Anda di halaman 1dari 8

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PNS MENGENAI PEMINJAMAN UANG

EKONOMI TEKNIK

ARTIKEL
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ekonomi Teknik

Dosen : Dewi Yustiarini, ST. MT

Disusun Oleh :
Desy Virgiyanti

(1203222)

Armila Latifha

(1301053)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1


JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014

Nama
Sumber :http://sesmen.kemenpera.go.id/regulasi/upload/11_KepmenNo55Tahun2006.pdf
: http://rifkahendrawansavitri.blogspot.com/2013/07/kebijakan-pemerintah.html

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT
SELAKU
KETUA HARIAN BADAN PERTIMBANGAN TABUNGAN PERUMAHAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL (BAPERTARUM-PNS)

NOMOR : 55/KEPMEN/M/2006
TENTANG
PENETAPAN SUKU BUNGA PINJAMAN LUNAK BENCANA ALAM
PEMBANGUNAN/PERBAIKAN RUMAH
BAPERTARUM-PNS

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT SELAKU KETUA HARIAN


BADAN PERTIMBANGAN TABUNGAN PERUMAHAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
(BAPERTARUM-PNS),

Menimbang :
a. bahwa pemberian Pinjaman Lunak Bencana Alam Pembangunan/Perbaikan Rumah
kepada Pegawai Negeri Sipil dari Golongan I hingga Golongan IV korban bencana
alam, telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat

Nomor: ....... /PERMEN/M/2006 tentang Pemberian Pinjaman Lunak Bencana Alam


Pembangunan/Perbaikan Rumah Bagi Pegawai Negeri Sipil;
b. bahwa dalam rangka pemberian Pinjaman Lunak Bencana Alam
Pembangunan/Perbaikan Rumah sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu
ditetapkan suku bunga Pinjaman Lunak Bencana Alam Perbaikan Rumah
BAPERTARUM-PNS;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b
perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua Harian
BAPERTARUM-PNS tentang Penetapan Suku Bunga Pinjaman Lunak Bencana Alam
Pembangunan/Perbaikan Rumah BAPERTARUM-PNS.
Mengingat :
a. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman;
b. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999;
c. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1993 tentang Tabungan Perumahan Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun
1994;
d. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet
e.

Indonesia Bersatu;
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Kewenangan, Susunan, Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara;


f. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara;
g. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. ...... /PERMEN/M/2006 tentang
Pemberian Pinjaman Lunak Bencana Alam Pembangunan/Perbaikan Rumah bagi
Pegawai Negeri Sipil.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT SELAKU
KETUA HARIAN BADAN PERTIMBANGAN TABUNGAN PERUMAHAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL (BAPERTARUM-PNS) TENTANG PENETAPAN SUKU BUNGA
PINJAMAN LUNAK BENCANA ALAM PEMBANGUNAN/PERBAIKAN RUMAH
BAPERTARUM-PNS

Kesatu : Besarnya suku bunga penempatan dana Pinjaman Lunak Bencana Alam
Pembangunan/Perbaikan Rumah dalam bentuk pinjaman di bank pelaksana sebesar 2% (dua
persen) per tahun.
Kedua : Penempatan dana Pinjaman Lunak BeKedua : Penempatan dana Pinjaman Lunak
Bencana Alam Pembangunan/Perbaikan Rumah sebagaimana dimaksud pada diktum Kesatu,
pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Pelaksana Sekretariat Tetap BAPERTARUM-PNS.
Ketiga : Margin suku bunga bagi bank pelaksana sebesar maksimal 3% (tiga persen) per
tahun.
Keempat : Besarnya suku bunga Pinjaman Lunak Bencana Alam Pembangunan/Perbaikan
Rumah yang dibebankan kepada Pegawai Negeri Sipil sebesar maksimal 5% (lima persen)
annuitas per tahun.
Kelima : Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.
2.2.2 1.

Kebijakan Pemerintah Untuk Pinjaman Pns Selama Periode Tahunan

A. Kebijakan selama periode 1966-1969


Mengenai kebijakan pemerintah mulai Periode 1966-1969 sampai periode pelita V.
Pada periode 1966-1969 Pemerintah lebih memusatkan perhatian pada kebijakan
mengenai proses perbaikan dan penghapusan semua unsur dari peniggalan
pemerintahan orde lama yang mengandung unsur komunisme. Pada masa ini
pemerintah berjuang untuk menekan tingkat inflasi yang tinggi karena pemerintahan
orde lama.
B. Kebijakan Selama Periode Pelita 1
Kebijaksanaan pada periode ini dimulai dengan :
I. Peraturan Pemerintah No.16 Tahun1970, mengenai penyempurnaan tata niaga bidang
eksport dan import.
II. Peraturan Agustus 1971, mengenai devaluasi mata uang rupiah terhadap dolar, dengan
sasaran pokoknya yaitu:
o Kestabilan haga bahan pokok
o Peningkatan nilai ekspor
o Kelancaran impor
o Penyebaran barang di dalam negeri
Pada periode ini menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor
C.

