OMA merupakan penyakit yang cukup sering kita temukan di praktek kedokteran seharihari. OMA merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3 minggu1.
Otitis Media Akut (OMA) merupakan penyakit yang sering dijumpai pada masa anakanak9. Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 9,3 juta anak-anak mengalami serangan
OMA pada 2 tahun pertama kehidupannya5. Insidens tertinggi kasus OMA yang dilaporkan di
Amerika Serikat adalah pada umur 6 sampai dengan 20 bulan 4. 33% anak akan mengalami
sekurang-kurangnya satu episode OMA pada usia 3 tahun pertama. Terdapat 70% anak usia
kurang dari 15 tahun pernah mengalami satu episode OMA 6. Menurut Casselbrant menunjukkan
bahwa 19% hingga 62% anak-anak mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMA dalam
tahun pertama kehidupannya dan sekitar 50-84% anak-anak mengalami paling sedikit satu
episode OMA ketika ia mencapai usia 3 tahun. Di Indonesia 30,2%. dijumpai pada anak-anak
yang berumur kurang dari 2 tahun. Anak-anak yang berumur 2 sampai dengan 5 tahun adalah
sebanyak 23,3%. Golongan umur 5 sampai dengan 12 tahun adalah paling tinggi yaitu 32,6%.
Anak-anak yang berumur 12 sampai dengan 18 tahun adalah 4,7% dan bagi yang berumur 18
tahun ke atas adalah 9,2% 3.
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah radang
kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani)
dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen. Terjadi OMSK hampir selalu
dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa.1,2
Prevalensi OMSK di dunia adalah 65.000.000-330.000.000 jiwa, 94% diantaranya
terdapat di negara berkembang. Jumlah pasien OMSK tipe maligna adalah 64 setiap tahunnya.
Jumlah penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah setiap
tahunnya mengingat kondisi ekonomi yang masih buruk kesadaran masyarakat akan kesehatan
yang masih rendah dan pengobatan yang tidak tuntas. Otitis media supuratif kronik merupakan
penyakit THT yang paling banyak ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum,
insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia
1
adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lain.
Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen
Kesehatan RI tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok
(THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan
gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara
2,1-5,2%
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
: membran timpani
Batas depan
: tuba eustakhius
Batas bawah
Batas belakang
Batas atas
Batas dalam
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium.
Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, prosesus mastoideus, dan tuba
eustakhius.1,5,6
1.
Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang
telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm,
diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak
membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya
dari belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut 45 0 dari dataran sagital dan horizontal.
Membran timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah
4
kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya
(cone of ligt).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1
a. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum.
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1
a.
Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang tegang dan
bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus
bagian tulang dari tulang temporal.
b.
b.
(muskulus stapedius).
c.
Saraf korda timpani.
d.
Saraf pleksus timpanikus.
3. Prosesus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum.
4. Tuba eustakhius.1,5,6
Tuba eustakhius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk seperti huruf
S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring.
Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari
telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
a.
Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b.
Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Fungsi Tuba Eustakhius adalah ventilasi, drenase sekret dan menghalangi masuknya sekret
dari nasofaring ke telinga tengah.Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan di telinga
tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Adanya fungsi ventilasi tuba dapat dibuktikan
dengan melakukan perasat Valsava dan perasat Toynbee.5
Perasat Valsava meniupkan dengan keras dari hidung sambil mulut dipencet serta mulut
ditutup. Bila Tuba terbuka maka akan terasa ada udara yang masuk ke telinga tengah yang
menekan membran timpani ke arah lateral. Perasat ini tidak boleh dilakukan kalau ada infeksi
pada jalur nafas atas.5
Perasat Toynbee dilakukan dengan cara menelan ludah sampai hidung dipencet serta
mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membran timpani tertarik ke medial.
Perasat ini lebih fisiologis.5
ditransmisikan ke saraf cranialis VIII dan meneruskannya ke pusat saraf sensorik pendengaran di
otak (area 39 40) melalu saraf pusat yang ada di lobus temporalis.
2.3 Otitis media akut
2.3.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3 minggu.
Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis
media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis.
Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa,
otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva1.
2.3.2
2.3.3
PATOFISIOLOGI
8
MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang,
rasa penuh di telinga, demam. Pada anak-anak biasanya timbul keluhan demam, anak
gelisah dan sulit tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.
Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah terdiri dari1 :
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran
timpani akibat tekanan negatif didalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara.
Posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang, edema yang
terjadi pada tuba eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Kadang-kadang
membrane timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah
terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media
serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi1.
2. Stadium Hiperemis (presupurasi)
Pada stadium ini tampak seluruh membrane timpani hiperemis serta edem. Sekret
yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat1. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya
invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi terjadi di telinga tengah dan
9
membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang
menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam.
Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari
cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang
meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai
dengan satu hari .
3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
epitel
4. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotic atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke telinga luar, secret yang keluar terlihat seperti
10
berdenyut. Anak-anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun
dan anak-anak dapat tidur nyenyak1.
5. Stadium Resolusi
Stadium terakhir dari OMA. Bila membrane timpani tetap utuh maka keadaan
membrane timpani perlahan-lahan akan normal kembali bila sudah terjadi perforasi,
kemudian secret akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.
Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan. Otitis media akut dapat menimbulkan gejala sisa (sequele)
berupa otitis media serosa bila secret menetap di cavum timpani tanpa terjadinya
perforasi. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani
menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul1.
2.3.5
DIAGNOSIS
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal
1
2
berikut, yaitu:
Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah.
Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti
menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada
membran timpani, terdapat
11
di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan
di belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang
purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti
demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran
timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai
dengan demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang
2.3.6
1.
2.
3.
4.
sampai berat7.
DIAGNOSIS BANDING
Otitis eksterna
Otitis media efusi
Eksaserbasi akut otitis media kronik
Infeksi saluran napas atas
OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai
OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada
OMA dan otitis media dengan efusi.
2.3.7
TERAPI
12
Stadium oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga tekanan negative
2.
dewasa.
Mengobati sumber infeksi lokal dengan antibiotika bila penyebabnya kuman.
Stadium hiperemis (presupurasi)
Antibiotic (golongan penisilin atau ampisilin) selama 7 hari dengan pemberian IM
pada awalnya agar tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran
3.
4.
5.
2.3.
8 PENCEGAHAN
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi faktor resiko terutama pada
anak-anak, bisa dengan beberapa seperti : pencegahan terjadinya ISPA pada bayi dan
anak, pemberian ASI minimal 6 bulan, hindari memberi makanan atau minuman ketika
13
anak berbaring, hindari dari pajanan asap rokok, hindari memaksa keluarkan terlalu
keras mucus, biasakan untuk tidak sering mengorek-ngorek liang telinga, lindungi
telinga selama penerbangan atau saat berenang.
2.3.9 PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
Prognosis otitis media akut adalah dubia ad bonam, biasanya gejala membaik
dalam 24 jam dan dapat sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan yang adekuat, tetapi
jika tidak diobati dengan benar, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi mulai
dari mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis.
Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada OMSK. Jika perforasi
menetap dan secret tetap keluar lebih dari 3 bulan maka keadaan ini disebut OMSK1.
2.4 OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
2.4.1 DEFINISI
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustakhius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.5 Otitis Media Supuratif Kronik
(OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah radang kronis telinga tengah dengan
adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat
keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.1,2,3
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis
media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor
yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan,
terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang
rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.5
2.4.2
KLASIFIKASI
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :1,3
sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan
penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba
eustakhius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal
pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran bakteri
aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari
epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis
berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada
tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
b. Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini
letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik
utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin
sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah
proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan
mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui
dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-,
dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit
matriks
kolesteatom
yang
bersifat
hiperproliferatif,
destruktif,
dan
mampu
berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya
serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap
tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.1,3,5
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:
1.
Kongenital8
Kolestatom kongenital terbentuk pada masa embrionik. Patogenesis kolesteatom
kongenital tidak sepenuhnya dimengerti. Namun ada beberapa teori diantaranya Teed
menyatakan bahwa penebalan epitel ektodermal berkembang bersama-sama dengan
15
ganglion genikulatum , dari medial sampai ke bagian leher dari tulang malleus.
Kumpulan epitel ini nantinya akan mengalmi involusi menjadi lapisan lapisan epitel
telinga tengah. Jika involusi ini gagal terjadi maka kumpulan epitel tersebut akan
menjadi kolesteatom kongenital.
