Anda di halaman 1dari 45

Page 1 of 45

BUKU MODUL
MODUL GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN PADA
KELAUTAN
MODUL NO B.7

SUBMODUL B.7.2. KELAINAN RETINA


SUBMODUL B.7.3. PENYAKIT MATA INFEKSI DAN ALERGI
SUBMODUL B.7.4. TRAUMA MATA
SUBMODUL B.7.5. PENILAIAN KECACATAN MATA

KOLEGIUM KEDOKTERAN KELAUTAN


PERDOKLA
(PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KEDOKTERAN
KELAUTAN)
2009

Page 2 of 45

MODUL B.7.2.
KELAINAN RETINA
TUJUAN MODUL
Modul ini disusun untuk proses pembelajaran dan pelatihan praktek agar peserta
didik mampu menjelaskan patofisiologi kelainan makula/retina herediter pada mata,
menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan penunjang mata, mendiagnosis,
melakukan rujukan keahli Mata, melakukan terapi awal, melakukan pemeriksaan fit
onboard ships,serta pencegahan kelainan makula/retina herediter pada kelautan.
Kompetensi kognitif, psikomotor dan afektif akan diperoleh melalui proses
pembelajaran materi dan prosedur klinik baku dengan pembimbingan, praktik mandiri
dan penilaian perkembangan level kompetensi
WAKTU
Mengembangkan Kompetensi
Sesi di dalam kelas
Sesi dengan fasilitasi Pembimbing
Sesi praktik dan pencapaian kompetensi

Alokasi Waktu
2 X 60 menit (classroom session)
2 X 120 menit (coaching session)
4 hari (facilitation and assessment

PERSIAPAN SESI

Materi presentasi:
LCD 1 : Kelainan Retina Herediter.
LCD 2 : Retinitis Pigmentosa (RP)
LCD 3 : Cone Dystrophies
LCD 4 : Cone-Rod Dystrophies
LCD 5 : Macular Dystrophies : Stargardt Disease
LCD 6 : Macular Dystrophies : Best Disease
LCD 7 : Kasus untuk proses pembelajaran
LCD 8 : Retinopati Hipertensi
LCD 9 : Retinopati Diabetika
LCD 10 : Glaukoma
Kasus :
Seorang ABK berusia 36 tahun,radio operator datang dengan keluhan
buram pada kedua mata yang dirasa sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu,sehingga
mengalami kesulitan membaca telegram. Penderita mengetahui bahwa
penglihatannya dirasakan makin lama semakin buram. sehingga pada saat ini
penderita hanya dapat membaca pada jarak < 15 cm.

Sarana dan alat bantu latih :

Page 3 of 45
Video, kasus
Penuntun belajar (learning guide) terlampir
Tempat belajar (training setting): Ruang kelas 1 PPDS Kelautan

Referensi
Hand book of Nautical Medicine, W.A.G., Goethe E.N.Watson- D.T. Jones
Berlin Heidelberg New York tokyo 1984 pp.

American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science


Course, Retina and Vitreous, Section 12. 2008-2009

Kanski J.J : Clinical Ophthalmology, a systematic approach. 2007

Modul Kelainan Herediter PPDS MATA.

KOMPETENSI
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran modul ini, peserta didik diharapkan :
Mampu menatalaksana kelainan herediter makula/retina pada kelautan melalui
upaya membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik/status lokalis mata,
pemeriksaan pemeriksaan penunjang mata, rujukan ke Ahli Mata, pemeriksaan fit
onboard ships serta pencegahan progresifitasnya dan membuat keputusan serta
menangani problem tersebut hingga tuntas.
KETRAMPILAN
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran modul ini, peserta didik diharapkan terampil :
1. Menjelaskan keadaan dan patofisiologi kelainan herediter herediter
makula/retina pada kelautan.
2. Menjelaskan gambaran klinis kelainan herediter makula/retina pada kelautan
termasuk gejala, tanda-2 dan patofisiologi yang menyertainya yaitu colour
blindness ( buta warna total/parsial) ,gangguan lapang pandangan mata dll.
3. Menginterpretasi dan menjelaskan pemeriksaan penunjang mata pada kasus
kelainan herediter makula/retina pada kelautan.
4. Menjelaskan dan melakukan diagnosis serta terapi awal kelainan herediter
makula/retina pada kelautan.
5. Menjelaskan rujukan kelainan herediter makula/retina pada kelautan ke ahli
Mata
6. Melaksanakan pemeriksaan fit onboard ships pada penderita kelainan herediter
makula/ retina pada kelautan
7. Melaksanakan pencegahan progresivitas kelainan herediter makula/ retina pada
kelautan.
GAMBARAN UMUM
Ada beberapa faktor spesifik yang membedakan kasus dan manajemen gangguan
sistim pengelihatan pada kelautan, antara lain gangguan sistim pengelihatan pada

