Anda di halaman 1dari 8

ERINA QURROTUL AENI

IPA BIOLOGI C - VI
JAWABAN SOAL EVALUASI PEMBELEJARAN TAKE HOME
1. Menurut

Zainul & Nasution (2001) Hubungan antara tes, pengukuran, dan

evaluasi diantaranya. Evaluasi belajar, baru dapat dilakukan dengan baik dan
benar apabila menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran
dengan menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Akan tetapi tentu saja tes hanya
merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan karena informasi tentang
hasil belajar tersebut dapat pula diperoleh tidak melalui tes. Misalnya
menggunakan alat ukur non tes seperti observasi, skala rating dan lain-lain
untuk mengukur berbagai kemampuan siswa. Apabila guru melangkah lebih
jauh dalam menginterpretasikan skor sebagai hasil pengukuran tersebut dengan
menggunakan standar tertentu, untuk menentukan nilai atas dasar pertimbangan
tertentu, maka kegiatan guru tersebut telah melangkah lebih jauh menjadi
evaluasi.
Jadi, hubungan antara evaluasi, tes, pengukuran, dan asesmen semuanya
tidak dapat dipisahkan dalam dunia pendidikan sebab semuanya memiliki
keterkaitan yang erat. Tes adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur, tes
merupakan alat utama yang digunakan untuk melalui proses pengukuran
penilaian dan evaluasi. Pengukuran dan penilaian juga merupakan dua proses
yang bekesinambungan. Pengukuran dilaksanakan terlebih dahulu yang
menhasilkan skor dan dari hasil pengukuran kita dapat melaksanakan
penilaian. Antara penilaian dan evaluasi sebenarnya memiliki persamaan yaitu
keduanya mempunyai pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu,
disamping itu juga alat yang digunakan untuk mengumpulkan datanya juga
sama. Evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif dan pada hakikatnya
keduanya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek.
Daftar Pustaka : Zainul & Nasution. (2001). Penilaian Hasil belajar. Jakarta:
Dirjen Dikti.

2. a. Taksonomi Bloom Revisi


Revisi Taksonomi Bloom, dalam revisi ini ada perubahan kata kunci,
masing-masing kategori masih diurutkan secara hirarkis dari urutan terendah ke
yang lebih tinggi. Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis
diintegrasikan menjadi analisis saja. Dari jumlah enam kategori pada konsep
terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Lorin memasukan kategori baru
yaitu creating yang sebelumnya tidak ada. Taksonomi Hasil revisi Anderson
pada Ranah Kognitif adalah:
1) C1 yaitu Mengingat, Kata-kata operasional yang digunakan adalah
mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi menamai, menempatkan,
mengulangi dan menemukan kembali.
2) C2 yaitu Memahami, kata-kata operasional yang digunakan adalah
menafsirkan,

meringkas,

mengklasifikasikan,

menjelaskan,

membandingkan dan membeberkan.


3) C3 yaitu Menerapkan, kata-kata operasional yang digunakan adalah
melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan,
memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi.
4) C4 yaitu Menganalisis, kata-kata operasional yang digunakan adalah
menguraikan,

membandingkan, mengorganisir,

menyusun

ulang,

mengubah struktur, menyususn outline, mengintegrasikan, membedakan


membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan.
5) C5 yaitu Mengevaluasi, kata-kata operasional yang digunakan adalah
menyusun

hipotesi,

mengkritik, memprediksi,

menilai,

menguji,

membenarkan, menyalahkan.
6) C6 yaitu Berkreasi atau menciptakan, kata-kata operasional yang
digunakan

adalah

merancang,

merencanakan,

memproduksi,

menemukan, dan lain-lain.


