Gagal Ginjal Akut
Gagal Ginjal Akut
Komponen system renal meliputi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Ginjal yang terletak retroperitoneal di daerah lumbal memproduksi dan mengekskresi urine
untuk mempertahankan homeostasis. Organ ini mengatur volume, kadar elektrolit, dan
keseimbangan asam-basa pada cairan tubuh; melakukan detoksifikasi darah dan mengeliminasi
zat-zat sisa; mengatur tekanan darah; dan mendukung produksi sel darah merah.1
Gagal ginjal akut, suatu akan keadaan berhentinya fungsi ginjal secara tiba-tiba,
dapat disebabkan oleh obstruksi, sirkulasi darah ayng terganggu, atau penyakit ginjal yang
mendasari. Keadaan tersebut biasanya bersifat reversible setelah dilakukan terapi, namun jika
tidak diterapi, keadaan ini dapat berlanjut menjadi penyakit ginjal terminal.1
Pada scenario terdapat seorang wanita, 40 tahun datang ke poliklinik dengan
keluhan utama kedua kaki bengkak sejak 5 hari yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu, pasien
mengeluh BAK kemerahan, frekuensi BAK dan jumlah urin berkurang.
Pembahasan
Anamnesis
Dalam penilaian pasien gagal ginjal penting untuk mencoba menetapkan kemungkinan
penyebab, durasi dan apakah telah terjadi komplikasi yang membahayakan jiwa, seperti edema
paru. Gagal ginjal bisa ditemukan secara kebetulan bila fungsi ginjal dinilai dengan pengukuran
ureum atau kreatinin, adanya hipertensi, atau gejala gagal ginjal. Manifestasi gagal ginjal akut
yang dramatis bisa timbul sebagai asidosis berat, edema paru, atau ensefalopati.2
Keluhan Utama
Mulai dengan mencatat keluhan utama anak atau orang tua. Biarkan mereka bercerita tentang
keluhannya. Lalu, ajukan pertanyaan spesifik untuk mengklarifikasi hal-hal penting. Pastikan
interval waktu dan kronologi setiap peristiwa . Tanyakan juga kapan tampak sehat terakhir kali.
1
Harus ditanyakan juga perubahan pola tidur, nafsu makan, dan aktivitas yang terjadi. Adakah
penutunan berat badan? Apakah ia anak yang aktif?2
Muntah. Anda perlu menentukan frekuensi muntah dan jumlah muntahan setiap kalinya.
Konsistensi dan warna muntah (tercemar empedu, jernih, berdarah) harus ditanyakan.
Apakah muntah kuat atau menyemprot menunjukkan obstruksi saluran cerna atas.
lain?2
Bernapas. Apakah napas berbau aseton? Apakah mulut berbau? Bagaimana frekuensi
napasnya?2
Palpasi: Dimulai dengan palpasi di 4 kuadran. Bila ada nyeri tekan, periksa nyeri lepas.
2
Bila nyeri hebat, mungkin ada defans muscular atau bahkan perut papan. Bila nyeri tekan
ringan atau tidak ada, lanjutkan dengan palpasi organ spesifik. Mulailah dari limpa. Pada
anak limpa membesar ke arah fosa iliaka kiri, sedangkan pada anak yang lebih tua dan
remaja limpa cenderung membesar sepanjang garis tengah sampai fosa iliaka kanan.
Kemudian, saat inspirasi, indentifikasi tepi hati yang tajam, mulai dari fosa iliaka kanan
naik ke batas iga kanan. Ballotement ginjal sebaiknya diperiksa di antara ke dua tangan.
Palpasi region suprapubis untuk melihat peregangan kandung kemih. Massa pylorus akan
teraba di hipokondrium kanan dekat garis tengah. Intususepsi akan teraba seperti sosis di
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis gagal ginjal akut didasarkan pada hasil pemeriksaan berikut ini:1
Pemeriksaan darah yang memperlihatkan kenaikan Kadar ureum, kreatinin, dan kalium
dalam serum darah; penurunan kadar bikarbonat, nilai hematokrit serta hemoglobin; dan
intrarenal.
Tes klirens kreatinin yang mengukur laju filtrasi glomerulus dan mencerminkan jumlah
Working Diagnosis
3
GI: anoreksia, mual, muntah, diare atau konstipasi, stomatitis, perdarahan, hematemesis,
pembekuan darah.
Pernapasan: adema paru, pernapasan Kussmaul.
Differential Diagnosis
Gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus-menerus.
