Anda di halaman 1dari 13

PENGELOLAAN TENAGA PENDIDIK DALAM ERA

OTONOMI DAERAH

Mardin A. Marhabang

1
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

(I)
Pendahuluan
........Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan/nasib sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.... (Q.S.
Ar-Rad:11)
Firman Allah di atas mengisyaratkan betapa

pentingnya manusia dalama

sebuah upaya memperbaiki (mengubah) suatu sistem kehidupan manusia itu sendiri
di muka bumi ini, termasuk melalui suatu pendidikan yang sistemik.
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
pasal 1 ayat 3 dengan tegas disebutkan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Komponen pendidikan dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang dikenal dengan istilah
Standar Pendidikan yaitu:
1. Standar isi
2. Standar proses
3. Standar kompetensi lulusan
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan
5. Standar sarana dan prasarana
6. Standar pengelolaan
7. Standar pembiayaan
8. Standar penilaian
2
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah manusia itu sendiri.
Wajar jika ayat pada pembuka kata di atas menegaskan pentingnya megubah diri
sendiri (manusia). Manusia dalam organisasi memiliki posisi yang sangat penting.
Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas manusia yang bekerja di
dalamnya. Perubahan lingkungan yang sangat cepat dan kompleks,
kemampuan

manusia

untuk

menangkap

fenomena

perubahan

menuntut
tersebut,

menganalisis dampaknya terhadap organisasi dan menyiapkan langkah-langkah


strategis guna menghadapi kondisi lingkungan eksternal organisasi yang berubah
tersebut.
Menyadari pentingnya manusia dalam komponen pendidikan, maka pada
delapan Standar Nasional Pendidikan, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan memegang peran kunci di antara
delapan standar yang ada. Hal ini karena satu-satunya standar yang ada adalah
manusia.

Sangat rasional karena standar isi, proses, kompetensi lulusan, sarana

dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian, keberhasilannya sangat


ditentukan oleh manusia yang mengelolahnya pada setiap satuan pendidikan.
Uraian di atas menegaskan bahwa Standar Pendididik dan Tenaga
Kependidikan memerlukan pengelolaan yang lebih baik dengan harapan pendidik
dan tenaga kependidikan mampu mengelolah dengan baik tujuh stadar

lainnya

untuk mencapai pemenuhan standar pendidikan yang pada gilirannya mewujudkan


manusia Indonesia yang berkualitas sebagaimana yang dinyatakan dalam tujuan
pendidikan nasional.
Berdasasarkan uraiana di atas, maka Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah diharapkan dapat menutupi kelemahan-kelemahan
yang ada baik dari segi isi (content) maupun implementasi Undang-Undang yang
direvisi, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Undang-undang yang baru ini
diharapkan dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur Daerah dapat
mengakomodasi rasional tersebut di atas. Rekruitmen Pegawai Negeri Sipil,
penempatan, kesejahteraan, dan pembinaan

sumber daya manusia misalnya,

termasuk pendidik diharapkan lebih transparan dan akuntabel. Akan tetapi, pada
3
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

kenyataannya kesemua ini belum

berlangsung secara optimal dengan berbagai

persoalannya.
Sekaitan dengan uraian di atas dapat dikemukakan secara tegas sebuah
masalah yaitu;

Bagaimana pengelolaan SDM aparatur khusnya pendidik, yang

mencakup perencanaan, pengangkatan (rekruitmen), pengembangan, implementasi


kebijakan yang tekait pengelolaan tenaga pendidik, strategi dan upaya pengelolaan,
dan pengembangan profesionalsme tenaga pendidik?
(II)
Kebijakan tentang Perencanaan, Rekruitmen, Penempapatan, dan Pembinaan
Profesionalsme, Tenaga Pendidik
Perencanaan dan rekruitmen pegawai negeri sipil tenaga kependidikan pada
prinsipnya menggunakan peraturan yang sama dengan pegawai negeri sipil non
pendidik yaitu menggunakan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor
11 Tahun 2002 tentang pengadaan pegawai negeri sipil yang merupakan aturan
pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah nomor 98 tahun 2000. Perencanaan dan
pengadaan pegawai negeri sipil baik pendidik maupun non pendidik melalui tahapan
sebagai beriku (1) perencanaan pengadaan pegawai negeri sipil, (2) pengumunan,
(3) persyaratan, (4) pelamaran.
Keputusan kepala BKN Nomor 11 tahun 2002 tersebut mengatur tentang
materi ujian yang terdiri dari (1) tes kompetensi, namun tes kompetensi ini yang
terdiri dari : (a) Pengetahuan umum, (b) Bahasa Indonesia, (c) Kebijakan
pemerintah, (d) pengetahuan teknis, (e) pengetahuan lainnya
Pengembangan profesionalisme guru pada satuan pendidikan mengacu pada
permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan
kompetensi guru, untuk kepla sekolah mengacu pada permendiknas nomor 13 tahun
2007 tentang satndar kepala sekolah, dan permendiknas nomor 28 tahun 2010
sebagai pengganti dari kepmendiknas nomor 162 tahun 2003, tentang penugasan
guru sebagai kepala sekolah/madrasah, serta untuk pengawas sekolah mengacu