Page 4 of 45
kelautan sering berkaitan dengan pekerjaan pelaut, gangguan pengelihatan ABK/pelaut
dapat membahayakan pelayaran, diagnosa dan terapi definitif sering baru dapat dilakukan
di Rumah Sakit Pelabuhan berikutnya namun waktu singgah kapal sering tidak memadai.
Oleh karena itu persyaratan kesehatan mata bagi diberlakukan dengan ketat sesuai
peraturan kesehatan ABK/pelaut. Adanya buta warna, mutlak membuat semua ABK/
pelaut unfit. Gangguan ketajaman pengelihatan mata selama dapat dikoreksi dengan
kacamata / lensa kontak / operasi laser sampai memenuhi sarat masih dinyatakan fit,
namun penderita diwajibkan memiliki cadangan kacamata serta lensa kontak dikapal.
Dalam hal gangguan lapang pandangan mata, adaptasi gelap-terang Dokter Kapal/
Spesialis Kedokteran Kelautan boleh menerapkan kebijaksanaan melebihi peraturan
kesehatan ABK /pelaut untuk menyatakan pelaut unfit.
Gejala klinis kelainan retina dapat berupa penurunan ketajaman penglihatan yang
bersifat sementara, gangguan penglihatan warna, metamorfopsia, floaters, fotopsia,
skotoma, dan adanya kehilangan lapang pandangan.
Kelainan Retina Hererediter sebagai salah satu penyebab buta warna diharapkan
dapat dideteksi saat seleksi awal pemeriksaan kesehatan mata bagi calon ABK/Pelaut.
Namun pada beberapa kasus gangguan ketajaman pengelihatan, gangguan lapang
pandang mata serta buta warna pada ABK/Pelaut sering manifes atau bertambah progresif
setelah mereka bekerja sebagai ABK/Pelaut sehingga akan mempengaruhi status fit
onboard ships nya. Sehingga Dokter Kapal/Dokter Spesialis Kedokteran Kelautan
dituntut untuk dapat melakukan deteksi dini adanya kelainan retina herediter, menentukan
prognosa serta fit onboard ships dari segi kesehatan mata pada saat pemeriksaan
kesehatan awal ataupun berkala bagi ABK/Pelaut.
Perlu diingat bahwa gangguan ketajaman pengelihatan, gangguan lapang pandang
mata serta buta warna pada ABK/Pelaut bisa disebabkan kelainan / penyakit mata lainnya
yaitu Retinopati Hipertensi, Retinopati diabetika ,Glaukoma, infeksi mata, alergi, trauma
mata, penyakit degeneratif dan lain-lain.
Dalam modul ini dibahas tentang Retinitis Pigmentosa dan kelainan retina
heriditer lainnya, Retinopati Hipertensi, Retinopati Diabetika serta Glaukoma dengan
mengacu pada refensi yang sesuai dengan modul Program Pendidikan Dokter Spesialis
Mata.
Contoh Kasus
Seorang ABK berusia 36 tahun,radio operator datang dengan keluhan buram
pada kedua mata yang dirasa sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu,sehingga
mengalami kesulitan membaca telegram. Penderita mengetahui bahwa
penglihatannya dirasakan makin lama semakin buram sehingga pada saat ini
penderita hanya dapat membaca pada jarak < 15 cm. Keluhan ini disertai dengan
adanya riwayat penglihatan buruk pada malam hari sebelumnya.
Pada pemeriksaan mata didapatkan penglihatan kedua mata 6/60, segmen
anterior dalam batas normal, dan terdapat gambaran papil discus optikus pucat
disertai dengan atenuasi pembuluh darah arteri, lapsan nerve fiber layer yang
menebal, disertai adanya bone corpuscle pada daerah perifer retina. Penderita
disarankan untuk kontrol ke bagian Low Vision untuk rehabilitasinya.
Diskusi :

Page 5 of 45
Diagnosa.
Etiologi
Patofisiologi
Penatalaksanaan.
Jawaban :
Diagnosa : Rertinitis Pigmentosa.
Etiologi : Kelainan herediter autosomal dominan
Patofisiologi : Retinitis pigmentosa merupakan kumpulan penyakit
herediter yang melibatkan fotoreseptor dan fungsi pigmen epitel, ditandai dengan
kehilangan lapang pandang progresif dari sentral ke arah luar, atau ditemukan
cincin skotoma pada area perisentral.Hasil ERG yang tidak normal (gambaran
gelombang a, gelombang b sel batang dan kerucut yang menurun bahkan hilang).
Pada pemeriksaan fundus ditemukan pembuluh darah arteri lebih kecil,
diskus pucat, dan sejumlah perubahan pigmen bone spicule. Retina perifer dan sel
epitel pigmen retina terlihat atrofi, hilangnya refleks fovea, dan permukaan
vitreoretina menjadi ireguler. Gambaran klinis lain berupa edema makula kistik,
sel pada vitreus, dan katarak subkapsular posterior.
Penatalaksanaan :

Segera dirujuk kebagian Low Vision untuk diagnostik dan rehabilitasinya.

Pemberian Vitamin A

Pemberian alat bantu low vision sangat menolong pada penderita


dengan tajam penglihatan yang subnormal.

Pemeriksaan oftalmologi secara teratur setiap 1-2 tahun

Konseling genetik.

Penentuan fitness on boars ships.


TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti proses pembelajaran untuk sesi ini, peserta didik akan memiliki
keterampilan untuk :
1. Menjelaskan keadaan dan patofisiologi kelainan makula/retina herediter pada
kelautan.
2. Menjelaskan gambaran klinis kelainan herediter makula/retina pada kelautan
termasuk gejala, tanda-2 dan patofisiologi yang menyertainya yaitu colour
blindness ( buta warna total/parsial) ,gangguan lapang pandangan mata dll.
3. Menginterpretasi dan menjelaskan pemeriksaan penunjang mata pada kasus
kelainan makula/retina herediter pada kelautan.
4. Menjelaskan dan melakukan diagnosis serta terapi awal kelainan
makula/retina herediter pada kelautan.
5. Menjelaskan rujukan kelainan makula/retina herediter pada kelautan ke ahli
Mata
6. Melaksanakan pemeriksaan fit onboard ships pada penderita kelainan
herediter makula/ retina pada kelautan

Page 6 of 45
7. Melaksanakan pencegahan progresivitas kelainan herediter makula/ retina
pada kelautan.

STRATEGI dan METODE PEMBELAJARAN


Tujuan 1. Mampu menjelaskan keadaan dan patofisiologi kelainan makula/retina
herediter pada kelautan.
Untuk mencapai tujuan ini peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode
pembelajaran berikut:

Tutorial tentang lingkup keadaan dan patofisiologi kelainan makula/retina


herediter pada kelautan, .
Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan
Diskusi kelompok tentang keadaan dan patofisiologi kelainan makula/retina
herediter pada kelautan , dampaknya terhadap pengelihatan, progresivitas serta
kemungkinan fitness on board shipis.
Belajar mandiri (textbook and journal reading)
Praktik mandiri dengan supervisi

Must to know key points :

Patofisiologi: kelainan makula/retina herediter pada kelautan,

Tujuan 2.
Menjelaskan gambaran klinis kelainan herediter makula/retina pada
kelautan termasuk gejala, tanda-2 dan patofisiologi yang menyertainya yaitu colour
blindness ( buta warna total/parsial) ,gangguan lapang pandangan mata dll.
Untuk mencapai tujuan ini
pembelajaran berikut:

peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode

Tutorial tentang gambaran klinis,gejala dan patofisiologi yang menyertainya


yaitu buta warna akibat kelainan makula/retina herediter pada kelautan.
Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan
Diskusi kelompok tentang keadaan dan patofisiologi kelainan makula/retina
herediter pada kelautan , dampaknya terhadap ketajaman pengelihatan,lapang
pandang,buta warna, progresivitas serta kemungkinan fitness on board shipis.
Belajar mandiri (textbook and journal reading)
Praktik mandiri dengan supervisi

Must to know key points :

Dampak kelainan makula/retina herediter pada kelautan, terhadap ketajaman


pengelihatan, lapang pandangan mata, kemampuan adaptasi gelap-terang, buta
warna.

Progresivitas serta fitness onboard ships.