pertanian.
Kebijakan Selama Periode Pelita II(1 April 1974 31 Maret 1979)
Pada periode Pelita II,pemerintah lebih memfocuskan perhatian mereka pada sektor
pertanian. Langkah yang diambil pemerintah adalah dengan meningkatkan industri yang

mengelola bahan mentah menjadi bahan baku. Contoh: karet, kayu, minyak dan
timah. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan ini adalah meningkatkan
kesejahteraan rakyat dibidang sandang, pangan, perumahan, sarana dan prasarana, serta
memperluas lapangan kerja. Pada periode ini,pemerintah sangat mempertahankan daya
produk local,sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan fiskal dengan cara menghapus
pajak ekspor. Pemerintah memfokuskan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam
negeri, yang menghasilakn cadangan devisa negara naik dari $ 1,8 milyar mencapai angka $
2,58 milyar dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar
pada periode pelita II. Sedangkan kebijakan moneter yang diambil masyarakat pada pperiode
ini adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing komoditi ekspor . Adapun
hasil yang dicapai dengan diterapkannya system kebijakan ini adalah pemerintah berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk. Selalin itu,bidang industry juga
mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini terbukti dengan perbaikan jalan dan jembatan.
D. Kebijakan Periode pelita III(1 April 1979 31 Maret 1984)
Pada periode ini pemerintah lebih memfokuskan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan
untuk menciptakan masyarakat yang adil berdasarkan dengan UUD 1945 dan Pancasila.
Tujuan dan kebijaksanaan ekonomi yang hendak dicapai pada periode ini mencakup segala
bidang. Sistem kebijakan ini memfokuskan pada sector pertanian menuju swasembada
pangan dan meningkatkan industry yang mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi.
Adapun Isi Trilogi Pembagunan tersebut adalah :
o Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
o Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
o Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional system ini berpedom pada Trilogi pembangunan dan Delapan Jalur
Pemerataan, yang intinya ingin mencapai adalah kesejahteraan bagi semua lapisan
masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
E.

Kebijakan peroide pelita IV


Pada periode ini,pemerintah lebih menitik beratkan pada sektor pertanian, dan meningkatkan
sektor industri baik yang menghasilkan alat industri berat maupun yang ringan. Pada periode
ini, Indonesia berhasil melakukan swasembada beras. Kemampuan Indonesia memproduksi
beras mencapai 28,5 Ton pada saat itu. Dan atas keberhasilan inilah Indonesia mendapat
penghargaan pada tahun 1985 dari organisasi FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia).
Adapun kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah selama periode ini adalah sebagai

berikut:
o Kebijakan inpres No. 5 tahun 1985, dengan carameningkatkan ekspor non migas dan
pengurangan biaya yang tinggi.

o Paket kebijakan 6 Mei, dengan cara sektor swasta disorong untuk berperan dalam bidang
ekspor dan penanaman modal.
o Paket devaluasi 1986, dengan cara melakukan pinjaman ke luar negeri dan di dorong dengan
jatuhnya harga minya dunia.
o Paket kebijakan 25 Oktober 1986, dengan cara menderegulasi bidang perdagangan, moneter
dan penanaman modal dngan cara penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan
penoong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, dan kebijakan penanaman
modal.
o Paket kebijakan 15 Januari 1987, dengan cara meningkatkan efisiensi, inovasi dan
produktivitas sektor industri menengah ke atas.
2.

Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai
tujuan tertentu, seperti: menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera.
Kebijakan

moneter

dapat

melibatkan

requirement, kapitalisasiuntuk bank atau

mengeset
bahkan

standar bunga
bertindak

pinjaman,

sebagai peminjam

margin
usaha

terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.


3.

Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah.
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan
kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam
rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebjakan
pemerintah

yang

berkaitan

dengan

penerimaan

atau

pengeluaran

Negara.

Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan
pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal
adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi
kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau
menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan
anggaran.
Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah
(G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah

sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja
(N).
Tujuan utama kebijakan fiskal ialah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan harga.
Implementasinya untuk menggerakkan Pos penerimaan dan pengeluaran dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan semakin kompleksnya struktur ekonomi
perdagangan dan keuangan, maka semakin rumit pula cara penanggulangan inflasi.
Kombinasi beragam harus digunakan secara tepat, seperti kebijakan fiskal, kebijakan
moneter, perdagangan dan penentuan harga. Dalam kebijakan fiskal, inflasi dikendalikan
dengan surplus anggaran, sedangkan dalam kerangka kebijakan moneter, inflasi dikendalikan
dengan tingkat bunga dan cadangan wajib. Piranti kebijakan yang perlu dipersiapkan adalah:

Pajak untuk sektor swasta


Pinjaman pada masyarkat
Pengeluaran Pemerintah untuk pengendalian pengangguran
Apabila piranti kebijakan dimaksud ternyata gagal, maka cara yang tepat dengan
MENCETAK UANG. Uang yang dicetak oleh pemerintah harus dijamin dengan cadangan
devisa yang cukup, agar uang yang beredar di masyarakat aman.

Macam-macam Kebijakan Fiskal


a.
Functional finance : Pembiayaan pemerintah yang bersifat fungsional
b. The managed budget approach : Pendekatan pengelolaan Anggaran
c.
The stabilizing budget : Stabilisasi anggaran yang otomatis, apabila model ini gagal, maka
pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya seperti dengan menaikkan gaji PNS atau
subsidi
d.
Balance budget approach : Pendekatan Anggaran Belanja berimbang, namun bila terlambat
penyesuaian (Perubahan Anggaran Keuangan), maka kepercayaan masyarakat akan hilang.
4.

Kebijakan Fiskal dan Moneter di sektor luar negeri


Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan
pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran
(defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara
dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.Di dalam perhitungan defisit atau
surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis
penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran
yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan
penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari
perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan
demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam
penerimaan negara.Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua

pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara
ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang
luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.Dari perhitungan
penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit
APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi
dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada
umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar
hutang pemerintah (prepayment).Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai
dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri.
Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang
mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian
perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit
dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih
tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau
hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).

Anda mungkin juga menyukai