan Chlamydia.
A. Gejala Klinis

Batuk-batuk
biasanya dahak jernih
sakit tenggorok
nyeri dada
biasa disertai tanda bronkospasme.
Demam tidak terlalu tinggi.

B. Pemeriksaan Penunjang
- Foto rontgen toraks, untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia atau
tuberculosis. Pada bronchitis akut tidak terlihat kelainan di foto thorax
- Pemeriksaan serologi untuk melihat infeksi Mycoplasma atau Chlamydia
C. Diagnosis Banding: Pneumonia, Tuberkulosis.
D. Terapi
- Simtomatis bila disebabkan virus.
- Bila infeksi karena Mycoplasma atau Chlamydia dapat diberi :
Tetrasiklin 4 x 500 mg atau
Doksisiklin 2 x 100 mg atau
Eritromisin 4 x 500 mg

7.INFLUENZA
A. Definisi
Virus influenza adalah virus RNA, termasuk famili Orthomyxovirus, berantai tunggal dan
berbentuk heliks. Sesuai dengan antigen dasarnya dibagi menjadi tiga tipe yaitu A, B dan C.
Virus ini dibagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan antigen permukaannya yaitu
hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Tiga tipe hemaglutinin yang ada pada manusia (H1,
H2, H3) berperan dalam penempelan virus pada sel. Dua tipe neuraminidase (N1, N2)
berperan dalam penetrasi virus ke dalam sel. Variasi kedua glikoprotein eksternal H dan N,
adakalanya berubah secara periodik, hal ini menyebabkan perubahan antigenitas. Antigenic
shift merupakan perubahan besar (major) salah satu antigen permukaan (H atau N), yang
dapat menyebabkan pandemi. Antigenic drift merupakan perubahan kecil (minor) pada
antigen permukaan yang timbul diantara major shift dan bisa dihubungkan dengan epidemi
(Pickering dkk., 2000).

Infuenza tipe A menyebabkan penyakit sedang-berat dan dapat menyerang semua umur.
Virus ini menyerang manusia dan binatang lain, seperti babi dan burung. Influenza tipe B

biasanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A, dan terutama menyerang
anak-anak. Influenza tipe B lebih stabil daripada influenza tipe A, dengan sedikit antigenic
drift dan menyebabkan imunitas yang cukup stabil. Virus ini hanya menyerang manusia.
Influenza tipe C dilaporkan jarang menyebabkan sakit pada manusia, kemungkinan karena
sebagian

besar

kasus

bersifat

subklinis

dan

tidak

menyebabkan

epidemi.

Virus influenza mempunyai kemampuan untuk merubah antigen. Perubahan antigen ini
sering terjadi pada influenza tipe A, tetapi kurang pada tipe B, dan tidak pernah pada tipe C.
Perubahan ini terjadi pada antigen permukaannya yaitu H dan N

Terdapat dua macam mutasi tergantung besar atau kecilnya perubahan RNA, yaitu:

Antigenic shift, hanya terjadi pada influenza tipe A; perubahan genetik yang besar dan
mendadak pada HA dan/atau NA; tidak ada imunitas di masyarakat; mengakibatkan
pandemi setiap 10-40 tahun sekali.

Antigenic drift, hanya terjadi pada influenza tipe A dan B; terjadi setiap 1 atau beberapa
tahun dalam satu subtipe; mutasi pada asam amino RNA; tidak menghasilkan subtipe
baru; dan dapat menyebabkan terjadinya epidemi.

