Anda di halaman 1dari 11

STATUS OBSTETRI

Tanggal Pemeriksaan : 21 Juni 2015

Ruangan

: IGD Kebidanan

Jam : 17.30 WITA

Rumah Sakit : RSUD Undata Palu

I. IDENTITAS
Nama : Ny. Nuriani

Nama Suami : Tn. Ahwan

Umur : 37 tahun

Umur

Alamat : Ds. Siweli Kec. Balaesang

Alamat : Ds. Siweli Kec. Balaesang

Pekerjaan : Tani

Pekerjaan

: Tani

Pendidikan : SD

Pendidikan

: SD

: 40 tahun

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Pasien masuk dengan keluhan sakit perut tembus belakang sejak tadi
pagi, pelepasan darah dan lendir (-), keluar cairan dari jalan lahir (-).
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien GV PIII AI gravid 36-37 minggu rujukan dari PKM Tambu atas
indikasi bayi besar + bayi mahal + riwayat obstetri buruk. Pasien
merasakan sakit perut tembus belakang sejak tadi pagi pukul 08:00,
pelepasan darah dan lendir (-), keluar cairan dari jalan lahir (-), pergerakan
bayi (+). Riwayat ANC (tidak pernah).
C. Haid :
Manarche : 13 tahun
Lama haid : 6-7 hari
Siklus : 28-30 hari

HPHT : 10 Oktober 2014


TP
: 17 Juli 2015

D. Perkawinan : Pertama (15 Tahun)


E. Riwayat Obstetrik :
1. Abortus 4 bulan (tidak di kuret) (2005).
2. Aterm (2005), (laki-laki), (BBL 3000 gr), PPN SPT-LBK, ditolong
dukun, Meninggal (3 hari).

3. Aterm (2007), (perempuan), (BBL 2500 gr), PPN SPT-LBK, ditolong


dukun, Meninggal (2 hari).
4. Aterm (2011), (laki-laki), (BBL 4700 gr), PPN SPT-LBK, ditolong
dukun, Meninggal (4 hari).
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
KU
: Sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
B. Tanda Vital
Tekanan Darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 88kali/menit

Respirasi

: 20 kali/menit

Suhu

: 36,7 C

PEMERIKSAAN OBSTETRI
Abdomen : Kontraksi uterus (-), 2 jari dibawah proses xyphoideus.
Pemeriksaan Luar :
- LI
: Kesan kepala, TFU : 43 cm
- LII
: PU-KA
- LIII
: Presentasi kepala
- LIV
: 3/5
- Situs : Memanjang
- BJF
: 159 kali/menit
- Gerakan anak
: (+) dirasakan ibu
- Anak Kesan
: Tunggal
- Tafsiran berat janin : 4960 gr
Pemeriksaan Dalam :
- Perineum utuh
- Vulva/vagina
: Tidak ada kelainan
- Porsio
: Tebal lunak, pembukaan 2 cm
- Ketuban
: (+)
- Bagian terdepan
: Kepala
- Penurunan
: Hodge II
- Panggul dalam kesan : Cukup
- Pengeluaran
: Darah (-), lemdir (-)

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Urinalisis : Protein (-)
DL
: RBC : 4,58
WBC : 13,6
HGB : 12,0
HCT : 36,1
PLT : 211
V. DIAGNOSIS
GV PIII AI gravid 36-37 + Susp. Bayi besar + Anak mahal + BOH
VI. RENCANA TINDAKAN
SCTP
VII.

PROGNOSIS
Dubia ad Bonam

FOLLOW UP :
Senin 22 juni 2015 (Pukul 07:00)
S : BAB (-), Flatus (-), perut kembung (+), BAK (+) lewat kateter, nyeri luka Ops.
(+).
O : TD : 180/110, N : 84x/menit, P : 18x/menit, S: 36,8o C, TFU : 1 jari di bawah
pusat, anemia ikteri (-), sklera ikteri (-).
A : PIV AI post SC hari 1 + Riwayat obstetri buruk + HDK
P : IVFD RL : Dex 5 % : Futrolit (1:1:1)
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam
Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam
Inj. Asam Traneksamat 1 amp/12 jam
Drips Metronidazole 0,5 gr/8 jam
Metildopa 500 mg 3x1

PERIKSA PROTEIN URIN dan DL :


Urinalisis
DL

: Protein (+1)

