DISUSUN OLEH:
HANA FAJRIANTI
21080111130070
KATA PENGANTAR
Penulis
2
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I: Pendahuluan
Daftar Pustaka
26
3
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Peningkatan eksploitasi air tanah yang sangat pesat di berbagai sektor di Indonesia
kenyataannya hasil pengelolaan maupun konservasi air tanah belum dapat mencapai sasaran
dan masih relatif jauh dari titik optimal. Memperkecil dampak negatif akibat pemanfaatan
atau pengeboran air tanah, merupakan salah satu upaya nyata yang harus dilaksanakan dalam
rangka pengelolaan air tanah secara terpadu.
1.2.
TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui dampak negatif atau kerugian yang
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pemanfaatan air tanah oleh masyarakat saat ini?
Apa dampak dan kerugian yang ditimbulkan akibat pemanfaatan air tanah?
5
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
BAB II
ISI
2.1.
6
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
perkotaan, kebutuhan air mencapai 200 liter/orang/hari, beberapa kota besar mungkin bisa
mencapai 400 liter/orang/hari. Sedangkan di daerah perdesaan kebutuhan air hanya bekisar
60 liter/orang/hari. Daerah-daerah perkotaan besar seperti Medan, Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, dan Ujung Pandang masih mengandalkan pasokan air tanah untuk
mencukupi kebutuhan air bersih.
Dalam upaya swasembada pangan, sejak tahun 1970, melalui P2AT, pemerintah
melaksanakan penyelidikan air tanah di berbagai daerah di propinsi Jawa Timur. Hingga
akhir 1990-an, pengembangan air tanah untuk irigasi di daerah Jawa Timur tercapai 24.400
ha. Pengembangan air tanah untuk irigasi dikembangkan di Jawa Tengah, DIY, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa Barat,
Aceh, Lampung, dan Sulawesi Utara.
2.2.
Hukum Darcy, dijelaskan jika tinggi muka air tanah mengalami penurunan yang
berkelanjutan, akibat dari eksploitasi tanah yang berlebihan maka kemungkinan terjadinya
rembesan air sungai ke akuifer sangat besar. Jika aliran sungai cukup besar, maka remebsarn
tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap debit sungai. Namun jika akuifer terbentuk dari
tanah yang memiliki permeabilitas besar dan pencemar yang terjadi di sungai cukup tinggi,
maka akan berpengaruh terhadap adanya pencemaran air tanah.
Pada kenyataanya pemanfaatan air untuk memenuhi kebutuhan sektor industri dan
jasa masih mengandalkan air tanah secara berlebihan. Hal ini dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap sumberdaya air tanah maupun lingkungan, antara lain:
Penurunan muka air tanah
Intrusi air laut
Amblesan tanah
2.2.1 Penurunan Muka Air Tanah
Pemanfaatan air tanah yang terus meningkat menyebabkan penurunan muka air tanah
(land subsidence) dan rusaknya keseimbangan air tanah. Penurunan permukaan air tanah akan
mengakibatkan gaya angkat tanah sehingga terjadi peningkatan tergangan efektif tanah.
Akibat meningkatnya tegangan efektif ini akan menyebabkan penyusutan butiran tanah
8
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
sehingga terjadi penurunan tanah (Terzhagi, dalam Kondoatie, 2010). Jadi penurunan terjadi
karena pengambilan air tanah sekaligus peningkatan tegangan efektif secara simultan.
Pengambilan air tanah yang berlebihan menyebabkan melengkungnya permukaan pisometrik
di sekitar sumur ke arah sumur yang digunakan untuk mengambil air tanah. Semakin besar
laju pengambilan air tanah, semakin besar kerucut depresi yang dihasilkan, dan bila kerucutkerucut depresi ini meluas akibat bertambahnya jumlah sumur bor, maka akan menyebabkan
penurunan air tanah secara permanen.
Gambar 2.3. Penurunan Muka Air Tanah Akibat Pengambilan Air Tanah
Berlebih
9
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
Hasil rekaman muka air tanah pada sumur-sumur pantau di daerah pengambilan air
tanah intensif seperti: Cekungan Jakarta, Bandung, Semarang, Pasuruan, Mojokerto,
menunjukkan kecenderungan muka airtanahnya yang terus menurun. Demikian juga di
daerah Jogjakarta.
