TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Air Payau
Air merupakan suatu sarana utama yang sangat penting bagi kehidupan.
Untuk itu, sangat diperlukannya air bersih dalam meningkatkan kualitas dan
derajat kehidupan terutama dalam hal kesehatan. Air bersih juga merupakan
kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia karena diperlukan terus-menerus
dalam kegiatan sehari-harinya untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, manusia
memerlukan sumber air bersih yang diperoleh dari air tanah (air sumur) dan air
permukaan (air waduk, air telaga, air sungai, dan air rawa). Namun tidak semua
air baku dapat digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan air minum, hanya
air baku yang memenuhi persyaratan kualitas air minum yang dapat digunakan
untuk air minum (Meidhitasari, 2007).
Masyarakat pesisir Riau yang identik dengan nelayan merupakan bagian
dari masyarakat terpinggirkan yang masih terus bergulat dengan berbagai
persoalan kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, maupun
budaya. Kondisi kehidupan mereka selalu dalam kondisi yang memprihatinkan,
terutama secara ekonomi dan kesehatan. Tidak sedikit masyarakat pesisir yang
menderita berbagai penyakit akibat kondisi lingkungan yang tidak kondusif.
Begitu juga dengan akses sumber air bersih yang sulit didapat sehingga banyak
masyarakat mengkonsumsi air tanah yang memiliki tingkat salinitas dan TDS
yang tinggi. Air tanah yang memiliki tingkat salinitas yang tinggi disebut dengan
air payau (Anonim,2013).
Air payau adalah campuran air tawar dan air laut (air asin) yang biasa
ditemukan pada daerah-daerah muara dan pesisir. Pada penelitian ini air payau
yang digunakan diambil di Jl. Sukajadi, Kec. Dumai Kota. Gambar air payau
dapat dilihat pada Gambar 2.1.
rumah tangga
telah ditetapkan
Kesehatan RI No. 492/ MenKes/ PER/ IV/ 2010 tentang persyaratan kualitas air
minum. Dapat dilihat pada pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Parameter Air Baku dan Air Payau
No Parameter Analisis
Satuan Air baku
Air Payau
FISIKA
1
Bau
Tidak berbau
2
Zat Padat Terlarut mg/l
500
1500-6000
(TDS)
3
Kekeruhan
NTU
5
4
Rasa
Tidak berasa
5
Temperatur
C
Suhu udara, 3C 6
Warna
TCU
15
98
KIMIA
1
Besi (Fe)
mg/l
0,3
2-5
2
Alumunium
mg/l
0,2
3
Kesadahan (CaCO3)
mg/l
500
>500
4
Klorida (Cl)
mg/l
250
1500
5
Mangan (Mn)
mg/L
0,4
2-3
6
Fluorida
mg/l
1,5
7
Nitrat (sebagai NO3) mg/l
50
8
Nitrit (sebagai NO2)
mg/l
3
9
pH
6,5-8,5
7-9
10 Sulfat (SO4)
mg/l
250
600-2500
11 Tembaga
mg/l
2
12 Seng
mg/l
3
BAHAN ORGANIK
13 Zat organik (KMnO4) mg/l
10
61,18
14 Detergen
mg/l
0,05
(Air baku: Permenkes 2010 dan air payau: Mudiat 1996, dan Idaman 2012)
2.2
parameter yang diperhatikan dalam memenuhi standar baku mutu dari sifat fisika
(Bau, Jumlah zat padat terlarut (TDS), kekeruhan, rasa, warna dan suhu), sifat
kimia anorganik (Kesadahan, klorida, pH, mangan, besi, natrium, dan lain-lain),
dan sifat kimia organik (benzena, zat organik (KmnO4), detergen, chloroform, dan
lain-lain), sifat mikrobiologi serta sifat radio aktivitas.
1. Warna
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan
tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta
tumbuh-tumbuhan (Nurhayati, 2014).