: RBC : 4,10
WBC : 17,5
HGB : 10,8
HCT : 32,5
PLT : 182

Selasa 23 juni 2015 (Pukul 07:00)


S : BAB (+), perut kembung (+), BAK (+), nyeri luka Ops. (+).
O : TD : 160/100, N : 80x/menit, P : 20x/menit, S: 36,6 o C, TFU : 2 jari di bawah
pusat, anemia ikteri (-), sklera ikteri (-).
A : PIV AI post SC hari 2 + Riwayat obstetri buruk + HDK
P : IVFD RL : Dex 5 % : Futrolit (1:1:1)
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam
Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam
Drips Metronidazole 0,5 gr/8 jam
Metildopa 500 mg 3x1

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
Di negara-negara maju penyelenggaraan pelayanan kebidanan beraneka
ragam. Bentuknya sangat tergantung dari perkembangan histori di negara masingmasing. Di Indonesia pelayanan kebidanan dari dahulu sampai sekarang yang
cukup memegang peranan penting adalah dukun bayi. Dalam lingkungannya
dukun bayi merupakan tenaga terpercaya dalam segala soal yang bersangkutan
dengan reproduksi. Ia diminta pertimbangannya pada masa kehamilan,
mendampingi wanita yang bersalin sampai persalinan selesai, dan mengurus ibu
serta bayinya dalam masa nifas.
Praktik kebidanan modern dimasukkan di Indonesia oleh dokter-dokter
Belanda yang bekerja pada Pemerintahan Hindia-Belanda atau pada pihak swasta.
Pendidikan dokter secara sangat sederhana di mulai pada tahun 1815 dengan
didirikannya Sekolah Dokter Jawa. Pendidikan ini lambat laun di tingkatkan dan

di perluas; ilmu kebidanan yang mula-mula tidak diajarkan, mulai tahun 1902 di
masukkan dalam kurikulum.
Dengan bertambah banyaknya tenaga yang dapat memberi pelayanan
kebidana, bertambah pulalah usaha-usaha dalam bidang itu. Walaupun demikian,
hanya sebagian kecil dari masyarakat yang menikmati pelayanan kebidanan yang
sempurna, berupa pengawasan antenatal, pertolongan persalinan, pengawasan
nifas, dan perawatan. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis dalam
membawakan laporan kasus ini.
B. Kematian Maternal dan Kematian Perinatal
Pada saat ini tidak ada angka yang tepat mengenai kematian maternal untuk
Indonesia atau untuk suatu wilayah di Indonesia. Hal ini disebabkan oelh belum
adanya system pendaftaran wajib untuk kelahiran dan kematian di negara kita.
Menurut taksiran kasar, angka kematian maternal ialah 6-8 per 1.000 kelahiran;
angka ini sangat tinggi apabila di bandingkan dengan angka-angka di negaranegara maju, yang berkisar antara 1,5 dan 3 per 1.000 kelahiran hidup. Terdapat
banyak faktor di luar kebidanan yang memegang peranan dalam penentuan angka
kematian maternal. Faktor-faktor itu ialah kekurangan gizi dan anemia, paritas
tinggi, dan usia lanjut pada ibu hamil.
Berbicara tentang angka kematian perinatal yang terdapat dalam kepustakaan
Indonesia ialah seperti juga angka-angka kematian maternal, diperoleh dari
rumah-rumah sakit yang selain menerima persalinan dari booked cases, juga
menerima banyak kasus darurat, sehingga tidak menggambarkan keadaan
sebenarnya dalam masyarakat.
C. Komunikasi, Hak Perempuan dan Dukungan Emosional
Melakukan komunikasi yang baik dan efektif dengan pasien dan keluarganya
dalam perawatan obstetri, memahami hak-hak pasien dan memberikan dukungan
emosional kepada pasien dan keluarganya dalam keadaan kegawatdaruratan
obsteri sangatlah penting untuk di ketahui oleh seorang dokter.

