Anda di halaman 1dari 4

Mudik, Jejak dan Masa Depan

Oleh: Imron Rosidin


Kelompok Keahlian Tata Kelola Teknologi dan Pengembangan kebijakan Publik
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Institut Teknologi Bandung
Rekan-rekan asosiasi professor, ini cerita saya dari proyek pengembangan Gas Senoro Kabupaten
Banggai, Sulawesi Tengah. Ditulis bukan saja sebab cukup lama saya tidak ikut serta sumbang saran
bersama kelompok keahlian, anggap saja cerita ini sebagai ganjaran atas alfa sekaligus kerinduan
bercerita banyak hal tentang pengalaman.
Mengelola kedatangan dan kepulangan personil dari dan ke lokasi proyek menjadi salah satu bagian
dari pekerjaan saya di Senoro, tidak terkecuali kesibukan menjelang Iedul Fitri. Kali ketiga saya
menyaksikan hilir mudik personil datang dan segera pulang untuk dapat berkumpul bersama
keluarga dan orang-orang terdekat saat Iedul Fitri. Bahkan diantaranya, sejak tiga bulan sebelumnya,
sudah merencanakan dan menyepakati berbagi tugas dengan tim kerja.
Jelang akhir proyek Senoro, pulang untuk merayakan kemenangan di Iedul Fitri bersama orang-orang
tercinta menjadi sesuatu yang tampaknya sangat istimewa untuk semua personil, tanpa kecuali.
Istimewa sebab kepulangan kali ini tidak akan membawanya kembali datang ke Senoro, atau,
kepulangan kali ini akan membawanya kembali ke Senoro hanya untuk berkemas terakhir kalinya.
Keduanya sama istimewa, se-istimewa berita yang akan disampaikan kepada keluarga dan handai
taulan tentang kerja, dan akhir pekerjaan proyek Senoro dalam ingatannya masing-masing.
Sebab terikat dengan masa lalu adalah keniscayaan bagi setiap orang, tidak ada masa kini tanpa
masa lalu, tidak akan pernah ada kita tanpa banyak orang-orang yang dijumpai, tidak akan pernah
bersama-sama di suatu proyek tanpa ada cerita lalu yang menghantarkannya. Masa lalu membuka
jalan menuju masa kini, apa yang telah dilewatkan membawa setiap kita pada banyak kemungkinan
yang akan dilalui yang sering disebut sebagai masa depan
Mudik menjadi pilihan untuk memberikan penghormatan terhadap waktu-waktu yang telah dilewati,
menengok kembali apa yang pernah terjadi; memelihara segala kebaikan masa lampau dan merubah
keburukan sebagai pelajaran untuk masa depan. Ada jejak yang ditinggalkan setiap kita pada masa
lalu, jejak itu sejatinya yang didatangi saat mudik.
Jejak memiliki dimensi waktu. Jejak ada dalam dimensi waktu. Jejak selalu produk masa lalu, kita
melihatnya di masa kini, tetapi ia menunjuk ke masa depan. Jejak adalah sebuah tanda waktu,
sebuah juru bicara waktu, sebuah saksi waktu. Melalui jejak kita mengenali waktu, membaca
gelagat, memahami zaman. Jejak merekam momen peristiwa, mengukur rentang perjalanan,
mencatat durasi kejadian. Tak ada yang luput dari rekaman jejak.
Tindakan selalu mendahului jejak. Jejak selalu ada setelah tindakan. Tak pernah jejak mendahului
tindakan. Jejak setia pada tindakan. Jejak adalah post-factum tindakan. Jejak adalah sebuah indeks,
sebuah akibat, sebuah akhir proses. Kita selalu membaca jejak dari belakang, bukan dari depan.
Jejak adalah sebuah petunjuk. Ia menunjuk sebuah arah, membuka sebuah pintu, memberi sebuah
orientasi.