Nomenklatur untuk mendeskripsikan tipe virus influenza adalah berurutan sebagai


berikut:
1 tipe virus,
2 tempat dimana virus pertama kali diisolasi,
3 nomor strain,
4 tahun isolasi,
5 subtipe virus.
B. Epidemiologi

Influenza timbul di seluruh bagian dunia dan mengenai 10-20% dari total populasi
dunia. Manusia adalah satu-satunya reservoir untuk influenza tipe B dan C,
sedangkan influenza tipe A dapat menginfeksi manusia dan binatang. Tidak ada yang
disebut sebagai karier kronik. Influenza ditularkan melalui droplet dari orang yang
terinfeksi. Cara penularan lain yang jarang adalah melalui kontak erat.
Aktivitas influenza timbul terutama pada musim dingin dan mencapai puncaknya dari
Desember sampai Maret di daerah yang beriklim subtropis, tetapi dapat pula timbul
lebih awal atau lebih lambat. Selama tahun 1976-2001, di Amerika Serikat aktivitas
puncak timbul paling sering pada bulan Januari (24%) dan Februari (40%) dan ratarata terjadi 20.000 kematian per tahun. Pada daerah tropis influenza dapat timbul
setiap saat selama setahun. Influenza juga dapat menyebabkan pandemi bila angka
morbiditas dan mortalitas komplikasi akibat influenza meningkat secara bermakna di
seluruh dunia. Influenza dapat menyerang semua kelompok umur. Angka kejadian
infeksi tertinggi adalah pada anak-anak, sedangkan angka kejadian penyakit serius
dan kematian tertinggi adalah pada orang usia >65 tahun dan orang yang berisiko
tinggi menderita komplikasi akibat influenza. Pada anak usia 0-4 tahun, angka
perawatan rumah sakit adalah 1:2000 orang yang berisiko tinggi dan 1:1000 orang
yang tidak berisiko tinggi. Dalam kelompok usia 0-4 tahun, angka perawatan rumah
sakit tertinggi adalah anak umur 0-1 tahun dan angka ini sama dengan angka yang
ditemukan pada orang usia 65 tahun.
Selama epidemi influenza tahun 1969-1970 sampai 1994-1995, angka perawatan
rumah sakit di Amerika Serikat berkisar antara 16.000 sampai 220.000 per epidemi,
rata-rata 114.000 per tahun perawatan, dengan 57% dari yang dirawat adalah usia <65
tahun. Sejak pandemi virus influenza tipe A pada tahun 1968, terjadi peningkatan
angka perawatan rumah sakit akibat influenza selama epidemi yang disebabkan virus
influenza

tipe

A,

dengan

perkiraan

rata-rata

142.000

per

tahun.

Kematian akibat influenza dapat disebabkan oleh pneumonia, ataupun eksaserbasi


penyakit kardiopulmonal dan penyakit kronik lainnya. Pada penelitian epidemi

influenza yang terjadi dari tahun 1972-1973 sampai 1994-1995, kematian terjadi
selama 19 dari 23 epidemi influenza. Selama 19 musim influenza tersebut, perkiraan
angka kematian akibat influenza kira-kira 30 sampai >150 kematian per 100.000
orang usia 65 tahun. Lebih dari 90% kematian adalah orang lanjut usia karena
pneumonia dan influenza.

3. Patogenesis
Virus influenza masuk ke dalam saluran napas melalui droplet, kemudian menempel
dan menembus sel epitel saluran napas di trakea dan bronkus. Infeksi dapat terjadi
bila virus menembus lapisan mukosa non-spesifik saluran napas dan terhindar dari
inhibitor non-spesifik serta antibodi lokal yang spesifik. Daerah yang diserang adalah
sel epitel silindris bersilia. Selanjutnya terjadi edema lokal dan infiltrasi oleh sel
limfosit, histiosit, sel plasma dan polimorfonuklear. Nekrosis sel epitel ini terjadi
pada hari pertama setelah gejala timbul. Perbaikan epitel dimulai pada hari ke-3 dan
ke-5 dengan terlihatnya mitosis sel pada lapisan basal. Respons pseudometaplastik
dari epitelium yang undifferentiated timbul. Puncaknya dicapai pada hari ke9
sampai ke-15 setelah awitan penyakit. Setelah 15 hari, tampak produksi mukus dan
silia kembali seperti sediakala.
Adanya infeksi sekunder menyebabkan reaksi infiltrasi sel radang lebih luas dan
kerusakan pada lapisan sel basal dan membrana basalis lebih hebat, yang akan
mengakibatkan terhambatnya regenerasi sel epitel bersilia. Kemudian virus
bereplikasi di dalam sel pejamu yang menyebabkan kerusakan sel pejamu. Viremia
tidak terjadi. Virus terlindung di dalam sekret dari saluran napas selama 5-10 hari.
C. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi biasanya hanya 2 hari, tetapi dapat bervariasi antara 1 sampai 5 hari.
Tingkat keparahan influenza tergantung pada riwayat imunologik terdahulu dengan
antigen varian virus. Secara umum, hanya 50% dari orang yang terinfeksi influenza
akan timbul gejala klinis klasik influenza.