2. Kesadahan
Kesadahan disebabkan oleh adanya logam-logam atau kation-kation yang
bervalensi 2, seperti Fe, Sr, Mn, Ca, dan Mg, tetapi penyebab utama dari
kesadahan adalah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kalsium dalam air
mempunyai kemungkinan bersenyawa dengan bikarbonat, sulfat, khlorida, dan
nitrat, sementara itu magnesium terdapat dalam air kemungkinan bersenyawa
dengan bikarbonat, sulfat, dan khlorida (Widayat, 2007).
3. Klorida
Klorida merupakan suatu parameter kimia yang ada dalam air dan
membentuk perbedaan utama sistem ekologi (air tawar, air payau, dan air laut).
Perubahan besar dalam lingkungan dapat terjadi ketika air tawar berubah menjadi
air payau atau air asin maupun kearah sebaliknya yang dapat menentukan kualitas
air (Haryoto dan Myra, 2005).
4. Zat Organik
Zat organik (KMnO4) disebut juga parameter nilai permanganat. Nilai
permanganat merupakan jumlah miligram kalium permanganat yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi organik dalam 1000 mL air pada kondisi mendidih (SNI,
2004). Parameter zat organik dipilih karena parameter ini termasuk yang melebihi
baku mutu secara mencolok dan juga relatif sulit diolah secara konvensional
(Notodarmojo, 2004)
5. Zat padat Terlarut (Total dissolved solid)
Total padatan terlarut merupakan konsentrasi jumlah ion kation (bermuatan
positif) dan anion (bermuatan negatif) di dalam air. Analisa total padatan terlarut
hanya menunjukkan pengukuran kualitatif dari jumlah ion terlarut, tetapi tidak
menjelaskan pada sifat atau hubungan ion. Selain itu, pengujian tidak memberikan
wawasan dalam masalah kualitas air yang spesifik. Oleh karena itu, analisa total
padatan terlarut digunakan sebagai uji indikator untuk menentukan kualitas umum
dari air. Sumber padatan terlarut total dapat mencakup semua kation dan anion
terlarut (Wahyu, 2007).
6. pH
pH menyatakan pengukuran aktivitas ion hidrogen (H+). Pembatasan pH
dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan efisiensi klorinasi.
Beberapa senyawa asam dan basa lebih toksid dalam bentuk molekuler, dimana
disosiasi senyawa-senyawa tersebut dipengaruhi oleh pH (Nurhayati, 2014).
2.3
Biji Kelor
Biji kelor (Moringa oleifera) merupakan tumbuhan yang memiliki
ketingginan batang 7-11 meter, batang kayu getas (mudah patah), cabang batang
yang jarang, warna batang kelabu, akar yang kuat dan daun berbentuk telur
dengan ukuran kecil-kecil tersusun majemuk dalam satu tangkai. Kelor dapat
berkembang biak dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah
300-500 meter di atas permukaan laut. Bunganya berwarna putih kekuning
kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga kelor keluar
sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buahnya berbentuk kacang panjang
berwarna hijau dan keras serta berukuran 120 cm (Suyoto, 2011).
Biji kelor (Moringa oleifera) juga merupakan salah satu koagulan alami
yang telah berhasil diteliti. Dimana biji kelor dapat memenuhi 50%-90%
kebutuhan terhadap tawas dapat dihentikan dan digantikan oleh Moringa oleifera
(Ghebremichael, 2004). Zat aktif Moringa oleifera yang berperan sebagai
koagulan adalah rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate yang merupakan polielektrolit kationik yang mampu mengadsorbsi dan menetralisir partikel-partikel
koloid dalam air (Sutherland dalam Ahmad Mulia Rambe, 2009).
Protein biji kelor memiliki muatan positif dan bersifat kationik (Muyubi dan
Evison, 1995). Perbedaan muatan antara protein biji kelor yang dilarutkan dalam
air yang diketahui bermuatan positif dengan partikel penyebab kekeruhan air yang
bermuatan negatif, menyebabkan terjadinya flok yang semakin membesar dan
mengendapkan partikel penyebab kekeruhan air.