4
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

pada

permendiknas

nomor

12

tahun

2007

tentang

standar

pengawas

sekolah/madrasah
Pengembangan

profesionalisme

tenaga

kependidikan

disetiap

satuan

pendidikan seharusnya mengacu pada permendiknas nomor 63 tahun 2009 tentang


Sistem penjaminan mutu pendidikan

(III)
Permasalahan Implementasi Kebijakan
Pengelolaan Tenaga Pendidik

Sebelum dikemukakanpermasalahan implementasi kebijakan pengelolaan


tenaga pendidik maka dikemukakan beberapa pengertian untuk mempertegas
uraian

berkaitan dengan

implementasi kebijakan pengelolaan tenaga pendidik

tersebut.
Berdasarkan Kamus Besar Bahas Indonesia kata kelola, atau mengelola
berarti mengendalikan, menyelenggarakan (pemerintahan dsb) menjalankan,
mengurus (perusahaan dsb). Pengelola ialah orang yang mengelola, sedangakan
pengelolaan adalah proses, perbuatan atau cara mengelola.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batasbatas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
5
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Mengacu pada beberapa pengertian di atas maka pengelolaan pendidik yang
merupakan salah satu komponen pegawai daerah di era otonomi daerah, perlu
mendapatkan perhatian yang serius berkaitan dengan pengelolaannya. Hal ini
sangat penting karena salah satu indikator mutu manusia versi UNDP adalah
tentang pendidikan. Untuk memperbaiki mutu manusia maka salah satu yang perlu
perbaikan adalah pengelola pendidikan itu sendiri.
Berikut diulas secara singkat tentang pengelolaan pendidik di era Otonomi
Daerah sebagai berikut
1. Pengangkatan (rekruitmen),
Pengangkatan (rekruitmen) merupakan proses mendapatkan calon tenaga
kerja yang kualifaid untuk jabatan/pekerjaan tertentu dalam satu organisasi. Stonr
(1995) mendefinisikan rekruitmen adalah proses pengumpulan calon pemegang
jabatan yang sesuai dengan rencana sumber daya manusia untuk menduduki satu
jabatan atau pekerjaan tertentu.
Pendapat lain Koontz & Weihrich (1990) menyatakan bahwa sebelum
karyawan dapat direkrut untuk mengisi suatu jabatan tertentu, rekruiter harus
memiliki gambaran yang jelas tentang tugas-tugas yang dikerjakat pada jabatan
tersebut.
Mengacu pada pendapat Stoner dan Koonz di atas, maka pengangkatan
tenaga pendidik harus dilaksanakan berdasarkan kebutuhan jabatan guru sebagai
jabatan profesi. Akan tetapi, pada kenyataannya pengangkatan pendidik sama
dengan pengangkatan pegaiwai negeri sipil lainnya. Sementara itu, tugas dan fungsi
pendidik sangat berbeda dengan pegawai negeri sipil lainnya. Konsep ini masih
sangat jarang menjadi pertimbangan bagi para penentu kebijakan dalam rekrutmen
pegawai. Bahkan hampir dapat dipastikan

belum menjadi konsep yang secara

universal dipahami.
6
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

Pada umumnya satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tidak memiliki


kewenangan dalam memperoleh pegawai sesuai kompetensi yang dibutuhkan.
Pegawai-pegawai direkrut secara sentralistis oleh pemerintah daerah, lalu
didistribusi kepada unit-unit yang memerlukan, tanpa memperhatikan kebutuhan
khas dari unit tersebut. Akibatnya, banyak di antara pegawai (pendidik) yang telah
terangkat kurang mampu malaksanakan tugas sebagaimana fungsinya, sehingga
istilah yang sering didengar adalah pegawai baru (pendidik) belum siap pakai tetapi
siap latih.
Ulasan singkat di atas menunjukkan bahwa peningkatan mutu pendidikan
mengalami perlambatan