Maka dalam berbagai aspek dan setelah revisi, taksonomi Bloom tetap
menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu
informasi sehingga dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa
prinsip didalamnya adalah (1) Sebelum kita memahami sebuah konsep maka
kita harus mengingatnya terlebih dahulu, (2) Sebelum kita menerapkan maka

kita harus memahaminya terlebih dahulu, (3) Sebelum kita mengevaluasi


dampaknya maka kita harus mengukur atau menilai, (4) Sebelum kita berkreasi
sesuatu maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis
dan mengevaluasi, serta memperbaharui.
Sehingga Pentahapan dalam berpikir seperti itu bisa jadi mendapat
sanggahan dari sebagian orang. Alasannya, dalam beberapa jenis kegiatan, tidak
semua tahap seperti itu diperlukan. Contohnya dalam menciptakan sesuatu tidak
harus melalui pentahapan itu karena hal itu kembali pada kreativitas individu.
Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja. Namun, model
pentahapan itu sebenarnya melekat pada setiap proses pembelajaran secara
terintegrasi. Sebagian orang juga menyanggah pembagian pentahapan berpikir
seperti itu karena dalam kenyataannya siswa seharusnya berpikir secara holistik.
Ketika kemampuan itu dipisah-pisah maka siswa dapat kehilangan
kemampuannya untuk menyatukan kembali komponen-komponen yang sudah
terpisah. Model penciptaaan suatu produk baru atau menyelesaian suatu proyek
tertentu lebih baik dalam memberikan tantangan terpadu yang mendorong siswa
untuk berpikir secara kritis.
Daftar Pustaka :
Widodo, A. (2005). Taksonomi Tujuan Pembelajaran. Bandung : UPI.
Bloom, B. S. ed. et al. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: Handbook
1, Cognitive Domain. New York: David McKay.
b. Taksnomi Marzano
Taksonomi marzano merupakan pengembangan dari taksonomi bloom yang
mana kehadiran taksonomi Marzano ini menjawab dari keterbatasanketerbatasan yang ada pada taksonomi bloom. Secara ringkas taksonomi
Marzano ini dapat disimpulkan kedalam enam tingkatan yaitu : Perolehan
kembali, pengertian, analisa, pemanfaatan, metakognitif, dan sistem diri.
Daftar Pustaka :
Marzano, R.J. Designing & Assessing Educational Objectives Applying the
New Taxonomy. USA : Corwing Press.

c. Perbedaan Taksonomi Bloom dan Taksnomi Marzano


Secara umum Marzano membagi urutan taksonomi pada ranah kognitif yaitu :
1. Penarikan Kembali yaitu mengingat kembali eksekusi.
2. Pemahaman berupa sintesa keterwakilan.
3. Analisis yaitu kecocokan pengklasifikasian, analisis kesalahan,
generalisasi, spesifikasi.
4. Pemanfaatan Pengetahuan yaitu pengambilan keputusan, pemecahan
masalah, pertanyaan percobaan, penyelidikan.
Sedangkan Bloom membagi urutan taksonomi pada ranah kognitif yaitu
Remembering

(mengingat),

Understanding

(memahami),

Applaying

(mengaplikasikan, Analyzing (menganalisis), Evaluating (mengevaluasi) dan


Creating (menghasilkan atau menciptakan).
Maka dalam perbedaan mendasar antara Taksonomi Bloom dengan
Taksonomi Marzano yaitu terletak di urutan taksonomi terutama pada ranah
kognitifnya.
Daftar Pustaka :
Marzano, R.J. Designing & Assessing Educational Objectives Applying the
New Taxonomy. USA : Corwing Press.
Bloom, B. S. ed. et al. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: Handbook
1, Cognitive Domain. New York: David McKay.
Anonim : http://aledeyrain.blogspot.com/2010/10/taksonomi-bloom.html.
6. Langkah-langkah yang harus dilakukan bagi seorang guru dalam proses
pengembangan alat evaluasi agar diperoleh instrumen yang valid dan reliable adalah
Menurut pendapat Hamalik (2006: 159), evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan
kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan
pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai
oleh peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
Kirtpatrick (1998) menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi dalam
pembelajaran,

yaitu

pengetahuan

yang

dipelajari,

ketrampilan

apa

yang

dikembangkan, dan sikap apa yang perlu diubah. Namun, untuk keperluan evaluasi
diperlukan teknik evaluasi yang bervariasi dan tepat tujuan.