Serbuk biji kelor mampu menurunkan dan mengendapkan kandungan unsur
logam berat yang cukup tinggi dalam air, selain itu biji kelor lebih ekonomis
dibanding alum (tawas), karena tanaman kelor dapat dibudidayakan, sementara
10
daun dan buahnya yang dikembangkan dengan biji dan stek dan dapat tumbuh
dengan cepat di daerah berair, sehingga dapat dibudidayakan di sekitar daerah
aliran sungai. Menurut Muyubi dan Evison (1995), kekeruhan air dapat berkurang
sekitar 36-98,2 % dengan pemakaian biji kelor sebanyak 100-450 mg/l.
Perjernihan air menggunakan biji kelor dapat digunakan untuk menurunkan nilainilai karakteristik air payau sehingga air payau dapat memenuhi standar baku
mutu air minum sesuai peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/ MenKes/ PER/
IV/ 2010. Karakteristik biji kelor (moringa oleifera) dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kandungan Biji Kelor (Moringa Oleifera)
No
Kandungan Moringa oleifera
1
Kandungan Proximate
Tekstur (%)
Abu (%)
Karbohidrat (%)
Serat (%)
Protein (%)
Lemak (%)
2
Kandungan mineral
Kalsium (mg)
Magnesium (mg)
Potasium (mg)
Phospor (mg)
Besi (mg)
Sulfat (mg)
Berat
71,3
2,3
3,7
6,7
12,8
3,2
43,5
13,6
186,2
138,5
16,5
98,2
(sivakumar, 2013)
Biji kelor (moringa oleifera) yang digunakan dalam penelitian ini diambil di
Jl. Utama (Tengku Bey simpang tiga), Bukit Raya, Pekanbaru. Akan tetapi, biji
kelor di provinsi Riau sangat banyak dijumpai pada daerah dumai. Sedangkan di
Indonesia, tanaman biji kelor (moringa oleifera) sangat banyak dijumpai di pulau
Jawa, terutama di Jawa Timur, yang perkebunannya lagi dikembangkan. Dapat
dilihat pada Gambar 2.2.
11
Teknologi Membran
12
Skema proses pemisahan dengan membran secara umum dapat dilihat pada
Gambar 2.3.
13
(clogging) dan pembentukan cake pada membran lebih cepat terjadi dibandingkan
dengan sistem aliran cross-flow karena deposisi partikel pada permukaan
membran akan tersapu (swept away) oleh kecepatan aliran umpan. Aliran deadend dan crossflow dapat dilihat pada Gambar 2.4.
14
Gambar 2.5 (a) Struktur Membran Simetrik (b) Struktur Membran Asimetrik
(Timoti, 2005)
1. Membran simetrik (berpori atau tidak berpori)
Membran simetris hanya terdiri dari satu lapisan membran dengan ketebalan
antara 10-200 m. Laju permeasi pada membran simetris ini akan semakin besar
jika membran semakin tipis.
2. Menbran asimetrik
membran asimetris terdiri dari dua lapisan. Lapisan bagian atas merupakan
lapisan yang sangat rapat dengan ketebalan antara 0,1-0,5 m sedangkan lapisan
kedua merupakan lapisan berpori dengan ketebalan antara 50-150 m. Kombinasi
sifat kedua lapisan ini menghasilkan membran dengan selektivitas dan laju
permeasi yang tinggi.
2.4.2.3 Berdasarkan bahan (asalnya)
Berdasarkan bahan (asalnya) (Mulder, 1996), membran dapat dibedakan
menjadi membran alami (biologis) dan membran sinetis.
1. Membran alami
Menbran alami terdapat dalam sel organisme atau makhluk hidup. Membran
ini berfungsi untuk membantu proses metabolisme dan melindungi isi sel dari
pengaruh lingkungan, misalnya akibat pengaruh perbedaan tekanan osmosis sel
dengan lingkunganya.