karena pendidik yang tergolong baru diangkat harus

dilakukan lagi diklat peningkatan kompetensi. Pengangkatan pendidik yang menjadi


kewenangan Pemerintah Daerah sesungguhnya dapat dilakukan lebih berbais pada
kebutuhan setiap jabatan.
Seleksi calon tenaga pendidik sebaiknya mengacu pada kriteria umum dan
khusus. Kriteria khusus pengangkantan calon pendidik sebaiknya mengacu pada
(1) pendidikan, (2) Usia, (3) jenis kelamin, (4) kondisi fisik, (5) bakat, (6) emosional,
dan (7) karakter
Tahap selanjutnya setelah pengadaan (rekruitmen) adalah penempatan
pendidik pada setiap satuan pendidikan,

seharusnya mengacu pada kebutuhan

setiap satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan dengan
menerapkan secara konsisten daftar keadaan guru (DKG). Penempatan pendidikan
masih sering terkendala masalah pemerataan karena kurang mengacu pada DKG
tersebut. Dampaknya adalah distribusi pendidik pada satuan pendidikan menjadi
tidak proporsional.
Penempatan pendidik yang proporsional berdasarkan kebutuhan satuan
pendidikan baik jumlah maupun kualitas dapat membantu pendidik untuk memenuhi
beban mengajarny, sehingga jika guru tersebut telah lulus sertifikasi tidak akan
kesulitan memenuhi beban mengajarnya dan jam tatap muka yang telah
dipersyaratkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pengembangan Tenaga Pendidik
7
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

Samsuddin (2006) mengemukakan bahwa pengembangan sumber daya


manusia adalah penyiapan manusia atau karyawan untuk memikul tanggung jawab
lebih tinggi dalam organisasi. Pengembangan sumber daya manusia berhubungan
erat dengan peningkatan kemampuan berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang dibutuhkan dengan pekerjaan.
Hasibuan (2001) mengemukakan bahwa pengembangan SDM adalah suatu
usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral
karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.
Pengembangan SDM semakin penting karena tuntutan pekerjaan atau
jabatan sebagai akibat kemajuan teknologi,

ketatnya persaingan, dan semakin

tingginya harapan pelanggan terhadap organisasi publik, termasuk satuan


pendidikan.
Pendapat di atas mengharuskan pemerintah dan pemerintah daerah untuk
senantiasa merencanakan, melaksanakan, perogram pengembangan sumber daya
manusia (pendidik) pada setiap satuan pendidikan. Pengembangan tenaga pendidik
untuk mencapai standar yang telah dipersyaratkan dalam perundang-undagan
sebagaimana dengan jelas dinyatakan dalam beberapa Permen berikut:
a.

Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi


akademik mensyaratkan S1 dan kompetensi guru yang mensyaratkan
(1) kompetensi pedagogik, (2) Kompetensi sosial, (3) kompetensi
kepribadian, (4) kompetensi profesional

b.

Permendiknas no. 12 tahun 2007 tentang standar pengawas


sekolah/madrasah

mensyaratkan

kualifikasi

dan

(1)

kompetensi

kepribadian, (2) kompetensi supervisi manajerial , (3) kompetensi


supervisi akademik, (4) kompetensi evaluasi pendidikan, (5) kompetensi
penelitian pengembangan, dan (6) kompetensi sosial
c.

Permendiknas No

13

tahun

sekolah/madrasahmensyaratkan

2007

kualifikasi

tentang
dan

standar kepala
(1)

kompetensi

8
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

kepribadian, (2) kompetensi manajerial, (3) kompetensi kewirausahaan,


(4) kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial
d.