Jejak adalah sebuah gerak bolak-balik menuju masa lalu dan masa depan. Orang mencari jejak,
karena ingin mengetahui peristiwa masa lalu. Akan tetapi, orang juga mengikuti jejak untuk
meramalkan masa depan. Jejak selalu mengarahkan matanya ke arah multiplisitas waktu. Jejak
selalu bersifat multidimensi.
Jejak adalah sebuah argumen, sebuah narasi, sebuah bahasa, sebuah cerita, sebuah teks. Jejak
dibaca, dianalisis, dikaji, ditranslasi, ditafsirkan. Jejak dilindungi karena ia mengandung
pengetahuan dan informasi. Jejak dianalisis secara ilmiah, karena ia dianggap sebuah jalan menuju
kebenaran (truth). Jejak adalah juru bicara kebenaran.
Akan tetapi, tak semua jejak menggiring pada factum, realitas, kebenaran. Jejak malah sering
meninggalkan enigma, teka-teki, ketakpastian, kekaburan, kabut, kegelapan. Jejak ada, tetapi
kebenarannya disembunyikan. Tanda ada, tetapi maknanya dipalsukan. Bekas ada, tetapi realitasnya
dikaburkan. Yang kita temukan adalah serangkaian jejak tanpa makna, tanda tanpa kebenaran,
bekas tanpa tindakan.
Jacques Derrida, di dalam Positions (1987), mengatakan bahwa jejak tak pernah menuju pada
sebuah kebenaran akhir. Jejak hanya menunjuk pada jejak lainjejak dari jejakbukan pada
kebenaran. Jejak bukan latar, fondasi atau asal usul. Jejak adalah proses pergerakan tanpa akhir.
Jejak mengarahkan pada jejak lain, tanda menggiring kita pada tanda lain, bekas membawa pada
bekas lain ad infinitum.
Dengan mudik, jejak-jejak dapat ditapaki kembali, menemukan perihal-perihal usang agar dapat
menjadi pelajaran, meramu segala hal yang telah ditinggalkan waktu sebagai sesuatu yang
bermanfaat untuk perbaikan di masa depan. Demikian pula jejak-jejak setiap orang selama di proyek
Senoro sudah tercatat oleh waktu, tidak ada kemungkinan untuk mengulangi waktunya.
Setiap orang perduli terhadap jejak yang ditinggalkan untuk berbagai kepentingan, sebagaimana
jejak itu sendiri yang tidak mungkin bersifat tunggal. Sebab jejak hadir bersama waktu, jejak memiliki
sifat multisipitas, selalu memilik percabangan di sana-sini, dan percabangannya selalu memiliki
cabang-cabang lainnya yang bercabang banyak. Jejak selalu melibatkan jejak lainnya untuk saling
menguatkan dan mengaburkan. Jejak kita bertautan dengan jejak-jejak lain, pun demikian jejak-jejak
lain memiliki keterikatan dengan banyak jejak liannya; others-otherness.
Akan tetapi, ada jejak yang terlepas, melepaskan diri atau sengaja dilepaskan dari tindakan.
Tindakan tak lagi meninggalkan jejak. Jejak dihapus setelah tindakan. Jejak mengingkari pemiliknya.
Melalui jejak palsu, sejarah dipalsukan, kebenaran disembunyikan, pikiran dikaburkan. Jejak
mengarahkan pada kegelapan.
Jean Baudrillard, di dalam The Perfect Crime (1996), melukiskan tindakan yang tanpa jejak. Ada
tindakan, tak ada jejak. Ada peristiwa, tak ada tanda. Ada kejadian, tak ada bekas. Ada kejahatan, tak
ada korban, tak ada motif, tak ada bukti. Tindakan terputus dari jejak, tanda dan bekas. Jejak
bersembunyi di balik tindakan, tanda melebur ke dalam realitas, bekas mencair ke dalam peristiwa.