Page 7 of 45

Tujuan 3. Mampu menginterpretasi dan menjelaskan pemeriksaan penunjang mata


pada kasus kelainan makula/retina herediter pada kelautan.
Untuk mencapai tujuan ini
pembelajaran berikut:

peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode

Tutorial tentang, interpetasi pemeriksaan penunjang mata pada kelainan


makula/retina herediter pada kelautan.
Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan
Diskusi kelompok tentang interpetasi pemeriksaan penunjang mata pada kelainan
makula/retina herediter pada kelautan.
Belajar mandiri (textbook and journal reading)
Praktik mandiri dengan supervisi

Must to know key points :

Interpetasi pemeriksaan penunjang mata pada kelainan makula/retina herediter


pada kelautan.
Tujuan 4. Menjelaskan dan melakukan diagnosis serta terapi awal kelainan
makula/retina herediter pada kelautan.
Untuk mencapai tujuan ini
pembelajaran berikut:

peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode

Tutorial tentang diagnosis dan terapi awal kelainan makula/retina herediter pada
kelautan.
Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan
Diskusi kelompok tentang diagnosis dan terapi awal kelainan makula/retina
herediter pada kelautan.
Belajar mandiri (textbook and journal reading)
Praktik mandiri dengan supervisi

Must to know key points :

Diagnosis dan terapi awal kelainan makula/retina herediter pada kelautan.


Tujuan 5.
Menjelaskan rujukan kelainan makula/retina herediter pada kelautan
ke ahli Mata
Untuk mencapai tujuan ini
pembelajaran berikut:

peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode

Tutorial tentang perlunya rujukan dini kelainan makula/retina herediter pada


kelautan ke ahli Mata.
Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan

Page 8 of 45

Diskusi kelompok tentang perlunya rujukan dini kelainan makula/ retina


herediter pada kelautan ke ahli Mata. Terapi definitif, prospek progresivitas serta
kemungkinan fitness on board shipis.
Belajar mandiri (textbook and journal reading)
Praktik mandiri dengan supervisi

Must to know key points :

Rujukan dini kelainan makula/retina herediter pada kelautan ke ahli Mata.

Terapi definitif, prospek progresivitas serta kemungkinan fitness on board shipis.


Tujuan 6.
Melaksanakan pemeriksaan fit onboard ships pada penderita
kelainan herediter makula/ retina pada kelautan
Untuk mencapai tujuan ini
pembelajaran berikut:

peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode

Tutorial tentang pemeriksaan fit onboard ships pada penderita kelainan herediter
makula/retina pada kelautan.
Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan
Diskusi kelompok tentang pemeriksaan fit onboard ships pada penderita kelainan
herediter makula/retina pada kelautan.
Belajar mandiri (textbook and journal reading)
Praktik mandiri dengan supervisi

Must to know key points :

Fit onboard ships penderita kelainan herediter makula/retina pada kelautan.


Tujuan 7.
Melaksanakan pencegahan progresivitas kelainan herediter makula/
retina pada kelautan.
Untuk mencapai tujuan ini
pembelajaran berikut:

peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode

Tutorial tentang pencegahan progresivitas penderita kelainan herediter


makula/retina pada kelautan.
Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan
Diskusi kelompok tentang pencegahan progresivitas penderita kelainan herediter
makula/retina pada kelautan.
Belajar mandiri (textbook and journal reading)
Praktik mandiri dengan supervisi

Must to know key points :

Pencegahan progresivitass penderita kelainan herediter makula/ retina pada


kelautan.

Page 9 of 45
EVALUASI
Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test. Selanjutnya dilakukan small group
discussion dengan fasilitator untuk membahas hal-hal yang berkenaan dengan penuntun
belajar. Setelah mempelajari penuntun belajar mahasiswa diwajibkan untuk
mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar dalam bentuk
Role play dengan sesama peserta didik dimana saat peserta memperagakan kinerjanya
maka temannya menilai dengan menggunakan penuntun belajar untuk evaluasi (peer
assisted evaluation)
Setelah dianggap memadai melalui metode bed side teaching/on site teaching
dibawah pengawasan fasilitator, peserta didik mengaplikasikan penuntun belajar pada
model anatomi. Setelah kompetensi tercapai peserta didik diberi kesempatan untuk
melakukan pada klien/pasien sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan, evaluator melakukan
pengawasan langsung dan mengisi formulir penilaian sebagai berikut :
Perlu perbaikan
: tahap akuisisi
Cukup
: tahap akuisisi-kompeten (pelaksanaan benar tapi
waktunya tak efisien)
Baik
: tahap kompeten (pelaksanaan benar dan waktunya
efisien)
Setelah selesai bed side teaching/on site teaching melakukan diskusi untuk mendapat
penjelasan dari berbagai hal yang tidak mungkin dibicarakan di depan klien/pasien .
Self assessment dan peer assisted evaluation dengan mempergunakan
penuntun belajar
Penilai
Pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist form
Kriteria penilaian : cakap/tidak cakap/lalai
Diakhir penilaian peserta didik diberi masukkan dan bila perlu diberi tugas
yang dapat memperbaiki kinerja.
Pencapaian kompetensi diperoleh melalui
Ujian OSCE
Ujian akhir stase
Ujian kognitif tengah pembelajaran
Ujian akhir kognitif
Ujian akhir profesi
INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF
Contoh Kuesioner :
Kuesioner Sebelum Pembelajaran
Soal :

Page 10 of 45
1. Salah satu penyebab buta warna pada calon ABK/Pelaut adalah Retinitis
Pigmentosa akibat kelainan herediter
:( B/S )
Kuesioner Tengah Pembelajaran
Soal :
1. Salah satu penyebab penurunan gejala ketajaman pengelihatan, scotoma,
disertai buta warna adalah :
A. Conjunctivitis
B. Hipertensi
C. Retinitis pigmentosa
D. Stroke
Jawaban :

A.
B.
C.
D.

Conjunctivitis
Hipertensi
Retinitis pigmentosa
Stroke

Essay/Ujian Lisan/Uji Sumatifa


Soal :
1. Coba uraikan dampak klinis Retinitis Pigmentosa herediter terhadap
pengelihatan ABK/Pelaut serta status Fitness onboard ships nya.

INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR


PENUNTUN BELAJAR
PENATALAKSANAAN KELAINAN RETINA HERIDITER
Lakukan penilaian kinerja pada setiap langkah atau tugas dengan menggunakan skala
penilaian di bawah ini :
1 Perlu Perbaikan : Langkah atau tugas tidak dikerjakan secara benar atau dalam
urutan yang salah ( bila diperlukan) atau diabaikan.
2 Cukup
: Langkah atau tugas dikerjakan secara benar dalam urutan yang
benar (bila diperlukan) tetapi waktu kerjanya tidak efisien.
3 Baik
: Langkah atau tugas dikerjakan dikerjakan dengan benar dan waktu
kerjanya efisien dalam menyelesaikan kegiatan/prosedur tersebut.
Nama peserta didik
Nama pasien

Tanggal
No. Rekam Medis
PENUNTUN BELAJAR

Page 11 of 45

NO

KEGIATAN

KASUS
2
3
4

I. KAJI ULANG DIAGNOSIS&PROSEDUR TINDAKAN


Nama
Diagnosis
Informed Choice & Informed Consent
Rencana Tindakan
Persiapan Sebelum Tindakan

Penilaian Kinerja Keterampilan (Ujian Akhir)


DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA
PROSEDUR PENATALAKSANAAN KELAINAN RETINA
HERIDITER
Berikan tanda dalam kotak yang tersedia bila ketrampilan/tugas telah dikerjakan
dengan memuaskan, dan berikan tanda x bila tidak dikerjakan dengan memuaskan serta
T/D bila tidak dilakukan pengamatan.
Memuaskan

Langkah atau tugas dikerjakan sesuai prosedur standar


atau penuntun.

X Tidak memuaskan

Tidak mampu untuk mengerjakan langkah atau tugas


sesuai dengan prosedur standar atau penuntun.

T/D Tidak diamati

Langkah, tugas atau ketrampilan tidak dilakukan oleh


peserta latih selama penilaian oleh pelatih.
Tanggal
No. Rekam Medis/No induk ABK

Nama peserta didik


Nama pasien/klien

NOKEGIATAN / LANGKAH KLINIK


A
1.
2.
3.
4.
5.

PERSIAPAN PRE PEMERIKSAAN


KELAINAN RETINA HERIDITER
Anamnesa dan evaluasi problema ,
Pemeriksaan fisik,
Pemeriksaan status lokalis,
Informed Consent ,
Menyiapkan alat ruang tindakan

NILAI
1
2
3

Page 12 of 45

Penilaian Kinerja Keterampilan (Ujian Akhir)


DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA

PROSEDUR PENATALAKSANAAN
KELAINAN RETINA HERIDITER
PELAKSANAAN PENATALAKSANAAN
KELAINAN RETINA HERIDITER

B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

NILAI
2

Menjelaskan diagnosa klinis


Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan
Menjelaskan tindakan yang perlu dilakukan sesuai diagnosa
Menjelaskan pencegahan progresivitas.
Menjelaskan dan melaksanakan rujukan ke Ahli Mata
Melaksanakan terapi sesuai saran Ahli Mata
Melaksanakan pemeriksaan fitness on board ships
Peserta dinyatakan :
Terampil
Perlu perbaikan
Tidak terampil
dalam melaksanakan prosedur

Tanggal: ......../........../............

Nama dan Tanda Tangan Penilai

KATEGORI EDUKATOR/PELATIH
Pendidik
Pelatih
Pembimbing Classroom Preceptor
Clinical Instructor
Pendidik
Clinical Trainer
Penilai

Advanced Trainer

Guru Besar

Master Trainer

Tugas
Membimbing petugas/ peserta didik untuk
memahami aplikasi pengetahuan dalam praktik
Standardisasi atau memberikan kompetensi bagi
petugas/peserta didik
Menilai hasil proses pembelajaran peserta didik dan
kualifikasi pendidik/ penilai/clinical trainer
Instructional Designer
Mencetak Advanced Trainer
Mengembangkan sistem dan manajemen pelatihan

Page 13 of 45

MATERI BAKU :
1. Retinitis Pigmentosa (RP)
Retinitis pigmentosa merupakan kumpulan penyakit herediter yang
melibatkan fotoreseptor dan fungsi pigmen epitel, ditandai dengan kehilangan
lapang pandang progresif dan hasil ERG yang tidak normal. Penyakit ini dibagi
kedalam 2 kelompok, yaitu RP primer, apabila penyakit hanya ditemukan pada
mata, tidak melibatkan kelainan sistemik, dan yang kedua adalah RP sekunder
dimana penyakit berhubungan dengan kelainan satu atau lebih organ di luar
mata.
Pada pemeriksaan fundus ditemukan pembuluh darah arteri lebih kecil,
diskus pucat, dan sejumlah perubahan pigmen bone spicule. Retina perifer dan sel
epitel pigmen retina terlihat atrofi, hilangnya refleks fovea, dan permukaan
vitreoretina menjadi ireguler. Gambaran klinis lain berupa edema makula kistik,
sel pada vitreus, dan katarak subkapsular posterior.
Pada penderita yang dicurigai menderita RP, sebaiknya dilakukan ERG
dan pemeriksaan lapang pandang. Pada ERG dapat ditemukan gambaran
gelombang a dan gelombang b sel batang dan kerucut yang menurun bahkan
hilang. Pada pemeriksaan lapang pandang dapat ditemukan kelainan yang
bersifat progresif dari sentral ke arah luar, atau ditemukan cincin skotoma pada
area perisentral.
Bila ditemukan RP tanpa ada riwayat yang sama dalam keluarga (RP
simpleks), harus dipertimbangkan penyebab degenerasi retina didapat yang
mirip dengan RP seperti oklusi arteri oftalmika, uveitis difus, infeksi sifilis,
sindroma paraneoplastik, dan toksisitas obat, atau akibat penyakit metabolik
atau kelainan organ lain.
Saat ini telah ditemukan 84 tipe genetik yang berbeda pada penyakit RP,
dan sebanyak 12 bentuk merupakan kelainan yang bersifat autosomal dominan.
Pada RP terjadi mutasi pada gen rhodopsin yang merupakan pigmen visual pada
sel batang yang berfungsi dalam penglihatan malam hari.
RP merupakan penyakit degeneratif kronik, sehingga tidak benar apabila
kita mengatakan kepada penderita bahwa dia akan menjadi buta dalam waktu
satu tahun. Kebanyakan penderita masih hidup normal dalam beberapa dekade.
Sebaiknya dilakukan konseling genetik pada penderita RP.
Manajemen RP meliputi pemeriksaan oftalmologi secara teratur setiap 1-2
tahun. Pemberian alat bantu low vision sangat menolong pada penderita dengan
tajam penglihatan yang subnormal. Sebuah laporan menyatakan bahwa Vitamin

Page 14 of 45
A dapat memperlambat progresivitas RP sebanyak 2% per tahun, namun hal ini
masih bersifat kontroversi.

