Anda di halaman 1dari 13

KEBIJAKAN MORATORIUM PENERIMAAN CALON PEGAWAI

NEGERI SIPIL 2015


MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Seminar Masalah-Masalah/ IsuIsu Kebijakan Publik

DISUSUN OLEH:

SELVY AYU MAHARANI

(125030100111063)

DESY PUSPITASARI

(125030100111064)

TESSA PRASTYKASARI

(125030100111065)

KELAS A

ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Reformasi Birokrasi pada hakikatnya

merupakan upaya untuk melakukan

pembaharuan, penataan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan


pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan
(business process) dan sumber daya manusia aparatur. Proses reformasi birokrasi belum
berjalan dengan maksimal sesuai dengan yang diharapkan, hal ini ditandai dengan
pertumbuhan Pegawai Negeri Sipil yang tidak efektif dan efisien. Beberapa daerah di
Indonesia telah mengalami pembengkakan jumlah dalam pegawai negeri sipil yang tidak
diikuti dengan pelayanan yang efektif dan efisien. Sistem perekrutan CPNS yang tidak
efisien, analisis jabatan dan kebutuhan pegawai negeri sipil tidak berjalan sebagaimana
diinginkan.
Peningkatan jumlah Pegawai Negeri Sipil di daerah yang begitu besar mengakibatkan
terjadi ketidakseimbangan antara jumlah Pegawai Negeri Sipil dengan ketersediaan anggaran,
serta tidak seimbangnya jumlah Pegawai Negeri Sipil dengan kualitas pelayanan publik yang
ada. Pemerintah, dalam rangka reformasi birokrasi telah mengeluarkan satu kebijakan yakni
Kebijakan Moratorium penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Kebijakan
Moratorium penerimaan CPNS ini merupakan upaya pemerintah dalam melakukan penataan
pegawai di instansi-instansi pemerintah. Ada beberapa hal yang mendasari dikeluarkannya
kebijakan ini oleh pihak pejabat terkait, antara lain dalam rangka pelaksanaan reformasi
birokrasi mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia serta efesiensi anggaran belanja
pegawai yang telah ada sehingga perlu dilakukan penataan oraganisasi serata penataan
pegawai negeri sipil.
Sehubungan dengan dikeluarkannya Kebijakan Moratorium Penerimaan CPNS, maka
akan menimbulkan pro dan kontra masalah baru yang dianggap penulis dapat dijadikan
pertimbangan atau dapat diantisiapasi oleh pejabat publik terkait diantaranya nasib pegawai
honorer serta akan menunpuknya jumlah penganguran dimana setiap tahun akan meningkan
dan pada dasarnya banyak hal yang perlu lagi dianalisis dalam kebijakan moratorium
penerimaan CPNS. Dari penjelasan latar belakang diatas maka penulis mengambil judul
Kebijakan Moratorium Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil 2012.

1.2 Rumusan Masalah

a) Bagaimanakah gambaran umum Pegawai Negeri Sipil di Indonesia?


b) Apa sajakah faktor-faktor yang mendorong dilakukannya monatorium penerimaan
Calon Pegawai Negeri Sipil?
c) Apa sajakah kendala kebijakan monatorium penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil?
1.3 Tujuan
a) Untuk mengetahui gambaran umum Pegawai Negeri Sipil di Indonesia.
b) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong dilakukannya monatorium
penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil.
c) Untuk mengetahui kendala kebijakan monatorium penerimaan Calon Pegawai Negeri
Sipil.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kebijakan Publik


Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang dibedakan dari kata wisdom yang
berarti kebijaksanaan atau kearifan. Kebijakan merupakan pernyataan umum perilaku
daripada organisasi. Menurut pendapat Alfonsus Sirait dalam bukunya Manajemen
mendefinisikan kebijakan, sebagai berikut: Kebijakan merupakan garis pedoman untuk
pengambilan keputusan (Sirait, 1991:115). Kebijakan merupakan sesuatu yang bermanfaat
dan juga merupakan penyederhanaan system yang dapat membantu dan mengurangi masalahmasalah dan serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah tertentu, oleh sebab itu suatu
kebijakan dianggap sangat penting.
Wiliiam N. Dunn menyebut istilah kebijakan publik dalam bukunya yang berjudul
Analisis Kebijakan Publik, pengertiannya sebagai berikut:
Kebijakan Publik (Public Policy) adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihanpilihan kolektif yang saling bergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak
bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah (Dunn, 2003:132).
Kebijakan publik sesuai apa yang dikemukakan oleh Dunn mengisyaratkan adanya
pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung satu dengan yang lainnya, dimana didalamnya
keputusan-keputusan untuk melakukan tindakan. Kebijakan publik yang dimaksud dibuat
oleh badan atau kantor pemerintah. Suatu kebijakan apabila telah dibuat, maka harus
diimplementasikan untuk dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan
sumber daya finansial dan manusia, serta dievaluasikan agar dapat dijadikan sebagai
mekanisme pengawasan terhadap kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan kebijakan itu
sendiri.
Edward III dan Sharkansky mengemukakan kebijakan publik adalah:
What government say and do, or not to do, it is the goals or purpose of government
programs. (apa yang dikatakan dan dilakukan, atau tidak dilakukan. Kebijakan merupakan
serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah) (Dalam Widodo,
2001:190).
Pendapat Edward III dan Sharkansky mengisyaratkan adanya apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan. Hal ini berkaitan dengan tujuan dan sasaran uang termuat dalam programprogram yang telah dibuat oleh pemerintah. Miriam Budiarjo mengemukakan pengertian

kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau
oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai
tujuan itu (Budiardjo, 2000:56). Berdasarkan pengertian di atas, kebijakan merupakan suatu
kumpulan keputusan. Keputusan tersebut diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok
politik yaitu pemerintah. Keputusan tersebut berusaha untuk memilih tujuan dan cara untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai.
2.2 Moratorium
Dalam suatu bidang hukum, moratorium (dari Latin, morari yang berarti penundaan)
adalah otorisasi legal untuk menunda pembayaran utang atau kewajiban tertentu selama batas
waktu yang ditentukan. Istilah ini juga sering digunakan untuk mengacu ke waktu penundaan
pembayaran itu sendiri, sementara otorisasinya disebut sebagai undang-undang moratorium.
Undang-undang moratorium umumnya ditetapkan pada saat terjadinya tekanan berat secara
politik atau komersial, misalnya, pada saat Perang Jerman-Perancis, pemerintah Perancis
mengundangkan undang-undang moratorium (Wikipedia, 2015). Menurut kamus besar
bahasa indonesia moratorium adalah (1) penangguhan pembayaran utang didasarkan pada
undang-undang agar dapat mencegah krisis keuangan yg semakin hebat; (2) penundaan;
penangguhan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015).
2.3 Pegawai Negeri Sipil
Pegawai negeri adalah pegawai yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi
tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(Wikipedia, 2015)
Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
kepegawaian, pegawai negeri adalah mereka yang yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan di gaji menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Pegawai Negeri Sipil di Indonesia


Gambaran Pegawai Negeri Sipil di Indonesia saat ini berkisar pada diskursus
rendahnya profesionalisme, tingkat kesejahteraan yang belum memadai, distribusi dan
komposisi yang belum ideal, penempatan dalam jabatan yang belum didasarkan pada
kompetensi, penilaian kinerja yang belum objektif, kenaikan pangkat yang belum didasarkan
pada prestasi kerja, budaya kerja dan ethos kerja yang masih rendah, penerapan peraturan
disiplin yang tidak dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen serta persoalan-persoalan
internal PNS lainnya. Persoalan-persoalan di atas saling berkaitan dan cenderung belum
menemukan solusi yang komprehensif. Berita-berita di media tentang maraknya PNS yang
menerima suap menyebabkan masyarakat meminta reformasi pelayanan publik yang jauh
lebih baik lagi. Namun sejauh ini hanya sedikit indikasi bahwa reformasi yang diinginkan
masyarakat ini menjadi prioritas. Reformasi birokrasi di Indonesia saat ini berjalan sangat
lambat. Sudah bertahun-tahun usia gerakan reformasi Indonesia, tetapi tidak ada perubahan
nyata terhadap kondisi birokrasi kita. Birokrasi kita masih ditandai rendahnya kinerja sumber
daya manusia dan kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan tata laksana
(manajemen) pemerintahan yang belum memadai; rendahnya efisiensi dan efektivitas kerja;
rendahnya kualitas pelayanan umum; rendahnya kesejahteraan PNS; dan banyaknya
peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadan dan
tuntutan pembangunan mekanisme kerja yang tidak efisien, jumlah pegawai yang gemuk,
proses