Pada bagian ini, saya teringat obrolan dengan Pak Yasraf Amir Piliang saat menulis jurnal Post
Realitas; Mesin-mesin Simulasi, dengan bersemangat beliau menegaskan bahwa jejak kini
digunakan untuk memalsukan kebenaran. Menurutnya, inilah jejak artifisial, jejak palsu, jejak
buatan. Jejak yang diproduksi oleh mesin-mesin simulasi yang bekerja melalui serangkaian rapatrapat, pengambilan keputusan organisasi, intervensi, manipulasi dokumentasi, otoritasi dan atau
bersamaan dengan delegasi, klaim representasi, opini, pernyataan di media massa, sempurnalah
sudah terbentuk simulakra jejak (simulacra of trace). Inilah jejak yang berpretensi seakan-akan ia
refleksi realitas, padahal pemalsuan realitas. Jejak kini bukan lagi bukti tindakan, tetapi bukti tak
adanya tindakan; Pseudo Reality.
Dalam Oxford Advanced Learners, istilah simulasi (simulation) diartikan sebagai (1) sebuah situasi
yang didalamnya kondisi tertentu diciptakan secara artifisial (lewat komputer) dalam rangka
mendapatkan pengalaman tentang sesuatu yang ada di dalam realitas dan (2) tindakan berpretensi
seakan-akan sesuatu itu nyata, padahal tidak.
Lebih radikal lagi, sesuatu dikatakan simulasi, selama ia berlawanan dengan representasi, begitu
Baudrillard dalam Simulations, Semiotext[e] (1983) menegaskan. Bila representasi masing
menggantungkan diri pada sesuatu diluar dirinya sebagai rujukan atau referensinya; simulasi,
sebaliknya, tidak merujuk pada sesuatu diluar dirinya, malahan ia menjadikan dirinya sendiri sebagai
referensi. Simulasi merupakan kondisi dimana fakta dan citra sangat sempurna bersatu.
Ketika jejak diputus dari realitas, ketika jejak menjadi simulakra jejak, ketika tindakan menjadi
simulakra tindakan, kebenaran ikut melebur menjadi simulakra kebenaran (simulacra of truth).
Kita lalu dibawa pada contradictio in terminis: sebuah pernyataan yang di titik akhir menyanggah
dirinya sendiri. Sebuah kebenaran yang palsu, sebuah kepalsuan yang benar, sebuah kebenaran yang
tak-benar, sebuah kepalsuan yang asli, sebuah keaslian yang palsusebuah nihilisme.
Tak ada lagi yang tersisa dalam kehidupan, bila tak ada lagi jejak sejati, realitas sejati dan
kebenaran sejati (genuine truth). Hidup yang dikepung kepalsuan akan menjadi bagian dari
kepalsuan itu. Kehidupan telah kehilangan segala sifat kesejatian, ketika menciptakan jejak,
tindakan, dan kebenaran palsu menjadi hobi, kebiasaan, obrolan warung kopi di ruang rapat, pengisi
waktu senggang, trend setiap orang. Kepalsuan tanpa beban, manipulasi tanpa rasa bersalah,
kebohongan tanpa rasa malu.
Jejak orang-orang proyek Senoro yang akan menunjukan masa depan masing-masing orang, akan
sebenarnya menjadi cerita lama, atau bahkan sebaliknya, menjadi cerita baru untuk mengakui atau
sebaliknya mengingkari jejak-jejak yang ditinggalkannya. Pulang mudik orang-orang proyek Senoro
tidak sebenarnya meninggalkan dan memutuskan jejak dari realitas, beberapa orang mungkin saja
kembali, beberapa lagi menyimpannya dalam kenangan, entah sebagai kebenaran, entah sebagai
kepalsuan.
Pulang mudik orang-orang proyek Senoro, sesungguhnya tidak benar-benar pulang, kemungkinan
kembali selalu ada, selama jejak mengikatnya dalam satuan waktu. Tidak ada seorangpun yang dapat
hidup tanpa terikat waktu. Sisa waktu bersama dengan jejak yang ditinggalkan akan membawa
orang-orang proyek Senoro kembali mudik ke site, tidak perlu Iedul Fitri untuk menandainya,
humoris mungkin akhirnya, atau tragis mungkin ujungnya. Dramatis adanya.