Penyakit influenza klasik ditandai dengan demam, mialgia, sakit tenggorokan, dan
batuk yang tidak produktif secara tiba-tiba. Demam berkisar antara 38,3-38,9C.
Gejala demam muncul secara mendadak sehingga pasien dapat memberitahukan
waktu yang tepat kapan demam muncul. Mialgia terutama dirasakan di otot
punggung. Batuk terjadi sebagai akibat destruksi epitel trakea. Gejala tambahan lain
dapat berupa rinorea, sakit kepala, rasa terbakar substernal dan gejala okular (nyeri
dan sensitif terhadap cahaya).
Gejala sistemik dan demam biasanya berlangsung selama 23 hari, jarang yang lebih
dari 5 hari. Gejala akan berkurang dengan pemberian asetosal atau asetaminofen.
Asetosal tidak boleh diberikan pada bayi, anak-anak, maupun remaja karena risiko
terjadinya sindrom Reye setelah infeksi influenza. Penyembuhan biasanya cepat,
tetapi beberapa orang akan menjadi astenia dan depresi selama beberapa minggu.
D. Diagnosis
Diagnosis influenza ditegakkan berdasarkan karakteristik manifestasi klinis, terutama
jika telah dilaporkan adanya influenza dalam masyarakat. Pemeriksaan laboratorium
rutin kurang berperan dalam menegakkan diagnosis banding influenza dengan
penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus lain. Pada anak, manifestasi
pemeriksaan darah bervariasi, bahkan pada bayi tampak gambaran leukositosis. Foto
toraks bermanfaat untuk menyatakan adanya penyulit pneumonia lobaris atau
interstisial.
Diagnosis pasti influenza bergantung pada isolasi atau deteksi komponen virus dari
sekret saluran napas atau adanya kenaikan yang bermakna titer antibodi serum pada
masa penyembuhan. Diagnosis serologik yang cukup menjanjikan adalah pengukuran
antibodi terhadap hemaglutinin influenza dengan menggunakan metode ELISA. Uji
ini sederhana dan mempunyai kelebihan dapat mengidentifikasi secara spesifik
antibodi IgA, IgM dan IgG.
E. Komplikasi

Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak kecil, anak dengan risiko tinggi dan orang
lanjut usia. Komplikasi yang paling sering adalah pneumonia, terutama pneumonia
bakteri

(karena

Streptoccocus

pneumoniae,

Haemophilus

infuenzae,

atau

Staphyloccus aureus). Pneumonia virus primer merupakan komplikasi yang jarang


ditemui

namun

tingkat

fatalitasnya

tinggi.

Sindrom Reye adalah komplikasi yang mungkin timbul pada anak yang mendapatkan
asetosal, terutama berhubungan dengan influenza tipe B, ditandai dengan muntah
yang berat dan penurunan kesadaran sampai koma karena edema otak.
Komplikasi lain adalah miokarditis, perburukan bronkitis kronik dan penyakit paru
kronik lainnya. Angka kematian adalah 0,51 per 1000 kasus. Sebagian besar
kematian terjadi pada usia 65 tahun.