Pada kolesteatom kongenital ditemukan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda
infeksi, lokasi kolesteatom biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di
serebelopontin angle.5
16
Didapat5
2.
17
biasanya
Sembuh/
normal
18
Fgs.tuba tetap
terganggu
Ganggua
n tuba
Tekanan
negatif
efusi
OME
Tuba tetap
terganggu
Alergi
Infeksi
OMA
Sumbatan : Sekret
Otitis Media
Akut
Sembuh
sempurna
Otitis Media
Supuratif Kronik
Otitis media
Efusi
(OMSK)
OMSK tipe
benigna
OMSK tipe
maligna
2.4.4
FAKTOR RESIKO
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah melalui tuba
19
eustakhius. Fungsi tuba eustakhius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang
dijumpai pada anak dengan palatoskisis dan sindrom down. Adanya tuba patulous,
menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di
Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi
adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan
cell-mediated (infeksi HIV) dapat timbul sebagai infeksi telinga kronis.
Faktor-faktor risiko OMSK antara lain :
1. Lingkungan1,3
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi terdapat
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi, dimana kelompok
sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat
tinggal yang padat.
2. Genetik1,3
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui
apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya1,3
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan kronis.
4. Infeksi1,3
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh campuran
mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat
20
ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa
sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan kebanyakan
infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada umumnya berasal
dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
5. Infeksi saluran nafas atas1,3
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun1,3
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar terhadap
otitis media kronis.
7. Alergi1,3
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum
terbukti kebenarannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustakhius1,3
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustakhius sering tersumbat oleh
edema. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK :1
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustakhius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
21
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.
2.
Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai
tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin
ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun
kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK
tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara
sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.1,3
3.
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
seperti petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.3
4.
Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan
menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari
telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana
mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif
pada membran timpani.1
b.
Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c.
d.
2..4.6 DIAGNOSIS
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:
1.
Pemeriksaan otoskopi1,3,6
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi
Pemeriksaan audiologi1,3,6
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran
dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai
speech reception threshold pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
4.
Pemeriksaan radiologi1,3
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki
nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah
atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi tyang sekarang biasa
digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan
luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau
tidaknya tulangtulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal.1,3
5.
Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjuan dari mulainya infeksi
akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan
24
pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri
pada otitis media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.9
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus
paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus,
streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena
adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk
melalui perforasi tadi.
2.4.7
PENATALAKSANAAN
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan
serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis
kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan
untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.1,3,5,6
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat
dibagi atas: konservatif dan operasi
A.
25
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):1
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat
juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan
setiap hari sampai telinga kering.
b) Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian
dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara
ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik
dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal
ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.
c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi
adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan
mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat
dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada
orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anakanak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai
sasarannya bila dilakukan dengan displacement methode seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2.
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang
merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai
telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya
neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang
paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal
dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa.
b) Antibiotik sistemik.1,3
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
27
B.
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau
teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe
benigna atau maligna, antara lain :5
1.
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari
jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2.
Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatom
yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari
semua jaringan patolgik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah
dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi
satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi intrakranial, sementara fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
28
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak boleh berenang seumur hidupnya dan harus
kontrol teraut ke dokter.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada rongga operasi serta
membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.
3.
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua
jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih
ada.
4.
Miringoplasti
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat
atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan
juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani
dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang
operasi ini harus dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.
6.
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus
OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan operasi ini ialah untuk
menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik
mastoidektomi
radikal
(tanpa
meruntuhkan
dinding
posterior
liang
telinga).
30
31
32
Pada tiap gerakan dari kesepuluh otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :
a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka 3
b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka 1
c. Diantaranya dinilai dengan angka 2
d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka 0
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai 30.
34
Karakteristik
I.
Normal
II.
Disfungsi ringan
Gross :
-
Disfungsi Sedang
IV.
Disfungsi Ringan-Berat
Gross :
-
35
V.
Disfungsi Berat
Gross :
- Hanya terdapat sedikit gerakan
- Saat istirahat asimetris
Motion :
VI.
Paralisis Total
Sumber : House JW, Brackmann DE. Facial nerve grading system. Otolaryngol. Head
Neck Surg 1985; 93: 146147.
