Fisik
Kimia
Penyakit predisposisi
Genetik dan gangguan perkembangan
Infeksi virus dimasa pertumbuhan janin
Usia
Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam
tempat
gelap
maka
tajam
penglihatan
akan
memperlihatkan
banyak
kemajuannya.1
Pengobatan katarak adalah tindakan pembedahan. Setelah pembedahan
lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraokuler.
Klasifikasi Katarak
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam:
1. Katarak congenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun
2. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Kataral senilis, katarak setelah usia 50 tahun.
Bila mata sehat dan tidak terdapat kelainan sistemik maka hal ini biasanya
terdapat pada hampir semua katarak senile, katarak herediter, dan congenital.1
Katarak Senilis
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terjadi pada usia
lanjut, yaitu di atas 40 tahun. Hal ini terjadi karena suatu perubahan degenerasi
dari lensa atau karena proses ketuaan. Berdasarkan sensus penduduk tahun 1980,
jumlah penduduk Indonesia sekitar 147 juta orang, diantaranya terdapat 29,4 juta
orang penderita katarak berusia di atas 40 tahun.1,2
Perubahan yang tampak pada katarak senilis adalah bertambah tebalnya
nukleus dengan berkembangnya lapisan korteks lensa. Secara klinik, proses
ketuaan lensa sudah tampak sejak terjadi pengurangan kekuatan akomodasi lensa
akibat mulai terjadinya sklerosis lensa yang timbul pada usia decade 4 dalam
bentuk keluhan presbiopia. Dikenal 3 bentuk katarak senilis, yaitu katarak nuclear,
kortikal, dan kupuliform.7
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang
biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senilis
sebaiknya disingkirkan penyakit mata lokal dan penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus yang dapat menimbulkan katarak komplikata. 2
Dalam perlangsungannya katarak senilis dibagi dalam 4 stadium : stadium
insipien, imatur, matur, dan hipermatur. 3
Perbedaan stadium katarak senilis. 1
Kekeruhan
Insipien
Ringan
Imatur
Sebagian
Matur
Seluruh
Hipermatur
Massif
Cairan lensa
Normal
Bertambah
(air masuk)
Normal
Berkurang
(air+masalensa berkurang)
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
Negatif
Positif
Negatif
Pseudopos
Penyulit
Glaukoma
Uveitis + glaukoma
Pada pupil tampak lensa yang seperti mutiara. Pada stadium ini dilakukan
shadow test untuk membedakan stadium ini dengan stadium imatur, dengan syarat
harus diperiksa lebih lanjut dengan midriatika. Oleh karena pada katarak Polaris
anterior juga terdapat shadow test yang negative, oleh karena kekeruhan terletak
di daerah pupil. Dengan melebarkan pupil, akan tampak bahwa kekeruhan hanya
terdapat pada daerah pupil saja.3
LAPORAN KASUS
1.
2.
3.
Pemeriksaan dengan slit lamp nampak COA normal ODS, lensa OD keruh
menyeluruh.
Dengan tonometer Schiotz diperoleh TIOD 7,8 mmHg, TIOS 7,8 mmHg.
Pemeriksaan laboratorium: Hb: 14,8 mg%, Leukosit: 8500, Trombosit:
208.000, GDP: 97 mg%, Cloting Time: 730, Bleeding Time: 130, EKG:
dalam batas normal.
Diagnosa kerja adalah Katarak Senilis Stadium Matur OD dan dianjurkan operasi
dengan cara SICS dan pemasangan intra okuler lensa (IOL).
Follow up
14 - 6 - 2012
S : Mata kanan kabur.
O : St. generalis : KU cukup, kesadaran : CM, T : 130/80 mmHg.
St. oftalmikus : OD VOD 1/300 TIOD 7,8 mmHg.
Inspeksi : palpebra hematom (-)
konjungtiva hiperemis (-)
kornea jernih
COA cukup dalam, hifema (-)
lensa keruh
15 - 6 - 2012
S : Nyeri pada mata yang dioperasi
O : St. generalis : dalam batas normal.