Selain itu, pada individu yang rentan, nefropati analgesic, destruksi papilla ginjal yang terkait
dengan pemakaian harian obat-obat analgesic selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal
ginjal kronis.3
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunan
produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal
turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin minimal karena
nefron-nefron lain yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkatkan laju filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses
tersebut. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa menghadapi
tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Seiring
dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan penurunan aliran
darah ginjal. Pelepasan rennin dapat meningkat, dan bersama dengan kelebihan beban cairan,
dan menyebabkan hipertensi. Hipertensi mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan
4
sesudah pemberian obat lain atau pajanan toksik lain. Nekrosis yang disebabkan oleh nefrotoksin
cenderung seragam dan terbatas hanya pada tubulus proksimal, sedangkan nekrosis karena
iskemia cenderung terlihat sebagai bercak-bercak dan tersebar di sepanjang berbagai bagian
nefron.1
Nekrosis Tubuler Akut
Nekrosis tubuler akut, mewakili sekitar 75% kasus gagal ginjal akut dan
merupakan penyebab gagal ginjal akut yang paling sering ditemukan di antara pasien yang sakit
kritis. Nekroses tubuler akut menimbulkan cedera pada segmen tubuler noefron sehingga terjadi
gagal ginjal dan sindrom uremik. Angka mortalitas berkisar dari 40% dari 70%, yang bergantung
pada komplikasi akibat penyakit yang mendasari.1
Nekrotis tubuler akut terjadi karena cedera iskemik atau nefrotoksik dan paling
sering ditemukan pada pasien dengan keadaan umum yang jelek, seperti pasien kritis atau pasien
yang baru saja menjalani operasi berat. Pada cedera iskemik, aliran darah yang terputus ke dalam
ginjal dapt terjadi karena kolaps sirkulasi, hipotensi berat, trauma, perdarahan, dehidrasi, syok
kardiogenik atau syok spetik, pembedahan, anestesi, atau karena reaksi transfuse. Cedera
nefrotoksik dapat terjadi setelah pemberian preparat antibiotic (golongan aminoglikosid), atau
terjadi karena reaksi hipersensitivittas pada ginjal. Karena nekrosis tubuler akut dengan etiologi
nefrotoksik tidak merusak membrane basalis nefron maka kejadian ini berpotensi bisa pulih
kembali.1
Nekrosis tubuler akut biasanya sulit dikenali pada stadium dini karena efek yang
ditimbulkan penyakit primer yang membuat pasien dalam kondisis sakit yang kritis dapat
menutupi gejala nekrosis tubuler akut. Tanda dan gejalanya meliputi:1
Penurunan pengeluaran urine yang umumnya merupakan efek pertama yang terdeteksi
Hiperkalemia
Sindrom uremik dengan oliguria
Membrane mukosa dan kulit yang kering
Gejala SSP seperti letargi, kejang
Etiologi
Penyebab gagal ginjal pada kategori pertama (prerenal), penurunan perfusi
6
ginjal mengakibatkan penurunan fungsi ginjal; kategori kedua meliputi penyakit-penyakit ginjal,
sedangkan kategori ketiga terutama terdiri dari gangguan obstruktif. Gagal ginjal akut dapat
berupa prarenal, intrarenal, atau pascarenal. Penyebab kegagalan prarenal meliputi:1,4
Nefrotoksin
Glomerulonefritis akut
Pielonefritis
SLE
Vaskulitis
Epidemiologi
Frekuensi kejadian GGA cukup tinggi yaitu sekitar 25-20 kasus per juta penduduk per
tahun. GGA ini merupakan 1% dari jumlah penderita yang dirawat di rumah sakit dan 2-5% dari
penderita yang dirawat di Unit Perawatan Intensif. Di RSUP Denpasar, dari data tahun 1986
didapat bahwa GGA merupakan 12% dari penderita yang dirawat di UPF Penyakit Dalam dan
merupakan 27% dari penderita yang dirawat di Sub Unit Ginjal dan Hipertensi.5
Patofisiologi
Penyebab prerental gagal ginjal akut mengakibatkan penurunan perfusi melalui
penurunan volume sirkulasi darah total. Tidak ada bukti kerusakan ginjal. Penurunan volume
intravaskuler menyebabkan penurunan curah jantung, menyebabkan penurunan aliran darah
dalam korteks ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Dalam keadaan ini, parenkim ginjal tidak
mengalami kerusakan dan untuk jangka waktu tertentu masih bersifat reversible.
Jika
hipoperfusi bertahan melampaui tingkat kritis ini, maka kerusakan parenkim ginjal dapat terjadi.