Guru sebagai evaluator hendaknya mengetahui dan memahami hakikat teknikteknik evaluasi yang dapat digunakan dalam mengukur dan menilai hasil belajar.
Karena melalui mengukur, seorang guru akan memperoleh data kuantitatif terhadap
hasil belajar siswa. Hasil tersebut dapat diketahui melalui angka-angka yang
diperoleh dalam pengukuran masing-masing siswa dengan berpatokan pada suatu
ukuran. Selain itu, juga dapat dilakukan melalui sebuah penilaian, yaitu siswa dinilai
berdasarkan angka-angka yang diperolehnya; bersifat kualitatif.
Pada dasarnya terdapat dua macam inpengembangan alat evaluasi agar diperoleh
instrumen yang valid dan reliable yaitu instrumen yang berbentuk tes untuk
mengukur hasil belajar dan istrumen non tes untuk mengkur sikap. Instrument yang
berupa tes jawabannya adalah salah dan benar, sedangkan instrument sikap
jawabannya berisi positif dan negative. Instrument yang valid harus mempunyai
validitas internal yaitu rasional dan bila kriteria yang ada dalam instrumen secara
rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang diukur. Sedangkan bila criteria
instrumen disusun berdasarkan fakta-fakta empiris yang telah ada, maka itu
merupakan instrumen yangmemiliki validitas eksternal. Jadi, validitas internal
instrumen dikembangan menurut teori yang relevansedangkan validitas eksternal
instrumen dikembangkan dengan fakta empiris.
Menurut Sugiyono (2010), suatu tes dikatakan memiliki validitas internal jika
data yang dihasilkan merupakan fungsi dari rancangandan instrumen yang
digunakan, dan memiliki validitas eksternal bila hasil tes dapat diterapkan
padasampel lain (digeneralisasikan).
Jadi, persoalan alat ukur yang digunakan evaluator ketika melakukan kegiatan
evaluasi sering dihadapkan pada persoalan akurasi, konsisten dan stabilitas sehingga
hasil pengukuran yang diperoleh bisa mengukur dengan akurat sesuatu yang sedang
diukur. Instrumen ini memang harus memiliki akurasi ketika digunakan serta
konsisten dan stabil dalam arti tidak mengalami perubahan dari waktu pengukuran
satu ke pengukuran yang lain.
Maka data yang kurang memiliki validitas dan reliabilitas, akan menghasilkan
kesimpulan yang bias, kurang sesuai dengan yang seharusnya, dan bahkan bisa saja
bertentangan dengan kelaziman. Untuk membuat alat ukur instrumen itu, diperlukan
kajian teori, pendapat para ahli serta pengalaman-pengalaman yang kadangkala

diperlukan bila definisi operasional variabelnya tidak kita temukan dalam teori. Alat
ukur atau instrumen yang akan disusun itu tentu saja harus memiliki validitas dan
reliabilitas, agar data yang diperoleh dari alat ukur itu bisa reliabel, valid dan disebut
dengan validitas dan reliabilitas alat ukur atau validitas dan reliabilitas instrumen.
Daftar Pustaka :
Arikunto.S. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Sukardi.2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyono. 2000. Metode penelitian kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Jakarta :
Bumi Aksara.
Anonim:http://www.academia.edu/6403478/Jenis_Dan_Teknik_Penilaian_Hasil_Bel
ajar.html. (Diakses 11 April 2015).
7. Teori Tes Klasik merupakan sebuah teori yang mudah dalam penerapannya serta
model yang cukup berguna dalam mendeskripsikan bagaimana kesalahan dalam
pengukuran dapat mempengaruhi skor amatan. Inti teori klasik adalah asumsi-asumsi
yang dirumuskan secara sistematis serta dalam jangka waktu yang lama. Maka dari
asumsi-asumsi tersebut kemudian dijabarkan dalam beberapa kesimpulan yakni ada
tujuh macam asumsi yang ada dalam teori tes klasik ini. Menurut Allen & Yen
menguraikan asumsi-asumsi teori klasik sebagai berikut:
1) Asumsi pertama teori tes klasik adalah bahwa terdapat hubungan antara skor
tampak (observed score) yang dilambangkan dengan huruf X, skor murni
(true score) yang dilambangkan dengan T dan skor kasalahan (error) yang
dilambangkan dengan E.
Menurut Saifuddin Azwar (2001:30) yang dimaksud kesalahan pada
pengukuran dalam teori klasik adalah penyimpangan tampak dari skor
harapan teoritik yang terjadi secara random. Hubungan itu adalah bahwa
besarnya skor tampak ditentukan oleh skor murni dan kesalahan pengukuran.
Dalam bahasa matematika dapat dilambangkan dengan X = T + E.
2) Asumsi kedua adalah bahwa skor murni (T) merupakan nilai harapan (X).
Dengan demikian skor murni adalah nilai rata-rata skor perolehan teoretis
sekiranya dilakukan pengukuran berulang-ulang (sampai tak terhingga)
terhadap seseorang dengan menggunakan alat ukur.