Permendiknas nomor 28 tahun 2007, sebagai pengganti dari


kepmendiknas nomor 162 tahun 2003 tentang penugasan guru sebagai
kepala sekolah/madrasah

Pencapaian dan pengembangan kompetensi pendidik sebagaimana diuraikan


di atas belum dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan oleh pemerintah
daerah. Realitas yang terjadi di lapangan antara lain penyusunan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) masih banyak dijumpai hanya copy paste dari KTSP yang
sudah jadi dari satuan pendidikan yang telah memliki KTSP. Pemberian tugas
tambahan

guru sebagai kepala sekolah masih sebahagian kecil mengacu

kepmendiknas No 162 tahun 2003, sampai kemudian diganti dengan permendiknas


No 28 tahun 2010. Pengangkatan pengawas sekolah juga terjadi hal yang sama
(ada istilah dipengawaskan) . Khusus yang terkait dengan pengembangan karir guru
menjadi kepala sekolah/madrasah yang diatur dengan permendiknas nomor 28
tahun 2010 harus mendapatkan pengawalan yang lebih baik oleh karena
pengalaman pada nasib kepmendiknas nomor 162 tahun 2003 tentang penugasan
guru sebagai kepala sekolah, praktis tidak terimplementasi kemudian kepmen
tersebut diganti dengan permendiknas nomor 28 tahun 2010
Pengembangan tenaga kependidikan sebagai pegawai negeri sipil daerah
terkadang menjadi berlebihan. Misalnya, seorang yang berlatar belakang pendidik
mendaptkan promosi menjadi kepala dinas pendidikan. Bahkan latar belakang
kependidikan menjadi kepala dinas tata ruang, atau sebaliknya tidak berlatar
belakang pendidikan menjadi pemimpin pada sektor pendidikan.
Pengembangan pendidikan diharapkan berlangsung secara profesional. Akan
tetapi, menurut peraturan pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan
pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah propinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota pasal 14 dinyatakan bawha penyelenggaraan pendidikan
menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah. Sekaitan dengan hal itu, maka
permasalahan yang muncul adalah kurang konsistennya pemerintah daerah untuk
9
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

mengimplentasikan kebijakan pengembangan tersebut di atas. Hal ini disebabkan


salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah faktor politik.
Permasalahan lain terkait dengan pengembangan profesionalisme tenaga
kependidikan melalui sertifikasi guru dengan pendekatan portofolio masih terjadi
ketidakjujuran tentang bukti fisik, dan pendidikan dan pelatihan profesi guru (PLPG)
bagi

yang

tidak

lulus

portofolio

masih

sifatnya

generik

dan

kurang

mempertimbangkan kompetensi yang tidak dicapai oleh guru yang bersangkutan.


Akibatnya, guru yang tidak lulus karena kompetensi yang berbeda justru berada
dalam kelas yang sama sehingga tentun bahan ajar diklatnyapun menjadi sama.

(IV)
Strategi dan Upaya Pengelolaan dan Pengembangan
Profesionalisme Tenaga Pendidik

Pengelolaan dan penembangan profesionalsme tenaga pendidik sebaiknya


dilaksanakan dengan mempertimbangkan kebutuhan setiap satuan pendidikan,
termasuk tenaga pendidik yang berbasis evaluasi diri sekolah (EDS), sehingga
program pendidikan mulai dari satuan pendidikan sapai di tingkat pusat berbasis
EDS. Pengelolaan tenaga pendidik sebaiknya menggunakan aturan tersendiri.
Artinya, peraturan yang mendasari pengelolaan tenaga pendidik dibuat dengan
mempertimbangkan beban kerja. Sebagai contoh Ahmad seorang guru IPS di salah
satu SMA, berdasarkan struktur kurikulum maka dalam satu minggu Ahmad harus
mengajar dua jam pelajaran per kelas (@ 45 menit). Ini berarti Ahmad harus
mengajar 12 kelas dalam satu minggu untuk memenuhi jam tatap muka 24 jam
pelajaran. Akibatnya, Ahmad dalam satu minggu mengahdapi siswa sekitar 12 x 34
orang = 408 siswa. Seandainya Ahmad memberi pekerjaan rumah kepada semua
siswanya, anggaplah setiap siswa diperiksa selama dua menit maka Ahmad
menggunakan waktu untuk memerikasa pekerjaan siswa sebanyak 408x2 menit =
816 menit. Ini berarti waktu yang digunakan Ahmad untuk memeriksa pekerjaan
siswanya 816/60 = 13,6 jam. Belum lagi pada analisisdan interpretasi hasil ujian
10
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

dan pendokumentasian serta pelaporan hasil ujian, tidak pernah dihitung jumlah
waktu yang digunakan.
Mengacu pada penjelasan di atas maka pengembangan profesionalisme
tenaga kependidikan sebaiknya mempertimbangkan beban kerja guru sebagaimana
rasional dalam kasus yang dikemukakan di atas. Pertimbangan beban kerja ini
tentu perlu kajian mendalam karena secara teoretis semakin tinggi beban kerja
seseorang semakin rendah kinerjanya. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang
rasional dengan mempertimbangkan bebean kerja tersebut.
Kondisi beban kerja tenaga pendidik sesuai perundang-undangan yang
berlaku memang masih sangat berat. Namun demikian, perlu strategi efektif untuk
menyaiasati kondisi tersebut dengan memperkuat pengembangan profesionalisme
berbasis klaster sebagai berikut::
a.