8.ABSES PARU
peradangan di jaringan paru yang disertai pembentukan rongga yang berisi nanah.
A Gejala Klinis
- Demam tinggi.
- Batuk mula-mula sedikit dahaknya, suatu saat dahak dapat banyak sekali karena rongga abses
berhubungan dengan bronkus yang agak besar dan isi abses dibatukkan keluar. Seringkali dahak
berbau busuk atau bercampur darah.
- Nyeri dada
- sesak napas.
- Biasanya dijumpai ronki basah.
B.Pemeriksaan Penunjang
- Foto rontgen toraks PA dan lateral.
- Laboratorium : leukositosis, LED meninggi..
- Pemeriksaan sputum , pewarnaan Gram, Kultur dan pemeriksaan resistensi terhadap antibiotik.
C. Diagnosis Banding: Empiema, Bulla yang terinfeksi.
D. Terapi
- Penisillin 2 x 1.2 juta sampai rongga abses menutup.
- Kloramfenikol 4 x 500 mg selama 2 minggu.
- Bila dahak berbau busuk yang umumnya disebabkan infeksi kuman anaerob ditambahkan
metronidazol 3 x 500 mg.
- Obat pilihan lain amoksillin + asam klavulanat 3 x 1 g selama 3-5 hari, dilanjutkan 3 x 500 mg
sampai rongga abses menutup, Clindamycin 2 x 500 mg
E. Penyulit: Hemoptisis massif, sepsis

9.KANKER PARU
A. Definisi Kanker Paru
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel
bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak
terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus
didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker
disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan
menghilangnya silia.
B. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Paru
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui,
tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan
faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan
lain-lain (Amin, 2006). Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab
terjadinya kanker paru :
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu
85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan
kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru
pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap
setiap

hari,

lamanya

kebiasaan

merokok,

dan

lamanya

berhenti

merokok

(Stoppler,2010).
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau
mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan
risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada
orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat
kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2005).

Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi
pada perokok pasif (Stoppler,2010).
c.

Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya
kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru
jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah
pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan
pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang
pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih
dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar
oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada
asap rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).

d.

Paparan zat karsinogen


Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (Amin, 2006).
Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih
besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes
maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.

e.

Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene,
selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru (Amin,
2006).

f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena
penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi
pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk
juga gen-gen K-ras dan myc)

dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2)
(Wilson, 2005).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko
empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok
dihilangkan (Stoppler, 2010).
C. Klasifikasi Kanker Paru
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan kanker
paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk
menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah
epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya.
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru yang
paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di
sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening
hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki
daripada perempuan (Wilson, 2005).
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen
bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan
fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada
stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejalagejala.
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam
klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar
dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti
bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh
cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh

Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di
sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah
bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat
hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering
ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh
dan sering memperlihatkan fragmentasi dan crush artifact pada sediaan biopsi.
Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan
sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma
yang saling berdekatan (Kumar, 2007).

Karsinoma

sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung
timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson, 2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma
bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai
karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa
D. Stadium Klinis
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut International
Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer (AJCC) 1997 adalah
sebagai berikut :
Tabel
Stadium

TNM

Karsinoma tersembuyi

Tx, N0, M0

Stadium 0

Tx, N0, M0

Stadium 1A

Ti, N0, M0

Stadium 1B

T2, N0, M0

Stadium IIA

T1, N1, M0

Stadium IIB

T2, N1, M0
T3, N0, M0

Stadium IIIA

T3, N1, M0
T1-3, N2, M0

Stadium IIIB

T berapa pun, N3, M0

Stadium IV

T4, N berapa pun, MO


T berapa pun, N berapa pun, M1

Keterangan :
Status Tumor Primer (T)

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.

Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak terlihat
pada radiogram atau bronkoskopi.

Tis : Karsinoma in situ.

T1 : Tumor berdiameter 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.

T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang pleura
viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal
dari karina.