4, 6
Kalau aliran darah renal terganggu, pengangkutan oksigen ke dalam ginjal juga
terganggu. Hipoksemia serta iskemia yang terjadi dapat menimbulkan kerusakan ginjal dengan
cepat dan ireversibel. Tubulus renal merupakan bagian ginjal yang paling rentan terhadap efek
yang ditimbulkan oleh hipoksemia. Penyebab renal gagal ginjal akut meliputi bentuk beberapa
tipe glomerulonefritis progresif cepat yang merupakan penyebab biasa gagal ginjal akut pada
anak yang lebih tua. Aktivasi system koagulasi dalam ginjal, yang menghasilkan thrombosis
pada pembuluh darah kecil, dapat mengakibatkan gagal ginjal akut. Sindrom hemolitik-uremik
merupakan penyebab gagal ginjal akut yang paling lazim dijumpai pada anak yang baru dapat
berjalan.1,4
Istilah nekrosis tubulus akut pada mulanya menggambarkan sindrom gagal ginjal akut
tanpa adanya lesi arteri atau glomerulus. Mekanisme gagal ginjal yang dikemukaan adalah
nekrosis sel tubulus. Agen tertentu (logam berat, bahan kimia) sebenarnya dapat menyebabkan
gagal ginjal dengan menyebabkan nekrosis sel tubulus, tetapi perubahan histologist yang
bermakna tidak terdapat pada ginjal penderita yang menderita bentuk-bentuk nekrosis tubulus
akut lainnya. Mekanisme gagal ginjal yang tepat pada penderita-penderita ini belum diketahui.
Kelainan perkembangan dan nefritis herediter dapat dihubungkan dengan gagal ginjal akut.
Ketidakmampuan menghembat natrium dan air biasa dijumpai pada penderita yang menderita
gangguan ini, tetapi kehilangan tersebut biasanya dikompensasi dengan peningkatan masukan
oral. Jika masukan melalui mulut terganggu dan atau terjadi kehilangan garam dan air ekstrarenal
(diare), maka hal ini, bersama dengan kehilangan garam dan air melalui urin secara terusmenerus, dapat menyebabkan pengurangan volume intravaskuler dan gagal ginjal. Penyebab
pascarenal gagal ginjal akut meliputi penyumbatan pada saluran urin. Dengan dua ginjal yang
berfungsi, obstruksi ureter harus bilateral agar mengakibatkan gagal ginjal.4
8
Azotemia (keadaan terdapatnya produk yang berlebihan di dalam darah) terjadi pada 40%
hingga 80% kasus gagal ginjal akut. Azotemia merupakan akibat hipoperfusi renal. Kerusakan
aliran darah akan mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan peningkatan reabsorpsi
natrium serta air dalam tubulus renal. Penurunan laju filtrasi glomerulus menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asidosis metabolic. Biasanya pemulihan aliran darah renal dan
laju filtrasi glomerulus akan membalikkan keadaan azotemia.1
Manifestasi Klinis
Ketiga tipe gagal ginjal akut biasanya terjadi melalui tiga fase yang berbeda:1, 7
Fase oliguria.
Oliguria dapat terjadi karena satu atau beberapa factor. Nekrosis tubulus renal dapat
menyebabkan sel terlepas, pembentukan silinder, dan edema iskemik. Obstruksi tubulus
yang diakibatkan menimbulknan peningkatan retrogard tekanan dan penurunan laju
filtrasi glomerulus. Gagal ginjal dapat terjadi dalam tempo 24 jam akibat efek ini. Filtrasi
glomerulus bisa tetap normal pada beberapa kasus gagal ginjal, reabsorpsi filtrate di
dalam tubulus renal dapat dipercepat. Pada keadaan ini, keadaan iskemia dapat
meningkatkan permeabilitas tubulus dan menyebabkan perembesan balik. Konsep yang
lain menjelaskan bahwa pelepasan angiotensi II di dalam ginjal atau redistribusi aliran
darah dari korteks ke medulla dapat menimbulkan konstriksi vasa aferen sehingga terjadi
kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala uremia nyata, seperti pusing, muntah, apatis
sampai
somnolen,
haus,
napas
Kussmaul,
kejang.
