EKONOMI TEKNIK
ARTIKEL
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ekonomi Teknik
Disusun Oleh :
Desy Virgiyanti
(1203222)
Armila Latifha
(1301053)
Nama
Sumber :http://sesmen.kemenpera.go.id/regulasi/upload/11_KepmenNo55Tahun2006.pdf
: http://rifkahendrawansavitri.blogspot.com/2013/07/kebijakan-pemerintah.html
NOMOR : 55/KEPMEN/M/2006
TENTANG
PENETAPAN SUKU BUNGA PINJAMAN LUNAK BENCANA ALAM
PEMBANGUNAN/PERBAIKAN RUMAH
BAPERTARUM-PNS
Menimbang :
a. bahwa pemberian Pinjaman Lunak Bencana Alam Pembangunan/Perbaikan Rumah
kepada Pegawai Negeri Sipil dari Golongan I hingga Golongan IV korban bencana
alam, telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
Indonesia Bersatu;
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kesatu : Besarnya suku bunga penempatan dana Pinjaman Lunak Bencana Alam
Pembangunan/Perbaikan Rumah dalam bentuk pinjaman di bank pelaksana sebesar 2% (dua
persen) per tahun.
Kedua : Penempatan dana Pinjaman Lunak BeKedua : Penempatan dana Pinjaman Lunak
Bencana Alam Pembangunan/Perbaikan Rumah sebagaimana dimaksud pada diktum Kesatu,
pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Pelaksana Sekretariat Tetap BAPERTARUM-PNS.
Ketiga : Margin suku bunga bagi bank pelaksana sebesar maksimal 3% (tiga persen) per
tahun.
Keempat : Besarnya suku bunga Pinjaman Lunak Bencana Alam Pembangunan/Perbaikan
Rumah yang dibebankan kepada Pegawai Negeri Sipil sebesar maksimal 5% (lima persen)
annuitas per tahun.
Kelima : Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.
2.2.2 1.
pertanian.
Kebijakan Selama Periode Pelita II(1 April 1974 31 Maret 1979)
Pada periode Pelita II,pemerintah lebih memfocuskan perhatian mereka pada sektor
pertanian. Langkah yang diambil pemerintah adalah dengan meningkatkan industri yang
mengelola bahan mentah menjadi bahan baku. Contoh: karet, kayu, minyak dan
timah. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan ini adalah meningkatkan
kesejahteraan rakyat dibidang sandang, pangan, perumahan, sarana dan prasarana, serta
memperluas lapangan kerja. Pada periode ini,pemerintah sangat mempertahankan daya
produk local,sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan fiskal dengan cara menghapus
pajak ekspor. Pemerintah memfokuskan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam
negeri, yang menghasilakn cadangan devisa negara naik dari $ 1,8 milyar mencapai angka $
2,58 milyar dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar
pada periode pelita II. Sedangkan kebijakan moneter yang diambil masyarakat pada pperiode
ini adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing komoditi ekspor . Adapun
hasil yang dicapai dengan diterapkannya system kebijakan ini adalah pemerintah berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk. Selalin itu,bidang industry juga
mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini terbukti dengan perbaikan jalan dan jembatan.
D. Kebijakan Periode pelita III(1 April 1979 31 Maret 1984)
Pada periode ini pemerintah lebih memfokuskan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan
untuk menciptakan masyarakat yang adil berdasarkan dengan UUD 1945 dan Pancasila.
Tujuan dan kebijaksanaan ekonomi yang hendak dicapai pada periode ini mencakup segala
bidang. Sistem kebijakan ini memfokuskan pada sector pertanian menuju swasembada
pangan dan meningkatkan industry yang mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi.
Adapun Isi Trilogi Pembagunan tersebut adalah :
o Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
o Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
o Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional system ini berpedom pada Trilogi pembangunan dan Delapan Jalur
Pemerataan, yang intinya ingin mencapai adalah kesejahteraan bagi semua lapisan
masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
E.
berikut:
o Kebijakan inpres No. 5 tahun 1985, dengan carameningkatkan ekspor non migas dan
pengurangan biaya yang tinggi.
o Paket kebijakan 6 Mei, dengan cara sektor swasta disorong untuk berperan dalam bidang
ekspor dan penanaman modal.
o Paket devaluasi 1986, dengan cara melakukan pinjaman ke luar negeri dan di dorong dengan
jatuhnya harga minya dunia.
o Paket kebijakan 25 Oktober 1986, dengan cara menderegulasi bidang perdagangan, moneter
dan penanaman modal dngan cara penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan
penoong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, dan kebijakan penanaman
modal.
o Paket kebijakan 15 Januari 1987, dengan cara meningkatkan efisiensi, inovasi dan
produktivitas sektor industri menengah ke atas.
2.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai
tujuan tertentu, seperti: menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera.
Kebijakan
moneter
dapat
melibatkan
mengeset
bahkan
standar bunga
bertindak
pinjaman,
sebagai peminjam
margin
usaha
Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah.
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan
kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam
rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebjakan
pemerintah
yang
berkaitan
dengan
penerimaan
atau
pengeluaran
Negara.
Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan
pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal
adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi
kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau
menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan
anggaran.
Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah
(G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah
sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja
(N).
Tujuan utama kebijakan fiskal ialah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan harga.
Implementasinya untuk menggerakkan Pos penerimaan dan pengeluaran dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan semakin kompleksnya struktur ekonomi
perdagangan dan keuangan, maka semakin rumit pula cara penanggulangan inflasi.
Kombinasi beragam harus digunakan secara tepat, seperti kebijakan fiskal, kebijakan
moneter, perdagangan dan penentuan harga. Dalam kebijakan fiskal, inflasi dikendalikan
dengan surplus anggaran, sedangkan dalam kerangka kebijakan moneter, inflasi dikendalikan
dengan tingkat bunga dan cadangan wajib. Piranti kebijakan yang perlu dipersiapkan adalah:
pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara
ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang
luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.Dari perhitungan
penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit
APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi
dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada
umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar
hutang pemerintah (prepayment).Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai
dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri.
Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang
mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian
perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit
dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih
tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau
hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).