2. Komplikasi di telinga dalam
Apabila peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada kemungkinan
produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap bulat (fenestra
rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian basalnya saja biasanya tidak
menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi apabila kerusakan telah menyebar ke koklea
akan menjadi masalah. Hal ini sering dipakai sebagai indikasi untuk melakukan miringotomi
segera pada pasien otitis media akut yang tidak membaik dalam 48 jam dengan pengobatan
medikamentosa saja.
Penyebaran oleh proses destruksi seperti oleh kolesteatom atau infeksi langsung ke
labirin akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan pendengaran, misalnya vertigo,
mual, muntah serta tuli saraf. Komplikasi telinga dalam antara lain :
a.
Fistula labirin
Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatom dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga terbentuk fistula. Pada
keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi labirinitis dan akhirnya akan terjadi
komplikasi tuli total atau meningitis.
36
Fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula yaitu dengan memberikan
tekanan udara positif ataupun negatif ke liang telinga melalui otoskop siegel atau corong
telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang dimasukkan
ke dalam liang telinga. Balon karet dipencet dan udara di dalamnya menyebabkan
perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten akan
terjadi kompresi dan ekspansi labirin membran. Tes fistula positif akan terjadi nistagmus
atau vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila fistulanya sudah tertutup oleh jaringan granilasi
atau bila labirin sudah mati/ paresis kanal.
Pemeriksaan radiologik CT scan yang baik kadang-kadang dapat memperlihatkan
fistula labirin, yang biasanya ditemukan di kanalis semisirkularis horizontal. Pada fistula
labirin, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan menutup fistula
sehingga fungsi telinga dalam dapat dipulihkan kembali. Tindakan bedah harus adekuat
untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan jaringan granulasi harus
diangkat dari fistula sampai bersih dan daerah tersebut harus segera ditutup dengan
jaringan ikat atau sekeping tulang/ tulang rawan.
b.
Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirinitis umum (general),
dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis terbatas (labirinitis
sirkumskripta) menyebabkan vertigo saja atau tuli saraf saja.
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi di ruang perilimfa. Terdapat dua
bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentu
labirinitis serosa difus dan sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi atas labirinitis
supuratif akut difus dan kronik difus.
Pada
kedua
bentuk
labirinitis
ini
operasi
harus
segera
dilakukanuntuk
37
3.
Komplikasi ke Ekstradural
a. Petrositis
Penyebaran infeksi telinga tengah ke apeks os petrosum yang langsung ke sel-sel
udara. Keluhannya antara lain diplopia (n.VI), nyeri daerah parietal, temporal, dan
oksipital (n.V), otore persisten.
keluarnya nanah yang terus menerus dan nyeri yang menetap paska mastoidektomi.
Pengobatannya operasi (ekspolorasi sel-sel udara os petrosum dan jaringan pathogen)
serta antibiotika.
b. Tromboflebitis Sinus Lateralis
Akibat infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati os mastoid. Hal ini jarang terjadi.
Gejalanya berupa demam yang awalnya naik turun lalu menjadi berat yang disertai
menggigil (sepsis). Nyerinya tidak jelas kecuali terjadi abses perisinus. Kultur darah
positif terutama saat demam.
Pengobatan dengan bedah, buang sumber infeksi os mastoid, buang tulang/dinding
sinus yang nekrotik. Jika terbentuk thrombus lakukan drainase sinus dan dikeluarkan.
Sebelumnya diligasi vena jugularis interna untuk cegah thrombus ke paru dan tempat
lain.
c. Abses Ekstradural
Terkumpulnya nanah antara duramater dan tulang. Hal ini berhubungan dengan
jaringan granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau
mastoid. Gejala berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Rontgen mastoid posisi
Schuller, tampak kerusakan tembusnya lempeng tegmen. Sering terlihat waktu operasi
mastoidektomi.
d. Abses Subdural
Biasanya tromboflebitis melalui vena. Gejala berupa demam, nyeri kepala dan
penurunan kesadaran sampai koma, gejala SSP berupa kejang, hemiplegia dan tanda
kernig positif.
38
Punksi lumbal perlu untuk membedakan dengan meningitis. Pada abses subdural
kadar protein LCS normal dan tidak ditemukan bakteri. Pada abses ekstradural nanah
keluar waktu mastoidektomi, sedangkan subdural dikeluarkan secara bedah syaraf
sebelum mastoidektomi.