2. Cone Dystrophies
Cone dystrophies merupakan kelompok penyakit heterogen yang timbul
pada saat remaja ataupun dewasa. Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan
kehilangan tajam penglihatan yang progresif dan kemampuan membedakan
warna, yang sering bersamaan dengan hemeralopia dan photo-aversion.
Pada oftalmoskopi dapat terlihat atrofi makula dengan gambaran
symmetric bulls eye. Pemeriksaan lapang pandang kinetik dapat membantu
membedakan cone dystrophy dengan RP cone-rod patterns atau cone-rod dystrophy.
Cone dystrophy dominan yang terkait dengan gen 6p21.1 terjadi akibat
mutasi pada GUCA1A, protein yang dihasilkan di segmen luar fotoreseptor.
Mutasi GUCY2D pada 17p13.1. ditemukan pada famili lain dengan degenerasi
cone yang progresif dan bersifat autosomal dominan.

3. Cone-Rod Dystrophies
Gen penyebab cone-rod dystrophy ditemukan dalam RetNet. Gen-gen
yang lebih penting yang berhubungan dengan degenerasi cone-rod adalah gengen ntuk penyakit Stargardt (ABCA4), penyakit Alstrom (ALS1) dan ataksia
spinocerebellar dominan (SCA7).
Gambaran klinik yang ditemukan adalah skotoma sentral yang meluas
dan dapat timbul gangguan visual berat sampai tahap dimana perlu dilakukan
latihan mobilitas.
Pada pemeriksaan oftalmskop ditemukan gambaran
hiperpigmentasi seperti bone spicule dan atrofi fundus perifer dan penderita
mengeluh rabun senja dengan penglihatan sentral yang buruk dan
diskromatopsia.
4. Macular Dystrophies : Stargardt Disease
Penyakit Stargardt atau fundus flavimaculatus merupakan distrofi makula
juvenil yang paling banyak ditemukan dan menjadi penyebab kehilangan
penglihatan sentral pada orang dewasa dibawah usia 50 tahun. Kebanyakan
bersifat autosomal resesif namun pernah pula dilaporkan pedigree yang bersifat
autosomal dominan.
Gen yang bertanggung jawab untuk penyakit ini adalah ABCA4 yang
mengkode protein transporter ABC yang dihasilkan oleh segmen luar sel batang.

Page 15 of 45
Gambaran klasik penyakit ini berupa atrofi fovea dengan onset juvenil
yang dikelilingi oleh bercak-bercak kuning yang tersebar atau pisciform fleck di
RPE. Flek-flek ini tersebar luas di seluruh fundus dan kondisi ini dikenal sebagai
fundus flavimaculatus.
Diagnosis klinik penyakit Stargardt ditegakkan bila menemukan khoroid
yang kehitaman pada angiografi fluoresen. Fenomena ini terjadi pada 80%
penderita. Gambaran khoroid yang kehitaman diyakini akibat akumulasi pigmen
seperti lipofuscin pada RPE.
Onset usia dan gambaran klinik pada penyakit Stargardt cukup bervariasi,
meskipun diantara satu keluarga. Penderita biasanya mengalami kehilangan
visus dan kombinasi trias klinik berupa atrofi makular, flecks, dan khoroid yang
kehitaman.
Meskipun konfirmasi tes molekular akan lebih tersedia di masa yang akan
datang, namun gennya sangat banyak (52 exons) sehingga tidak praktis untuk
pemeriksaan skrining.
Visus biasanya berkisar antara 20/50 dan 20/200. Meskipun pengobatan
medis belum tersedia saat ini, rujukan ke unit low vision biasanya cukup
membantu bagi penderita.
5. Macular Dystrophies : Best Disease
Penyakit Best adalah makulopati yang bersifat autosomal dominan akibat
mutasi gen VMD2, terletak pada kromosom 11 yang mengkode protein
bestrophin. Penderita seringkali menunjukkan lesi makula yellow yolklike pada
saat kanak-kanak yang akan menghilang meninggalkan gambaran atrofi
geografik. Kebanyakan penderita tetap memiliki visus yang baik.
Prognosis visus biasanya baik.
Gambaran ERG biasanya normal dan gambaran EOG selalu abnormal.
Rasio Arden biasanya kurang dari 1,5 dan seringkali mendekati 1,1.
Kasus untuk proses pembelajaran
Seorang pria berusia 23 tahun datang ke Poli Mata dengan keluhan penglihatan
buram berangsur-angsur sejak 5 tahun yang lalu. Riwayat kacamata sebelumnya
disangkal. Pada waktu kecil penderita sering menabrak benda-benda
disekitarnya pada sore hari, serta penderita takut bila lampu dipadamkan.
Dr. Y melakukan anamnesis dan pemeriksaan mata lengkap (sesuai pemeriksaan
dasar) seksama dan menyimpulkan:

Page 16 of 45
Tajam penglihatan VOD = 3/60 Cc = 3/60 VOS = 5/50 cc = 5/30
TD = 120/80 mmHg
- Tio : 17,3 ODS
- Slit lamp dbn
- FC direk
ODS: media jenih, papil bulat batas tegas agak pucat, tampak attenuasi
pembuluh darah disekitar papil disertai nerve fiber layer yang tampak sangat
jelas, retina tampak lebih berwarna pucat, reflek fovea menurun
- Dilakukan pelebaran pupil dengan midriatil 1% + efrisel 10%
- FC indirek = OD
- Tampak media jernih.
- Retina perifer tampak perubahan pigmen berbentuk bone corpuscle dan RPE
rampak atrofi.
- Pada pemeriksaan 90 D tampak adanya gambaran kistik pada daerah fovea
dan reflek fovea menurun
- OS: Media masih cukup jernih
- Papil bulat batas tegas
- Attenuasi arteriol
- retina = perifer tampak bone corpuscle
makula : refleks fovea menurun
- diarahkan untuk pemeriksaan ERG
- Disarankan untuk dilakukan FFA dan OCT.
- Dan dipertimbangkan untuk melakukan pemberian karbonik anhidrase oral :
asetazolamid
-

Page 17 of 45

KELAINAN RETINA HEREDITER

Page 18 of 45

Page 19 of 45

Page 20 of 45

Page 21 of 45

Page 22 of 45

Page 23 of 45

Page 24 of 45

Gambaran
klasik
:
Atroffoveadengan
onsetjuvenilyangdikelilingi
olehbercak
-bercakkuningyangtersebaratau
pisciform
fleckdiRPE
Fundusflavimaculatus
.

Diagnosis:
Dark Choroid (80%)
akibatakumulasi
pigmensepertilipofuscinpada
RPE

Onsetusiadangambaran
klinikpadapenyakit
Stargardt
cukupbervariasi
Triasklinik:
Atrofmakular
, flecks,dark
choroid

Page 25 of 45

Page 26 of 45

8.