pelayanan

yang

lamban,

tidak

modern

atau

ketinggalan

zaman,

sering

menyalahgunakan wewenang dan masih besarnya praktek KKN, tidak tanggap atas
keragaman kebutuhan dan kondisi daerah setempat. Hal yang penting dalam reformasi
birokrasi adalah perubahan mind-set dan culture-set serta pengembangan budaya kerja.
Reformasi

Birokrasi

diarahkan

pada

upaya-upaya

mencegah

dan

mempercepat

pemberantasan korupsi, secara berkelanjutan dalam menciptakan tata pemerintahan yang


baik, bersih, dan berwibawa (good governance), pemerintah yang bersih (clean government),
dan bebas KKN.
Secara umum Keban (2004:17) menguraikan bahwa sistem manajemen PNS memiliki
sejumlah kelemahan mendasar antara lain: (1) lebih menonjolkan sisi administratif daripada
sisi manajemen khususnya manajemen sumber modern; (2) lebih bersifat sentralistis sehingga
kurang mengakomodasikan nilai efisiensi dan efektifitas dalam pencapaian tujuan organisasi

dari masing-masing instansi baik di pusat maupun daerah; (3) tidak terdapat prinsip check
and balance dalam penyelenggaraan manajemen kepegawaian sehingga mendorong
terjadinya duplikasi baik di tingkat pusat maupun di daerah yang akhirnya menghambat
prinsip akuntabilitas; (4) kurang didukung oleh sistem informasi kepegawaian yang memadai
sehingga berpengaruh negatif pada proses pengambilan keputusan dalam manajemen
kepegawaian; (5) tidak mampu mengontrol dan mengaplikasikan prinsip sistem merit secara
tegas; (6) tidak memberi ruang atau dasar hukum bagi pengangkatan pejabat non karier; (7)
tidak mengakomodasikan dengan baik klasifikasi jabatan dan standar kompetensi sehingga
berpengaruh negatif terhadap pencapaian kinerja organisasi dan individu; (8) keberadaan
Komisi Kepegawaian Negara kurang independen dan tidak jelas kedudukannya. Berbagai
permasalahan sebagaimana dikemukakan Keban di atas, tidak jauh dari kenyataan atau
pengalaman empiris di lapangan pada saat ini.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat penyusutan jumlah Pegawai Negeri
Sipil (PNS) kurang lebih dalam dua tahun terakhir. Pada Januari 2013 jumlah PNS tercatat
mencapai 4.467.982 orang, sedangkan periode yang sama 2011 tercatat jumlahnya masih
4.708.330 orang atau menyusut 240.348 orang atau sekitar 5,1% (demikian dikutip dari data
statistik BKN, Senin 16/9/2013). Dari data per Januari 2013, jumlah PNS masih didominasi
oleh kaum pria berjumlah 52,21% atau sebanyak 2.332.549 orang, sedangkan kaum hawa
berjumlah 47,79% atau sebanyak 2.135.433 orang.
3.2 Faktor-Faktor yang mendorong dilakukannya Monatorium Penerimaan Calon
Pegawai Negeri Sipil
Hukum dan kebijaksanaan publik merupakan variabel yang memiliki keterkaitan yang
sangat erat, sehingga telaah tentang kebijaksanaan pemerintah semakin dibutuhkan untuk
dapat memahami peranan hukum saat ini. Kompleksnya persoalan ekonomi, sosial dan
politik sangat berperan bagi pemerintah untuk menemukan alternatif kebijaksanaan dan
bermanfaat bagi masyarakat. Peran pemerintah dapat semakin menonjol jika pembangunan
tersebut membawa perubahan. Peraturan hukum adalah salah satu tindakan nyata dalam
melakukan kebijaksanaan pemerintah. Oleh karena itu setiap kebijaksanaan pemerintah
diwujudkan dalam peraturan hukum maka sangat diperlukan pemahaman fungsi hukum yang
luas.
Terkait pembahasan kebijakan publik dalam makalah ini penulis akan mencoba
mengambil salah satu kebijakan yang telah di keluarkan atau diputuskan oleh pejabat publik,