2. Membran sinetis
15
Mikrofiltrasi
Symmetric
asymmetric
0,05 10 nm
Mekanisme
ayakan
Polimer,
keramik
> 50
0,1-2 bar
(Mulder, 1996)
16
Ultrafiltrasi
(UF)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Nanofiltrasi
(NF)
Reverse Osmosis
(RO)
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Dialilsis
1.
Elektrodialisis
2.
1.
2.
3.
17
Pada penelitian ini, peneliti memilih membran ultrafiltrasi (UF) sebagai alat
untuk mengolah air payau. Hal ini didasarkan karena membran ultrafiltrasi diduga
mampu menurunkan parameter seperti zat organik yang terkandung dalam air
payau dan kekeruhan pada air payau, serta menahan mikroorganisme yang
terkandung dalam air payau.
Ultrafiltrasi (UF) merupakan proses membran dengan gaya dorong (driving
force) tekanan untuk memisahkan partikel, mikroorganisme, molekul-molekul
besar (large molecule) dan droplets emulsi. Media penyaringan (filter medium)
merupakan membran macropores dengan kemampuan untuk memisahkan partikel
yang berukuran antara 0,0001-0,02 m. Membran ini beroperasi pada tekanan
antara 1-5 bar dengan batasan permeabilitas adalah 10-50 L/m2.jam.bar
(Mulder,1996). Metode membran ultrafiltrasi menggunakan membran semi
permeabel untuk memisahkan makromolekul dari larutannya. Ukuran dan bentuk
molekul merupakan faktor penting dalam proses ultrafiltrasi.
Keunggulan membran UF dibandingkan dengan pengolahan secara
konvensional yaitu memerlukan energi yang lebih rendah untuk operasi dan
pemeliharaan, desain dan konstruksi untuk sistem dengan skala kecil,
peralatannya modular sehingga mudah di scaleup dan tidak butuh kondisi ektrim
(temperatur dan pH) (Notodarmojo dkk, 2004). Walaupun demikian, membran
mempunyai keterbatasan keterbatasan seperti terjadinya fenomena fouling, yang
menjadi pembatas bagi volume air terolah yang dihasilkan dan juga keterbatasan
umur membran.
2.4.4 Parameter Utama dalam Proses Membran
Karekterisasi membran dapat dilihat dari dua parameter utama yang
menentukan kinerja membran, yaitu : Selektivitas dan Permeabilitas.
2.4.4.1Selektivitas
Selektivitas suatu membran merupakan ukuran kemampuan suatu membran
untuk menahan suatu spesi atau melewatkan suatu spesi tertentu. Selektivitas
membran tergantung pada interaksi antar muka dengan spesi yang akan
18
R=
cp
x100%
c f
....... (2.1)
Dimana :
R
19
J=
V
Axt
. (2.2)
Dimana :
J
= Fluks (L/m2.jam)
20
suatu ayakan yang berfungsi untuk meningkatkan turbulensi aliran umpan pada
permukaan membran. Dua lembar membran dan bahan berpori pengumpul
permeat disatukan, sedangkan penjarak umpan dibiarkan terbuka agar aliran
umpan dapat masuk. Larutan umpan mengalir aksial sepanjang modul dalam celah
yang terbentuk antara penjarak dan membran. Gambar 2.6 a dan b
memperlihatkan gambar kedua jenis modul tersebut.
b.
a.
Gambar 2.6 a) Plate and Frame, b) Spiral Wound
(Timoti, 2005)
2.4.5.2 Konfigurasi Tubular
Modul membran jenis ini berbentuk tube atau pipa. Umpan (effluent feed)
ditekan masuk ke dalam tube ataupun serat dari arah luar, sedangkan permeat
mengalir melalui sisi dalam tube. Berdasarkan ukuran diameter tubular membran
yang dipakai, konfigurasi tubular digolongkan atas tiga modul :
1.
2.
Modul hollow fiber, memiliki ukuran yang lebih kecil dari 0,5 mm dan
diperlukan ratusan hingga ribuan fiber untuk membentuk satu kesatuan
(bundle).
Pada Gambar 2.7 a dan b diperlihatkan gambar membran konfigurasi
a.
b.
21
22