2.2.2 Intrusi Air Laut
Apabila keseimbangan hidrostatik antara air tanah tawar dan air tanah asin di daerah
pantai terganggu, maka akan terjadi pergerakan air tanah asin atau air dari laut ke arah darat.
Intrusi air laut teramati di daerah pantai Jakarta, Semarang, Denpasar, dan Medan.
10
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
2.3.
antara lain:
1. Penurunan Muka Air Tanah
Pemanfaatan air tanah yang terus meningkat mengakibatkan penurunan muka
air tanah. Hasil rekaman muka air tanah pada sumur-sumur pantau di daerah
pengambilan air tanah intensif, antara lain terjadi di daerah:
12
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
1.1
Cekungan Jakarta
Pengambilan air tanah, khususnya air tanah dalam dari sumur bor yang
b.
penurunan pada semua lokasi pemantauan, sedangkan pada periode terakhir (JanuariDesember 1994) kenaikan muka airtanah hanya terjadi di Cakung (0,12 m/tahun). Di
13
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
wilayah DKI Jakarta,kecepatan penurunan muka airtanah selama kurun waktu >2
tahun terhitung antara 0,08 m/tahun (Cakung) dan 1,71 m/tahun (Joglo), sedangkan di
luar wilayah DKI kecepatannya antara 0,74 m/tahun (Cipondoh) dan 1,81 m/tahun
(Porisgaga). Selama periode 1994, kecepatan penurunan muka airtanah terhitung
antara 0,12 m/tahun (kompleks PT Yamaha Motor) dan 5,76 m/tahun (kompleks
National Gobel).
Faktor utama yang mempengaruhi pola perubahan muka airtanah pada sistem
akuifer tertekan bagian atas adalah jumlah pengambilan airtanah (Qabs), disamping
pola curah hujan di daerah sekitar. Di Senayan, Duren Sawit, Jagakarsa, pasar Minggu,
Joglo, Cilodong dan Pondok Cina, pola curah hujan merupakan faktor pengaruh yang
lebih dominan.
c.
hanya terjadi di Tongkol (0,43 m/tahun), sedangkan pada 1994 terjadi di kompleks
PAM Darmawangsa (0,24 m/tahun). Diwilayah DKI Jakarta, kecepatan penurunan
muka airtanah selama periode >2 tahun terhitung antara 0,22 m/bulan (Sunter) dan
2,47 m/bulan (kompleks Jakarta Land), sementara di luar wilayah DKI Jakarta
mencapai 0,81 m/bulan (Teluk Pucung). Selama periode 1994, gejala penurunan
muka airtanah di wilayah DKI Jakarta terhitung dengan kecepatan antara 0,72
m/tahun (Walang Baru dan kompleks Hotel Borobudur) dan 3,96 m/tahun (Senayan),
sedangkan di luar wilayah DKI Jakarta mencapai 1,20 m/tahun di Teluk Pucung.
Perubahan muka airtanah yang didominasi oleh gejala penurunan, berkaitan dengan
pola Qabs di daerahs sekitarnya, yaitu pada periode Januari 1993 November 1994
umumnya sesuai dengan pola Qabs di wilayah DKI Jakarta. Meskipun di beberapa
lokasi pemantauan menunjukkan pola muka airtanah yang sesuai dengan pola curah
hujan, terutama gejala penurunan muka airtanah yang terjadi pada saat musim
kemarau, namun karena kedudukan lapisan akuifer tertekan tengah cukup dalam,
maka diduga tidak ada pengaruh yang berarti dari curah hujan, kecuali terjadi
kebocoran pada konstruksi sumur.
14
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
d.