3) Asumsi ketiga teori tes klasik menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi
antara skor murni dan skor pengukuran pada suatu tes yang dilaksanakan
(et = 0). Implikasi dari asumsi adalah bahwa skor murni yang tinggi tidak
akan mempunyai error yang selalu positif ataupun selalu negatif.
4) Asumsi keempat meyatakan bahwa korelasi antara kesalahan pada
pengukuran pertama dan nol (e1e2 = 0). Artinya bahwa skor-skor
kesalahan pada dua tes untuk mengukur hal yang sama tidak memiliki
korelasi (hubungan). Dengan kesalahan pada pengukuran kedua adalah nol
(demikian besarnya kesalahan pada suatu tes tidak bergantung kesalahan
pada tes lain.
5) Asumsi kelima menyatakan bahwa jika terdapat dua tes untuk mengukur
atribut yang sama maka skor kesalahan pada tes pertama tidak berkorelasi
dengan skor murni pada tes kedua (elt2). Asumsi ini akan gugur jika salah
satu tes tersebut ternyata mengukur aspek yang berpengaruh terhadap
teradinya kesalahan pada pengukuran yang lain.
6) Asumsi keenam teori tes klasik adalah menyajikan tentang pengertian tes
yang pararel. Dua perangkat tes dapat dikatakan sebagai tes-tes yang pararel
jika skor-skor populasi yang menempuh kedua tes tersebut mendapat skor
murni yang sama (T = T' ) dan varian skor-skor kesalahannya sama
(se 2=se'2). Dalam prakteknya, asumsi keenam teori ini sulit terpenuhi.
7) Asumsi terakhir dari teori tes klasik menyatakan tentang definisi tes yang
setara (essentially t equivalent). Jika dua perangkat tes mempunyai skor-skor
perolehan dan Xt1dan Xt2 yang memenuhi asumsi 1 sampai 5dan apabila
untuk setiap populasi subyek X1=X2 + C12, dimana C12 adalah bilangan
konstanta, maka kedua tes disebut tes yang pararel.
Jadi, pada asumsi-asumsi teori klasik di atas memungkinkan untuk
dikembangkan dalam rangka pengembangan berbagai formula yang berguna dalam
melakukan pengukuran psikologis. Daya beda, indeks kesukaran, efektifitas
distraktor, reliabilitas dan validitas adalah formula penting yang disajikan dari teori
tes klasik tersebut.
Sedangkan Teori Tes Modern yaitu respon subjek terhadap item yang
menunjukkan kognitifnya. Kelebihan kinerja subjek dapat dilihat dengan Item

Characteristic Curve (ICC). Artinya semakin baik performance subjek akan semakin
banyak respon (jawaban pada aitem tes) yang benar. Unsur teori dalam tes modern
meliputi Butir (item tes), Subjek (responnya) dan Isi respon subjek. Asumsi-asumsi
dalam tes modern yaitu :
1) Parameter butir soal dan kemampuan adalah (Invariant). Artinya soal yang
dibuat memiliki korelasi positif dengan kemampuan yang diukur.
2) Unidimensionality, artinya 1 item mengukur satu kemampuan. Asumsi ini
kurang terbukti karena pada dasarnya antara item 1 dengan lainnya saling
melengkapi.
3) Local independence, artinya respon terhadap suatu item tidak akan
berpengaruh terhadap item lainnya.
Daftar Pustaka :
Suryabrata, S. 2000. Pengembangan alat ukur psikologis . Yogyakarta: Andi Press.

Anda mungkin juga menyukai