Komunikasi
Dalam profesi kedokteran dan tenaga kesehatan yang lain, komunikasi dengan
pasien merupakan salah satu nya kompetensi yang harus dikuasai. Kompetensi
komunikasi menetukan keberhasilan penyelesaian masalah kesehatan pasien.
Selama ini kompetensi komunikasi dapat dikatakan kurang diperhatikan, baik
dalam pendidikan maupun dalam praktik pelayanan kesehatan.
Kadang-kadang petugas kesehatan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
berbicara dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya
dokter atau tenaga kesehatan tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk
nmenegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan atau tindakan lebih lanjut.
Tidak muda bagi dokter dan tenaga kesehatan untuk menggali keterangan dari
pasien karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu di bangun hubungan
saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran, dan pengertian. Dengan
terbangunnya hubungan ini pasien akan terbuka dalam memberikan keterangan
sahingga sangat membantu seorang doketr dalam menentukan diagnosis.
Dukungan Emosional
Sebenarnya setiap kegawatdaruratan merupakan hal yang unik, mempunyai
kekhususan, tetapi terdapat prinsip dasar komunikasi dan dukungan emosional
yang dapat di jadikan pedoman. Komunikasi yang baik serta empati yang tulus
merupakan kunci penting dalam menanganani keadaan semacam itu. Selain
prinsip dasar untuk memberikan dukungan emosional untuk ibu yang mengalami
kegawatdaruratan obstetri, bila bayinya meninggal atau lahir dengan kelainan
bawaan, beberapa hal khusus perlu diperhatikan :
Kematian Intrauterin atau Stillbirth
Banyak faktor yang mempengaruhi reaksi ibu terhadap kematian bayinya,
contohnya :
Riwayat kesehatan dan obstetri yang lalu.
Sejauh mana bayi tersebut diharapkan.
Kejadian-kejadian yang dialami sebelum kelahiran dan sebab
kematiannya.
Pengalaman ibu tersebut mengenai kematian.
Pada saat kejadian

Untuk membantu ibu mengatasi keadaan, hindarkan penggunaan


sedatif, karen hal ini hanya akan menunda sang ibu untuk

menerima kematian.
Biarkan kedua orang tuanya melihat upaya dokter dalam menolong

bayinya.
Dorong ibu atau suaminya untuk melihat dan memegang bayinya,

untuk menyatakan kesedihan.


Siapkan orang tua untuk melihat tampilan bayinya yang mungkin

mengganggu atau tampilan yang btidak di harapkan.


Jangan memisahkan bayi dan ibunya terlalu cepat, sebab akan

memperlambat proses kesedihannya.


Setelah kejadian
Biarkan ibu atau keluarganya terus bersama dengan bayinya. Orang

tua bayi yang meninggal masi perlu mengenal bayinya.


Orang berduka dengan cara yang berbeda, tetapi bagi beberapa
orang kenangan sangat penting. Tawarkan kepada ibu kenangkenangan kecil. Seperti jepitan rambut, label tempat tidur atau

gelang nama.
Bila merupakan kebiasaan member nama bayi sejak lahir, mintalah
ibu atau keluarganya memanggil bayi dengan nama yang

dipilihnya.
Bila dikehendaki, biarkan ibu atau keluarganya menyiapkan

pemakaman bayinya.
Rencanakan suatu diskusi denagn ibu dan suaminya tentang
kejadiaan tersebut dan tindakan pencegahan yang mungkin
dilakukan di kemudian hari.

D. Kematian Perinatal dan Neonatal


Telah terjadi penurunan angka kematian ank dalam 10-15 tahun terakhir,
meskipun kematian neonatal dini dan lahir mati masih tinggi. Dari 7,7 juta
kematian bayi setiap tahun lebih dari separuh terjadi waktu perinatal atau usia di
bawah 1 bulan. Tiga perempat dari kematian ini terjadi pada minggu pertama
kehidupan. Penyebab kematian adalah asfiksia, trauma kelahiran, infeksi,
prematuritas, kelainan bawaan, dan sebab-sebab lain.

Penurunan angka kematian perinatal yang lambat di sebabkan pula oleh


kemiskinan, status perempuan yang rendah, gizi buruk, deteksi dan pengobatan
kurang cukup, kehamilan dini, akses dan kualitas asuhan antenatal, persalinan,
dan nifas yang buruk.