penurunan pada semua lokasi pemantauan, sedangkan pada 1994 kenaikan muka
airtanah terjadi di kompleks DPRD Kebon Sirih (4,20 m/tahun) dan CengkarengPedongkelan (0,24 m/tahun). Kecepatan penurunan muka airtanah pada periode >2
tahun antara 0,19 m/bulan (Sunter) dan 2,25 m/bulan (Porisgaga), sementara selama
periode 1994 kecepatan penurunan antara 0,24 m/tahun (Tongkol) dan 4,70 m/tahun
(kompleks PT BASF). Pola perubahan muka airtanah pada sistem akuifer tertekan
bawah berhubungan erat dengan pola Qabs di daerah sekitarnya, di mana pola
perubahan pada periode Januari 1993 November 1994 umumnya sesuai dengan pola
Qabs di wilayah DKI Jakarta. Didaerah Jakarta Utara pemanfaatan airtanah sudah
tidak memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut, terutama untuk proses industri
(Zone IV pada Peta Konservasi Airtanah Jakarta 1993/1994). Pola perubahan airtanah
pada sistem akuifer tertekan (dalam) pada periode 1994 masih didominasi oleh
kecenderungan penurunan. Gejala yang mengarah pada pemulihan kedudukan muka
airtanah, ditunjukkan oleh kecenderungan kenaikan, terjadi di Cakung (sistem akuifer
tertekan atas), kompleks DPRD Kebon Sirih dan Cengkareng Pedongkelan (akuifer
tertekan bawah). Tetapi hasil pemantauan periode panjang (>2 tahun) masih
menunjukkan gejala penurunan di semua lokasi pemantauan termasuk di tiga lokasi
pemantaun. Kondisi tersebut merupakan bukti upaya pengawasan/kontrol terhadap
jumlah pengambilan airtanah di daerah tutupan tersebut (Zone IV) masih belum
menunjukkan hasil seperti yang diharapkan.
Berikut ini adalah dampak penurunan muka air tanah selama tahun 2001
hingga tahun 2006 yang menyebabkan penurunan muka air tanah.
15
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
Cekungan Bandung
Gambaran umum mengenai kedudukan muka airtanah dan perubahannya
didaerah padat industri selama periode 1993-1994 di akuifer tengah pada kedalaman
35 150 m.bmt diuraikan berikut ini:
Daerah : Batujajar, Giriasih, Cangkorah dan Gadobangkong, muka airtanah statis
(MAS)nya : 12,90 58,93 m di bawah muka tanah setempat (bmt) dengan
penurunan 1,79 3.02 m/tahun
Daerah : Leuwigajah, Cimindi, Utama, Cibaligo, MASnya : 45,26 81,00 m bmt,
dengan penurunan : 2,47 9,48 m/tahun.
Daerah : Cijerah, Cibuntu, Garuda, Maleber, Arjuna, Husen dan Pasirkaliki,
MASnya : 36,73 54,17 m.bmt dengan penurunan : 1,18 5,72 m/tahun.
16
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
Cekungan Semarang
Perubahan kedudukan muka airtanah di cekungan Semarang periode 1993-
Daerah Kendal meliputi Kec. Kaliwungu,kota Kendal MAS nya antara +1,0
hingga 21,16 m.bmt dengan penurunan antara 0,20 0,55 m/tahun.
Daerah Demak meliputi Kota demak dan Mranggen MASnya antara +0,50 hingga
25,40 m.bmt dengan penurunan antara 0,15 0,45 m/tahun.
1.4.
18
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
Cekungan Jakarta
Batas sebaran zona airtanah payau/asin pada setiap sistem akuifer (Juni-
Agustus 1993) berikut perubahannnya selama 2 tahun terakhir, yakni antara periode
1991 1993 adalah sebagai berikut:
Zona Airtanah Payau/Asin pada Sistem Akuifer tidak tertekan (< 40 m)Batas
antara airtanah payau/asin dengan airtanah tawar pada sistem akuifer ini kurang
lebih melewati daerah Pakuaji Salembaran Cengkareng Grogol
Pulogadung Tambun Rawarengas selatan Babelan. Sebaran zone ini secara
umum relatif meluas ke arah timur.
Pada periode Juni-Agustus 1993, jarak batas zona airtanah payau/asin dengan
airtanah tawar di beberapa lokasi adalah:
Daerah Cengkareng Pedongkelan Grogol Gambir antara 5,0 6,0 km
Daerah Pulogadung Cakung Tambun Rawarengas antara 8,0 11,5 km
Dibandingkan dengan periode sebelumnya (1991-1993), sebaran zone ini
mempunyai pola yang relatif sama, namun di beberapa tempat menunjukkan
pergeseran sebagai berikut :
Di daerah Pulogadung, Cakung dan Tambun Rawarengas batas zona pada periode
1993 bergeser ke arah darat antara 0,5 1,5 km, dengan pergeseran terbesar
terjadi di Pulogadung.
19
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
Zona Airtanah Payau/Asin pada Sistem Akuifer tertekan atas (40 -140 m).