Retinopati Hipertensi.
Retinopati hipertensi merupakan suatu kelainan/kerusakan retina dan
pembuluh darah retina yang diakibatkan tekanan darah sistemik yang tinggi
(hipertensi) di atas 140/90 mmHg. Pemeriksaan mata dapat berperan sebagai
jendela untuk mengetahui kondisi sirkulasi sistemik melalui pemeriksaan
pembuluh darah retina. Pembuluh darah arteriol retina berespon terhadap kondisi
hipertensi sistemik dengan cara vasokontriksi arteriol, hal ini terutama terjadi
pada penderita usia muda. Pada penderita usia tua, umumnya telah terjadi fibrosis
di pembuluh darah atau dikenal juga dengan sclerosis involusional arteriol. Pada
kondisi hipertensi sistemik yang cukup lama, terjadi gangguan pada sawar darah
retina dalam, yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
retina.
Gambaran klinis pada retinopati hipertensi (HR) dapat berupa
penyempitan arteri, kebocoran pembuluh darah, dan arteriolosclerosis. Pada
hipertensi berat dapat terjadi obstruksi arteriol prekapiler yang terlihat pada FC
sebagai gambaran cotton wool spot. Kebocoran pembuluh darah retina dapat
tampak sebagai perdarahan retina berbentuk flame-shape dan edema retina. Pada
edema retina yang kronik, dapat tampak eksudat keras di sekitar fovea yang
membentuk konfigurasi macular star. Apabila ditemukan pembengkakan papil
nervus optikus, merupakan tanda khas pada hipertensi maligna. Arteriolosklerosis
merupakan kondisi dimana terjadi penebalan dinding pembuluh darah. Tanda
klinis yang paling penting diperhatikan adalah perubahan pada persilangan
arterivena (AV nipping). Pembagian arteriolosclerosis adalah sebagai berikut:
Grade 1
Refleks cahaya arteriol agak jelas

Atenuasi arteriol menyeluruh ringan pada cabang-cabang kecil pembuluh


darah dan vena agak terdesak ke bawah

Grade 2
Refleks cahaya arteriol agak jelas

Defleksi vena pada persilangan arterivena (Salus sign)

Grade 3
Cooper-wiring dari arteriol

Pelebaran vena di distal dari persilangan arterivena

(Bonnet sign),

terputusnya vena pada tiap sisi persilangan aretrivena (Gunn sign) &
defleksi vena ke arah kanan
Grade 4
Silver-wiring dari arteriol dan perubahan pada Gr 3

Page 27 of 45
Adapun pembagian dari hipertensi retinopati menurut Scheie yang
dimodifikasi adalah sebagai berikut:
Grade 0
Tidak terdapat perubahan
Grade 1
Mulai terlihat penyempitan arteri
Grade 2
Penyempitan arteri lebih jelas terlihat, disertai dengan iregularitas fokal
Grade 3
Kelainan pada gr 2 ditambah dengan adanya perdarahan retina dan atau eksudat
Grade 4
Kelainan pada gr 3 ditambah dengan adanya pembengkakan papil nervus optikus

Page 28 of 45

9.

Retinopati Diabetika.

DIABETIC RETINOPATHY

Page 29 of 45

Diabetes Mellitus

Penyakit metabolisme
yangditandai oleh adanya
hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi dan
atau fungsiinsulin

Dysfunction, damage, failure of various organs


(eyes, kidneys, nerves, heart, blood vessels)

QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.

Microangiopathy
Macroangiopathy
Neuropathy

Page 30 of 45

Diabetic Retinopathy
Diabetic Nephropathy
Peripheral Vascular Disease
Neuropathy

QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.

Type 1
hampir100%,
type2
80%
Predisposisi
: wanita>pria, usia50-55
tahun

Page 31 of 45

FAKTOR RESIKO
Lamanya seseorang menderita
diabetes
Kontrol metabolik yang tidak baik
Kehamilan
Hipertensi
Nefropati
Merokok, kegemukan, dan
hiperlipidemia

Patofisiologi Retinopati
Diabetes
Growth Hormone
Plateletdan Viskositas Darah
Aldose reduktase dan faktor-faktor
Vasoproliferatif

Page 32 of 45

Growth hormone
wanita penderita nekrosis hemoragik
post partumkelenjar pituitari
(sheehan
syndrome
) mengalami perbaikan dari
retinopatidiabetes
Tahun 1950
berkembang teknik ablasio kelenjar
pituitari sebagai terapi retinopati
diabetes
sebelum ditemukan
photocoagulation (1960
s)

Plateletdan Viskositas Darah


Diabetes mellitus
terjadi:
- peningkatan agregasi eritrosit
- penurunan deformabilitas eritrosit
- peningkatan agregasi dan adeshi
platelet

perlambatan sirkulasi
, kerusakan
endotelial
, oklusi fokal kapiler
Ischemiretina retinopati

Page 33 of 45

Aldose Reduktase
& Faktor Vasoproliferatif
DM Peningkatan kadar glukosa darah persisten
Perpindahan ke jalur aldose reduktase
(glukosa sorbitol, galaktosa
dulsitol
)
Kerusakan perisit
intramuralkapiler
Mikroaneurisma
(dotdeteksi awal retinopati
)
Ruptur perdarahanretina
- superfsial(flame)
- profunda(titik perdarahan/blot
)

Terdapat peningkatan permeabilitas


pembuluh darah
kebocoran cairan
yangkayaprotein
penebalanretina (edema)
eksudat putih di sekitar pembuluh

Bila terjadi di makula


:
penurunan tajam penglihatan

Page 34 of 45

Terjadi hipoksia
1. infark serabut saraf
retina
pembentukan
cotton-wool spots

2. aktivasi mekanisme kompensasi


produksi faktor-faktor proliferasi
IRMA (pertumbuhan pembuluh baru
neovaskularisasi dan remodelling
)

3. destruksi matriks ekstraseluler oleh


protease
neovaskular muncul dari venula menembus
ILM
membentuk jaringan kapiler
(permukaan dalam
retinadengan permukaan
posteriorhialoid)

Neovaskularisasi
Rapuh perdarahan preretina
perdarahan ruang
vitreous
neovaskularisasi ~ pembentukan jaringan
fibrosa
Terjadi regresi vaskular tertinggal jaringan
fibrosa avaskuler
Jika vitreous berkontraksi
- edema retina
- heterotropia retina
- ablasio retina

Page 35 of 45

Klasifikasi
Non proliferatifdiabetic retinopathy
- mild NPDR
- moderate NPDR
- severe NPDR
Proliperatifdiabetic retinopathy