E. DISKUSI KASUS
Pasien Ny. Nuriani 37 tahun, GV PIII AI gravid 36-37 + Susp. Bayi besar +
Anak mahal + BOH. Masuk rujukan dari PKM tambun. Keluhan sakit perut
tembus belakang, pelepasan darah dan lendir (-). Pasien memiliki riwayat obstetri
yang buruk.
1. Abortus 4 bulan (tidak di kuret) (2005).
2. Aterm (2005), (laki-laki), (BBL 3000 gr), PPN SPT-LBK, ditolong dukun,
Meninggal (3 hari).
3. Aterm (2007), (perempuan), (BBL 2500 gr), PPN SPT-LBK, ditolong dukun,
Meninggal (2 hari).
4. Aterm (2011), (laki-laki), (BBL 4700 gr), PPN SPT-LBK, ditolong dukun,
Meninggal (4 hari).
Kesehariannya pasien bekerja sebagai seorang tani bersama suaminya, dimana
pendampatan perbulannya Rp. 500.000,-. Menurut pasien selama kehamilan
pasien hanya mengkonsumsi makanan ala kadarnya, seperti sayuran hasil dari
berkebun. Minum susu dan vitamin tidak pernah ibu penuhi. Beliau juga termasuk
pekerja berat selama kehamilan. Melihat dari kondisi ini dapat di simpulkan
bahwa pemenuhan status gizi dari ibu hamil tidak tercukupi.
Selain itu melihat dari status pendidikan sang ibu yaitu setingkat SD,
memberikan petunjuk kepada kita bahwa pengetahuan pasien tentang gizi yang
baik selama kehamilan sangatlah kurang. Menurut sang ibu dari hamil pertama
sampai ke empat pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan ke puskesmas atau
rumah sakit setempat. Selain itu pasien enggan untuk memeriksakan
kehamilannya ke bidan setempat, di karenakan letak rumah bidan dan rumah
pasien berada jauh dan terkadang bidan setempat jarang berada di tempat, masalah

pembiayaan, dan pengaruh dari lingkungan setempat juga sangat berpengaruh


mengapa sang ibu tidak mau ke bidan setempat, dimana ibu ditakut-takuti apabila
persalinannya di tolong oleh bidan akan di telanjangi dan di tonton oleh orang
banyak, sehingga pasien malu dan tidak mau ke bidan.
Saat persalinan berlangsung, pasien mengaku lebih percaya sama dukun,
dimana menurut pengakuan pasien dari hamil ke 2 sampai ke 4 saat menolong
persalinan dukun memaksa sang ibu untuk berkuat meskipun tidak ada rasa sakit
dan hal ini berlangsung sangat lama. Pasien juga mengaku selama persalinan
dukun sering menekan perut pasien dengan tujuan bayi cepat keluar. Plasenta bayi
hanya di potong menggunakan bilah bambu. Menurut sang ibu semua bayi yang
lahir tidak bertahan lama (kehamilan ke 2 dan 3) gejala sebelum meninggal yaitu
badan dan mulut bayi tampak biru. Hamil ke 4 menurut pengakuan pasien, bayi
meninggal karena terlalu lama di pintu lahir saat di tolong dukun. Menurut pasien
selama kegagalan kehamilan 1,2,3, dan ke 4 dalam mendapatkan bayi yang
dinantikan, pasien tidak pernah mendapat konseling dari bidan, dokter atau tenaga
kesehatan setempat tentang apa yang harus dilakukan apabila hamil berikutnya.
Ketika kehamilan ke 5, barulah pasien mendapat konseling dari dokter sehingga
segala masalah yang pasien alami mendapat jalan keluar, seperti pembiayaan
rumah sakit, pasien di anjurkan untuk mengurus kartu kurang mampu dan
mengurus BPJS sehingga segala beban biaya rumah sakit dapat ditanggungkan.
Dari contoh kasus di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kematian perinatal
dan neonatal sangat berkaitan dengan status

gizi, pendidikan dan ekonomi

seseorang. Selain itu kepedulian dokter, bidan dan tenaga kesehatan yang terkait
terhadap masyarakat desa yang sulit di jangkau masi sangat kurang. Terbukti dari
bidan setempat yang jarang di tempat. selain itu konseling dan perencanaan
kehamilan berikutnya pada pasien yang mengalami bayi meninggal masi sangat
kurang sehingga pada kasus ini pasien sampai 4 kali mengalami hal yang sama.
Dimana hal seperti ini apabila di perhatiakan dengan baik oleh dokter, bidan dan
tenaga kesehatan setempat diharapkan kejadian berulang tidak terjadi.

10

11

Anda mungkin juga menyukai