T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma, pleura
mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari
distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, atau korpus vertebra.

T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang disertai efusi
pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.

Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)

N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.

N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.

N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.

N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral; kelenjar
getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.

Metastasis Jauh (M)

M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.


M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak (Huq, 2010).

E. Gejala Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah
menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat :
Lokal (tumor tumbuh setempat) :
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Ateletaksis
Invasi lokal : Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan saraf simpatis servikalis
Gejala Penyakit Metastasis :
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)

Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dengan gejala :

Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam


Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
Hipertrofi osteoartropati
Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Neuromiopati
Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone

Asimtomatik dengan kelainan radiologis

Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara radiologis.
Kelainan berupa nodul soliter (Amin, 2006).

F. Diagnosis
2 Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis tepat.
Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker paru. Batuk
disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang bercampur darah, sesak nafas dengan
suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun, dan
anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan
pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok,
dan terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.
3

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa perubahan bentuk
dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening dan tanda-tanda obstruksi
parsial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :

Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru. Kerusakan

pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas.
Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-

organ lainnya.
Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan
tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan untuk
mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran
tumor, kelenjar getah bening, dan metastasis ke organ lain.
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode tomografi komputer. Pada
pemeriksaan tomografi komputer dapat dilihat hubungan kanker paru dengan dinding
toraks, bronkus, dan pembuluh darah secara jelas. Keuntungan tomografi komputer tidak
hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga struktur di sekitar lesi serta invasi tumor ke
dinding toraks. Tomografi komputer juga mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat
mendeteksi lesi kecil dan tumor yang tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan.

Pemeriksaan Sitologi
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik
yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari
sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik
pada stadium prakanker maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan
sebab peradangan.
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk
mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang paling
sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun invasif.
Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik terutama untuk kanker paru yang letaknya
sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada
golongan risiko tinggi.

Pemeriksaan Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi untuk
bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik
mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan
lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di
perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.

Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk mendiagnosis tumor
pada paru terutama yang terletak di perifer. Dalam hal ini diperlukan peranan radiologi
untuk menentukan ukuran dan letak, juga menuntun jarum mencapai massa tumor.
Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih titik insersi jarum di dinding kulit toraks
yang berdekatan dengan tumor.

Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan histopatologik
untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat torakoskop yang
ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil
sebahagian jaringan paru yang tampak.
Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara langsung ke dalam paru dengan
menusukkan jarum yang lebih panjang dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan
pengisapan jaringan tumor yang ada (Soeroso, 1992).

G. Penatalaksanaan
1.

Pembedahan
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total berikut
kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada kanker paru yang
tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada
kanker paru jenis SCLC. Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya

pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat juga dilakukan pada stadium lanjut, akan
tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan
kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat
menjadi lebih baik.
Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan cara :
a. Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi tumor,
bersamaan dengan margin jaringan normal.
b. Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.
c. Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini dilakukan jika
diperlukan dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan satu paru.

2. Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker paru dengan tumor
yang tumbuh terbatas pada paru. Radioterapi dapat dilakukan pada NCLC stadium awal
atau karena kondisi tertentu tidak dapat dilakukan pembedahan, misalnya tumor terletak
pada bronkus utama sehingga teknik pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum
pasien tidak mendukung untuk dilakukan pembedahan.
Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker. Pada
beberapa kasus, radiasi diberikan dari luar tubuh (eksternal). Tetapi ada juga radiasi yang
diberikan secara internal dengan cara meletakkan senyawa radioaktif di dalam jarum,
dengan menggunakan kateter dimasukkan ke dalam atau dekat paru-paru. Terapi radiasi
banyak dipergunakan sebagai kombinasi dengan pembedahan atau kemoterapi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum diberikan pada SCLC
atau pada kanker paru stadium lanjut yang telah bermetastasis ke luar paru seperti otak,
ginjal, dan hati. Kemoterapi dapat digunakan untuk memperkecil sel kanker,
memperlambat pertumbuhan, dan mencegah penyebaran sel kanker ke organ lain.
Kadang-kadang kemoterapi diberikan sebagai kombinasi pada terapi pembedahan atau
radioterapi.