Ditemukan
hiperkalemia,
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan:6-8
1. Pemantauan: parameter di bawah ini harus dipantau selama stabilisasi dan pengobatan:
Denyut jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah, tekanan vena sentral dan
pengeluaran urin. Pengeluaran urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan perfusi
ginjal yang tidak adekuat
2. Penatalaksanaan pernapasan: pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui
masker. Jalan napas yang bersih harus dipertahankan dengan posisi kepala dan mandibula
yang tepat dan aliranpengisapan darah dan secret yang sempurna. Penentuan gas darah
arterial harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi. Jika ditemukan
kelainan secara klinis atau laboratorium analisis gas darah, pasien harus diintubasi dan
10
diventilasi dengan ventilator yang volumenya terukur. Volume tidal harus diatur sebesar
12 sampai 15 ml/kg, frekuensi pernapasan sebesar 12-16 per menit. Oksigen harus
diberikan untuk mempertahankan PO2 sekitar 100 mmHg.
3. Pemberian cairan. Penggantian cairan harus dimulai dengan memasukkan larutan Ringer
laktat atau larutan garam fisiologis secara cepat. Kecepatan pemberian dan jumlah aliran
intravena yang diperlukan bervariasi tergantung beratnya syok. Umumnya paling sedikit
1 sampai 2 liter larutan Ringer laktat harus diberikan dalam 45-60 menit pertama. Jika
hipotensi dapat diperbaiki dan tekanan darah tetap stabil, ini merupakan indikasi bawah
kehilangan darah sudah minimal. Jika hipotensi tetap berlangsung. Harus dilakukan
transfuse darah pada pasien-pasien ini secepat mungkin, dan kecepatan serta jumlah yang
diberikan disesuaikan dengan respons dari parameter yang dipantau.
4. Pemberian furosemid dosis tinggi dimaksudkan untuk mempersingkat fase oliguri,
sehingga komplikasi-komplikasi dapat diperkecil. Digunakan diuretic (furosemid 1
mg/kgBB, dinaikkan berganda setiap 6-8jam sampai 10 mg/kgBB/kali). Syaratnya adalah
pasien telah tidak dehidrasi dan obstruksi saluran kemih sudah disingkirkan. Diuresis
paksa dianggap berhasi bila dapat meningkatkan dieresis 6-10ml/kgBB/jam dalam 1-2
jam. Bila gagal, maka furosemid dianggap gagal dan harus dihentikan dan dapat
diberikan dopamine 5 mg/kgBB/menit untuk meningkatkan peredaran darah ginjal. .
Pemberian furosemid dosis tinggi ini merupakan kontra indikasi pada GGA postrenal.
5. Balans cairan secara cermat. Balans cairan baik bila berat badan tiap hari turun 0,1-0,2%.
Cairan sebaiknya diberikan peroral. Bila pasien sering muntah, diberikan per infuse. Pada
pasien anuria digunaka glukosa 10-20%m oliguria digunakan glukosa 10%:NaCL=3:1.
6. Asupkan kalori minimal 50-60 kal/kgBB/hari
7. Koreksi asidosis metabolic dengan NaHCO3 sejumlah ekses basa x BB x 0,3 (mEq)
cukup sampai kadar NaHCO3 serum 12 mEq/l atau pH 7,20.
8. Terapi simtomatik
a. Keluhan-keluhan yang dirasakan penderita juga harus diterapi, antara lain:
b. Mual dan muntah diatasi dengan metoklopramid 2x5 mg, dapat juga dikombinasi
dengan ranitidine 1-2x150mg
c. Perasaan sakit atau demam dapat diatasi dengan parasetamol 2-4x500 mg
d. Kejang-kejang diatasi dengan diazepam 10-20 mg parenteral.
9. Pada GGA pre renal yang belum lama berlangsung, koreksi terhadap kekurangan cairan
tubuh sering segera dapat memperbaiki keadaan penderita. Keseimbangan air perlu
dipertahankan dengan memberikan masukan air sebanyak 500 cc ditambah jumlah air
yang keluar (lewat urine, feses, muntah) sehari sebelumnya. Keseimbangan ini dipantau
11
dengan pemasangan kateter vena sentral dan menimbang berat badan penderita setiap
hari. Diet pada GGA berupa diet tinggi kalori (2000-3000 kalori/24jam) untuk mencegah
katabolisme protein, protein nilai biologi tinggi 0,5 g/kgBB/24jam. Kalori dapat
diambilkan dari karbohidrat dan lemak. Elektrolit yang perlu diperhatikan adalah natrium
dan kalium. Apabila terdapat hiponatremia, harus segere dikoreksi dengan memberikan
Na Hipertonis. Natrium harus sudah dikoreksi bila kadarnya dalam plasma kurang dari
118 meq/L. Bila tidak terdapat hiponatremia, pemberian Na dibatasi 500 mg/24jam. Ion
K sangat dibatasi atau dhindari sama sekali karena sering terjadi hiperkalemia, terutama
pada fase anuri.