seperti Moratorium Pegawai Negeri sipil, berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Negara
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan. Nomor 02/SPB/M.PAN-RB/8/2011, Nomor 800-632 Tahun 2011, Nomor
141/PMK.01/2011. Tentang Penundaan Sementara Penerimaan Pegawai Negri Sipil.
Pelaksanaan moratorium penerimaan CPNS ini dilakukan selama lima tahun dan
dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2015. Tentunya berdasarkan Peraturan Bersama tentang
Penundaan Sementara Penerimaan CPNS. Namun tidak menutup kemungkinan bagi daerah
yang mempunyai peluang menerima pegawai karena alasan pertimbangan bahwa kebijakan
ini dianggap kurang adil karena ada daerah yang jumlah pegawainya gemuk sekali dan ada
daerah yang sangat kurang sekali. Maka dari itu daerah yang diberikan kemungkinan juga
harus melengkapi beberapa persyaratan diantaranya melakukan perhitungan kebutuhan
pegawai. Analisis jabatan serta analisis beban kerja sesuai dengan Permenpan-RB No. 26
Tahun 2011 tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan PNS yang tepat untuk daerah,
yang apabila daerah yang bersangkutan tidak melakukannya maka tidak akan diberikan
formasi.
Kebijakan Moratorium penerimaan CPNS ini adalah upaya pemerintah dalam
melakukan penataan pegawai di instansi-instansi pemerintah dan bukan sekadar penundaaan
penerimaan CPNS. Banyak hal yang mendasari dikeluarkannya kebijakan ini oleh pihak
pejabat terkait, antara lain dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi mengoptimalkan
kinerja sumber daya manusia serta efesiensi anggaran belanja pegawai yang telah ada perlu
dilakukan penataan oraganisasi serata penataan pegawai negeri sispil. Maka untuk
mewujudkan hal demikian maka berdasarkan kebijakan bersama tiga menteri mesti dilakukan
penundaan sementara pengadaan Pegawai Negeri sipil.
Dengan sehubungan dikeluarkannya moratorium CPNS bukan akan menimbulkan
masalah baru yang dianggap penulis sekiranya dapat dijadikan pertimbangan atau dapat
diantisiapasi oleh pejabat publik terkait diantaranya nasib pegawai honorer serta akan
menunpuknya jumlah Penganguran dimana setiap tahun akan meningkan dan pada dasarnya
banyak hal yang perlu lagi di analisis dalam kebijakan moratorium CPNS ini.
Dengan demikian kebijakan pemerintah dalam hal ini menteri terkait dengan
kebijakan bersama mengeluarakan Moratorium CPNS dapat kita cermati sebagai kebijakan
yang menpunyai nilai-nilai serta tujuan yang tepat dan baik, progran dalam praktek dan
evaluasinya, serta informasi dan monitoring, adalah unsur-unsur yang dapat mnguji
kebijakan ini.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adanya Moratorium