Batas zona airtanah payau/asin dengan airtanah tawar melewati daerah : selatan
Pekayon- selatan Bandara Soekarno Hatta- selatan Cengkareng Pedongkelan-GambirKelapagading-Bojongkaratan. Jarak garis batas ini, dari garis pantai, adalah :
Daerah antara Pekayon Bandara Soekarno Hatta antara 5,0 13 km
Cengkareng Pedongkelan - Grogol- Kelapagading antara 8,0 10 km
Di bagian timur di sekitar Bojongkaratan antara 3,0 6,0 km.
Selama dua tahun terakhir, yakni antara 1991 hingga 1993 garis batas ini
menunjukkan pergeseran ke arah darat. Dibandingkan dengan hasil survei pada JuniAgustus 1993, pergeseran yang mencolok terjadi dibagian barat dataran pantai, yaitu
antara daerah Pekayon sampai Cengkareng (Bandara Soekarno Hatta). Namun hal ini
disebabkan perluasan daerah studi pada periode 1993 dan penambahan perolehan data.
Adapun pergeseran batas zona yang disebabkan oleh perubahan salinitas airtanah
adalah :
Daerah antara Cengkareng Pedongkelan dan grogol terjadi pergeseran ke arah
darat antara 0,25 1,5 km.
Daerah antara Kelapa Gading Bojongkaratan bergeser 0,75 6,0 km ke arah
darat
Zona Airtanah Payau/Asin pada Sistem Akuifer tertekan bawah (>140 m).
Sebaran zona ini hanya terbatas di dataran pantai antara Kapuk, Jakarta Kota, dan
Cilincing. Sebaran di bagian barat, yakni antara Kapuk dan Jakarta Kota relatif lebih
luas dibandingkan di bagian timur. Jarak batas zona airtanah payau/asin dengan
airtanah tawar, didaerah Kapuk Jakarta Kota mencapai 5,75 km, sementara didaerah
Walang- Cilincing sekitar 2,5 km.
Pergeseran batas zona airtanah payau/asin ke arah darat di dataran antara
Kapuk dan Jakarta Kota, pada periode antara 1991-1993 mencapai sekitar 0,50 km.
20
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
Namun antara periode 1992-1993, sebarannya cukup meluas mulai dari Tamansari
sampaidaerah Cilincing.
2.2.
Cekungan Semarang
Daerah Semarang bagian utara penyusupan air asin semakin meningkat sejak
beberapa tahun terakhir, terutama pada daerah pemukiman pusat perkotaan, dan di
beberpa wilayah industri di bagian utara, miksalnya daerah sekitar Muara Kali Garang,
Tanah Mas, Pengapon, Simpang Lima. Data penyusupan air asin tersebut diatas
adalah berdasarkan hasil pemantauan dari beberapa sumur gali penduduk yang
tersebar, maupun dari kualitas sumur bor di beberapa tempat. Didaerah Semarang
penyusupan air asin ini diperkirakan sudah mencapai sejauh 2 km ke arah selatan
garis pantai.
Daerah Kendal penyusupan air asin, dideteksi di utara Kaliwungu, Murorejo,
Kumpulrejo sampai sekitar Sukolilan. Sumurbor yang dikelola oleh PDAM Kendal
yakni di Kamp. Pegandon airtanahnya sudah dipengaruhi oleh penyusupan air asin,
yang diperkirakan berasal dari aliran air sungai K. Bodri, akibat kurang sempurnanya
sistem konstruksi sumurbor. Nilai (DHL) air sumurbor tersebut melebihi 2000
umhos/cm, dengan jarak lokasi sumurbor dari garis pantai kurang lebih 5 km.
3. Amblesan Tanah
Permasalahan amblesan tanah (land subsidence) dapat akibat pengambilan
airtanah yang berlebihan dari lapisan akuifer yang tertekan (confined aquifers).
Akibat pengambilan yang berlebihan (over pumpage), maka airtanah yang tersimpan
dalam pori-pori lapisan penutup akuifer (confined layer) akan terperas keluar dan
mengakibatkan penyusutan lapisan penutup tersebut. Refleksinya adalah penurunan
permukaan tanah.
21
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
Amblesan tanah terjadi juga didaerah pantai utara Semarang dengan indikasi
telah mulai tampak antara lain :
Fondasi sumurbor pantau di kompleks Sekolah STM Perkapalan dekat Muara kali
Garang, Tambak Ikan seolah-olah terangkat kurang lebih 20 cm (Juli1994),
namun pada kenyataan permukaan tanah di sekitarnya yang mengalami
penurunan.