Gejala KlinisNPDR Retinopati


Diabetes
Mikroaneurisma
PerdarahanDot dan Blot
Perdarahan berbentuk Api
EdemaRetina danEksudat Keras
Cotton-wool Spots
Venousloops, venous beading

Page 36 of 45

Abnormalitas mikrovaskular intraretina


Edemamakula
Edema makula yang signifkan secara
klinis antara lain
(CSME):
- Penebalanretina yangterletak 500
m dari tengah zona avaskular
fovea
(FAZ)

CSME:
Eksudat keras dengan penebalan
retina
500 mdari tengahFAZ
Penebalanretinaberukuran1 diskus
atau lebihyangterletak didalam
area
seluas1 diskusFAZ

Page 37 of 45

Gejala klinisPDR
Neovaskularisasi
Perdarahan preretina atau vitreus
Eksudat
Proliferasi jaringan
fbrous
Pelepasanretinaakibat dari traksi

Page 38 of 45

Pengobatan
KontrolDM
Khusus: fotokoagulase
laser
PRC
Vitrektomi tertutup

Page 39 of 45

kesimpulan
Tahap pemeriksaan yang harus diperhatikan
:
anamnesislengkap
, mulaidari riwayatdiabetesmellitus
, riwayat
pengobatan(terkontrolatautidak) dan riwayatkeluhan
penyakitmatanya
.
pemeriksaan
matadasarsepertivisus, tekananbola mata,
segmenanterior,amslergrid
pelebaranpupildenganmidriatikumbila tekananmata normal

pemeriksaan fundus dengan funduskopi


direk, indirek, atau biomikroskopik
tentukan derajat retinopati berdasarkan
klasifkasi(NPDRatauPDR)
tentukan pengobatan/tindakan yang akan
diberikan
:

pengobatandiabetes
fotokoagulasi laser
panretinal cryocoagulation
(PRC)
vitrektomi tertutup

kontrol yang teratur

Page 40 of 45

10.

GLAUKOMA SUDUT TERBUKA SEKUNDER

Batasan dan klasifikasi


Glaukoma adalah kumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya neuropati optik, disertai
kelainan lapang pandangan yang karakteristik, dimana peningkatan tekanan intra okular
merupakan faktor risiko utama.
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi sejak lama dianut secara klasik dan dibagi
dalam dua kelompok, yaitu: primer dan sekunder, sedangkan klasifikasi berdasarkan
mekanisme yang pertama kali dicetuskan oleh Barkan berdasarkan pemeriksaan sudut
bilik mata depan terbagi menjadi sudut terbuka dan sudut tertutup.
Untuk menentukan diagnosis seseorang menderita glaukoma, diperlukan alur pikir
secara sistematik. Pertama; apakah pasien tersebut terjadi glaukoma secara tiba-tiba
(akut) atau berjalan kronis. Kedua; apakah pasien glaukoma tersebut penyebabnya tidak
diketahui (primer) atau penyebabnya diketahui (sekunder). Ketiga; tentukan sudut bilik
mata depan pasien tersebut : terbuka atau tertutup.
Glaukoma sudut terbuka sekunder terbagi menjadi:
sindrom eksfoliasi
glaukoma pigmen
glaukoma lens-induced
tumor intraokular
glaukoma sudut terbuka sekunder inflamasi
peningkatan tekanan vena episklera
glaukoma sudut terbuka sekunder trauma bedah dan kecelakaan
Sindrom Schwartz
Sindrom Eksfoliasi
Ditandai oleh adanya deposit materi fibrin yang jelas pada segmen anterior mata.
Secara histologis maateri ini ditemukan pada dan di dalam epitel lensa, tepi pupil, epitel
siliar, epitel pigmen iris, stroma iris, pembuluh darah iris, dan jaringan subkonjungtiva.
Epidemiologi: di negara-negara Skandinavia, sindrom eksfoliasi terjadi pada lebih
dari 50% kasus glaukoma sudut terbuka. Sindrom ini sangat berhubungan dengan usia.
Peluang sindrom eksfoliasi menjadi glaukoma dalam periode 10 tahun dapat mencapai
40%.
Patofisiologi: materi fibrilar mengobstruksi aliran keluar dan menyebabkan
kerusakan pada anyaman trabekular.
Tanda dan gejala:
Biasanya monokular
Materi pseudoeksfoliasi terlihat di tepi pupil, permukaan iris
Anyaman trabekular sangat berpigmen dengan pigmen coklat
Garis Sampaolesi
Sudut bilik mata depan sempit akibat pergeseran diafragma iris-lensa ke anterior
Fakodenesis dan iridodenesis
Dilatasi pupil tidak maksimal

Page 41 of 45
Glaukoma Pigmen
Sindrom dispersi pigmen terdiri dari deposisi pigmen pada endotel kornea dengan
pola spindel vertikal (spindel Krukenberg), pada anyaman trabekular, perifer lensa, dan
defek pada transiluminasi iris mid-perifer.
Epidemiologi: biasanya terjadi pada laki-laki kulit putih dengan miopia dan
berumur antara 25-50 tahun.
Patofisiologi: peningkatan tekanan intra okular disebabkan oleh obstruksi pigmen
pada ruang intertrabekular dan kerusakan pada trabekular akibat denudasi, kolaps, dan
sklerosis.
Tanda dan gejala:
Halo
Penglihatan menurun secara intermiten
Nyeri okular
Fluktuasi TIO yang lebar
Spindel Krukenberg
Hilangnya epitel pigmen iris dengan bentuk seperti jari-jari
Anyaman trabekular tampak sangat berpigmen dengan adanya garis
Sampaolesi pada gonioskopi
Deposit pigmen pada serabut zonula, hyaloid anterior, dan kapsul lensa
dekat dengan ekuator lensa (garis Zentmayer)
Glaukoma Lens-induced
Terdapat tiga entitas klinik glaukoma sudut terbuka yang berhubungan dengan
lensa yaitu:
Glaukoma fakolitik
Glaukoma partikel lensa
Glaukoma fakoantigenik
Glaukoma fakolitik
Merupakan glaukoma inflamasi yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa
melalui kapsul pada katarak matur atau hipermatur.
Patofisiologi: Ketika lensa menua maka komposisi protein berubah dengan
konsentrasi protein berat molekul tinggi bertambah. Pada katarak matur atau hipermatur
protein dilepaskan melalui lubang mikroskopik pada kapsul lensa. Protein ini memicu
glaukoma sekunder karena protein lensa, makrofag, dan debris inflamasi lainnya
menyumbat anyaman trabekular.
Tanda dan gejala:
Usia tua
Riwayat penglihatan buram dengan awitan nyeri mendadak
Hiperemia konjungtiva
Penglihatan semakin menurun
Elevasi tekanan intra okular yang ekstrem
Edema kornea mikrokistik
Reaksi bilik mata depan jelas tanpa KP
Sudut bilik mata depan terbuka

