Ruangan
: IGD Kebidanan
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Nuriani
Umur : 37 tahun
Umur
Pekerjaan : Tani
Pekerjaan
: Tani
Pendidikan : SD
Pendidikan
: SD
: 40 tahun
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Pasien masuk dengan keluhan sakit perut tembus belakang sejak tadi
pagi, pelepasan darah dan lendir (-), keluar cairan dari jalan lahir (-).
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien GV PIII AI gravid 36-37 minggu rujukan dari PKM Tambu atas
indikasi bayi besar + bayi mahal + riwayat obstetri buruk. Pasien
merasakan sakit perut tembus belakang sejak tadi pagi pukul 08:00,
pelepasan darah dan lendir (-), keluar cairan dari jalan lahir (-), pergerakan
bayi (+). Riwayat ANC (tidak pernah).
C. Haid :
Manarche : 13 tahun
Lama haid : 6-7 hari
Siklus : 28-30 hari
: 130/90 mmHg
Nadi
: 88kali/menit
Respirasi
: 20 kali/menit
Suhu
: 36,7 C
PEMERIKSAAN OBSTETRI
Abdomen : Kontraksi uterus (-), 2 jari dibawah proses xyphoideus.
Pemeriksaan Luar :
- LI
: Kesan kepala, TFU : 43 cm
- LII
: PU-KA
- LIII
: Presentasi kepala
- LIV
: 3/5
- Situs : Memanjang
- BJF
: 159 kali/menit
- Gerakan anak
: (+) dirasakan ibu
- Anak Kesan
: Tunggal
- Tafsiran berat janin : 4960 gr
Pemeriksaan Dalam :
- Perineum utuh
- Vulva/vagina
: Tidak ada kelainan
- Porsio
: Tebal lunak, pembukaan 2 cm
- Ketuban
: (+)
- Bagian terdepan
: Kepala
- Penurunan
: Hodge II
- Panggul dalam kesan : Cukup
- Pengeluaran
: Darah (-), lemdir (-)
PROGNOSIS
Dubia ad Bonam
FOLLOW UP :
Senin 22 juni 2015 (Pukul 07:00)
S : BAB (-), Flatus (-), perut kembung (+), BAK (+) lewat kateter, nyeri luka Ops.
(+).
O : TD : 180/110, N : 84x/menit, P : 18x/menit, S: 36,8o C, TFU : 1 jari di bawah
pusat, anemia ikteri (-), sklera ikteri (-).
A : PIV AI post SC hari 1 + Riwayat obstetri buruk + HDK
P : IVFD RL : Dex 5 % : Futrolit (1:1:1)
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam
Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam
Inj. Asam Traneksamat 1 amp/12 jam
Drips Metronidazole 0,5 gr/8 jam
Metildopa 500 mg 3x1
: Protein (+1)
: RBC : 4,10
WBC : 17,5
HGB : 10,8
HCT : 32,5
PLT : 182
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Di negara-negara maju penyelenggaraan pelayanan kebidanan beraneka
ragam. Bentuknya sangat tergantung dari perkembangan histori di negara masingmasing. Di Indonesia pelayanan kebidanan dari dahulu sampai sekarang yang
cukup memegang peranan penting adalah dukun bayi. Dalam lingkungannya
dukun bayi merupakan tenaga terpercaya dalam segala soal yang bersangkutan
dengan reproduksi. Ia diminta pertimbangannya pada masa kehamilan,
mendampingi wanita yang bersalin sampai persalinan selesai, dan mengurus ibu
serta bayinya dalam masa nifas.
Praktik kebidanan modern dimasukkan di Indonesia oleh dokter-dokter
Belanda yang bekerja pada Pemerintahan Hindia-Belanda atau pada pihak swasta.
Pendidikan dokter secara sangat sederhana di mulai pada tahun 1815 dengan
didirikannya Sekolah Dokter Jawa. Pendidikan ini lambat laun di tingkatkan dan
di perluas; ilmu kebidanan yang mula-mula tidak diajarkan, mulai tahun 1902 di
masukkan dalam kurikulum.
Dengan bertambah banyaknya tenaga yang dapat memberi pelayanan
kebidana, bertambah pulalah usaha-usaha dalam bidang itu. Walaupun demikian,
hanya sebagian kecil dari masyarakat yang menikmati pelayanan kebidanan yang
sempurna, berupa pengawasan antenatal, pertolongan persalinan, pengawasan
nifas, dan perawatan. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis dalam
membawakan laporan kasus ini.
B. Kematian Maternal dan Kematian Perinatal
Pada saat ini tidak ada angka yang tepat mengenai kematian maternal untuk
Indonesia atau untuk suatu wilayah di Indonesia. Hal ini disebabkan oelh belum
adanya system pendaftaran wajib untuk kelahiran dan kematian di negara kita.
Menurut taksiran kasar, angka kematian maternal ialah 6-8 per 1.000 kelahiran;
angka ini sangat tinggi apabila di bandingkan dengan angka-angka di negaranegara maju, yang berkisar antara 1,5 dan 3 per 1.000 kelahiran hidup. Terdapat
banyak faktor di luar kebidanan yang memegang peranan dalam penentuan angka
kematian maternal. Faktor-faktor itu ialah kekurangan gizi dan anemia, paritas
tinggi, dan usia lanjut pada ibu hamil.
Berbicara tentang angka kematian perinatal yang terdapat dalam kepustakaan
Indonesia ialah seperti juga angka-angka kematian maternal, diperoleh dari
rumah-rumah sakit yang selain menerima persalinan dari booked cases, juga
menerima banyak kasus darurat, sehingga tidak menggambarkan keadaan
sebenarnya dalam masyarakat.