Penatalaksanaan

ini

menggunakan

obat-obatan

(sitostatika)

untuk

membunuh sel kanker. Kombinasi pengobatan ini biasanya diberikan dalam satu seri

pengobatan, dalam periode yang memakan waktu berminggu-minggu atau berbulanbulan agar kondisi tubuh penderita dapat pulih (ASCO, 2010).
H. Prognosis
Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium penyakit. Pada
kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan pembedahan, kemungkinan hidup
5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ, kemampuan hidup setelah dilakukan
pembedahan adalah 70%, pada stadium I, sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15%
pada stadium III, dan kurang dari 10% pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor
metastasis bervariasi dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status
penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup rata-rata
adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup SCLC tanpa terapi hanya 35 bulan (Wilson, 2005). Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat
dari 35 % pada tahun 1975-1979 menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu, angka
harapan hidup 5 tahun untuk semua stadium hanya 15%. Angka ketahanan sebesar 49%
untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit masih bersifat lokal, tetapi hanya 16% kanker
paru yang didiagnosis pada stadium dini (American Cancer Society, 2008).

10.EDEMA PARU/ ARDS


Secara anatomi terbagi 2:
Edema interstisial
Edema alveolar
A Patogenesis
Terbagi 2 peristiwa:
Cairan dari rongga vaskuler insterstisium
Masuknya cairan ke rongga alveolar
Kekuatan melawan transudasi cairan , migrasi cairan keluar dari rongga vaskuler lebih sensitif
terhadap perubahan tekanan hidrostatik kapiler.
Perubahan intraseluler (kadar kalsium, radikal oksigen bebas & eikosanoid) perubahan sel
endotel membuka junction interseluler cairan keluar dari rongga vaskuler.
Kecepatan edema interstisial > kapasitas normal berbagai mekanisme klirens paru seperti aliran
limfe edema interstisial edema alveolar
Pembengkakan interstisial barrier epitel rusak alveolar flooding
B Etiologi
Sepsis/sindroma sepsis
Trauma berat (transfusi masif, fraktur multipel & kontusio paru)
Pneumonia berat
Aspirasi isi lambung
Pankreatitis hemoragik akut

Inhalasi asap atau gas toksik, dll

C Gejala Klinis
ARDS dapat terjadi selama 12-48 jam sampai beberapa hari, berupa
dispnea
hipoksemia dengan pernafasan cepat dan dangkal.
Umumnya penderita membutuhkan intubasi & ventilator.
D.Laboratorium
Analisa gas darah abnormal:
FiO2 < 200
Alkalosis respirasi asidosis respiratorik karena eliminasi CO2
Leukositosis/leukopenia, anemia, trombositopenia.
Jarang terjadi DIC akibat sepsis, trauma berat atau trauma kepala.
MODS gangguan faal hati
E.Foto thoraks
infiltrat difus bulateral ringan atau tebal sesuai gambaran edema paru, interstisial atau alveolar, bercakbercak atau konfluens.
F. Terapi
1 Pemasangan intubasi dan ventilator
2 Obat-obat tidak spesifik: kortikosteroid, NO inhalasi
3 Perfluokarbon, penggunaan surfaktan aerosol, PGE1, Almitrin untuk stimulasi pernafasan
4 Ketokonasol obat jamur yang dapat menghambat beberapa jalur proinflamatori
5 Pengaturan cairan dengan mereduksi volume intravaskuler menggunakan diuretika
6 Posisi Prone, telentang telungkup dapat memperbaiki oksigenasi.

LAPORAN TUGAS
10 PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN
SISTEM RESPIRASI

Disusun oleh :
Nama : Faiz Muhammad Ikhsan
NIM : 2010730035

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH JAKARTA

Anda mungkin juga menyukai