20 Ramadhan 1436
Baudrillard, Jean. Simulations, Semiotext(e). New York, 1983.
Baudrillard, Jean. In the Shadow of Silent Majorities, Semiotext(e). New York, 1983.
Baudrillard, Jean. Seduction, St Martins Press, 1990.
Campbell, Elaine. The future(s) of risk: Barthes and Baudrillard go to Hollywood.
http://cmc.sagepub.com/content/6/1/7. Downloaded from cmc.sagepub.com at
CALIFORNIA DIGITAL LIBRARY on July 20, 2010
Eco, Umberto. Travel in Hyperreality. Picador, Londor. 1986.
F. Schumacher. Small Is Beautiful: A Study of Economics As If People Mattered. Blond & Briggs. 1973.
Jacques Derrida. Writing and Difference. London and New York. 1978.
Jacques Derrida. Positions. University of Chicago Press. 1981
Milan Kundera. The Book of Laughter and Forgetting . The New Yorker. 1980.
Piliang, Yasraf Amir. Posrealitas; Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika. Jalasutra, 2004.
Piliang, Yasraf Amir. Dunia yang dilipat. Tamasya melampaui batas-batas kebudayaan. Jalasutra, 1998.
Piliang, Yasraf Amir. Transpolitika. Dinamika Politik di dalam Era Virtualitas. Jalasutra, 2005.
Piere Bourdieu. Social Space and Symbolic Power. Jurnal. 2005.
Sheila Jasanoff. The States of Knowledge; The co-productions of Science and Social Order. Routledge; London
and New York. 2004.

Anda mungkin juga menyukai

  • Ngomongin Aset
    Ngomongin Aset
    Dokumen4 halaman
    Ngomongin Aset
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Ngomongin Aset
    Ngomongin Aset
    Dokumen4 halaman
    Ngomongin Aset
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • B 1591 Kgy
    B 1591 Kgy
    Dokumen4 halaman
    B 1591 Kgy
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Darl
    Darl
    Dokumen4 halaman
    Darl
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Mengunggah Jejak
    Mengunggah Jejak
    Dokumen3 halaman
    Mengunggah Jejak
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Call of Paper
    Call of Paper
    Dokumen4 halaman
    Call of Paper
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Ngomongin Aset
    Ngomongin Aset
    Dokumen4 halaman
    Ngomongin Aset
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Kill The Messenger
    Kill The Messenger
    Dokumen3 halaman
    Kill The Messenger
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Lingsir Wengi
    Lingsir Wengi
    Dokumen3 halaman
    Lingsir Wengi
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • #Bagaskara
    #Bagaskara
    Dokumen1 halaman
    #Bagaskara
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Kicauan Dan Ruang Publik
    Kicauan Dan Ruang Publik
    Dokumen7 halaman
    Kicauan Dan Ruang Publik
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • The Option
    The Option
    Dokumen1 halaman
    The Option
    sabil
    100% (2)
  • Kecuali
    Kecuali
    Dokumen2 halaman
    Kecuali
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Kicauan Tentang Cirebon
    Kicauan Tentang Cirebon
    Dokumen7 halaman
    Kicauan Tentang Cirebon
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Kicauan Tentang Cirebon
    Kicauan Tentang Cirebon
    Dokumen7 halaman
    Kicauan Tentang Cirebon
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Ode I
    Ode I
    Dokumen2 halaman
    Ode I
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Disappereance
    Disappereance
    Dokumen4 halaman
    Disappereance
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • The Seducer
    The Seducer
    Dokumen4 halaman
    The Seducer
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Indie
    Indie
    Dokumen15 halaman
    Indie
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Indie
    Indie
    Dokumen15 halaman
    Indie
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Saya Gak Mau Selingkuhin Fitri
    Saya Gak Mau Selingkuhin Fitri
    Dokumen3 halaman
    Saya Gak Mau Selingkuhin Fitri
    sabil
    Belum ada peringkat
  • Transsimbol
    Transsimbol
    Dokumen12 halaman
    Transsimbol
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Transsimbol
    Transsimbol
    Dokumen12 halaman
    Transsimbol
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Indie
    Indie
    Dokumen15 halaman
    Indie
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Seyakin Ini Menjemputnya
    Seyakin Ini Menjemputnya
    Dokumen3 halaman
    Seyakin Ini Menjemputnya
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Lelaki Matahari Rajawali
    Lelaki Matahari Rajawali
    Dokumen2 halaman
    Lelaki Matahari Rajawali
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Suara
    Suara
    Dokumen5 halaman
    Suara
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Selasih
    Selasih
    Dokumen2 halaman
    Selasih
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat
  • Default - Chapter II
    Default - Chapter II
    Dokumen2 halaman
    Default - Chapter II
    Imron Rosidin
    Belum ada peringkat