C. Komunikasi, Hak Perempuan dan Dukungan Emosional
Melakukan komunikasi yang baik dan efektif dengan pasien dan keluarganya
dalam perawatan obstetri, memahami hak-hak pasien dan memberikan dukungan
emosional kepada pasien dan keluarganya dalam keadaan kegawatdaruratan
obsteri sangatlah penting untuk di ketahui oleh seorang dokter.
Komunikasi
Dalam profesi kedokteran dan tenaga kesehatan yang lain, komunikasi dengan
pasien merupakan salah satu nya kompetensi yang harus dikuasai. Kompetensi
komunikasi menetukan keberhasilan penyelesaian masalah kesehatan pasien.
Selama ini kompetensi komunikasi dapat dikatakan kurang diperhatikan, baik
dalam pendidikan maupun dalam praktik pelayanan kesehatan.
Kadang-kadang petugas kesehatan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
berbicara dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya
dokter atau tenaga kesehatan tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk
nmenegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan atau tindakan lebih lanjut.
Tidak muda bagi dokter dan tenaga kesehatan untuk menggali keterangan dari
pasien karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu di bangun hubungan
saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran, dan pengertian. Dengan
terbangunnya hubungan ini pasien akan terbuka dalam memberikan keterangan
sahingga sangat membantu seorang doketr dalam menentukan diagnosis.
Dukungan Emosional
Sebenarnya setiap kegawatdaruratan merupakan hal yang unik, mempunyai
kekhususan, tetapi terdapat prinsip dasar komunikasi dan dukungan emosional
yang dapat di jadikan pedoman. Komunikasi yang baik serta empati yang tulus
merupakan kunci penting dalam menanganani keadaan semacam itu. Selain
prinsip dasar untuk memberikan dukungan emosional untuk ibu yang mengalami
kegawatdaruratan obstetri, bila bayinya meninggal atau lahir dengan kelainan
bawaan, beberapa hal khusus perlu diperhatikan :
Kematian Intrauterin atau Stillbirth
Banyak faktor yang mempengaruhi reaksi ibu terhadap kematian bayinya,
contohnya :
Riwayat kesehatan dan obstetri yang lalu.
Sejauh mana bayi tersebut diharapkan.
Kejadian-kejadian yang dialami sebelum kelahiran dan sebab
kematiannya.
Pengalaman ibu tersebut mengenai kematian.
Pada saat kejadian
menerima kematian.
Biarkan kedua orang tuanya melihat upaya dokter dalam menolong
bayinya.
Dorong ibu atau suaminya untuk melihat dan memegang bayinya,
gelang nama.
Bila merupakan kebiasaan member nama bayi sejak lahir, mintalah
ibu atau keluarganya memanggil bayi dengan nama yang
dipilihnya.
Bila dikehendaki, biarkan ibu atau keluarganya menyiapkan
pemakaman bayinya.
Rencanakan suatu diskusi denagn ibu dan suaminya tentang
kejadiaan tersebut dan tindakan pencegahan yang mungkin
dilakukan di kemudian hari.
E. DISKUSI KASUS
Pasien Ny. Nuriani 37 tahun, GV PIII AI gravid 36-37 + Susp. Bayi besar +
Anak mahal + BOH. Masuk rujukan dari PKM tambun. Keluhan sakit perut
tembus belakang, pelepasan darah dan lendir (-). Pasien memiliki riwayat obstetri
yang buruk.
1. Abortus 4 bulan (tidak di kuret) (2005).
2. Aterm (2005), (laki-laki), (BBL 3000 gr), PPN SPT-LBK, ditolong dukun,
Meninggal (3 hari).
3. Aterm (2007), (perempuan), (BBL 2500 gr), PPN SPT-LBK, ditolong dukun,
Meninggal (2 hari).
4. Aterm (2011), (laki-laki), (BBL 4700 gr), PPN SPT-LBK, ditolong dukun,
Meninggal (4 hari).
Kesehariannya pasien bekerja sebagai seorang tani bersama suaminya, dimana
pendampatan perbulannya Rp. 500.000,-. Menurut pasien selama kehamilan
pasien hanya mengkonsumsi makanan ala kadarnya, seperti sayuran hasil dari
berkebun. Minum susu dan vitamin tidak pernah ibu penuhi. Beliau juga termasuk
pekerja berat selama kehamilan. Melihat dari kondisi ini dapat di simpulkan
bahwa pemenuhan status gizi dari ibu hamil tidak tercukupi.
Selain itu melihat dari status pendidikan sang ibu yaitu setingkat SD,
memberikan petunjuk kepada kita bahwa pengetahuan pasien tentang gizi yang
baik selama kehamilan sangatlah kurang. Menurut sang ibu dari hamil pertama
sampai ke empat pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan ke puskesmas atau
rumah sakit setempat. Selain itu pasien enggan untuk memeriksakan
kehamilannya ke bidan setempat, di karenakan letak rumah bidan dan rumah
pasien berada jauh dan terkadang bidan setempat jarang berada di tempat, masalah
seseorang. Selain itu kepedulian dokter, bidan dan tenaga kesehatan yang terkait
terhadap masyarakat desa yang sulit di jangkau masi sangat kurang. Terbukti dari
bidan setempat yang jarang di tempat. selain itu konseling dan perencanaan
kehamilan berikutnya pada pasien yang mengalami bayi meninggal masi sangat
kurang sehingga pada kasus ini pasien sampai 4 kali mengalami hal yang sama.
Dimana hal seperti ini apabila di perhatiakan dengan baik oleh dokter, bidan dan
tenaga kesehatan setempat diharapkan kejadian berulang tidak terjadi.
10
11