St. oftalmikus : OD VOD : 4/60
Inspeksi : palpebra hematom (-)
konjungtiva hiperemis (+)
kornea jernih
COA cukup dalam
Lensa pseudo
A : Post SICS + IOL hari ke II
P : - Amoxyllin 3 x 500 mg
DISKUSI
LAPORAN OPERASI
Persiapan Operasi
13 Juni 2012 (pagi)
Jam 08.30 WITA periksa tanda vital TD = 130/80 mmHg. Gunting bulu
mata kanan. Pantocain ED 0,5 % 1 tetes oculus dextra (OD) lalu dilakukan
pemeriksaan TIO, ODS adalah 17,3 mmHg. Jam 08.45 WITA diberikan Mydriatil
0,5 % ED 1 tetes OD. Jam 09.00 WITA diberikan Noncort ED 1 tetes OD. Jam
09.15 WITA Mydriatil 0,5 % ED 1 tetes OD. Jam 09.30 WITA diberikan Noncort
ED 1 tetes OD. Jam 09.45 WITA Mydriatil 0,5 % ED 1 tetes OD.
Teknik Operasi
Operasi dimulai pada jam 10.00 WITA, penderita dibawah ke ruang
operasi dan dibaringkan terlentang di atas meja operasi, mikroskop di atur
sedemikian rupa sehingga lapangan pandang operasi jelas. Mata kanan akan
ditetesi dengan anastesi Pantocain 0,5 % 1 tetes, kemudian dilakukan spooling
kantus media/lateral dari forniks superior/anterior bola mata dengan sol povidone
iodine dan alkohol sebagai tindakan aseptik, kulit luar mata kanan penderita
didesinfeksi dengan povidone iodine dan dibilas dengan alkohol 70 %. Tutup
lapang pandang operasi dengan doek steril besar.
Lapangan operasi diperkecil kembali dengan doek steril kecil, lalu
dipasang eye speculum di mata kanan dan dilakukan anastesi subtenon dengan
lidokain 2 % sebanyak 3 cc.
Eye speculum dilepas kemudian dilakukan massage OD selama 5 menit.
Eye speculum dipasang lagi, kemudian dilakukan fiksasi mukulus rektus superior
7 mm dari limbus superior dengan benang Dexson 5,0 dan fiksasi pada doek steril
selama operasi.
Selama operasi, kornea dibasahi dengan ringer laktat, operasi dimulai
dengan melakukan periktomi konjungtiva forniks base sepanjang 7 mm.
perdarahan terjadi dirawat dengan kapas gulung dan kauter bipolar.
Selanjutnya dibuang grooving pada limbus seluas dari arah jarum jam 2
sampai dengan jam 10 dan kontrol perdarahan. Kornea ditembus sampai COA
dengan blode 15 dengan jarum disposable 1 cc yang ujungnya telah
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas H.S, prof. dr. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah, Dalam :
Ilmu Penyakit Mata. FK UI. Jakarta, 2009 : 200-211.
2. Mandang J. H. A. Penyebab Utama Kebutaan di Indonesia, Dalam : Penyakit
Mata Utama di Indonesia dan Penanggulangannya. FK Unsrat Manado,
1982 : 55-58.
3. Wijaya N. Lensa (Katarak), Dalam : Ilmu Penyakit Mata, FK UI Jakarta, 1990:
40-72.
4. Weinggeist Th, Liesegang Th, Slamovist Th. Lens and Catarac, In : Basic and
Clinical Science Course Sect. II American Academy of Ophtalmology,
1997 : 40-72.
5. Hariono B. Lensa, Dalam : Buku Panduan Oftalmologi Jilid II. Binarupa
Aksara, Jakarta, 1993 : 153-6.
6. The Italian American Cataract Study Group, American journal og
Ophtalmology, vol. 118, No. 15:14.
7. Ilyas S, Mailangkay H.B, Taim H, dkk. Katarak senilis, dalam: Ilmu Penyakit
Mata. Sagung Seto. Jakarta. 2002 : 148-152