a) Formasi pegawai negeri yang tidak seimbang


Menjadi sebuah sorotan utama kebijakan pemerintah dalam hal formasi
pegawai. Lowongan formasi dalam satuan organisasi negara pada umumnya
disebabkan oleh 2 hal, yakni adanya pegawai negeri yang berhenti atau adanya
perluasan organisasi. Penyusunan formasi harus dilakukan dengan tepat. Jika
penyusunannya kurang tepat akan menyebabkan adanya ketidak akuratan database
formasi pegawai dan berdampak pada pengambilan keputusan yang kurang tepat
dalam manajemen kepegawaian. Ketidak akuratan dalam penyusunan formasi
pegawai, akan berakibat pula pada kondisi kepegawaian saat ini, disatu sisi terjadi
penumpukan tenaga administrasi. Setiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)
yang ada di Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, diminta untuk memiliki strategi
efektif dalam menyusun formasi pegawai yang benar-benar kapabel sesuai dengan
standar kompetensi yang dibutuhkan. Dengan demikian, maka akan tercipta suatu
organisasi perangkat daerah yang profesional dan mampu meningkatkan kinerja
pemerintah daerah secara menyeluruh.
Pemerintah diharapkan dapat secara profesioanl mengangkat, memindah, dan
juga memberhentikan jumlah pegawai negeri agar menjadi rata di semua bidang.
Apakah pegawai negeri di bidang pemerintahan, bidang pendidikan, bidang
kesehatan, dan dalam bidang pertahanan dan keamanan ataukah di bidang milisi
lainnya. Perlu adanya pengangkatan CPNS yang teratur dan terarah agar semuanya
berjalan dengan seimbang. Dalam menempatkan seseorang dalam jabatan atau
pengangakatan pegawai dalam suatu pekerjaan atau jabatan, pemerintah harus
menggunakan prinsip the right man on the right place artinya orang yang tepat
ditugaskan pada tempat yang tepat.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa masalah kompetensi menjadi hal yang
sangat mendasar. Kompetensi PNS adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki
oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keahlian, dan sikap perilaku yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas jabatannya (Pasal 3 PP No. 101 Tahun 2000 tentang diklat
PNS). Kompetensi dikenal ada yang umum dan ada yang khusus/ bidang atau teknis.
Untuk menilai apakah seorang PNS memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan
sebenarnya tidak terlalu sulit. Hal ini dapat dilihat dari pendidikan formal, diklat
khusus (fungsional dan teknis/substantif), ataupun dari pengalaman kerjanya.
b) APBD Pemicu adanya moratorium CPNS
Dalam penetapan formasi, faktor kemampuan keuangan negara adalah faktor
penting yang harus selalu diperhatika. Di banyak daerah, belanja gaji PNS sangat

10

memberatkan sebab mencapai sekitar separuh APBD. Situasi ini membuat pemerintah
daerah selalu kekurangan dana untuk membiayai pembangunan. Prihatin dengan hal
itu, pemerintah pusat merasa perlu menerapkan penundaan sementara (moratorium)
penerimaan PNS yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Moratorium pengangkatan
PNS, tidak diartikan sebagai penghentian total perekrutan. Moratorium lebih diartikan
sebagai perekrutan yang jauh lebih ketat dan terarah.
Moratorium dilakukan untuk penataan pegawai negeri daerah yang jumlahnya
telah membengkak. Apalagi pada bidang pekerjaan administrasi di semua daerah yang
jumlahnya telah membengkak. Hal ini disebabkan karena formasi pegawai negeri
tidak cocok dengan kompetensi calon pegawai negeri sehingga terjadi penumpukan
pegawai di bidang administrasi atau tidak sesuai dengan SKPD.

3.3 Kendala Kebijakan Monatorium Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil


Kebijakan moratorium CPNS selama lima tahun mendapat penolakan dari pemerintah
dan masyarakat dari Provinsi Papua. Seperti dikutip dari surat kabar online Antara,
pemerintah dan masyarakat Papua mempersoalkan kebijakan moratorium dan penghentian
seleksi penerimaan CPNS sementara selama lima tahun ini. Diskusi yang digelar oleh Dewan
Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Papua
menjelang pelaksanaan Kongres XIV 24-28 Februari 2015 di Papua itu menghadirkan
narasumber Ketua DPD KNPI Provinsi Papua Max Olua dan Ketua DPRP Yunus Wonda
dengan moderator Amir Siregar dari TVRI Jayapura. Di hadapan lebih dari 300 orang peserta
diskusi, Yunus Wonda mengatakan, setiap tahun ada lima ribu hingga enam ribu orang sarjana
baru lulusan Papua. Ini masalah karena pengangguran terbuka akan semakin banyak dan
persoalan sosial semakin kompleks.
Karena itu, Yunus mengaku bersama Gubernur Papua Lukas Enembe berupaya
meminta penghentian monolak moratorium itu. Moratorium CPNS itu merupakan salah
satu kebijakan yang dibuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan era pemerintahan
Presiden Jokowi. Selama lima tahun pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi tidak mengadakan
penerimaan CPNS untuk seluruh instansi, baik di pusat maupun pemerintah daerah.
Pemerintahan Jokowi mengeluarkan kebijakan itu untuk memberikan peluang kepada seluruh
instansi melaksanakan audit organisasi agar bisa diketahui angka ideal PNS di seluruh
Indonesia.

Kurangnya sosialisasi, sehingga banyak masyarakat yang belum mengetahui adanya


Kebijakan Moratorium CPNS.

11

Tidak siapnya pemerintah dalam menyiapkan atau mengalihkan lapangan pekerjaan

baru diluar sektor pegawai negeri.


Sumberdaya manusia kurang produktif
Kurang produktifnya para pelaksana kebijakan moratorium CPNS di Indonesia juga
diakibatkan karena system kerja yang lebih berorientasi pada tugas masing-masing
pegawai negeri, sifat kerja yang lebih menunggu kendali dan aba-aba dari atasan

sangat mempengaruhi produktifitas kerja pegawai negeri sipil.


Komunikasi Yang Kurang Efektif
Komunikasi menjadi kendala dalam implementasi kebijakan moratorium CPNS di
Indonesia, komunikasi yang kurang efektif terjadi karena unsur pelaksana yang terdiri
dari berbagai pihak dan instansi, hal ini mengakibatkan komunikasi menjadi tidak
efektif, seringkali informasi yang masuk tertahan pada pihak pelaksana lain.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Proses reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan dengan maksimal, hal tersebut
dapat dilihat dari banyaknya kinerja Pegawai Negeri Sipil yang tidak efektif dan efisien.
Jumlah PNS di daerah yang begitu besar yang disertai dengan ketidakseimbangan antara

12

jumlah Pegawai Negeri Sipil dengan ketersediaan anggaran, serta tidak seimbangnya jumlah
PNS dengan kualitas pelayanan publik yang ada menyebabkan pemerintah mengeluarkan
Kebijakan Moratorium CPNS.
Kebijakan Moratorium penerimaan CPNS merupakan upaya pemerintah dalam
melakukan penataan pegawai di instansi-instansi pemerintah untuk mengoptimalkan kinerja
sumber daya manusia serta efesiensi anggaran belanja pegawai yang ada. Dalam pelaksanaan
kebijakan moratorium penerimaan CPNS, pemerintah mendapatkan banyak kritik dan
penolakan dari masyarakat. Masyarakat menilai dengan adanya kebiajakan moratorium
penerimaan CPNS selama lima tahun ini akan menyebabkan pengangguran terbuka semakin
banyak dan persoalan sosial semakin kompleks.
4.2 Saran
Sebaiknya pemerintah mengkaji kembali kebijakan moratorium CPNS 2015 yang
dilaksanakan sampai lima tahun kedepan. Sebab apabila dilaksanakan selama lima tahun
maka bukan hal yang mustahil pengangguran di Indonesia semakin banyak. Selain itu
sebaiknya moratorium CPNS dilakukan hanya di beberapa wilayah saja, khususnya di kotakota besar yang jumlah pegawai negeri telah melampaui batas. Sedangkan di wilayah daerah
khususnya daerah terpencil masih membutuhkan banyak pegawai negeri yang mumpuni.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Budiardjo, Miriam. (2000). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Dunn, William. N. (2003). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Keban,Y.T. (2004). Enam Dimensi Strategi Administrasi Publik, Konsep, Teori dan Isu. PT.
Gava Media: Yogyakarta.

13

Sirait, Alfonsus. (1991). Manajemen. Jakarta: Erlangga.


Widodo, Joko. (2001). Good Governance telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol
Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendikia.
Online
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2015). Moratorium. (online),
(http://kbbi.web.id/moratorium, diakses pada 2 Maret 2015).
Wikipedia. (2015). Moratorium. (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Moratorium, diakses
pada 2 Maret 2015).
Wikipedia. (2015). Pegawai Negeri. (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai_negeri,
diakses pada 2 Maret 2015).
Undang-Undang
PP No. 101 Tahun 2000 tentang diklat PNS.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian.

Anda mungkin juga menyukai