Sekolah Dasar : terdiri dari :(1) Kelompok kerja guru (KKG),


(2) Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), (3) Kelompok Kerja
Pengawas Sekolah (KKPS),

b.

Sekolah Mengengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah


atas (SMA), dan Sekolah Menengah kejuruan (SMK) : terdiri dari (1)
Musyawah guru mata pelajaran (MGMP), (2) Musyawarah Kerja Kepala
Sekolah (MKKS), dan (3) Musyawah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS)

c.

Pendekatan pengembangan profesionalisme guru di setiap


kelompok menjalin kerja sama dalam segala hal

dengan Lembaga

Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) di setiap propinsi sebagai UPT Pusat


guna pendampingan terhadap kelompok kerja tersebut, ini yang menuntut
kemudian agar LPMP secara konsisten melakukan pengembangan
kasitas di dalam lembaga.
Khusus untuk bagian a dan b di atas seharusnya menjadi wadah
pengembangan profesionalisme tenaga pendidikan, namun kenyataannya kelompok
tersebut berlangsung dengan baik jika mendapatkan suntikan

dana baik dari

pemerintah maupun pemerintah Daerah.


11
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

Program peningkatan dan pengembangan pengelolaan satuan pendidikan


khususnya tenaga kependidikan dilaksanakan berbasis evaluasi diri sekolah (EDS)
yang merupakan salah satu kegiatan untuk mendapatkan data yang obyektif kondisi
nyata pengelolaan satuan pendidikan dalam rangkan implentasi permendiknas
nomor 63 tahun 2009, agar program pengembangan satuan pendidikan berdasarkan
kebutuhan setiap satuan pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa pelaksanaan EDS
masih ada rekayasa data dari satuan pendidikan oleh karena masyarakat kita
termasuk masyarakat pendidikan belum terbiasa mengevalusi diri secara obyektif.
(V)
Rekomendasi
Berdasarkan penjelasan

terdahulu, maka

tenaga pendidik yang efektif dan efisien

guna melakukan pengelolaan

serta senantiasa mengembangakan

profesionalisme tenaga pendidik maka direkomendasikan

beberapa hal sebagai

berikut:
a.

Program pengelolaan dan pengembangan pendidik berbasis


evaluasi diri sekolah (EDS) mulai dari satuan pendidikan sampai kepada
pemerintah menjadi komitmen Pemerintah dan Pemerintah Daerah

b.

Adanya konsistensi dan kesatupaduan antara kebijakan


pusat dan kebijakan daerah dalam rangka pengelolaan tenaga pendidik

c.

Pembinaan

kelompok

kerja

pendidik

seharusnya

mendapatkan dukungan yang optimal baik dari pemerintah, maupun


pemerintah daerah
d.

LPMP sebagai UPT pusat di Daerah harus lebih proaktif


meningkatkan kerja sama dengan pemerintah Daerah dalam rangka
penjaminan Mutu Pendidikan

Bacaan
12
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

1. BrataKusuma D.S. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan


Daerah.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2001
2. Danim Sudarwan, Visi Baru Manajemen Sekolah. Bumi Aksara. Jakarta.
2008.
3. ............................, Inovasi Pendidikan. Pustaka setia. Bandung. 2002
4. Hasibuan Malayu. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
2001
5. Kaloh J. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. RINEKA Cipta. Jakarta. 2002
6. Koontz H. Manajemen Terjemahan (Hutauruk G). Erlangga. Jakarta. 1996
7. Samsuddin Sadili. Manajemen Sumber daya Manusia. Pustaka Setia.
Bandung. 2006.
8. Simon Herbert. Terjemahan (Dianjung) Administrative Behavior. Bina Aksara.
Jakarta 1984

13
Arsip LPMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 20012
http://lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=178:pengelolaan-tenaga-pendidik-dalamera-otonomi-daerah&catid=42:widyaiswara&Itemid=206

Anda mungkin juga menyukai