Komplikasi
Gagal ginjal mepengaruhi banyak proses tubuh. Komplikasi dapat meliputi:1,4
pernapasan
Sepsis karena penurunan imunitas yang diantarai sel darah putih
Gagal jantung akibat kelebihan muatan cairan dan anemia yang menyebabkan beban
Prognosis
Prognosis untuk pemulihan fungsi ginjal tergantung pada gangguan yang mempercepat
gagal ginjal secara umu, pemulihan fungsi yang kemungkinan terjadi pasca gagal ginjal adalah
akibat dari sebab-sebab prerenal, sindrom hemolitik-uremik, nekrosis tubulus akut, nefritis
interstisialis akut, atau nefropati asam urat. Sebaliknya, pemulihan fungsi ginjal tidak lazim
12
terjadi bila gagal ginjal diakibatkan oleh sebagian besar tipe glomerulonefritis progresif cepat,
thrombosis vena renalis bilateral, atau nekrosis korteks bilateral.4
Pencegahan
Diet
Pengelolaan diet pasien penting untuk semua jenis gagal ginjal. Diet yang
mengandung cukup kalori supaya terhindar dari katabolisme protein, sekaligus menghindari
surplus (kelebihan) nitrogen. Katabolisme akan meningkatkan BUN karena pemakaian otot
sebagai sumber protein tubuh. Pada umumnya, protein dibatasi sampai 0,5 g/kgBB/hari. Asupan
karbohidrat dipertahankan pada 100 g/kgBB/hari. Untuk pasien dengan hiponatremia, natrium,
kalium, dan air-bebas harus dibatasi. Pasien yang tidak dapat menoleransi makanan per oral yang
cukup dapat diberikan nutrisi parenteral total (NPT) dan emulsi lemak untuk tambahan sumber
kalori nonprotein.9
Aktivitas
Pasien dengan ARF merasa cepat lelah sehingga terjadi intoleransi aktivitas.
Anemia yang dialami pasien juga dapat meningkatkan rasa lelah. Pasien ayng sakit akut perlu
tirah baring untuk mengurangi kebutuhan metabolic. Kegiatan dapat ditingkatkan perlahan jika
fungsi ginjal sudah membaik. Keseimbangan kegiatan dan istirahat perlu diperhatikan. Apabila
tenaga pasien sudah pulih, pasien dianjurkan jalan-jalan sebagai latihan aerobic.9
Kesimpulan
Gagal ginjal akut dapat disebabkan karena gangguan pada ginjal pasien. Hal ini biasanya
didasari salah satunya karena kekurangan cairan dan elektrolit tubuh dan ditambah dengan
ketidakadekuatnya ginjal untuk mengkompensasi kekurangan cairan tersebut. Kekurangan cairan
intravaskuler akan mengakibatkan penurunan curah jantung yang akan menyebabkan berbagai
gejala lainnya. Dari data hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium,
makan dapat didiagnosis anak tersebut terkena asidosis metabolic dengan gagal ginjal akut et
causa syok hipovolemik.
Daftar Pustaka
13
1. Kowalak JP, Wlsh W, Mayer B. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC; 2011.h. 555-560.
(1)
2. Dacre J, Kopelman P. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: EGC; 2004.h. 290-303. (2)
3. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2000.h. 729-730.
4. Behrman RE, Robert MK, Ann MA. Ilmu kesehatan anak Nelson vol . 1. Ed. 15. Jakarta:
EGC; 2005.h. 254-5.
5. Bakta IM, Suastika IK. Gawat darurat di bidang penyakit dalam. Jakarta: EGC; 1999.h.
95-6.
6. Richard N. Mitchell, et al. Buku saku dasar patologis penyakit Robbins & Cotran. Ed 7.
Jakarta: EGC; 2008.h. 96-8.
7. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Ed 3.
Jakarta: Media Aesculapius; 2000.h. 491-2.
8. Eliastam M, Sternbach GL, Bresler MJ. Penuntun kedaruratan medis. Ed. 5. Jakarta:
EGC; 1998.h. 1-6.
9. Aziz MF, Witjaksono J, Rasjidi HI. Panduan pelayanan medic: model interdisiplin
penatalaknsanaan kanker serviks dengan gangguan ginjal. Jakarta: EGC; 2008.h. 34-7.
(12-9)
14