Page 42 of 45
Pseudohipopion
Terdapat katarak matur atau hipermatur
Glaukoma partikel lensa
Glaukoma ini terjadi ketika partikel korteks lensa menyumbat anyaman trabekular
setelah ekstrasi katarak, kapsulotomi, atau trauma okular. Derajat glaukoma terganutng
dari jumlah materi lensa yang terlepas, derajat inflamasi, kemampuan anyaman
trabekular untuk membersihkan materi lensa, dan status fungsional badan siliar.
Tanda dan gejala:
Terjadi dalam beberapa minggu setelah pembedahan atau trauma
Materi korteks di bilik mata depan
Peningkatan tekanan intraokular
Reaksi bilik mata depan sedang
Edema kornea mikrokistik
Sinekia posterior
Sinekia anterior perifer
Glaukoma fakoantigenik
Pasien mengalami sensitisasi terhadap protein lensa sendiri setelah pembedahan
atau trauma penetrasi yang mengakibatkan inflamasi granulomatosa.
Tanda dan gejala:
Reaksi bilik mata depan sedang
Terdapat KP pada endotel kornea dan permukaan lensa anterior
Vitritis ringan
Formasi sinekia
Materi lensa sisa di bilik mata depan
Neuropati optik glaukoma jarang terjadi
Tumor Intraokular
Glaukoma dapat disebabkan beberapa mekanisme tergantung dari ukuran, tipe,
dan lokasi tumor:
Invasi langsung tumor ke sudut bilik mata depan
Penutupan sudut karena rotasi badan siliar atau pergeseran diafragma iris-lensa ke
anterior
Perdarahan intraokular
Neovaskularisasi sudut
Deposisi sel tumor, sel inflamasi, dan debris sel di dalam anyaman trabekular
Tumor yang menyebabkan glaukoma pada dewasa adalah melanoma uvea,
metastasis kanker, limfoma, dan leukemia. Glaukoma pada anak-anak berhubungan
dengan retinoblastoma, xanthogranuloma juvenilis, dan meduloepitelioma.
Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder Inflamasi
Pada uveitis, peningkatan TIO terjadi ketika disfungsi trabekular melampaui
hiposekresi badan siliar yang terlihat pada inflamasi akut.
Patofisiologi:
Edema anyaman trabekular

Page 43 of 45
Disfungsi sel endotel anyaman trabekular
Sumbatan anyaman trabekular oleh fibrin dan sel inflamasi
Terganggunya sawar darah-akuos karena prostaglandin
Sumbatan kanal Schlemm oleh sel-sel radang
Reduksi aliran keluar akuos melalui anyaman trabekular yang disebabkan oleh
steroid
Tanda dan gejala:
Adanya KP
Peningkatan TIO
Presipitat ringan pada anyaman trabekular
Sinekia anterior perifer
Sinekia posterior dengan iris bombe
Yang juga termasuk di dalam glaukoma sudut terbuka sekunder inflamasi adalah:
Glaucomatocyclitic crisis
Fuchs heterochromic iridocyclitis

Peningkatan Tekanan Vena Episklera


Tekanan vena episkelar adalah faktor penting dalam regulasi TIO. Normalnya
adalah 8-10 mmHg. Tekanan ini dapat meningkat oleh beberapa hal yang menghambat
aliran vena atau adanya malformasi arteri-vena.
Tanda dan gejala:
Mata merah kronik tanpa rasa tidak nyaman atau gejala alergi
Riwayat trauma kepala
Vena episklera dilatasi dan tortuous
Segmen anterior dalam batas normal
Peningkatan TIO
Terdapat darah dalam kanal Schlemm
Iskemia okular
Stasis vena
Proptosis
Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder Akibat Trauma Bedah dan Kecelakaan
Trauma tumpul atau non-penetrasi terhadap mata dapat menyebabkan cedera pada
segmen anterior seperti:
Hifema
Angle recession
Iridodialisis
Ruptur sfingter iris
Siklodialisis
Subluksasi lensa
Patofisiologi: kombinasi antara inflamasi pasca trauma, adanya darah dan sel
darah merah, serta trauma langsung pada anyaman trabekular dapat mengakibatkan
peningkatan TIO.

Page 44 of 45
Trauma bedah dan kecelakaan yang dapat menyebabkan glaukoma sudut terbuka
sekunder adalah:
Hifema
Glaukoma hemolitik dan glaukoma ghost cell
Glaukoma traumatik atau angle recession
Trauma pembedahan; implantasi lensa intraokular dapat menyebabkan
glaukoma sekunder
o Sindrom uveitis-glaukoma-hifema (UGH)
o Glaukoma sekunder pigmen
o Blok pupil pseudofakia
Glaukoma dan keratoplasti penetrasi
Sindrom Schwartz
Ablasio retina regmatogenosa kronik dapat menyebabkan pembebasan segmen
terluar fotoreseptor yang dapat bermigrasi melalui robekan retina, mencapai bilik mata
depan, dan menghalangi aliran keluar akuos melalui anyaman trabekular.
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa sebelum tindakan bedah
2. Tindakan Bedah
KEPUSTAKAAN MATERI BAKU
Hand book of Nautical Medicine, W.A.G., Goethe E.N.Watson- D.T. Jones
Berlin Heidelberg New York tokyo 1984 pp.

American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science


Course, Retina and Vitreous, Section 12. 2008-2009

Kanski J.J : Clinical Ophthalmology, a systematic approach. 2007

Modul Kelainan Herediter PPDS MATA.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang


Pelayaran

International Convention on Standard of Training,Certification and


Watchkeeping for Seafarers,1978 as amended in 1995,Resolution 9.

Annexure B- Welcome to Directorate General of Shipping,Mumbai.


diunduh 12 September 2009.

Medical Examination of Seafarers 2005 (translation of


Keuringsreglement voor de Zeevaart 2005, diunduh 12 September 2009.

Paket Materi Pelengkap Modul

Buku Panduan Peserta Didik


Buku yang diberikan kepada peserta didik dan digunakan untuk memandu
mereka mengikuti proses pembelajaran
Buku Pegangan Pendidik

Page 45 of 45
Buku yang dipegang oleh pendidik untuk melaksanakan proses
pembelajaran dan bimbingan bagi peserta didik dalam upaya untuk
mencapai kompetensi yang diinginkan

Buku Acuan
Materi esensial yang digunakan oleh peserta didik dan diacu oleh pendidik
dalam melaksanakan proses pembelajaran untukmencapai kompetensi

Anda mungkin juga menyukai