4. Komplikasi ke SSP
a. Meningitis
Gambaran klinik berupa kaku kuduk, demam, mual muntah, serta nyeri kepala hebat.
Pada kasus berat kesadaran menurun. Analisa LCS kadar gula menurun dan protein
meninggi. Meningitis diobati terlebih dahulu kemudian dilakukan mastoidektomi.
b. Abses Otak
Ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior/lobus temporal, atau fossa kranial
media. Berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis atau meningitis.
Biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau
tromboflebitis. Umumnya didahului abses ekstradural.
Gejala abses serebelum ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat
menunjuk suatu objek. Abses lobus temporal berupa afasia, gejala toksisitas (nyeri
kepala, demam, muntah, letargik). Tanda abses otak nadi lambat, kejang. Pada LCS
protein meninggi dan kenaikan tekanan liquor. Terdapat edema papil. Lokasi abses
ditentukan dengan angiografi, ventrikulografi atau tomografi komputer. Pengobatan
antibiotika parenteral dosis tinggi dan drainase lesi. Setelah keadaan umum baik,
dilakukan mastoidektomi.
c. Hidrosefalus Otitis
Hal ini disebabkan tertekannya sinus lateralis sehingga lapisan arakhnoid gagal
mengabsorbsi LCS. Ditandai dengan peninggian tekanan LCS yang hebat tanpa kelainan
kimiawi. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Gejala berupa nyeri kepala menetap,
diplopia, pandangan kabur, mual dan muntah.
Penatalaksanaan
39
40
2.4.9 Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol
yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan
tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat
dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.10
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani
dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami
komplikasi intrakranial yaitu meningitis.3,10
41
OMA merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3 minggu. Penyebab utama
terjadinya OMA ini adalah karena masuknya mikroba ke dalam telinga tengah yang
seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme pertahanan tubuh (seperti silia mukosa tuba
eustachius, enzim dan antibody) terganggu. Kuman penyebab utama pada OMA ialah
bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus, stafilokokus aeureus, pneumokokus.
Kadang-kadang ditemukan juga Haemofilus influenza, E.coli, Streptococus anhemolitikus,
proteus vulgaris, dan pseudomonas aeruginosa. Gejala klinik otitis media akut tergantung
pada stadium penyakit dan umur pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia,
otorea, pendengaran berkurang, rasa penuh di telinga, demam. OMA terdiri dari 5 satdium
yaitu : stadium oklusi tuba, stadium hiperemis atau pre supurasi, stadium supurasi, stadium
perforasi, stadium resolusi. Terapi yang dilaksanakan pun sesuai dengan stadium
penyakitnya. Sebelum adanya antibiotika, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi
mulai dari mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis.
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah
radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga
(membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2
bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif kronik dapat terbagi
atas: tipe tubotimpani dan tipe atikoantral dimana tipe anti koantral merupakan tipe paling
ganas karena terdapat kolesteatom yang bersifat destruksi. Otitis media supuratif kronik
dapat memiliki komplikasi otologik dan intrakranial. Penatalaksanaan OMSK dapat terbagi
atas pengobatan konservatif dan operasi. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6%
pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa
Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan : FK USU.
2003.
2. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management options.
Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and Deafness.
Geneva Switzerland. 2004.
3. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Bagian
Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus USU. 2007.
4. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier.
5. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher. Edisi 6.
Jakarta : FKUI.2007.
6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Boies, Buku
Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
7. Rubin, M.A., Gonzales, R., Sande, M.A., 2008. Pharyngitis, Sinusitis, Otitis, and Other
Upper Respiratory Tract Infections. In: Fauci, A.S., ed. Harrysonss Principles of
Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill Companies, Inc., 205-214.
8. Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR. Cholesteatoma. In : Newlands SD et.al (editor).
Head & neck surgery otolaryngology. 4th ed. 2006. Philadelphia : Lippincolt williams &
wilkins. h. 2081-91.
9. Anonim. Ear Discharge. 2008. Diunduh dari http://www.myhealth.gov.my/myhealth pada
tanggal 2 April 2012.
10. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif Kronik
Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
11. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam : Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. 2009. Jakarta : FKUI. h.86.
43