Terjadinya retakan-retakan pada lantai bangunan Sekolah Pelayaran Singosari,
hampir pada semua bangunan di kompleks tersebut.
Terjadinya genangan air laut di daerah pantai, dan banjir di bagian Muara Kali
Karang yang sebelumnya belum pernah terjadi.
22
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
23
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
2.4.
maka pengelolaan airtanah berdasarkan aspek teknis seharusnya mengacu pada suatu
cekungan airtanah, yakni suatu wilayah yang ditentukan oleh batasan-batasan hidrogeologi,
di mana semua event hidrolika (pengisian, pengambilan dan pengaliran airtanah)
berlangsung. Batasan-batasan teknis hidrogeologi ini menyangkut geometri dan parameter
akuifer, jumlah dan mutu airtanah, pengaliran dan keterdapatan airtanah. Batasan-batasan
tersebut menentukan berapa jumlahairtanah yang dapat dimanfaatkan dan bagaimana upaya
konservasi airtanah harus dilakukan. Beberapa tindakan upaya pengendalian dampak negatif
akibat pemompaan airtanah secara berlebihan, antara lain :
1. Penentuan Lokasi Pemompaan.
Mengingat keterdapatan lapisan pembawa airtanah tidak merata, maka
penentuan lokasi pengambilan airtanah sangat menentukan, agar sumberdaya
airtanah dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Disamping itu, pengaruh
pengambilan airtanah melalui sumur-sumur yang berdekatan akan mengakibatkan
penurunan muka airtanah yang lebih dalam, maka penentuan lokasi dan jarak antar
sumur, akan dapat mencegah pengaruh di atas.
2. Pengaturan Kedalaman Penyadapan
Suatu daerah sering mempunyai akuifer berlapis banyak (multi layer aquifer).
Kondisi yang demikian sangat memungkinkan untuk dilakukan pengaturan
kedalaman penyadapan pada lapisan akuifer tertentu. Dengan pengaturan kedalaman
penyadapan akan dapat dihindari terjadinya eksploitasi airtanah yang terkonsentrasi
hanya pada satu lapisan akuifer tertentu, yang dampaknya tentu berbeda dengan
penyadapan yang dilakukan pada beberapa lapisan akuifer. Peruntukan airtanah
untuk berbagai keperluan, diatur dengan mengambil airtanah dari berbagai
kedalaman yang berbeda. Namun pada dasarnya pengaturan kedalaman penyadapan
airtanah tetap mengacu pada prioritas peruntukan airtanah, di mana air minum
merupakan prioritas utama di atas segala-galanya.
24
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
dipertimbangkan. Penentuan kawasan lindung ini merupakan suatu hal yang tidak
mudah untuk dilaksanakan, karena sering terjadi pertentangan kepentingan.
Misalnya, di daerah imbuh airtanah, sering terjadi tuntutan pembangunan sebagai
daerah pemukiman, industri, buangan sampah, dan penggunaan lahan yang lain yang
berdampak negatif terhadap jumlah maupun mutu airtanah. Oleh sebab itu banyak
kendala untuk memberlakukan secara efisien upaya perlindungan airtanah.
Meskipun demikian usaha-usaha perlindungan airtanah dapat ditetapkan dari sudut
pandang hidrogeologi dan geologi lingkungan.
26
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH
DAFTAR PUSTAKA
Hendrayana, Heru. 2002. Dampak Pemboran Air Tanah. Yogyakarta: Teknik Geologi UGM
Kodoatie, Robert J. & Sjarief, Roestam. 2010. Tata Ruang Air.Yogyakarta: CV Andi Offset
Arsyad, Sitanala & Rustiadi, Ernan. 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan.
Bogor: Crestpent Press
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Kanisius
Cholil, Munawar. 1998. Analisis Penurunan Muka Air Tanah di Kotamadya Surakarta.
Forum Geografi No. 23/XII/Desember 1998
SUMBER GAMBAR
http://gugyconcept.blogspot.com/2012/10/dampak-intrusi-air-laut.html
http://www.shef.ac.uk/polopoly_fs/1.305890!/image/groundwater380.jpg
http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/20130120_PLTU_Muara_Karang_Terendam_Banjir_55
26.jpg
http://uniqpost.com/wp-content/uploads/2013/03/fenomena-geologi-sinkhole-3.jpg
27
KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH